2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang
menetap pada telinga tengah. 4.
Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya menetap. Hal ini disebabkan oleh jaringan parut,
penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanoslerosis.
5. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum
atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh Ballenger, 1997; Antonelli, 2006.
2.5.4 Patologi
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga
rongga timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat mengeluarkan sekret terus-menerus atau hilang timbul Adhikari,
2007. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti
vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat
penumpukan sekret dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan
rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari
Universitas Sumatera Utara
kanalis auditorius eksternus dan dari luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan
berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman
gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan parut
Lasisi, 2008; Lin, Lin, Lee et al
, 2009. Selama fase aktif, epitel mukosa mukosa mengalami perubahan
menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang
berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami pross pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase, menyebabkan penyakit menjadi persisten Kenna dan Latz, 2006.
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga
tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu
menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaiain tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolegenase yang
dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada
Universitas Sumatera Utara
proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofi dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk
ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif Kenna dan Latz, 2006; Bhat dan Manjunath, 2007.
2.5.5 Etiologi