Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan hasil belajar pendidikan agama islam pada siswa SD islam An-Nizomiyah

(1)

Oleh :

IMRON HS

NIM: 1810011000004

PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIK

JENJANG S-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013/2014

Oleh :

IMRON HS

NIM: 1810011000004

PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIK

JENJANG S-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013/2014

Oleh :

IMRON HS

NIM: 1810011000004

PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIK

JENJANG S-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa SD Islam An-Nizomiyah disusun olehImron HS, NIM.1810011000004, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 1 Oktober 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pdi) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 1 Oktober 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Pjs. Ketua Jurusan PAI)

Dr. Muhbib Abd. Wahab, MA. _______________ _________________ NIP. 196810231993031002

Penguji I

Drs. Masan AF, M.Pd. _______________ _________________ NIP. 195107161981031005

Penguji II

Muhammad Soleh Hasan, Lc., MA. _______________ _________________ NIP. 197102142006041018

Mengetahui,

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D. NIP. 195910201986032001


(4)

Keguruan. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa SD Islam An-Nizomiyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan hasil belajar PAI dan tingkat keberhasilan belajar peserta didik kelas V SD Islam An-Nizomiyah pada mata pelajaran PAI melalui penerapan pembelajaran kontekstual.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran secara berkesinambungan.

Hasil dari penelitian ini menjunjukkan bahwa Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat meningkat, yaitu pada pra siklus persentase aktivitas peserta didik sebesar 58,6%, pada siklus I aktivitas peserta didik mengalami peningkatan menjadi 73,96%, sedangkan pada siklus II persentase aktivitas peserta didik meningkat menjadi 90,2%, sehingga dapat dikatakan bahwa banyak peserta didik yang melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran berkriteria baik sekali. Penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam peserta didik kelas V-A SD Islam An-Nizomiyah Pasarminggu Jakarta Selatan terhadap materi PAI. Peningkatan prestasi belajar peserta didik meningkat, yang semula nilai rata-rata pra siklus 67 meningkat menjadi 72,9 atau sekitar 8.81% pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat lagi menjadi 80,25 atau meningkat sekitar 10,08%.


(5)

i

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulilah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya, serta kepada seluruh muslimin dan muslimat.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, senantiasa penulis panjatkan kepada-Nya. Karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup mandiri. Begitu pula dengan proses pelaksanaan penyusunan skripsi, penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Sebagai ungkapan rasa hormat yang teramat sangat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Bahrissalim, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, berkat jasa beliau penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, beliau juga yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk seluruh mahasiswa Pendidikan Agama Islam.

3. Bapak Bahrissalim, M.Ag., selaku dosen pembimbing, berkat jasa beliau, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

4. Drs. H. Muhammad Nozom Chotib, kepala sekolah SD Islam An-Nizomiyah Jakarta Selatan, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengadakan penelitian di sekolah.

5. Keluarga Besar SD Islam An-Nizomiyah Jakarta Selatan.

6. Seluruh civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

ii banyak inspirasi kepada penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang turut memberikan do’a dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

Penulis panjatkan do’a dan rasa syukur kepada Allah SWT, semoga jasa yang telah mereka berikan menjadi amal shaleh dan mendapatkan balasan yang jauh lebih baik dari-Nya. Amin.

Akhirul kalam, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, dan dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang konstruktif. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Juni 2014 Penulis


(7)

iii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Perumusan Masalah... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

BAB II KAJIAN TEORI... 7

A. Pembelajaran Kontekstual ... 7

B. Hasil belajar ... 17

C. Pendidikan AgamaIslam ... 21

D. Hepotesis Tindakan ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

A. Jenis Penelitian... 29

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

C. Pelaksana dan Kolaborator ... 32

D. Sumber Data dan Jenis Data ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Analisa Data ... 35

G. Tahapan Penelitian ... 37

H. Indikator Ketercapaian ... 43

I. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 45

A. Profil SD Islam An-Nizomiyah Jakarta Selatan ... 45

B. Paparan Data Sebelum Penelitian ... 48


(8)

iv

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA


(9)

1

A. Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa hanya dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman. Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada 3 isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Oleh karena itu, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Ketiga hal itulah yang sekarang menjadi fokus pembaharuan pendidikan di Indonesia.

Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai manusia, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai makhluk religius. Mengingat pendidikan selalu berkenaan dengan upaya pembinaan manusia, maka keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan berhasilnya pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan, yaitu guru. Gurulah ujung tombak pendidikan sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membimbing, membina, dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi.

Inilah hakikat pendidikan sebagai usaha memanusiakan manusia. Sebagai ujung tombak, guru dituntut memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Kemampuan tersebut tercermin dalam kompetensi guru.


(10)

Sebagai pengajar paling tidak guru harus menguasai bahan yang diajarkannya dan terampil dalam hal cara mengajarkannya. Bahan yang harus diajarkan oleh guru tercermin dalam kurikulum (program belajar bagi siswa), sedangkan cara mengajarkan bahan tercermin atau berkaitan dengan proses belajar mengajar.

Proses belajar mengajar terjadi manakala ada interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Dalam interaksi tersebut guru memerankan fungsi sebagai pengajar atau pemimpin belajar atau fasilitator belajar, sedangkan siswa berperan sebagai pelajar atau individu yang belajar. Keterpaduan kedua fungsi tersebut mengacu kepada tujuan yang sama, yakni memanusiakan siswa yang secara operasional tercermin dalam tujuan pendidikan dan tujuan pengajaran, yang sekarang dikenal dengan istilah standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator hasil belajar.

Belajar-mengajar sebagai suatu proses memerlukan perencanaan yang saksama dan sistematis agar dapat dilaksanakan secara realistis. Perencanaan tersebut dibuat oleh guru sebelum melaksanakan proses belajar mengajar yang disebut dengan rancangan/skenario pembelajaran (RP) dan silabus.

Pendidik dituntut untuk benar-benar mengetahui dan mengerti metode yang cocok dalam proses belajar mengajar yang disesuaiakan dengan kondisi dan kemampuan peserta didik yang akhirnya pendidikan itu bisa mencapai tujuan yang diinginkan serta mendapatkan hasil yang maksimal.

Penguasaan terhadap metodologi pengajaran adalah merupakan salah satu persyaratan bagi seorang tenaga pendidik yang profesional. Seorang tenaga pendidik yang profesional selain harus menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan, juga harus menguasai metodologi pembelajaran. Di dalam metodologi pembelajaran ini diajarkan tentang teknik mengajar (Teaching Skill) yang efektif yang dibangun berdasarkan teori-teori pendidikan serta ilmu didaktik, metodik dan pedagogik.1

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab I pasal 1 menjelaskan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru. Menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Nurfuadi mengemukanan bahwa “guru

1 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi kelemahan Pendidikan Islam di


(11)

adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik”.2

Berdasarkan dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan di SD Islam An-Nizomiyah ternyata masih ditemukan bahwa metode pembelajaran PAI yang digunakan belum sesuai yang diharapkan. Metode yang digunakan masih monoton dan klasik seperti ceramah dan hafalan. Sehingga peserta didik tampak jenuh yang ditunjukkan dengan respon yang rendah acuh tak acuh selama mengikuti proses pembelajaran. Dari segi hasil belajar siswa data yang diperoleh dari guru mata pelajaran PAI didapat bahwa rata-rata nilai ulangan harian siswa kelas V 67,5. Nilai tersebut masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya, inovasi dan kreativitas dalam penerapan pembelajaran PAI sehingga tujuan pembelajaran PAI bisa tercapai sesuai yang diharapkan bersama.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa masih tergolong rendah. Selain itu bahwa metode pembelajaran PAI yang digunakan monoton dan klasik seperti ceramah dan hafalan.

Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Untuk mengaitkan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual.

Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian tindakan kelas berupa pemberian tindakan melalui pembelajaran yang mengajak peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran. Alternatif yang dipilih adalah dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Untuk itu peneliti menganggap penting untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa SD Islam An-Nizomiyah”.


(12)

B. Identifikasi Masalah

1. Peran guru sebagai fasilitator kurang optimal sehingga kemampuan siswa kurang berkembang.

2. Strategi pembelajaran yang monoton menyebabkan siswa kurang minat belajar.

3. Siswa kurang aktif karena guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

4. Pembelajaran yang masih bersifat teoritis dan masih jauh dari konteks nyata.

5. Ketidaktepatan pemilihan model dan metode dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

C. Pembatasan Masalah

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah tugas utama seorang guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi, karena setiap anak memiliki kecendrungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari siswa.

Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemapuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilkinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

Permasalahan dalam judul di atas sangatlah luas maka dari itu, penulis membatasi penulisan skripsi ini pada masalah: “Pendekatan pembelajaran yang


(13)

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kontekstual (CTL) dan hasil belajar siswa”.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan hasil belajar PAI pada peserta didik kelas V SD Islam An-Nizomiyah?

b. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar PAI pada peserta didik kelas V SD Islam An-Nizomiyah?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah untuk:

a. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan hasil belajar PAI pada peserta didik kelas V SD Islam An-Nizomiyah.

b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar peserta didik kelas V SD Islam An-Nizomiyah pada mata pelajaran PAI melalui penerapan pembelajaran kontekstual.

2. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Manfaat praktis

1) Bagi peserta didik dapat memberikan sikap positif dan meningkatkan pemahaman terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam.

2) Bagi peneliti dapat menambah pengalaman praktis di bidang penelitian dan pengalaman secara langsung penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran PAI.


(14)

b. Manfaat teoritis

1) Bagi guru PAI sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan metode dan teknik untuk meningkatan hasil belajar peserta didik serta sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dan bervariasi terhadap mata pelajaran PAI.

2) Bagi pemerhati pendidikan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran PAI.


(15)

7

A. Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran atau lebih terkenal dengan

sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep

pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata si siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang diepalajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat.1

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan masyarakat.

Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan

1 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 222


(16)

situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).2

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang nyata sehinggga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kompetensi merupakan suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), teridri dari berbagai komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya.

Paparan pengertian pembelajaran kontekstual di atas dapat diperjelas sebagai berikut. Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar beroreantasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan tetap tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Ketiga, pembelajaran kompetensi mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kompetensi tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan

sehari-2Rusman,Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru), (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 189


(17)

hari. Materi pelajaran di sini bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi bahtera kehidupan nyata.3

Sementara itu, Howey R, Keneth (2001) yang dikutip oleh Rusman mendefinisikan CTL sebagai berikut:

Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others.

(CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama).4

Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi.

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) apabila

diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan berlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada dilingkungannya. Untuk itu, guru perlu memahami konsep pendekatan

3Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D.,Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 162-163 4Rusman,op.cit., h. 189-190


(18)

Contextual Teaching and Learning (CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan benar. Agar siswa dapat belajar lebih efektif, guru perlu mendapat informasi tentang konsep-konsep pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) dan penerapannya.

2. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Komponen pembelajaran kontekstual menurut Johnson B. Elaine yang dikutip oleh Rusman meliputi: (1) Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections); (2) mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work), (3) melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning); (4) mengadakan kolaborasi (collaborating); (5) berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking); (6) memberikan layanan secara individual (nurturing the individual); (7) mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standars); dan (8) menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment).5

3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (construktivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit! Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanpun keadaannya.

Masing-masing komponen pembelajaran kontekstual dapat diuraikan sebagai berikut:


(19)

a. Konstruktivisme (Construktivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkan fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.6

Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif, yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri. Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak didik melalui pengalamannya dari hasil interaktif dengan lingkungannya. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.7

Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan selalu bergulat dengan ide-ide. Tugas pendidik tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi kedalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

6Ibid., h. 193


(20)

b. Menemukan(Inquiry)

Asas inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafalkan sejumlah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahami. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh.8

Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.9

Proses belajar adalah proses menemukan. Langkah-langkah atau kunci inkuiri meliputi:

1) Merumuskan masalah;

2) Mengamati atau melakukan observasi, termasuk membaca buku, mengumpulkan informasi;

3) Menganalisis dan menyajikan hasil karya dalam tulisan laporan, gambar, tabel dan sebagainya;

4) Menyajikan, mengomunikasikan hasil karyawan di depan guru, teman sekelas atau audien yang lain.10

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seorang, umumnya tidak lepas dari aktivitas bertanya. Bertanya merupakan salah satu strategi penting dalam CTL. Bagi siswa, bertanya menunjukkan ada perhatian terhadap materi yang

8Ibid.

9Rusman,op.cit., h. 194 10Sardiman A.M.,op.cit., h. 224


(21)

dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawab sebagai bentuk pengetahuan. Bagi guru, bertanya adalah upaya mengaktifkan siswa. Dalam proses pembelajaran, kegiatan bertanya berguna untuk:

1) Menggali informasi;

2) Mengecek pemahaman siswa; 3) Membangkitkan respons para siswa;

4) Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa; 5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;

6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; 7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;

8) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.11

Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain, tugas bagi guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata.12

Ilmu pengetahuan bisa berkembang dari kegiatan 'bertanya'. Jadi biasakan anak untuk bertanya. Aktifitas bertanya ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community,

11Ibid., h. 224-225 12Rusman,op.cit., h. 195


(22)

bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalamlearning communitydikembangkan.13

Pengembangan learning community, akan senantiasa mendorong

terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar.14

Pada dasarnya learning community atau masyarakat belajar

mengandung arti sebagai berikut: (1) adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman; (2) ada kerjasama untuk memecahkan masalah; (3) pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik dari pada secara individual; (4) ada rasa tanggung jawab kelompok semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama; (5) upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan; (6) menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya; (7) ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antara anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima; (8) ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok; (9) harus ada komunikasi dua arah atau multi arah; (10) ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik; (11) ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain; (12) tidak ada kebenaran yang hanya satu saja; (13) dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lamban/lemah bisa pula berperan; (14) siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung artilearning community.

e. Pemodelan (Modeling)

Yang dimaksud modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan termometer, begitupun guru olah raga memberikan contoh model bagaimana

13Ibid.


(23)

cara bermain sepak bola, bagaimana guru kesenian memainkan alat musik. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Di sini modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang mengundang terjadinya verbalisme.15

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).16

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)

Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendepatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.17

Penilaian menekankan pada proses pembelajaran, sehingga data yang dikumpulkan diperoleh dari kegiatan nyata siswa saat melakukan proses pembelajaran. Hal-hal yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian misalnya PR, kuis, presentasi, demonstrasi, laporan praktikum, hasil tes, karya tulis, dsb.

15Udin Syaefudin Sa’ud,op.cit., h. 171 16Rusman,op.cit., h. 197


(24)

Selain itu juga Udin Saefudin menerangkan bahwa terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan prose pembelajaran kontekstual, yaitu: a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang

sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.18

4. Skenario Pembelajaran Kontekstual

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru membuat desain (skenario) pembelajarannya. Sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagal alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan


(25)

mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.19

Dalam pembelajaran kontekstual program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki kesiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar di kelas.20

B. Hasil Belajar

Manusia, menurut hakikatnya adalah makhluk belajar. Ia lahir tanpa memiliki pengetahuan, sikap, dan kecakapan apapun. Kemudian, tumbuh dan berkembang menjadi mengetahui, mengenal, dan menguasai banyak hal. Itu terjadi karena ia belajar dengan menggunakan potensi dan kapasitas diri yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Tuhan memberi potensi yang bersifat

19Rusman,op.cit., h. 199-200 20Ibid.


(26)

jasmani dan rohani untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat: 78 yang berbunyi:

َرﺎَﺼْﺑَﺄْﻟاَو َﻊْﻤﱠﺴﻟا ُﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟَو ﺎًﺌْﯿَﺷ َنﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ ﺎَﻟ ْﻢُﻜِﺗﺎَﮭﱠﻣُأ ِنﻮُﻄُﺑ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﺟَﺮْﺧَأ ُﮫﱠﻠﻟاَو

َنوُﺮُﻜْﺸَﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ َةَﺪِﺌْﻓَﺄْﻟاَو

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl: 78)

Orang yang tidak mau belajar dengan tidak memanfaatkan potensi dan kapasitasnya berarti menjauhi hakikatnya sebagai manusia. Potensipotensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yaitu indera penglihat (mata), indera pendengar (telinga) dan akal yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar.

Drs. Slameto merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.21

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.22

Seorang belajar bila ia ingin melakukan suatu kegiatan sehingga kelakuannya berubah. Ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukannya. Ia menghadapi sutuasi dengan cara lain. Kelakuan harus kita pandang dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan lain-lain. Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, efektif, maupun psikomotor.23

21Syaiful Bahri Djamarah,Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet. 3, h. 13 22Ibid.


(27)

Menurut Winkel yang dikutip oleh Purwanto menjelaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.24

Hasil belajar dapat dilihat ketika siswa mencapai tujuan-tujuan pengajaran berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan dan saling menunjang antara satu dengan yang lain. Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan tersebut dibagi menjadi 3 domain yaitu:25

Tabel 2.1 Domain Hasil Belajar

INPUT PROSES HASIL

Siswa Proses belajar mengajar Siswa

1. Kognitif 1. Kognitif

2. Afektif 2. Afektif

3. Psikomotorik 3. Psikomotorik

Potensi perilaku yang dapat diubah

Usaha mengubah perilaku

Perilaku yang telah berubah 1. Efek pengajaran 2. Efek pengiring Tiga ranah hasil belajar tersebut dapat disebutkan sebagai berikut : a. Kognitif Domain :

1) Remembering (Mengingat). 2) Understanding (memahami). 3) Applying (menerapkan) 4) Analysing (menganalisis). 5) Evaluation (mengevaluasi).

24Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 45 25Ibid., h. 49


(28)

6) Creating (menciptakan). b. Affective Domain :

1) Receiving (sikap menerima). 2) Responding (memberikan respon). 3) Valuing (nilai).

4) Organization (organisasi). 5) Characterization (karakterisasi). c. Psychomotor Domain:

1) Initiatory level. 2) Pre-routine level. 3) Rountinized level.26

Benjamin S. Bloom berpendapat tiga ranah hasil belajar adalah kognitif, afektif dan psikomotorik.

1) Ranah kognitif “berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.”

2) Ranah afektif“berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi”. 3) Ranah psikomotoris “berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek raah psikomotoris, yakni (a) gerak reflek, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif”.27

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai hasil belajar, penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar ialah tingkat penguasaan seseorang yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai akibat dari proses belajar yang telah diuji, salah satunya ialah dengan memberikan tes. Hasil tes mempunyai fungsi yaitu sebagai umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar serta dapat memberikan gambaran kemajuan bagi siswa.

26Sardiman A.M.,op.cit., h. 23-24

27 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Cet. ke-14, h. 22-23


(29)

C. Pendidikan Agama Islam

1. Definisi Pendidikan Agama Islam

Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.28

Menurut Ahmad D. Marimba yang dikutip dari bukunya Hasbullah, mengemukakan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.29

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwasannya pendidikan merupakan usaha sadar yang diberikan seorang pendidik untuk menggali dan mengembangkan potensi jasmani dan rohani peserta didik agar sebagai manusia mencapai keselamatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.

Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan dan permohonan dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu.30

Islam kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada Allah) berasal dari katasalamaartinya patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim. Kata dasarnya adalah salama yang berarti sejahtera, tidak tercela, ridak bercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar salamat(yang dalam bahasa Indonesia menjadi selamat). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan Islam

28Kemdikbud,Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, h. 2 29Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),h. 3 30 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 40


(30)

dari segi bahasa adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri), ketaatan dan kepatuhan.31

Menurut Zakiah Darajat yang dikutip dari bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.32

Dalam kurikulum PAI yang dikutip dari bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Berdasarkan definisi dan pengertian yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana berupa bimbingan dan asuhan terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani anak didik yang bertujuan untuk membentuk anak didik agar setelah mereka memperoleh pendidikan itu anak didik dapat meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan seluruh ajaran Islam sehingga mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorang yang melakukan suatu kegiatan. Dalam bidang pendidikan tujuan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dalam pendidikan agama, maka tujuan pendidikan agama itulah yang hendak di capai dalam pelaksanaan pendidikan.

31Ibid.,h. 49

32 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:


(31)

Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam keimanan. Ketaqwaan, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.33

Dalam buku metodologi pengajaran agama Islam, Ahmad Tafsir menyatakan, bahwa:

Tujuan pendidikan agama Islam harus meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk aspek kognitif tujuannya adalah mengembangkan atau membina pemahaman agama Islam, agar siswa paham akan ajaran Islam tersebut. Pada aspek afektif tujuan yang ingin dicapai adalah siswa menerima ajaran Islam tersebut. Sedangkan pada aspek psikomotor, tujuan yang ingin dicapai adalah agar siswa terampil melakukan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.34

Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam disebutkan bahwa, Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan penumpukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta penglaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.35

Tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, menurut Breiter, bahwa pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus. Mendidik anak berarti bertindak dengan tujuan agar mempengaruhi perkembangan anak sebagai seseorang secara utuh.

Oleh karena itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai -nilai ini

33Ibid., h. 135

34 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997), h. 86


(32)

juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan(hasanah)di akhirat kelak.

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan agama Islam memiliki cakupan sangat luas, karena ajaran Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, maka pendidikan agama Islam merupakan pengajaran tata hidup yang berisi pedoman pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini dan untuk menyiapkan kehidupannya yang sejahtera di akhirat nanti.

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Al Qur’an dan Hadits b. Aqidah

c. Akhlak d. Fiqih

e. Tarikh dan Kebudayaan Islam.

Ruang lingkup tersebut materinya meliputi:

a. Al-Quran dan Hadits, meliputi: 1) Hafalan surat-surat pendek

2) Pengenalan huruf dan tanda baca Al-Quran 3) Membaca Al-Quran dengan tajwid

4) Menulis huruf Al-Quran

5) Surat-surat yang berkaitan dengan: ilmu pengetahuan, IPTEK, kejadian manusia, alam semesta, buah-buahan, hewan, kesehatan dan lain-lain. b. Ilmu Tauhid (aqidah), ruang lingkup materinya meliputi:

1) Rukun iman

2) Iman kepada Allah swt.

3) Iman kepada Malaikat-malaikat Allah swt. 4) Iman kepada para Rosul Allah swt.


(33)

5) Iman kepada Kitab-kitab Allah swt.

6) Iman kepada Nabi Muhammad sebagai Rosul yang terakhir 7) Iman kepada hari akhir/kiamat

8) Iman kepada Qadha dan Qadar c. Akhlak, meliputi:

1) Hal-hal yang berkaitan dengan adab 2) Sifat-sifat terpuji

3) Sifat-sifat tercela 4) Syukuran nikmat 5) Cinta ilmu pengetahuan d. Fiqh, meliputi:

1) Syahadatain 2) Rukun Islam 3) Thaharah 4) Berwudlu 5) Salat fardhu 6) Azan dan Iqamah 7) Salat berjama’ah 8) Puasa

9) Zakat dan pajak 10) Haji dan Umrah

11) Makanan dan minuman 12) Penyembelihan hewan 13) Infak

14) Sumber hukum Islam 15) Wakaf

16) Mawaris

e. Tarikh Islam, meliputi:

1) Sejarah nabi Muhammada Saw 2) Khulafaurrasyidin


(34)

4) Penyebaran Islam setelah Khulafaurrasyidin 5) Cendikiawan muslim36

4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam

a. Dasar Yuridis/Hukum

Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari empat macam, yaitu:

1) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah Negara Pancasila, sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Dasar struktural/kontitusioanl, yaitu UUD 45 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

3) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikann Nasional Pasal 12 ayat 1 yang berbunyi: “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.37

4) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “Kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi wajib memuat pendidikan agama”.38

b. Segi religius

Yang dimaksud dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertuang dalam al-Quran dan al-Hadits. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam al-Quran banyak ayat yang menunjukan perintah tersebut, antara lain:

1) Q.S An Nahl ayat 125

ِﻋْﻮَﻤْﻟاَو ِﺔَﻤْﻜِﺤْﻟﺎِﺑ َﻚﱢﺑَر ِﻞﯿِﺒَﺳ ٰﻰَﻟِإ ُعْدا

َﻲِھ ﻲِﺘﱠﻟﺎِﺑ ْﻢُﮭْﻟِدﺎَﺟَو ۖ ِﺔَﻨَﺴَﺤْﻟا ِﺔَﻈ

36 Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum: Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 28-30

37Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,op. cit.,h. 8 38Ibid.,h. 20


(35)

َﻦﯾِﺪَﺘْﮭُﻤْﻟﺎِﺑ ُﻢَﻠْﻋَأ َﻮُھَو ۖ ِﮫِﻠﯿِﺒَﺳ ْﻦَﻋ ﱠﻞَﺿ ْﻦَﻤِﺑ ُﻢَﻠْﻋَأ َﻮُھ َﻚﱠﺑَر ﱠنِإ ۚ ُﻦَﺴْﺣَأ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

2) Q.S Ali Imran ayat 104

َﺨْﻟا ﻰَﻟِإ َنﻮُﻋْﺪَﯾ ٌﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ْﻦُﻜَﺘْﻟَو

ِﻦَﻋ َنْﻮَﮭْﻨَﯾَو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ َنوُﺮُﻣْﺄَﯾَو ِﺮْﯿ

َنﻮُﺤِﻠْﻔُﻤْﻟا ُﻢُھ َﻚِﺌَٰﻟوُأَو ۚ ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟا

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

3) Al-Hadits

ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا ناو ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﻦﻋ

:

ﺔﯾا ﻮﻟو ﻰﻨﻋ اﻮﻐﻠﺑ

)

ىرﺎﺨﺒﻟا هاور

(

Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupu hanya sedikit.

c. Aspek psikologis

Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup.

Semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa.39


(36)

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.40

Hipotesis juga dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.41

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan pembelajaran kontekstual maka hasil belajar peserta didik SD Islam An-Nizomiyah Jakarta pada mata pelajaran Pendidikan agama Islam dapat ditingkatkan.

40 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 96

41 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.110


(37)

29

A. Jenis Penelitian

Secara sederhana penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar sekelompok peserta didik. Dalam hal ini pengertian kelas tidak terbatas pada empat dinding kelas atau ruang kelas, tetapi lebih pada adanya aktivitas belajar dua orang atau lebih peserta didik.1

Sedangkan menurut Hopkins (1993:44) yang dikutip oleh Rochiati Wiriaatmadja, PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.2

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran secara berkesinambungan. PTK berfokus pada kelas atau pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas, bukan pada input kelas (silabus, materi) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di kelas.

Selanjutnya Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi (2006) yang dikutip oleh Mulyasa menjelaskan PTK dengan memisahkan kata-kata yang tergabung di dalamnya, yakni: Penelitian + Tindakan + Kelas, dengan paparan sebagai berikut : 1. Penelitian, menunjuk pada kegiatan mencermati suatu objek, dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

1Mulyasa,Praktik Penelitian Tindakan Kelas,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 10

2 Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 11


(38)

2. Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk peserta didik.

3. Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Yang dimaksud istilah kelas adalah sekelompok peserta didik dalam waktu sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.3

PTK memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan jenis penelitian yang lain. Semua penelitian memang berupaya untuk memecahkan suatu problem. Dilihat dari segi problem yang harus dipecahkan, PTK memiliki karakteristik penting, yaitu bahwa problema yang diangkat adalah problem yang dihadapi oleh guru dikelas.

Berbagai karakteristik PTK yang membedakannya dari penelitian formal yang lain dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Berawal dari kerisauan kinerja guru, situasional, praktis, dan secara langsung berkaitan dengan pembelajaran.

2. Bertujuan memperbaiki, meningkatkan, dan memberikan kerangka kerja yang teatur terhadap pemecahan masalah pembelajaran.

3. Fleksibel dan adaptif memungkinkan adanya perubahan selama masa percobaan dan mengabaikan pengontrolan karena lebih menekankan sifat tanggap, pengujian dan pembaruan dalam pembelajaran.

4. Kolaboratif dan partisipatif sehingga guru sebagai peneliti ambil bagian secara langsung dalam melaksanakan penelitian.

5. Self-evaluatif, yaitu modifikasi secara kontinu dievaluasi dalam situasi yang ada dengan tujuan akhirnya untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran.

6. Fokus penelitiannya pada pembelajaran sehingga proses dan pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh guru atau bersama peserta didik secara disentralisasi dan diregulasi.


(39)

7. Kooperatif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi atas tindakan antara guru sebagai peneliti dan peserta didik.

8. Penelitian tindakan kelas mengembangkan pemberdayaan, demokrasi, keadilan, kebebasan, dan kesempatan partisipatif sebagai berikut:

a. Melibatkan peserta didik; b. Mengajarkan keadilan; c. Memberikan kebebasan;

d. Mengembangkan potensi peserta didik.

9. Mengembangkan suatu model pembelajaran, baik sebagian maupun menyeluruh.4

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai

upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang dapat

dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.

Tujuan PTK adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan untuk menghasilkan pengetahuan. Hasil dan penggunaan pengetahuan ini berpangkal dan dikondisikan oleh tujuan utama tersebut. Peningkatan kualitas pembelajaran mencakup penyadaran akan nilai-nilai yang akhirnya dapat dilembagakan, misalnya peningkatan aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran. Meskipun demikian, hasil akhir dari peningkatan kualitas pembelajaran bukan merupakan jaminan proses awal yang benar.5

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini akan diadakan selama satu bulan terhitung mulai izin penelitian secara lisan dan tertulis. Untuk pelaksanaannya akan dimulai pada bulan Februari 2014 dan waktu pelaksanaan penelitian akan disesuaikan dengan

4Ibid., h. 38-38 5Ibid., h. 37


(40)

jam pelajaran PAI pada kelas V yang digunakan sebagai obyek penelitian. Sedangkan tempat penelitian di SD Islam An-Nizomiyah yang beralamat di jalan Masjid Al Fajri No. 16A Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan.

C. Pelaksana dan Kolaborator

1. Pelaksana

Kehadiran peneliti di lapangan sebagai instrumen kunci penelitian mutlak diperlukan karena terkait dengan desain penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu dengan pendekatan kualitatif jenis kolaboratif-partisipatoris.

Selama penelitian tindakan ini dilakukan, pelaksana dalam penelitian ini adalah peneliti bertindak sebagai observer, pengumpul data, penganalisis data dan sekaligus pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian ini, kedudukan peneliti adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan akhirnya pelapor hasil penelitian.

2. Kolaboratif

Menurut Rochiati “PTK adalah penelitian yang dilakukan secara kolaboratif atau kerjasama antara Perguruan Tinggi (LPTK) dengan Sekolah. Peneliti yang umumnya berasal dari LPTK atau Universitas, bekerjasama dengan mitra guru selanjutnya secara partisipatif bekerjasama sepanjang penelitian berlangsung”.6Kolaborator dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran PAI.

D. Sumber Data dan Jenis Data

Terkait dengan penelitian ini yang akan dijadikan sebagai sumber data atau subyek penelitian adalah peserta didik kelas V SD Islam An-Nizomiyah Pejaten Barat, dimana peserta didik tersebut tidak hanya diperlukan sebagai obyek yang dikenai tindakan, tetapi juga aktif dalam kegiatan yang dilakukan. Peneliti sebagai pengamat sekaligus guru di dalam melakukan pembelajaran kontekstual.


(41)

Data penelitian ini mencakup:

1. Skor tes peserta didik dalam mengerjakan soal yang diberikan, hasil diskusi pada saat pelajaran berlangsung dan hasil tes yang dilakukan pada setiap akhir tindakan.

2. Hasil lembar observasi perilaku aktivitas peserta didik.

3. Hasil observasi dan catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas peserta didik pada pembelajaran PAI berlangsung.

Data penelitian ini berupa hasil pengamatan, kumpulan, pencatatan lapangan dan dokumentasi dari setiap tindakan perbaikan penggunaan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) pada bidang studi PAI dalam upaya meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas V di SD Islam An-Nizomiyah. Data yang diperoleh dari penelitian tindakan ini ada yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari dokumentasi, observasi dan interview, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berasal dari evaluasipre testdanpost test.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode yang antara lain sebagai berikut:

1. Pengamatan (Observasi)

Salah satu alat pengumpul data terpenting dalam penelitian tindakan kelas adalah pengamatan atau observasi. Kategorisasi dari fokus observasi dari kegiatan kelas bisa umum bisa juga spesifik. Observasi umum dari kegiatan kelas akan mengemukakan tanggapan peneliti yang subjektif sifatnya, sedangkan yang khusus yang meliputi hal-hal yang sudah disepakati bersama dalam perencanaan, data yang dihasilkan akan sangat membantu keperluan perkembangan sekolah.7

Adapun jenis observasi yang peneliti gunakan adalah: a. Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini, peneliti yang berperan sebagai pengamat penyerta atau participant observer ikut serta dalam berbagai kegiatan pihak yang diamati,

7


(42)

dan segera mencatatkan apa yang terjadi dalam catatan lapangannya. Dalam catatan ini termasuk juga komentar-komentar yang menafsirkan apa yang terjadi berdasarkan persepsi peneliti.8

Selain peneliti ikut berpartisipasi dalam observasi, peneliti juga sekaligus sebagai fasilitator. Sehingga peneliti juga turut mengarahkan peserta didik yang diteliti untuk melaksanakan tindakan yang mengarah pada data yang diinginkan oleh peneliti.

Dengan menggunakan metode ini, penulis mengamati secara langsung terhadap obyek yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang keadaan lokasi penelitian, kegiatan- kegiatan yang dilakukan peserta didik dan lain-lain.

b. Observasi Aktivitas Kelas

Observasi aktivitas kelas merupakan suatu pengamatan langsung terhadap peserta didik dengan memperhatikan tingkah lakunya dalam pembelajaran, sehingga peneliti memperoleh gambaran suasana kelas dan peneliti dapat melihat secara langsung tingkah laku peserta didik, kerja sama, serta komunikasi di antara peserta didik dalam kelompok.

2. Dokumentasi

Ada macam-macam dokumen yang dapat membantu dalam mengumpulkan data penelitian, yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian tindakan kelas, diantaranya: Silabi dan rencana pelajaran, laporan diskusi-diskusi tentang kurikulum, berbagai macam ujian dan tes, laporan rapat, laporan tugas siswa, bagian-bagian dari buku teks yang digunakan dalam pembelajaran.9

Dalam hal ini peneliti menggunakan dokumentasi untuk mendapatkan data tentang profil SD Islam An-Nizomiyah Pejaten Barat yang mencangkup identitas sekolah, visi misi sekolah, data peserta didik dan data penunjang lainnya.

8Ibid., h. 107 9Ibid., h. 121


(43)

3. Tes

Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya.10

Pengukuran tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik. Tes tersebut juga sebagai salah satu rangkaian kegiatan pembelajaran PAI dalam penerapan pembelajaran kontekstual.

Tes yang dimaksud meliputi tes awal atau tes pengetahuan pra syarat yang akan digunakan untuk mengetahui penguasaan konsep materi pelajaran sebelum pemberian tindakan. Selanjutnya tes pengetahuan pra syarat tersebut juga akan dijadikan acuan tambahan dalam mengelompokkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar, di samping menggunakan nilai ulangan harian selanjutnya skor tes awal ini juga akan dijadikan sebagai skor awal bagi penentuan poin perkembangan individu peserta didik.

Selain tes awal juga dilakukan tes pada setiap akhir tindakan, hasil tes ini akan digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik terhadap materi pelajaran PAI melalui penerapan pembelajaran kontekstual.

F. Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Dalam analisis ini, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis hasil pengamatan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Adapun kriteria penilaian untuk lembar pengamatan aktivitas peserta didik adalah sebagai berikut:

10 Suharsimi Arikunto,Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 67


(44)

a. Penilaian pertama apabila banyaknya peserta didik yang melakukan aktivitas terhitung 25% dari jumlah yang hadir, berarti penilaian peserta didik dalam pembelajaran masih tergolong kurang (disimbolkan dengan huruf D).

b. Penilaian kedua apabila banyaknya peserta didik yang melakukan aktivitas terhitung 25% - 50% dari jumlah yang hadir, berarti penilaian peserta didik dalam pembelajaran tergolong cukup (disimbolkan dengan huruf C). c. Penilaian ketiga apabila banyaknya peserta didik yang melakukan aktivitas

terhitung 50% - 75% dari jumlah yang hadir, berarti penilaian peserta didik dalam pembelajaran tergolong baik (disimbolkan dengan huruf B). d. Penilaian keempat apabila banyaknya peserta didik yang melakukan

aktivitas terhitung > 75% dari jumlah yang hadir, berarti penilaian peserta didik dalam pembelajaran tergolong baik sekali (disimbolkan dengan huruf A)

2. Data tentang hasil belajar setiap siklus diperoleh dari hasil tes setiap akhir siklus dan data prestasi belajar secara keseluruhan setelah diterapkannya pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajarannya. Adapun langkah perhitungan adalah dengan cara menghitung presentase jawaban benar yang dicapai setiap peserta didik yang dirumuskan sebagai berikut.

% 100

 

T K

P NN

N

Keterangan:

NP = Nilai persentase

NK = Nilai yang didapat

NT = Nilai jika semua benar11

Dari perhitungan ini, peneliti dapat mengetahui sampai sejauh mana tingkat keberhasilan peserta didik atas materi yang diajarkan ditinjau dari sudut kriteria keberhasilan belajar (indikator keberhasilan) yang diharapkan atau yang telah ditetapkan.


(45)

Selain itu, hasil perhitungan dari hasil masing-masing tes kemudian dibandingkan antara siklus I, siklus II, hasil ini akan memberikan gambaran mengenai presentase peningkatan hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan penerapan pembelajaran kontekstual.

Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan dianalisis untuk memastikan bahwa dengan mengaplikasikan pembelajaran kontekstual

(Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Data yang bersifat kualitatif yang terdiri dari hasil observasi dan dokumentasi dianalisis secara kualitatif. Jika yang dikumpulkan berupa data kualitatif, maka analisis dilakukan secara kualitatif pula. Proses tersebut dilakukan melalui tahap menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis

Untuk mengetahui perubahan hasil tindakan, jenis data yang bersifat kuntitatif yang didapatkan dari hasil evaluasi dianalisis dan dirubah menjadi kualitatif dengan menggunakan rumus:

% 100 rate

Base

rate Base -rate Post

P 

Keterangan :

P = Presentase Peningkatan.

Post rate = Nilai rata-rata sesudah tindakan. Base rate = Nilai rata-rata sebelum tindakan.

G. Tahapan Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan. Tahap penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, berupa suatu siklus spiral yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi yang membentuk siklus demi siklus sampai tuntas penelitian.

Adapun model tahapan penelitian mengacu pada Kemmis dan McTaggart yang digambarkan sebagai berikut:


(46)

Gambar 1

Model penelitian tindakan kelas12

1. Pra siklus

Tahap prasiklus ini peneliti akan melihat dan observasi langsung pembelajaran PAI di kelas V SD Islam An-Nizomiyah. Pada pelaksanaan pra siklus ini guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yaitu belum menerapklan pembelajaran kontekstual.

Dalam pelaksanaan pembelajaran pada pra siklus ini juga akan diukur dengan indikator penelitian yaitu akan dilihat aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Hal ini dilakukan sebagai dasar

untuk membandingkan keberhasilan pembelajaran dengan penerapan

pembelajaran kontekstual pada siklus satu dan siklus dua.


(47)

2. Siklus I

a. Perencanaan

Sebelum mengadakan penelitian, peneliti membuat rencana pembelajaran dan soal tes akhir pembelajaran tiap siklus. Proses penyusunannya melalui tahapan sebagai berikut :

1) Peneliti mengumpulkan bahan dan materi dari berbagai sumber untuk dibuat rencana pembelajaran dan soal tes.

2) Menyusun materi yang akan disampaikan.

3) Menyusun alat evaluasi berupa tes kelompok dan tes individu.

4) Peneliti mengkonsultasikan rencana pembelajaran dan soal-soal tes kepada guru mitra selaku kolaborator untuk diperbaiki, sehingga menjadi rancangan yang layak digunakan dalam penelitian.

5) Peneliti melakukan proses akhir yaitu mencetak rencana pembelajaran dan soal tes sehingga siap digunakan dalam pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan pembelajaran kontekstual pada siklus satu secara garis besar adalah sebagai berikut:

1) Pendahuluan

a) Guru membuka pelajaran dengan salam dan peserta didik siap memulai pelajaran lalu menjawab salam.

b) Mengadakan presensi terhadap kehadiran peserta didik.

c) Proses pembelajaran dimulai dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek .

d) Guru memberikan informasi awal tentang jalannya pembelajaran dan tugas yang harus dilaksanakan peserta didik secara singkat dan penuh kehangatan.

e) Guru memberikan motivasi, seperti memancing emosional peserta didik melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.


(48)

f) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada materi PAI.

g) Pada awal pembelajaran dilakukan pembahasan tentang rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan kontek kehidupan peserta didik sehari-hari.

2) Kegiataan inti

a) Guru membagi peserta didik menjadi enam kelompok, masing- masing terdiri empat atau lima anggota kelompok dan mengatur tempat duduk peserta didik agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).

b) Guru memberikan tugas yang terencana dengan membagikan materi pembelajaran pada hari itu kepada setiap kelompok.

c) Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru yaitu : (1) Menelaah materi yang telah dibagikan kepada setiap kelompok dan

membuat contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.

(2) Saling membantu menguasai bahan ajar atau materi yang diberi oleh guru melaluisharingantar sesama anggota kelompok.

(3) Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing- masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).

(4) Semua anggota kelompok bertanggung jawab atas kelompoknya masing-masing.

(5) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.

(6) Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab dan diskusi guru bertindak sebagai fasilitator).

d) Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas hasil yang diraih. e) Guru bersama peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari.


(49)

3) Penutup

a) Mengulas kembali materi pembelajaran. b) Merangkum materi pembelajaran. c. Pengamatan

1) Selama proses pembelajaran guru mengamati setiap kegiatan yang dilakukan peserta didik.

2) Guru mencatat keberhasilan kendala-kendala yang dialami dalam proses pebelajaran yang belum sesuai dengan harapan.

d. Refleksi

1) Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari- hari.

2) Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk mengungkapkan pengalaman spiritual peserta didik terkait dengan topik pelajaran.

3) Secara kolaboratif peneliti menganalisis dan mendiskusikan hasil pengamatan. Selanjutnya membuat suatu refleksi mana yang perlu dipertahankan dan mana yang perlu diperbaiki untuk siklus kedua.

4) Membuat kesimpulan sementara terhadap hasil pelaksanaan siklus satu.

3. Siklus II

Untuk pelaksanaan siklus dua secara teknis sama seperti pelaksanaan siklus satu. langkah-langkah dalam siklus dua ini yang perlu ditekankan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi (siklus dua merupakan perbaikan dari siklus satu dan berdasarkan hasil refleksi siklus satu) akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Perencanaan

Meninjau kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus II dengan melakukan revisi sesuai hasil siklus I.


(50)

b. Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan sesuai revisi berdasarkan evaluasi pada siklus satu. Adapun langkah-langkah pembelajarannya hampir sama seperti langkah-langkah pada siklus satu diantaranya :

1) Pendahuluan

a) Guru membuka pelajaran dengan salam dan peserta didik siap memulai pelajaran lalu menjawab salam.

b) Mengadakan presensi terhadap kehadiran peserta didik.

c) Proses pembelajaran dimulai dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek .

d) Guru memberikan informasi awal tentang jalannya pembelajaran dan tugas yang harus dilaksanakan peserta didik secara singkat dan penuh kehangatan.

e) Guru memberikan motivasi, seperti memancing emosional peserta didik melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

2) Kegiataan inti

a) Guru membagi peserta didik menjadi enam kelompok, masing- masing terdiri empat atau lima anggota kelompok dan mengatur tempat duduk peserta didik agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka (kelompok pada siklus ini telah di rubah tidak sama dengan siklus satu). b) Guru memberikan tugas yang terencana (bisa lewat alat peraga, permainan

dan sebagainya) yang mengarahkan peserta didik dapat menemukan atau mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

c) Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru yaitu : (1) Saling membantu menguasai bahan ajar atau materi yang diberi oleh

guru melaluisharingantar sesama anggota kelompok.

(2) Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing- masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).


(51)

(3) Semua anggota kelompok bertanggung jawab atas kelompoknya masing-masing.

(4) Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.

(5) Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab dan diskusi guru bertindak sebagai fasilitator).

d) Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih. e) Guru bersama peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari. f) Guru membubarkan kelompok yang telah dibentuk dan peserta didik

kembali ketempat duduk masing-masing. 3) Penutup

a) Mengulas kembali materi pembelajaran. b) Merangkum Materi pembelajaran.

c. Pengamatan

Guru melakukan pengamatan yang sama pada seperti siklus I.

d. Refleksi

Refleksi pada siklus dua ini dilakukan untuk melakukan penyempurnaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran dan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran pendidikan agama Islam.

H. Indikator Keberhasilan

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penilitian tindakan kelas ini apabila: 1. Meningkatkan hasil belajar peserta didik (termasuk aktivitas peserta didik) kelas V SD Islam An-Nizomiyah pada mata pelajaran PAI, apabila peran guru selama proses pembelajaran sesuai dengan skenario dalam proses pembelajaran kontekstual, sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik dengan indikator sebagai berikut.


(1)

13. Menolak ajakan teman untuk membolos sekolah termasuk kategori sifat ...

a. dermawan c. jujur

b. tegas d. rendah hati

14. As-Sidiq artinya ....

a. menyalahkan c. mengetahui

b. membenarkan d. membaca

15. Untuk kesejahteraan rakyat Abu Bakar mendirikan lembaga ....

a. peradilan c. kepolisian

b. baitul mal d. pertahanan negara

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jawaban benar ! 1. Bagamanakah sikap Abu Bakar terhadap orang-orang murtad dan enggan

membayar zakat? Jawab:

2. Sebutkan tindakan kedermawanan Abu Bakar As-Sidiq terhadap para budak!

Jawab:

3. Sebutkan keteladanan sikap Abu Bakar As Sidiq! jawab:

4. Bagaimana sikapmu dalam meneladani sikap dermawannya Abu Bakar? Jawab:

5. Abu Bakar tidak pernah enggan dan putus asa menemani Rasulullah berdakwah walaupun dihina dan dicaci maki. Sikap apakah yang patut diteladani dari Abu Bakar dalam hal ini ?


(2)

Lampiran 17

SOAL TES SIKLUS II

A. Berilah tanda silang (x) huruf a, b, c, atau d pada jawaban yang benar ! 1. Sebelum masuk Islam Umar bin khattab terkenal sebagai seorang yang ...

seruan Rasulullah.

a. Membantu c. Menentang

b. Mendukung d. Membiarkan

2. Siapapun yang menentang ajaran rasulullah akan umar hadapi dengan....

a. Rasa takut c. Sombong

b. Gagah berani d. Rendah diri

3. Umar bin khattab berangkat hijrah secara terang-terangan. Hal ini membuktikan sikap ....

a. Sombong c. Penyabar

b. Pemberani d. Tegas

4. Walaupun menjadi seorang Khalifah besar, Umar bin Khattab selalu bersikap ....

a. Mewah c. Sederhana

b. Boros d. Sombong

5. Dalam menegakkan hukum, khalifah umar berlaku ....

a. Semena-mena c. Curang

b. Memaksa d. Sangat adil

6. Kita harus meneladani umar bin khattab, karenanya kita harus berani dalam membala ....

a. Teman yang salah b. Kebenaran

c. Adik yang melanggar aturan d. Kejahatan

7. Umar bin khattab merupakan khalifah yang rendah hati. Ciri orang yang rendah hati antara lain ....

a. Tidak membeda-bedakan dalam bergaul b. Meremehkan orang lain


(3)

d. Tidak mau bergaul dengn orang miskin

8. Orang yang berani menegakkan kebenaran maka pengorbanannya akan ....

a. Dikenang c. Sia-sia

b. Percuma d. Dilupakan

9. Umar bin Khattab adalah muslim yang paling .... a. Lunak dan lemah lembut

b. Tegas dan pemberani c. Tenang dan keras d. Lemah lembut dan tegas

10. Sifat yang tidak dimiliki oleh Umar bin khattab adalah ....

a. Pemberani c. Pengecut

b. Cerdas d. Disiplin

11. Khalifah umar bin khattab bersikap keras dan tegas, sehingga ia tidak tahan melihat ....

a. Kecengengan umatnya b. Kelemahan umatnya

c. Ketidakadilan pada umatnya d. Keganasan umatnya

12. Berikut ini adalah sikap meneladani kesederhanaan umar bin khattab yaitu .... a. Agus membeli sepatu baru setiap bulan

b. Bagas selalu minta mobil-mobilan baru

c. Azra tidak membeli tas baru, sebab tas yang lama masih bagus d. Kina membeli buku tulis setiap minggu

13. Berikut ini yang tidak termasuk sikap keteladanan umar bin khattab adalah ....

a. Pemberani c. Sederhana

b. Adil d. Penakut

14. Umar bin Khattab tidak ingin rakyatnya merasakan kelaparan dan ketidakadilan. Hal ini membuktikan sikap ....

a. Kesederhanaan dan rendah diri b. Suka bermusyawarah

c. Sangat memperhatikan rakyatnya. d. Berani membela kebenaran


(4)

15. Berikut ini merupakan perbuatan yang bisa dilakukan sebagai wujud meneladani khalifah Umar bin Khattab, kecuali....

a. Suka menolong orang lain

b. Berani memberitahu jika ada teman nyontek

c. Memakai perlengkapan sekolah yang sederhana dan tidak berlebihan d. Tidak berani bertanya kepada guru meskipun ada pelajaran yang belum

dimengerti

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jawaban benar ! 1. Bagaimanakah sikapmu untuk meneladani keberanian Umar bin Khattab

dalam membela kebenaran ? Jawab:

2. Mengapa Umar bin Khattab di beri julukan al furuq? Jelaskan ! Jawab:

3. Sebutkan keteladanan sikap umar bin khattab! Jawab:

4. Bagaimanakah meneladani kesederhanaan umar bin khattab dalam berseragam sekolah?

Jawab:

5. Bagaimanakah keadilan yang dimiliki umar bin khattab? Jawab:


(5)

Lampiran 18

KUNCI JAWABAN TES SIKLUS I A. Kunci jawaban pilihan ganda

1. D 9. A

2. C 10. B

3. A 11. C

4. B 12. B

5. D 13. C

6. B 14. B

7. C 15. B

8. C

B. Kunci jawaban uraian

1. Abu Bakar bersikap tegas dengan memerangi mereka.

2. Abu Bakar membebaskan para budak dengan membayar tebusan kepada majikan mereka.

3. Bersegera membenarkan ajaran Rosulullah, mencintai Rosulullah, rendah hati, sederhana, jujur, dermawan, tegas dan bijaksana, suka bermusyawarah, memperhatikan kepentingan rakya dan sabar.

4. Menolong teman atau orang lain yang membutuhkan dengan kemampuan yang dimiliki.


(6)

KUNCI JAWABAN TES SIKLUS II A. Kunci jawaban pilihan ganda.

1. C 9. B

2. B 10. C

3. B 11. C

4. C 12. C

5. D 13. D

6. B 14. C

7. A 15. D

8. A

B. Kunci jawaban uraian

1. (contoh jawaban) berani mengatakan siapa yang bersalah jika mengetahui dengan pasti.

2. Karena secara tegas menyampaikan mana yang benar dan mana yang salah.

3. Rendah hati, sederhana, tegas dan bijaksana, suka bermusyawarah, memperhatikan kepentingan rakyat, berani membela yang benar dan adil. 4. Memakai seragam sekolah seperti yang dipakai teman yang lain serta tidak

berlebihan.


Dokumen yang terkait

Penerapan Strategi Belajar Aktif (Active Learning Strategy) Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SD Islam Nurul Hidayah

2 9 100

Penerapan Penilaian Autentik untuk Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

0 8 144

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SD NEGERI KARANGSARI NGLIPAR GUNUNGKIDUL

0 3 96

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENINGKATAN IBADAH SISWA Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam Dalam Peningkatan Ibadah Siswa SMP Islam Al Azhar 18 Salatiga Tahun 2012.

0 1 13

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENINGKATAN IBADAH SISWA SMP ISLAM AL AZHAR 18 SALATIGA Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam Dalam Peningkatan Ibadah Siswa SMP Islam Al Azhar 18 Salatiga Tahun 201

0 1 29

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 2

0 0 16

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS (ASSURANCE, RELEVANCE, INTEREST, ASSESSMENT, SATISFACTION) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD DARUL ULUM SURABAYA.

0 0 71

Penerapan Metode Tanya Jawab Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa SD Kelas III

0 1 20

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

0 0 11

Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

0 0 15