92 Hal ini untuk memudahkan dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat.
Dan terpenting adalah agar mudah memadukan model motivasi yang akan diberikan dalam setiap metode tersebut. Sebagai contoh SK-KD tentang Aqidah:
mengenal Allah dengan mengetahui dan memahami sifat-sifat-Nya, maka metode pembelajaran yang tepat menurut penulis adalah kolaboratif dari semua metode
pembelajaran. Karena mungkin saja pembelajaran interaktif dilakukan setelah guru memberikan pemahaman tentang konsep dengan metode ceramah. Disini
ditemukan bahwa tidak mutlak satu metode atau satu strategi dilaksanakan untuk satu SK-KD. Justru kolaboratif dari berbagai metode dan strategi dalam
pembelajaran harus dilakukan guru. Kedua, model pembelajaran baik sisi metode dan strategi harus melihat
“jejak yang akan ditinggalkanpenanaman nilai” kepada siswa. Dengan mendasarkan pada maqas}id al-shari‘ah dan implementasinya dalam
kehidupan berupa bagaimana mereka mengimplementasikan dengan Allah habl min Allah, dengan manusia habl min al-nnas dan dengan alam habl min al-
‘Alam. Ketiga, pemerintah sendiri dalam hal ini Kementerian Pendidikan
Nasional telah mengharuskan proses pembelajaran harus menyenangkan dan mengembangkan potensi-potensi peserta didik. Hal tersebut dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Undang- Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
menjadikan proses pembelajaran yang dilakukan di kelas harus berorientasi kepada siswa student center.
E. Gap Analisys Pengajaran Pendidikan Agama Islam
Pada bab terdahulu telah dijelaskan bahwa “Negara” memiliki kepentingan dalam pendidikan agama yang dituangkan dalam tujuan nasioanl pendidikan.
Kepentingan tersebut diejawantahkan dalam politik pendidikan melalui Undang-
93 undang dan atau peraturan pemerintah tentang pendidikan. Pada kasus ini
kepentingan tersebut memiliki korelasi dan siginifikansi dengan kepentinga masyarakat banyak.
Kepentingan nasional pendidikan yang berhubungan dengan pendidikan agama berbunyi.. ” ….Membentuk manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur dan menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
Persatuan Nasional....”.
41
Rumusan ini menurut penelitian Interfidei Jogja bukan didasarkan atas kepentingan siswa atau bukan berorientasi kepada siswa student
center. Tetapi berorientasi kepada kepentingan nasional tadi.
42
Kepentingan nasional yang dijabarkan Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 tersebut di break down dalam berbagai Peraturan Menteri Pendidikan
Nasioanl Permendiknas. Seperti Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses,
Permendiknas tentang Standar Kelulusan, Permendiknas tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Permendidknas tentang Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pembiayaan, Standar Pengelolaan dan Standar Penilaian. Menurut penulis beberapa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional seperti Standar Pengelolaan dan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, mencoba memberikan dorongan kepada pengelola, praktisi pendidikan dan stake holder untuk lebih
mengoptimalkan potensi yang ada, termasuk pendidikan yang berorientasi kepada siswa. Sebagai contoh system Managemen Berbasis Sekolah MBS yang
beberapa dekade terakhir dimunculkan adalah untuk menjawab sentralisasi pendidikan yang dianggap sebagai bagian dari politik kepentingan nasional tadi.
Contoh lain adalah dikeluarkannya Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang
41
Penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39
42
Interfidei, Ringkasan Laporan : “Penelitian Problematikan Pendidikan Agama: Penelitian di sekolah-sekolah SD, SMP, SMA dan SMK di Jogja 2004-2006”, Jogjakarta :
Interfidei, 2006, 5.
94 Standar Proses menurut penulis adalah dalam kerangka memberikan ruang
kreativitas pengembangan siswa student center. Sejak tahun 2006 pemerintah gencar mensosialisasikan KTSP pada tingkat
satuan pendidikan atau sekolah. Konsep KTSP ini sebagai implementasi dari model MBS. Bahkan untuk persoalan MBS ini, banyak lembaga donor luar negeri
ikut membantu peningkatan mutu pendidikan. Sebut saja AUSAID Austrai Agency for International Development, USAID United State Agency for
International Development,, JICA Japan International Cooperation Agency, World Bank dan lembaga donor lainnya. Lembaga-lembaga tersebut melakukan
penguatan peningkatan mutu pendidikan Indonesia dengan memberikan bantuan dalam berbagai bentuk,
43
melalui program basic education : AIBEP Australia Indonesia Basic Education Program, AUSAID, DBE Decentralisasi Basic
Education, USAID, JICA dengan project Madrasahnya, dan berbagai program pendidikan lainnya yang diadakan oleh lembaga-lembaga tadi.
Namun diakui, pada prakteknya, masih ada problem atau gap jurang pemisah antara apa yang diharapkan das sein dan kenyataan das sollen.
Sebagai contoh, konsep pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sebagai implementasi dari MBS management berbasis sekolah adalah
untuk meningkatkan manajemen pengelolaan sekolah yang melibatkan seluruh stake holder. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Diah Harianti, Kepala Pusat
Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas. Menurutnya ada distorsi terhadap sosialisasi KTSP sebagai bagian dari implementasi MBS,
walaupun tidak besar.
44
Diah Harianti memaparkan gap analisysnya terhadap pemahaman KTSP, pemahaman Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang
termasuk pada kajian dokumen dan gap analisys yang berhubungan dengan kajian
43
Bantuan tersebut bisa berupa loan, grant atau hibah.
44
Diah Harianti, Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Pendidikan Agama, Jakarta : Depdiknas 2007, 14.
95 lapangan. Dari kajian lapangan yang dilakukan Diah, ditemukan gap tentang
pemahaman guru PAI mengenai KTSP, yaitu: 1 Pemahaman guru PAI terhadap isi dari KTSP baik dokumen 1 dan 2 masih belum memadai. 2 Kemampuan guru
dalam melakukan analisis materi pembelajaran, pengembangan materi, menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Standar Isi dan
kemampuan mengintegrasikannya dengan mata pelajaran lain belum memuaskan. 3 Keterkaitan
antara visi, dan misi sekolah yang dituliskan dalam KTSP masih belum sinkron.
Sementara dari sisi pemahaman guru PAI yang berkaitan dengan pemahaman Standar Kompetensi SK danKompetensi Dasar KD menurut Diah
adalah sebagai berikut: 1 Sebagian guru pendidikan agama belum memahami metode pencapaian SK dan KD yang seharusnya dikembangkan di dalam silabus.
Bagi sekolah kategori baik, seharusnya materi standar yang terdapat di Standar Isi dikembangkan lebih dalam dan luas sesuai dengan tingkat kemajuan sekolahnya.
2 Pemahaman guru dan tenaga kependidikan terhadap pengembangan kurikulum termasuk tingkat gradasi materi atau keilmuannya belum memadai.
45
Menariknya lagi Diah menemukan gap analisys terhadap proses pembelajaran Pendidikan Agama di sekolah-sekolah. Penemuannya tersebut
menurutnya didasarkan atas kajian lapangan yang telah dilakukan berdasarkan naskah silabus yang dikembangkan dan disusun oleh tingkat satuan pendidikan.
Berdasarkan kajian lapangan dan pengamatan guru-guru pendidikan agama terhadap naskah silabus yang disusun satuan pendidikan, diperoleh informasi
antara lain sebagai berikut: 1 Isi silabus yang disusun guru belum menggambarkan pengembangan materi atau kompetensi yang seharusnya menjadi
ciri dan potensi masing-masing sekolah, akan tetapi dikembangkan masih sebatas pada standar isi tanpa ada pengembangannya, sehingga bagi sekolah yang
mutunya kategori baik akreditasi A muncul pandangan terjadinya pendangkalan terhadap materi. 2 Pemahaman sebagian tenaga pendidik dalam menyusun dan
45
Diah Harianti, Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Pendidikan Agama, 15.
96 merumuskan perencanaan pembelajaran perlu mendapat perhatian pembinaan
pemerintah setempat. Diperoleh informasi bahwa banyak guru yang belum mengikuti sertifikasi atau belum memiliki kompetensi memadai. 3 Pengetahuan
dasar agama peserta didik sangat beragam. Diperoleh informasi, bahwa ada sebagian peserta didik belum memiliki bekal agama yang memadai. 4 Minimnya
sarana dan prasarana pembelajaran pendidikan agama, misalnya alat peraga, termasuk tempat ibadah, terutama pada Sekolah Dasar. 5 Sejak tahun 2006,
pemerintah pusat telah melakukan sosialisasi kurikulum tingkat satuan pendidikan Namun minimnya sosialisasi tentang penerapan KTSP menyebabkan pemahaman
terhadap kurikulum menjadi kendala bagi guru untuk mengimplementasikannya. 6 Kurangnya perangkat administrasi, misalnya buku absen, dan buku daftar
nilai.
46
Yang menarik dari kajian lapangan sebagai argumentasi dari Naskah Akademik ini adalah pernyataan bahwa ada unsur psikologis, antropologis dan
sosilogis yang memungkinkan peserta didik mudah untuk memahami materi pelajaran dan mengapresiasi potensinya. Dan ini diabaikan oleh guru. Menurut
penulis sendiri gap analisys yang ditemukan oleh Diah ini bisa menyebabkan problem pengajaran PAI menjadi tidak maksimal. Hal lain yang mungkin timbul
adalah kemampuan guru untuk memotivasi siswa dalam proses pembelajaran pun semakin kurang, karena kemampuan memahami kurikulum dengan segala
aspeknya terbatas. Bahwa persoalan motivasi belajar siswa berhubungan dengan unsur psikologis siswa menjadikan guru PAI harus memahami konteks
pelaksanaan kurikulum yang sesuai dengan psikologis siswa. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi guru agama untuk meningkatkan kapasitas dan
kemampuannya dalam membangun motivasi belajar siswa ketika terjadi proses pembelajaran PAI .
46
Diah Harianti, Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Pendidikan Agama, 16.
97 Penulis sendiri setuju dengan problem yang dikemukakan oleh Diah
Harianti. Ada distorsi pemahaman dalam pengembangan Standar Isi oleh guru agama. Dimana pengembangan Standar Isi ke dalam silabus masih belum
mengembangkan dan mengakomodir potensi sekolah dan konteks pembelajaran yang sesuai dengan keadaan sekolah dan siswa. Menurut penulis, dalam hal
pengembangan Standar Isi ke dalam silabus perlu mencermati beberapa masukan Muhaimin dari UIN Malang. Menurutnya ada ketidaksinkronan kelanjutan setiap
standar kompetensi dari semua jenjang. Muhaimin mencontohkan pada aspek Al- Quran dan Hadits, pelajaran Al-Quran termasuk didalamnya Tajwid lebih
mendominasi dibanding Hadits. Di SDMI dan SMAMA sama sekali tidak menyinggung pelajaran Hadits. Menurut Muhaimin hal ini menunjukkan adanya
ketidaksinkonan antara SKL dan SKKD.
47
Dalam makalahnya, Muhaimin menyoroti aspek Aqidah, Fiqih, Akhlak, Tarikh dalam Standar Isi, termasuk kata kerja operasional yang digunakan dalam
SK dan KD. Menurut Muhaimin, rumusan kata kerja operasional KD “menyebutkan” sulit dirinci indikatornya. Kata “menyebutkan” yang dijadikan
kata kerja operasional di KD tidak layak dijadikan kompetensi dasar pada jenjang SMPMTs dan SMAMA. Karena menurutnya kata kerja tersebut pada tataran
kognitif yang paling rendah.
48
Jika Diah menjelaskan gap atau jurang pemisahnya pada tataran aplikasi dilapangan, Muhaimin memfokuskan analisisnya pada substansi dari
Permendiknas. Dari sini dapat ditarik sebuah benang merah bahwa pelaksanaan pembelajaran PAI di lapangan sangat berpengaruh terhadap pemahaman substansi
terhadap peraturan yang berkenaan dengan pendidikan di sekolah yang
47
Muhaimin, “Analisis Kritis Terhadap Permendiknas No. 232006 tentang SKL No. 222006 tentang Standar Isi PAI di SDMI, SMPMTs, SMAMA”, Makalah disampaikan pada
Workshop Penilaian PAI pada Sekolah Depag, Bogor, Depag, 2007, 15.
48
Muhaimin, “Analisis Kritis Terhadap Permendiknas No. 232006 tentang SKL No. 222006 tentang Standar Isi PAI di SDMI, SMPMTs, SMAMA”, 16.
98 dikeluarkan pemerintah. Pemahaman ini membawa implikasi kepada pelaksanaan
peraturan tersebut di lapangan dalam hal ini di ruang-ruang kelas atau sekolah. Penulis sendiri menyimpulkan masih banyak gap atau jurang pemisah
dalam proses pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas, antara lain sebagai berikut:
49
Aspek pemahaman kurikulum : Standar Isi, masih banyak guru PAI yang belum melakukan analisis terhadap Standar Isi yang dibreakdown menjadi silabus
dan RPP. Kebanyakan guru PAI melakukan copy paste terhadap silabus yang ada. Analisis Standar Isi dimaksudkan untuk menentukan strategi pembelajaran,
metode, model pembelajaran, system penilaian yang tepat, alokasi waktu, penyesuaian program semester dan tahunan, kegiatan pengayaan, remedial dan
ulangan atau semester. Apa yang dijelaskan oleh Muhaimin maupun Diah Harianti betul-betul terjadi pada guru PAI. Kemampuan guru untuk melakukan
analisis Standar Isi dan diterjemahkan ke dalam silabus masih rendah. Aspek pemahaman Standar Proses, Guru PAI belum banyak memahami
bagaimana implementasi Standar Proses yang mengharuskan pemikiran : apa yang harus dilakukan oleh siswa dalam setiap proses pembelajaran. Guru PAI
belum memahami bagaimana implementasi kegiatan siswa pada setiap fase eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Aspek proses pembelajaran, guru PAI masih banyak yang menggunakan metode ceramah sebagai satu-satunya metode yang digunakan dalam
pembelajaran. Belum banyak implementasi pembelajaran yang dilakukan Guru PAI dengan mengkolaborasikan metode, model, media dan strategi pembelajaran
yang tepat bagi siswa. Pembelajaran juga belum mengembangkan atau memperhatikan potensi yang dimiliki oleh siswa sesuai dengan taksonomi Bloom.
49
Yang disebutkan di bawah ini hanya sebagain dari problem pembelajaran PAI yang bisa diidentifikasi. Masih banyak problem pembelajaran PAI yang berpengaruh terhadap proses di
kelas seperti, aspek system manajement sekolah, kelengkapan sarana prasarana, latar belakang siswa dan lainnya.
99 Aspek penggunaan ICT dan alat peraga, Sedikit dari Guru PAI yang
menggunakan ICT atau alat peraga sebagai media pembelajaran. Kebanyakan dari Guru PAI masih menggunakan model ceramah, membaca dan menulis di papan
tulis dalam menyampaikan pembelajaran. Aspek system penilaian, penilaian yang digunakan masih fokus pada
kognitif dengan model pilihan ganda, esai atau pertanyaan lisan. Jarang sekali guru menggunakan penilaian berdasarkan tuntutan SK dan KD yang memiliki
karakter pada penguatan aspek afektif atau psikomotor. Bahkan untuk penilaian psikomotor pun sering kali Guru PAI menggunakan model penilaian kognitif
dengan mengajukan berbagai pertanyaan tulis atau lisan. Hal ini bisa dilihat dari perencanaan silabus atau di RPP nya.
Aspek perhatian terhadap motivasi siswa, guru PAI belum memberikan perhatian yang serius terhadap aspek yang mendorong munculnya motivasi
belajar siswa. Kemampuan membangun motivasi belajar siswa pada setiap fase pembelajaran perlu mendapat penguatan.
Aspek system komunikasi, Pengajaran sering kali dilakukan satu arah, tidak dialogis. Guru PAI belum menjadi sahabat bagi siswa, masih memposisikan diri
sebagai orang yang wajib dihormati. Guru PAI juga belum memberikan apresiasi baik verbal maupun non verbal dalam bentuk kontak fisik yang positif terhadap
siswa. Aspek posisi dan waktu, dibanding mata pelajaran yang di UN, mata
pelajaran PAI dianggap hanya sebagai pelengkap saja. Bahkan pada jaman Sukarno, PAI hanya jadi pelajaran pilihan. Dari sisi waktu, PAI hanya diberikan
dalam waktu 2 jam pertemuan dalam satu minggu. Dengan tingkat harapan masyarakat yang tinggi terhadap mata pelajaran PAI, waktu tersebut menjadi
bagian dari hal yang harus disiasati oleh guru dalam penanaman nilai di luar jam pelajaran.
100 Aspek harapan terhadap hasil belajar PAI, harapan masyarakat termasuk
orangtua siswa terhadap PAI cukup besar, terutama ketika berhubungan dengan persoalan akhlak siswa. Guru PAI selalu menjadi aktor yang paling pertama dicari
ketika terjadi persoalan akhlak siswa. Padahal hal tersebut bukan hanya menjadi tanggungjawab guru PAI.
Aspek fokus pengajaran, sistem pembelajaran PAI terkesan doktrinal, padahal nilai-nilai Islam adalah universal yang memungkinkan peserta didik
berkembang secara bebas dan tidak terkait atau terkungkung dalam fanatisme sempit dengan tetap memiliki pijakan aqidah yang kuat.
Aspek pengembangan diri guru, guru PAI jarang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan atau pengembangan kemampuan
professional dalam hal pembelajaran dibanding dengan mata pelajaran yang di UN kan.
Aspek penanaman nilai, Pendidikan Agama Islam di sekolah sedikit sekali menjadi bagian dari penanaman nilai terhadap anak didik. Padahal hal tersebut
menjadi tugas utama dari Pendidikan Agama Islam sebagai gerbang pembinaan akhlak siswa.
Aspek sikap siswa, sikap siswa sendiri terhadap PAI berbeda dengan mata pelajaran lain, khususnya yang di UN kan. Siswa lebih memberikan perhatian
terhadap mata pelajaran yang di UN kan dibanding terhadap mata pelajaran PAI.
50
Dilihat dari paparan di atas, baik analisys yang dilakukan Diah Harianti atau Muhaimin, tidak secara spesifik menjelaskan problem motivasi yang harus
dibangun oleh guru PAI dalam proses pembelajarannya. Mereka lebih memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kurikulum, proses pembelajaran dan
pemahaman terhadap SK dan KD.
50
Pengalaman penulis mengajar di SMPN 280 Jakarta dan berbagai kegiatan pelatihan Guru PAI.
101 Gap yang terjadi dalam proses pembelajaran PAI berhubungan dengan
motivasi belajar siswa adalah guru PAI belum mengetahui bagaimana mendorong, melakukan upaya, menerapkan strategi, model, metode, media pembelajaran yang
bisa menumbuhkan minat belajar siswa. Bagaimana seorang guru PAI piawai memunculkan motivasi belajar siswa.
BAB IV PROSEDUR DAN LANGKAH PENERAPAN