Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Kontekstual 1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

11 a. Konstruktivisme Construktivism Konstruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkan fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata. 6 Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif, yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri. Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak didik melalui pengalamannya dari hasil interaktif dengan lingkungannya. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahanmodifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru. 7 Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan selalu bergulat dengan ide-ide. Tugas pendidik tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi kedalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa. 6 Ibid., h. 193 7 Udin Syaefudin Sa’ud, op.cit., h. 169 12 b. Menemukan Inquiry Asas inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafalkan sejumlah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahami. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh. 8 Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. 9 Proses belajar adalah proses menemukan. Langkah-langkah atau kunci inkuiri meliputi: 1 Merumuskan masalah; 2 Mengamati atau melakukan observasi, termasuk membaca buku, mengumpulkan informasi; 3 Menganalisis dan menyajikan hasil karya dalam tulisan laporan, gambar, tabel dan sebagainya; 4 Menyajikan, mengomunikasikan hasil karyawan di depan guru, teman sekelas atau audien yang lain. 10 c. Bertanya Questioning Pengetahuan yang dimiliki seorang, umumnya tidak lepas dari aktivitas bertanya. Bertanya merupakan salah satu strategi penting dalam CTL. Bagi siswa, bertanya menunjukkan ada perhatian terhadap materi yang 8 Ibid. 9 Rusman, op.cit., h. 194 10 Sardiman A.M., op.cit., h. 224 13 dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawab sebagai bentuk pengetahuan. Bagi guru, bertanya adalah upaya mengaktifkan siswa. Dalam proses pembelajaran, kegiatan bertanya berguna untuk: 1 Menggali informasi; 2 Mengecek pemahaman siswa; 3 Membangkitkan respons para siswa; 4 Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa; 5 Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; 6 Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; 7 Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; 8 Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 11 Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain, tugas bagi guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata. 12 Ilmu pengetahuan bisa berkembang dari kegiatan bertanya. Jadi biasakan anak untuk bertanya. Aktifitas bertanya ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya. d. Masyarakat Belajar Learning Community Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman- teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, 11 Ibid., h. 224-225 12 Rusman, op.cit., h. 195 14 bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan. 13 Pengembangan learning community, akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar. 14 Pada dasarnya learning community atau masyarakat belajar mengandung arti sebagai berikut: 1 adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman; 2 ada kerjasama untuk memecahkan masalah; 3 pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik dari pada secara individual; 4 ada rasa tanggung jawab kelompok semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama; 5 upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan; 6 menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya; 7 ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antara anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima; 8 ada fasilitatorguru yang memandu proses belajar dalam kelompok; 9 harus ada komunikasi dua arah atau multi arah; 10 ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik; 11 ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain; 12 tidak ada kebenaran yang hanya satu saja; 13 dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lambanlemah bisa pula berperan; 14 siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning community. e. Pemodelan Modeling Yang dimaksud modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan termometer, begitupun guru olah raga memberikan contoh model bagaimana 13 Ibid. 14 Sardiman A.M., op.cit., h. 225 15 cara bermain sepak bola, bagaimana guru kesenian memainkan alat musik. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Di sini modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang mengundang terjadinya verbalisme. 15 f. Refleksi Reflection Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri learning to be. 16 g. Penilaian Sebenarnya Authentic Assesment Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendepatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. 17 Penilaian menekankan pada proses pembelajaran, sehingga data yang dikumpulkan diperoleh dari kegiatan nyata siswa saat melakukan proses pembelajaran. Hal-hal yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian misalnya PR, kuis, presentasi, demonstrasi, laporan praktikum, hasil tes, karya tulis, dsb. 15 Udin Syaefudin Sa’ud, op.cit., h. 171 16 Rusman, op.cit., h. 197 17 Ibid. 16 Selain itu juga Udin Saefudin menerangkan bahwa terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan prose pembelajaran kontekstual, yaitu: a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. c. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa. e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. 18

4. Skenario Pembelajaran Kontekstual

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru membuat desain skenario pembelajarannya. Sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagal alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut: a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan 18 Udin Syaefudin Sa’ud, op.cit., h. 163-164 17 mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya. b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan. c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan- pertanyaan. d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya. e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya. f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa. 19 Dalam pembelajaran kontekstual program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki kesiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar di kelas. 20

B. Hasil Belajar

Manusia, menurut hakikatnya adalah makhluk belajar. Ia lahir tanpa memiliki pengetahuan, sikap, dan kecakapan apapun. Kemudian, tumbuh dan berkembang menjadi mengetahui, mengenal, dan menguasai banyak hal. Itu terjadi karena ia belajar dengan menggunakan potensi dan kapasitas diri yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Tuhan memberi potensi yang bersifat 19 Rusman, op.cit., h. 199-200 20 Ibid.

Dokumen yang terkait

Penerapan Strategi Belajar Aktif (Active Learning Strategy) Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SD Islam Nurul Hidayah

2 9 100

Penerapan Penilaian Autentik untuk Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

0 8 144

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SD NEGERI KARANGSARI NGLIPAR GUNUNGKIDUL

0 3 96

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENINGKATAN IBADAH SISWA Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam Dalam Peningkatan Ibadah Siswa SMP Islam Al Azhar 18 Salatiga Tahun 2012.

0 1 13

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENINGKATAN IBADAH SISWA SMP ISLAM AL AZHAR 18 SALATIGA Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam Dalam Peningkatan Ibadah Siswa SMP Islam Al Azhar 18 Salatiga Tahun 201

0 1 29

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 2

0 0 16

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS (ASSURANCE, RELEVANCE, INTEREST, ASSESSMENT, SATISFACTION) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD DARUL ULUM SURABAYA.

0 0 71

Penerapan Metode Tanya Jawab Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa SD Kelas III

0 1 20

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

0 0 11

Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

0 0 15