Definis dan Bentuk Motivasi Belajar

26

Bab II MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN

Pandangan tentang kajian motivasi akan selalu berhubungan dan tidak pernah lepas dengan persoalan psikologi. Konsep yang paling menonjol tentang akar pengertian motivasi tidak lepas dari dua kata, kemauan volitionwill dan insting instincts. 1 Antara volition dan will memiliki perbedaan pengertian. Dalam Bahasa Indonesia, keduanya diartikan sama, kemauan. Will merefleksikan hasrat desire, kebutuhan want atau maksudtujuan purpose. 2 Sementara volition menunjukkan bagaimana aktivitas dalam menggunakan will, “volition was the act of using the will. 3 Di bawah ini akan dijelaskan tentang hubungan motivasi dengan pembelajaran di kelas. Hal ini berkaitan dengan bagaimana usaha seorang guru membangun motivasi belajar siswanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Edward L. Deci yang mengatakan “..apa yang harus guru katakan kepada siswanya yang memiliki motivasi rendah agar mereka sukses….?”. 4 Akan dibahas juga bagaimana learning cycle diaplikasikan dalam proses pembelajaran serta bagaimana teori Motivation dan Learning Cycle dibangun.

A. Definis dan Bentuk Motivasi Belajar

- Definisi motivasi Rendahnya motivasi siswa dalam belajar kerap dituding sebagai biang keladi dari kegagalan atau rendahnya kompetensi yang dicapai oleh siswa. Hal ini juga berimbas kepada guru yang mengajar mata pelajaran. Guru disalahkan karena tidak bisa mengantarkan siswa kepada kompetensi minimal yang telah 1 Paul R. Pintrich, and Dale H.Schunk, Motivation in Education, Theory, Research, and Application, New Jersey, Prentice-Hall,1996, 27. 2 John M. Echols dan Hasan Shadily, Inggris – Indonesia, Jhon Ecol, Bagian desire, want dan purpose. 3 Paul R. Pintrich, and Dale H.Schunk, Motivation in Education, Theory, Research, and Application, 27. 4 Edward L. Deci, Motivation and Classroom Learning, Journal Psycology Boric, Chapter 7. 27 ditetapkan 5 . Kegiatan di ruang-ruang kelas sendiri adalah suatu sistem sosial yang dipengaruhi oleh ukuran kelas, konteks sosial kelas teknologi pengajaran yang dipakai, struktur komunikasi, dan suasana sosial. Ada banyak penelitian yang telah dilakukan para pakat tentang motivasi belajar siswa. Di bawah ini akan dipaparkan berbagai hasil penelitian tentang motivasi. Seperti yang yang dijelaskan Csikszentmihalyi Larson. Menurut mereka, salah satu kegagalan yang paling berulang di pendidikan adalah murid jarang mengatakan bahwa mereka menemukan pembelajaran yang memberikan penghargaan. 6 Dan hal ini berhubungan dengan motivasi belajar siswa motivation for learning. Menurut Romiszowski, seperti dikutip Zaenal Abidin bahwa kinerja atau performance yang rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam dan luar mahasiswa. Faktor luar misalnya fasilitas belajar, cara mengajar dosen, sistem pemberian umpan balik dan sebagainya. Faktor dalam mahasiswa mencakup kecerdasan strategi belajar, motivasi dan sebagainya. 7 Istilah motivasi bisa di dapat dari bahasa latin movere yang berarti menggerakkan. WS. Winkel berpendapat bahwa motivasi adalah penggerak yang telah menjadi aktif. Sedangkan Donald menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan. W. Podkowiki menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan persistence pada tingkah laku tersebut. Pada prakteknya kata motivasi dan niat hampir sama dengan motivasi, sama-sama dapat dipakai dengan arti yang sama, yaitu bisa kebutuhan need, desakan urge, keinginan wish, dorongan drive atau kekuatan strength. 5 Permindaknas No 20 tahun 2007 tentang Standar Isi 6 http:education.calumet.purdue.eduvockellEdPsyBookEdpsy5Edpsy5_intrinsic. htm diakses tanggal 9-12-09 7 Zaenal Abidin, “Motivasi Dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan ARCS”, Jurnal Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Vol.XVIII, No.2, 40-54. Walaupun dalam bahasa Inggris intention diartikan niat dan motivation dengan motivasi namun dalam berbagai penelitianpun kata motivasi yang digunakan 8 . Dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki peran yang penting dalam keberhasilan seorang siswa. 9 Hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengorganisasi potensi yang ada dalam dirinya dengan kondisi eksternal yang dihadapinya ketika di kelas atau di luar kelas. Guru diharapkan mampu mengarahkan potensi-potensi internal siswa menjadi sebuah daya bagi siswa. Sehingga menimbulkan motivasi kuat bagi siswa dengan membuat setting eksternal yang menunjang munculnya atau tumbuhnya motivasi internal. Setting eksternal dimaksud adalah segala upaya yang dilakukan guru baik dari sisi proses pembelajaran, media, bahan, wacana yang disiapkan guna menarik minat dan potensi siswa untuk belajar. Barelson dan Steiner menjelaskan motivasi sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang innerstate yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan. Sementara menurut Luthans “motivation is a process that start with a pshycological deficiency or need a drive that is aimed at a goal or incentive”. 10 Gambar 1 : Terjadinya motivasi menurut Barelson dan Stainer : Ke ing ina n Ke te g a ng a n Ke p ua sa n Pe rila ku Ke b utuha n 28 8 Diakses dari http:blogsahlan.blogspot.com200911teori-motivasi-al-raja-dan-khauf- rasa.html diakses tanggal 19 Desember 2009 9 Arko Pujadi : “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Mahasiswa”, Jurnal Bussines Management Bunda Mulia,Volume 3, No 2, September 2007 10 Arko Pujadi : “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Mahasiswa”. Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut : motivasi adalah sebuah proses yang diawali dengan kondisi psikologis kekurangan atau kebutuhan yang menggerakkan kea rah satu gol atau tujuan atau insentif. 29 Sumber : Arko Pujadi : “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Mahasiswa”, Jurnal Bussines Management Bunda Mulia,Volume 3, No 2, September 2007 Dalam pandangan Barelson, motivasi timbul dari rangkaian reaksi yang didasari atas kebutuhan. Adanya kebutuhan ini menimbulkan keinginan untuk dipenuhi. Dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut, pelaku akan mengalami berbagai macam proses sebagai bentuk usaha untuk mencapai kebutuhan atau keinginan tersebut. Dalam proses atau usaha yang dilakukan tersebut, pelaku akan mengalami ketegangan akibat tekanan-tekanan yang terjadi selama proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Sebagai contoh, ketika seseorang berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, kadang dia akan berhadapan dengan berbagai macam konflik dimana dia bekerja yang menimbulkan ketegangan 11 . Penyelesaian dalam menghilangkan ketegangan tersebut akan menimbulkan perilaku tertentu. Atau perilaku tertentu tersebut muncul sebagai bagian dari respon terhadap ketegangan yang mengakibatkan kepuasaan setelah tercapainya kebutuhan. Perilaku yang timbul didasari oleh bentuk respon dari pelaku terhadap cara pemenuhan kebutuhan. Akibat dari adanya ketegangan tersebut, maka proses pencapaian kebutuhan tersebut menimbulkan model perilaku. Perilaku inilah yang dijadikan dasar untuk mencapai keinginan atau kebutuhan. Sebagai contoh ketika seseorang terpuruk dalam satu masalah, kemampuan untuk menentukan sikap dan langkah dalam prosesnya menegangkan syaraf otak belakang 12 yang tepat akan melahirkan perilaku optimis dan kerjakeras untuk menyelesaikan masalah. 13 11 Bandingkan dengan teori motivasi Clyton Alderfer, Teori ERG, 1 Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;2 Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan 3 Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. 12 Lihat dalam Al-Quran surat Ar-Ra’du : 11 “Allah tidak akan merubah nasib seseorang kecuali dia sendiri bersaha merubahnya”. Kemampuan menetukan langkah dan sikap adalah sebuah upaya untuk merubah dan menentukan nasib. Dan hal ini berkaitan dengan motivasi intrinsic, dan self efficacy. 13 Bandingkan dengan teori kebutuhan Maslow 30 Maslow yang dikutip Zaenal Abidin lebih menyukai konsep motivasi belajar untuk memenuhi kebutuhan. Karena manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu tertentu kebutuhan manakah yang mereka coba untuk dipenuhi. Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua bagian utama yaitu: 1 kebutuhan dasar, berada pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari a kebutuhan fisiologis; b kebutuhan akan rasa aman; c kebutuhan untuk dicintai; d kebutuhan untuk dihargai ; dan 2 kebutuhan tumbuh, yang berada di atas kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah terdiri dari: a kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; b kebutuhan keindahan; c kebutuhan aktualisasi diri. Menurut Maslow, semakin orang dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami dunia di sekeliling mereka, motivasi belajar mereka dapat menjadi semakin besar dan kuat. 14 Adapun ungkapan motivasi terendah meningkat pada tingkatan yang tinggi oleh Abraham Maslow di antaranya, motivasi yang berakar pada kebutuhan untuk mewujudkan diri, ingin mengembangkan diri sesuai dengan bakat, hal-hal yang berhubungan dengan penambahan ilmu pengetahuan, status sosial dan perbuatan pribadi. Pembicaraan tentang motivasi ini menjadi menarik melihat berbagai penelitian terdahulu tentang motivasi. Sebagai contoh dalam studi yang dilakukan Fyans dan Maerh diantara tiga faktor yaitu latar belakang keluarga, kondisikonteks sekolah dan motivasi, faktor yang terakhir merupakan prediktor yang paling baik untuk prestasi belajar. Walberg, menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi yang dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36 persen sedangkan Mc. Clelland, menunjukkan bahwa motivasi berprestasi achievement motivation mempunyai kontribusi 65 persen terhadap prestasi belajar. 15 14 Zaenal Abidin, “Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan ARCS”, Jurnal Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, , Vol .XVIII, 40-54. 15 Zaenal Abidin, “Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan ARCS”, 43 31 David McClelland dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi yang dikutip Robbins, mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi achievement, kebutuhan kekuasaan power, dan kebutuhan afiliasi. Dari paparan di atas di dapat kesimpulan bahwa motivasi sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik eksternal maupun internal. Faktor eksternal membutuhkan penguatan dari luar yang memungkinkan adanya intervensi. Sementara faktor internal menjadikan kebutuhan atau kepuasaan sebagai dasar kemunculannya. Sejak awal para ahli psikologi yang mendalami teori motivasi mencoba untuk menjelaskan motivasi di beberapa bidang kajian yang berbeda dan di beberapa jenis perilaku. White mendiskusikan motivasi mastery mastery or effectance motivation sebagai kemampuan, dan mengusulkan sinonim dari kapabilitas kemampuan, kapasitas, efisiensi, kecakapan, dan keterampilan. White berargumentasi bahwa seseorang mempunyai sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan, yakni merasa dirinya mampu dan sekaligus saling berhubungan secara efektif dengan lingkungan atau dipengaruhi oleh lingkungan. Tujuan dari motivasi mastery adalah sejauh mana seseorang mempunyai keyakinan atas kapasitas yang dimilikinya efficacy atau dapat menguasai diri dengan baik personal mastery, dan ini merupakan suatu kebutuhan yang hadir sejak awal. 16 Sementara Wiliam James menggunakan istilah motivasi hakiki untuk menjelaskan minat interest dan naluri untuk membangun instinct of constructiveness untuk menjelaskan tipe-tipe perilaku manusia. Minat dan naluri untuk membangun tersebut menggambarkan konsep self-determination kemampuan individu untuk memutuskan sesuatu tanpa pengaruh dari luar dan 16 Bandingkan dengan Barleson dan Steiner yang menjelaskan kebutuhan berhubungan dengan pemenuhan kepuasaan. Sementara Maslow kebutuhan membicarakan kebutuhan dasar aktualisasi diri. 32 competence kemampuan individu untuk melakukan sesuatu dengan baik, dan pada akhirnya kedua hal inilah yang pada awalnya mendefinisikan motivasi hakiki. 17 Motivasi penguasaan atau motivasi mastery diramalkan secara positif berhubungan dengan persepsi anak-anak dari satu iklim yag asli asal. Richard M. Ryan telah menelaah bukti yang menyebutkan penguasaan motivasi seorang anak bergantung pada penguasaan lingkungan sekolah atau motivasi hakiki bergantung kepada pengalaman yang otonomi. 18 Motivasi mastery juga berperan dalam belajar anak walaupun bukan yang utama. Ketika para siswa masuk sekolah, mereka mulai mengarahkan motivasinya pada penguasaan mata pelajaran tertentu. Prestasi sekolah dan hasil belajar lainnya dihipotesiskan berasal dari motivasi mastery. Penguasaan motivasi juga diperkirakan akan positif berhubungan dengan persepsi anak-anak asal iklim. Richard M. Ryan juga menunjukkan bahwa dalam lingkungan sekolah penguasaan atau motivasi intrinsik bergantung pada pengalaman otonomi. 19 Menurut Harter, anak mempunyai motivasi yang berorientasi intrinsik mastery or instricsic orientation bila sedang belajar di kelas, yang ditentukan oleh minat yang timbul dari dirinya seperti penguasaan, keingintahuan, dan memilih sesuatu dalam menghadapi tantangan. Motivasi intrinsik mempunyai pola yang berhubungan dengan kemampuan dan pengendalian diri yang tinggi, merencanakan dan menganalisis tugas secara realistis, dan percaya dengan usaha yang dilakukannya dalam meningkatkan kemampuan dan pengendalian diri. Anak juga memiliki motivasi yang berorientasi ekstrinsik performance or extrinsic orientation bila sedang belajar di kelas, yang ditentukan oleh minat yang berasal dari luar dirinya seperti restu 17 Daniel Albert Y. A., Michael Budiman, “Student E-Learning Intrinsic Motivation”, Jurnal : CAIS, Volume : 19, 2007 18 Richard M. Ryan and Wendy S., ”Origins and Pawns in the Classroom: Self-Report and Projective Assessments of Individual Differences in Childrens Perceptions”, Joumal of Personality and Social Psychology, Grolnick University of Rochester, Vol. SO, No. 3, 1986, 550-558. 19 Richard M. Ryan dan Wendy S., “Self-Report and Individual Differences in Childrens Perseption”, 550-558. 33 atau petunjuk dan penilaian dari guru. Motivasi ekstrinsik yang mendorong ke arah belajar ditandai oleh pertimbangan di luar dirinya dalam melakukan suatu pekerjaan, seperti misalnya kinerja seorang siswa, penilaian dari guru, atau untuk mengantisipasi suatu penghargaan atau pujian. 20 Kerangka teoritis pada penelitian Harter’s mempunyai pengaruh yang besar pada teori motivasi, dengan bertitik tolak pada argumentasi White. Harter mengusulkan suatu model tentang motivasi masteri mastery or effectance motivation, yang menggambarkan pengaruh dari kesuksesan atau kegagalan yang dialami. Tujuan dari motivasi masteri adalah untuk memperoleh kemampuan dalam menghadapi pengaruh lingkungan seseorang. Harter secara operasional membangun konstruk Children’s Self Report Scale of Intrinsic versus Extrinsic Motivation in the Classroom 21 dalam sebuah instrumen. Instrumen itu terdiri dari 30 item yang dikelompokkan menjadi 5 skala dan masing-masing terdiri dari 6 item 3 item untuk intrinsik dan 3 item untuk ekstrinsik, yakni : 1. Preference for challege : memilih sesuatu dalam menghadapi tantangan dan bukan mencari sesuatu dengan mudah. 2. Curiosity : melakukan suatu pekerjaan untuk memenuhi rasa keingintahuan dan minat yang pada dirinya, tetapi bukan untuk menyenangkan guru dan memperoleh nilai yang bagus. 3. Independent mastery : berusaha sendiri dan tidak tergantung dari guru. 4. Independent judgment : mempertimbangkan sesuatu sendiri dan tidak hanya percaya pada pertimbangan guru atau orang lain. 20 Goldberg, M. D., “A developmental investigation of intrinsic motivation : Correlates, causes, and cosequenses in high ability students, Dissertation”, University of Virginia, 1994, 55. 21 Harter, S. “A new self-report scale of Intrinsic versus Extrinsic Orientation in the classroom : motivational and informational components”, Journal Developmental Psychology,vol : 17,300-312 . 34 5. Internal criteria : mempunyai kriteria sendiri dalam menentukan sesuatu hal yang dianggap akan sukses atau gagal dibandingkan dengan kriteria yang berasal di luar dirinya. Motivasi berdasar pada penguasaan mastery or intrinsic motivation didefinisikan oleh White sebagai kecenderungan umum yang saling berhubungan dan dipengaruhi oleh lingkungan. 22 White memandang kecenderungan ini harus dihadapi secara efektif dengan memotivasi diri, karena kepuasan yang dicapai tidak bisa dipisahkan dengan perasaan senang. 23 Motivasi yang berdasarkan pada pertimbangan judgment motivation berkaitan dengan skala internal kriteria dan independent judgment, dan ini mencerminkan sejauh mana anak memiliki kepercayaan dibandingkan bila bersandar pada pertimbangan orang lain, dan menjadi dasar internal maupun eksternal dalam mengevaluasi kinerja performance anak di sekolah. 24 Entwisle dan koleganya menemukan bahwa motivasi intrinsik anak-anak muda cenderung sangat tinggi. 25 Goldberg menyatakan bahwa motivasi intrinsik akan berkurang dengan mulai digunakannya motivasi ekstrinsik, hal itu disebabkan oleh keadaan di luar dirinya mulai memberi penghargaan atau pujian, dan cenderung berubah atau berkurang ketika umur anak meningkat. Kassin Lepper mempertunjukkan bahwa jika anak-anak diberi pertimbangan di luar dirinya untuk mulai bekerja dan mereka menikmati kegiatan itu, mereka menduga bahwa mereka telah ikut ambil bagian dengan alasan yang disebabkan oleh keadaan di luar dirinya, dan di masa mendatang mereka cenderung tidak ikut 22 White, R., “Motivation Reconsidered. The Concept of Competence”, Journal Psychological Review, vol :66, 297-323. 23 Bandingkan dengan Barlesen dan Steiner yang menganggap pemenuhan kebutuhan akan mendatangkan kepuasan 24 Ginsburg, G. S., Bronstein, P., “Family factors related to children’s intrinsicextrinsic motivational orientation and academic performance”, Journal Child Development, vol : 64, 1461-1474 25 Entwisle, D., Alexander, K., Cadigan., Pallas, A., “The schooling process in first grade : Two sample a decade apart”, American Educational Research Journal, vol : 23, 587-613 35 ambil bagian dalam suatu kegiatan manakala tidak memberikan suatu penghargaan atau pujian. 26 Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan motivasi siswa di kelas, antara lain Gottfried memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara motivasi instrinsik akademik dengan prestasi anak di kelas. 27 Skala Children’s Academic Intrinsic Motivation Inventory CAIMI digunakan untuk mengukur motivasi intrinsik anak dalam belajar di kelas. Demikian juga Fortier dalam penelitiannya menemukan bahwa kompetensi akademik yang dirasakan siswa mempunyai hubungan positip dengan motivasi intrinsik. 28 Boggiano mengungkapkan bahwa motivasi akademik anak mempunyai pengaruh yang positip pada kinerja akademik mereka. 29 Robert J Vallerand menjelaskan istilah motivasi intrisik sebagai in general motivation intrinsic refres to the fact of doing to an activity for itself and pleasure and satisfacvtion derived on participation . Bila diterjemahkan dengan bebas, motivasi intrinsik adalah motivasi hakiki yang umum merujuk kepada fakta untuk melakukan satu aktivitas untuk diri sendiri dan untuk kesenangan serta untuk memperoleh kepuasan pada keikutsertaan individu. W. Harlen dan R Deakin Crick 30 menggambarkan motivasi belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Seperti yang terlihat dari gambar di bawah ini : 26 Kassin, S. M., Lepper, M. R. ”Over sufficient and insufficient justification effects : Cognitive and behavioral development”, Journal : The development of achievement motivation, Greenwich 27 Gottfried, A. E., “Academic intrinsic motivation in elementary and junior high school students”, Journal of Educational Psychology, 77, 631-645. 28 Fortier, M.S., Vallerand, R. J., Guay, F. 1995. “Academic motivation and school performance : Toward a structural model”, Journal Contemporary Psychology, vol : 20, 257- 274. 29 Boggiano, A. K., Shields, A., Barret, M., Kellam, T., Thomson, E., Simons, J., Katz, P. 1992. Helpless deficits in students : The role of motivational orientation. Motivation and Emotion, , 271-296. 30 Wayne Harlen Ruth Deakin Crick, “Testing and Motivation for Learning, Graduate School of Education, Assessment in Education”, Journal Assassment in Education, Vol.10, No.2 July 2003, 183. Gambar 2 : Teori Motivasi Wayne Harlen Ruth Deakin Crick Sumber : Wayne Harlen Ruth Deakin Crick, Testing and Motivation for Learning, Graduate School of Education, Assessment in Education, Jurnal Assassment in Education, Vol.10, No.2 July 2003 Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa motivasi belajar dipengaruhi oleh Self Efficacy, Locus of Control, Goal Oreintation, Effort, Interest, Self Regulation, Self Esteem, sense of self as learner. Menurut penulis hal ini termasuk dalam motivasi intrinsik. Sementara yang mempengaruhi motivasi dari faktor eksternal adalah : Home Support, Assessment Practice, Peer Culture, Pedagogy, Curriculum dan School Ethos. Berdasarkan beberapa penelitian, selef efficacy, locus of control, goal orientation, self regulation, self esteem, sense of self as learner memiliki pengaruh signifikan dengan menggunakan MSLQ: 31 Motivated Strategis for Learning Questionare. 36 31 MSLQ merupakan instrument untuk mengukur motivasi siswa yang terdiri dari berbagai skala : self efficacy, instrinsic value dan test axiety. Termasuk mengukur self regulation learning 37 Keyakinan diri atau self efficacy memberikan dasar bagi motivasi manusia, untuk mencari kesejahteraan atau kesehatan well beeing, 32 dan prestasi pribadi. Keyakinan diri menurut Bandura 33 tidak akan muncul pada orang-orang yang tidak percaya bahwa tindakan mereka dapat memberikan hasil yang mereka inginkan, dan mereka memiliki sedikit ide atau usaha untuk bertindak atau bertahan dalam menghadapi kesulitan. Secara sederhana self efficacy bagi siswa adalah kepercayaan diri siswa ketika mengajukan pertanyaan, dan keterlibatan dalam proses pembelajaran. Pengaturan diri self-regulation merupakan kemampuan individu seorang siswa untuk mengatur perilakunya sendiri dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Misalnya seorang siswa harus selalu dapat mengatur motivasi dirinya dalam melakukan proses pembelajaran, selalu bersemangat dalam mengerjakan tugas dan sebagainya. Atau sebaliknya bagaimana dia mengatasi kejenuhan dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya dalam merancang suatu pendidikan harus dirancang pula lingkungan belajar yang melibatkan para siswa dalam suatu kegiatan yang sesuai dengan bagaimana mereka mengatur dirinya. Self regulation bagi siswa adalah sikap untuk menyesuaikan diri dengan segala tugas yang diberikan oleh guru. Berorientasi pada tujuan goal orientation sering tampak sebagai salah satu aspek dari motivasi individu seseorang. Seseorang yang berorientasi pada tujuan pada umumnya menjelaskan tujuan yang mereka pilih dan metode yang digunakan untuk mengejar tujuan tersebut Deshon Gillespie, 2005. Goal orientation bagi siswa adalah segala upaya yang dilakukan untuk memahami materi yang diberikan oleh guru. Stratetegis. Instrumen ini ada 44 item MSLQ yang dirujuk dari Pintrich De Groot Journal of Education Psychology, 1990, Vol 82, No 1, 33-40 32 Bandingkan dengan Abraham Maslow yang menjelaskan bahwa motivasi disebabkan pemenuhan kebutuhan dasar 33 Bandura, A., Barbaranelli, C., Caprara, G. V., and Pastorelli, C. 1996, Multifaceted impact of self efficacy beliefs on academic functioning. Child Development, 1996, 1206–1222. 38 Sementera istilah self esteem merujuk pada harga diri atau bagaimana siswa menilai dirinya sendiri. Beberapa definisi self-esteem menurut beberapa ahli psikologi. 1. Suatu sikap positif atau negative ke arah objek tertentu yang dinamankan the selfdiri 2. Harga diri adalah disposisi untuk mengalami dirinya sebagai berkompeten untuk mengatasi tantangan dasar dari hidup dan kebahagian yang berharga. 3. Derajat dimana kita merasa sendiri secara positif atau secara negatif; sikap keseluruhan kita ke arah diri sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa self-esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan. Menurut Coopersmith tingkatan harga diri individu dapat dibedakan menjadi tiga golongan di mana setiap golongan memiliki karakteristik masing- masing. Karakteristik individu yang memiliki self-esteem tinggi yaitu: 34 1 Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik. 2Berprestasi dalam bidang akademis dan berhasil dalam hubungan sosial. 3 Dapat menerima kritik dengan baik. 4 Percaya pada persepsi dan dirinya sendiri. 5 Keyakinan akan dirinya tidak hanya berdasarkan khayalannya, karena mempunyai kemampuan, kecakapan sosial, dan kualitas diri yang tinggi. 6 Tidak mudah terpengaruh pada penilaian orang lain mengenai sifat dan kepribadiannya, baik itu positif maupun negatif. 7 Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. 8 Memiliki tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman rendah. 9 Memiliki daya bertahan yang seimbang Self esteem bagi siswa adalah kemampuan dan kemauan untuk mengeksplorasi bahan-bahan yang diberikan oleh guru dalam bentuk mengerjakan tugas. Sense as Learner adalah sikap siswa yang menyadari 34 Bustanova, Self Esteem dan Narcissistic Personality Disorder diakses dari http:bustanova.wordpress.com20081107self-esteem-dan-narcissistic-personality-disorder pada tanggal 19 November 2009. 39 terhadap tujuannya datang kesekolah untuk belajar. Sehingga dia memiliki motivasi yang tinggi untuk menguasai materi. Sense as learner ini juga dipengaruhi oleh keinginan dalam jangka panjang cita-cita siswa. Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinium dari internal menuju eksternal, oleh karenanya tidak satupun individu yang benar- benar internal atau yang benar-benar eksternal. Kedua tipe locus of control terdapat pada setiap individu, hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Disamping itu locus of control tidak bersifat stastis tapi juga dapat berubah. Individu yang berorientasi internal locus of control dapat berubah menjadi individu yang berorientasi external locus of control dan begitu sebaliknya, hal tersebut disebabkan karena situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan sering melakukan aktifitasnya. Sementara menurut Julian Rotter mengenai internal dan eksternal locus of control menghubungkan perilaku dengan psikologi kognitif serta percaya bahwa perilaku itu sebagian besar ditentukan oleh “reinforcement”, dan melalui penguatan individu meyakini faktor penyebab tindakan mereka. Selanjutnya keyaninan ini dapat menuntun tentang sikap dan perilaku seperti apa yang bisa diadopsi dari orang lain. Rotter mendefinisikan locus of control sebagai persepsi seseorang terhadap sumber-sumber yang mengontrol kejadian-kejadian dalam hidupnya, dalam hal ini ada locus of control eksternal dan internal. Jika individu tersebut meyakini bahwa keberhasilan atau kegagalan yang dialami merupakan tanggung jawab pribadi dan merupakan usaha sendiri, maka orang tersebut dikatakan memiliki locus of control internal. Sedangkan locus of control eksternal merupakan keyakinan individu bahwa keberhasilan atau kegagalan ditentukan oleh kekuatan yang berada di luar dirinya yaitu nasib, keberuntungan atau kekuatan lain. 35 Pada orang-orang yang memiliki internal locus of control faktor kemampuan dan usaha terlihat dominan, oleh karena itu apabila individu dengan 35 Karwono, “Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Locus of Control Terhadap Kemampuan Mahasiswa dalam Mengelola Pembelajaran Mikro Studi Eksperimen pada Mahasiswa FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Lampung”, hasil penelitian ini disampaikan pada seminar nasonal UMM Lampung. 40 internal locus of control mengalami kagagalan mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan membawa pengaruh untuk tindakan selanjutnya dimasa akan datang bahwa mereka akan mencapai keberhasilan apabila berusaha keras dengan segala kemampuannya Sebaliknya pada orang yang memiliki external locus of control melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib, oleh karena itu apabila mengalami kegagalan mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya.` Hal itu tentunya berpengaruh terhadap tindakan dimasa datang, karena merasa tidak mampu dan kurang usahanya maka mereka tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Sementara hal yang mempengaruhi motivasi belajar siswa dari faktor luar atau eksternal merujuk pada konsepsi W. Harlen dan R Deakin Crick adalah home support, school ethos, peer culture, pedagogy, curriculum, dan assessment practice. Home support adalah bagian penting yang menentukan mental siswa. Dukungan dari rumah bisa berbagai bentuk. Dan yang terpenting adalah dukungan psikologis untuk mengembangkan kepribadian anak. Hal ini diilhami oleh sajak dari Dorothe McNolthe yang menginspirasi bahwa perlakuan terhadap anak, akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan anak dimasa yang akan datang. 36 36 Lihat Sajak Dorothe : Anak Belajar Dari Kehidupannya : “Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah. Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan olok- olok, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mengasihi. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi. Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan. Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan. Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan ksaih dalam kehidupan. Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar damai dengan pikiran”. Dorothy Law Nolte, dalam Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1985, 75 41 School ethos adalah nilai yang dikembangkan oleh sekolah, seperti nilai kejujuran, kedisiplinan, kebersihan, religious culture, dan sebagainya. School ethos lebih didasari oleh kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh sekolah. Peraturan ini kemudian menjadi bagian dari pembentukan watak dan sikap siswa selama di sekolah. Selain itu school ethos diperoleh dari nilai-nilai yang dikembangkan oleh guru dan siswa selama mereka berinteraksi di sekolah. Termasuk dalam school ethos adalah teacher support yaitu segala sesuatu atau upaya guru yang membantu siswa baik secara verbal atau non verbal. Peer culture adalah nilai-nilai yang dikembangkan oleh siswa dalam kelompok kecil. Budaya yang dikembangkan antar siswa pada prakteknya sangat dominion mempengaruhi pola perilaku siswa. Hal ini berkaitan dengan usia psikologis mereka dan kebutuhan akan pengakuan dalam kelompok. Kebutuhan akan pengakuan ini menjadikan seorang siswa harus rela menerima nilai atau budaya yang dijejalkan oleh kelompoknya. Pedagogy dan curriculum adalah system pembelajaran yang dikembankan di sekolah dan kurikulum yang dipakai. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat dan kemampuan guru dalam ilmu pendidikan, khususnya mengenai pedagogy. Kemampuan guru dalam mengajar berkaitan dengan penggunaan model, strategi, metode dan keterampilan mengajar guru. Hal inilah yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Semakin bagus guru dalam penguasaan pedagogynya maka semakin besar motivasi belajar siswa atau sebaliknya. Semakin kurang kemampuan pedagogy guru dalam mengajar, maka motivasi belajar siswa pun relatif turun. Assessment practice adalah system penilaian yang menyeluruh yang digunakan oleh pihak sekolah dan guru. Reward yang diberikan dalam setiap pemberian nilai kepada siswa, memberikan efek besar dalam memotivasi siswa untuk belajar. Termasuk teknik penilaian yang dirasakan sesuai dan adil oleh siswa memberikan kontribusi terhadap kemauan belajar siswa. Konsepsi motivasi dari W. Harlen dan R. Deakin Crick inilah yang akan dijadikan dasar atau basis teori dari tesis ini. Teori W. Harlen dan R. Deakin Crick ini kemudian dikolaborasikan dengan teori learning cycle yang diadopsi oleh 42 Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. Sehingga kolaborasi tersebut menghasilkan model motivasi dalam learning cycle. - Bentuk-bentuk motivasi Motivasi yang diberikan oleh guru masih bersifat ekstrinsik atau faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa dari luar diri individu siswa. Motivasi yang diberikan oleh guru tersebut sangat bergantung kepada kemampuan guru untuk menyesuaikan materi pembelajar dengan strategi, metode, model, alat atau media pembelajaran yang dilakukan. Motivasi belajar siswa muncul, lebih didasarkan pada aspek eksternal yang dibangun atau dimodifikasi oleh guru dengan berbagai stimulusnya. Stimulus yang dimaksud adalah segala upaya baik secara administratif seperti Silabus, RPP, LKS, penilaian maupun behavior seperti cara berkomunikasi verbal atau non verbal, alat peraga, praktek, based on experiences berdasarkan problempengalaman keseharian yang dilakukan guru untuk mempengaruhi perilaku belajar siswa. Stimulus tersebut bisa sekaligus berupa respon seperti bentuk komunikasi yang dilakukan oleh guru. Baik stimulus atau respon tersebut memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Hal ini didasarkan atas pendapat Richard Kindsvatter 37 yang berpendapat bahwa penggunaan feedback umpan balik dengan penguatan verbal dan non verbal dan penggunaan pujian yang efektif dapat memberikan pengaruh terhadap siswa. Siswa akan terbangun motivasi belajarnya ketika apa yang dilakukan oleh guru menarik. Dan hal tersebut masih sangat mungkin diusahakan oleh guru. Berdasarkan penelitian lapangan sederhana yang dilakukan oleh penulis tentang kemampuan guru meningkatkan motivasi belajar siswa ada korelasi positif bahwa motivasi siswa meningkat ketika guru mampu menampilkan pembelajaran yang aktif dengan strategi dan metode pembelajaran yang tepat, dan didukung oleh media atau alat pembelajaran yang tepat. 37 Richard Kindsvatter, dkk William Wilen dan Margaret Ishler, Dynamics Of Effective Teaching, New York, Longman Publisher, 1996, 53. 43 Yang terakhir ini sangat menentukan ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Pendapat dari Richard Kindsvatter inilah yang dijadikan dasar pengukuran indikator faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut diejawantahkan dalam indikator respon guru yang mempengaruhi motivasi belajar siswa di kelas seperti : 1 mengajukan pertanyaan 2 menjawab pertanyaan siswa 3 membantu individu siswa 4 membantu kelompok diskusi 5 komunikasi verbal : memuji individu, memuji kelompok : bertepuk tangan, memuji hasil kerja kelompok, menyebut nama siswa, memberi perhatian kepada individu siswa : tentang kesehatan, kondisi di rumah dsb, humor, menghimbau individu, menghimbau kelompok, menghardik, menegur individu 6 komunikasi non verbal : berkeliling kelas, tersenyum, kontak fisik secara positif, kontak fisik secara negative, kontak mata 7 memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanyamengemukakan pendapatmenjawab 8 menyiapkan alatmedia pembelajaran yang berkaitan dengan materi 9 memberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman pribadi siswa yang berkaitan dengan pelajaranmateri 10 menghubungkan dengan problem yang biasa dialami sehari-hari problem based learning 11 memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan sendiri praktek Sementara respon siswa yang mendorong motivasi belajar timbul dari adanya stimulus yang dilakukan oleh guru seperti di atas. Jika melihat teori motivasi yang dijelaskan oleh Wyne Harlen Deakin Crick, stimulus yang diberikan oleh guru merupakan factor eksternal yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Kegairan belajar siswa dipengaruhi oelh cara guru menyajikan pembelajaran, kejelasan LKS yang diberikan, alat peraga yang ditampilkan, pembagian kelompok, alat penunjang yang disediakan guru dan stimulus verbal yang diberikan guru. Sementara untuk mengukur respon siswa yang menunjukkan adanya motivasi belajar, penulis mendefinisikan beberapa indikator yang bisa diukur, sebagai berikut : 1 mengajukan pertanyaan 2 menjawab pertanyaan siswaguru maju untuk menjawabmemeragakan 3 mengerjakan tugas dari guru 4 terlibat aktiv dalam diskusi 5 inisiatif dan aktif self esteem 6 tertarik dengan startegi, 44 metode pembelajaran yang disampaikan guru 7 melakukan praktek langsung 8 rasa percaya diri tinggi self efficacy 9 berorientasi kepada penguasaan materikeinginan untuk bisa goal orientation 10 berorientasi kepada hasil nilaikeinginan untuk mendapat nilai bagus goal orientation 11 pengaturan diri : kemampuan untuk memahami tugas dan menyesuaikan dengan tugas self regulation.

B. Learning Cycle : Definisi dan Tahapan

Dokumen yang terkait

ANALISIS TERHADAP MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMAN11 TANGERANG SELATAN

0 3 108

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa Melalui Metode Pembelajaran Active Learning Di Sma Negeri Jumapolo Tahu

0 2 17

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa Melalui Metode Pembelajaran Active Learning Di Sma Negeri Jumapolo Tahu

0 4 18

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas V Sumayyah Di Sekolah Dasar Islam Internasional Al Abidin Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 1 17

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 2

0 0 16

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 2

0 1 15

IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA POKOK BAHASAN PENGURUSAN JENAZAH.

3 13 56

Pengaruh Motivasi Guru Terhadap Kompetensi Guru dalam Mewujudkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

0 3 9

PEMBELAJARAN BERBASIS WEB (E-LEARNING) TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 3 27

REFLECTIVE LEARNING SEBAGAI PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 0 10