Santoso dan Ahadiah pada penelitiannya terhadap penderita OMSK tipe maligna dengan komplikasi ekstrakranial antara Januari 2004 –
Desember 2006 di RS. Dr. Soetomo Surabaya, mendapatkan dari 163 penderita ditemukan 56 penderita 34,36 mengalami komplikasi
ekstrakranial dan jenis ketulian yang terbanyak ditemukan adalah MHL
46,43 Santoso dan Ahadiah, 2007. Terjadinya
MHL pada OMSK ini menunjukkan bahwa lesi fungsional
telah terjadi di telinga tengah dan juga telinga dalam Sari dan Samiharja, 1999.
Djafaar dalam penelitiannya yang dilakukan antara 1991–1993 di RSCM Jakarta, menjumpai dari 145 pasien OMSK tipe berbahaya yang
berobat ditemukan 88 penderita 60 tuli konduktif sedang berat, 8 orang penderita 6 dengan tuli campur, 18 penderita 12 dengan tuli saraf
berat, dan sisanya 31 penderita 22 tidak ada audiogramnya Djaafar, 2001.
2.7 Audiometri Nada Murni
Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur sensitivitas pendengaran dengan alat audiometer yang
mengunakan nada muni pure tone
yaitu bunyi yang hanya mampunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik Feldman dan Grimes,
1997.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun pemeriksaan audiometri nada murni tidak sepenuhnya objektif, tetapi sampai sekarang masih merupakan yang paling banyak
dipakai untuk keperluan klinis oleh karena prosedurnya yang sederhana namun dapat banyak memberi informasi tentang keadaan sistem
pendengaran Feldman dan Grimes, 1997. Audiometer yang tersedia di pasaran umumnya terdiri dari enam
komponen utama, yaitu: a.
Oskilator, yang menghasilkan berbagai nada murni b.
Amplifier, untuk menaikkan intensitas nada murni sampai dapat
terdengar c.
Pemutus interrupter
, yang memungkinkan pemeriksa menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa terdengar bunyi
lain klik d.
Attenuator , agar pemeriksa dapat menaikkan atau menurunkan
intensitas ke tingkat yang dikehendaki e.
Earphone, yag mengubah gelombang listrik yang dihasilkan oleh
audiometer menjadi bunyi yang dapat didengar f.
Sumber suara penganggu masking
, yang sering diperlukan untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa Feldman dan
Grimes, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal berikut ini :
Nada murni pure tone : merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.
Bising : merupakan bunyi
yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari
narrow band spektrum terbatas dan
white noise spektrum luas.
Frekuensi : nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang
sifatnya harmonis sederhana simple harmonic motion
. Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz.
Intensitas bunyi : dinyatakan dalam dB
decibel , dikenal dB HL
hearing level,
dB SL sensation level
dan dB SPL sound pressure level
.
Ambang dengar : bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu
yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara AC dan menurut konduksi tulang BC. Bila
ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan
derajat ketulian.
Nilai nol audiometrik audiometric zero
: dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih
Universitas Sumatera Utara
dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal 18-30 tahun.
Notasi pada audiogram : untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC,
yaitu dibuat dengan garis lurus penuh intensitas yang diperiksa antara 125- 8000 Hz dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus intensitas
yang diperiksa antara 250-4000 Hz. Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan dipakai warna merah Soetirto, Hendarmin
Bashiruddin, 2004. Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal N atau
tuli. Jenis ketulian yaitu tuli konduktif, sensorineural atau tuli campur juga dapat ditentukan Soetirto, Hendarmin Bashiruddin, 2004.
Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:
Ambang dengar AD = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz 3
Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat
ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4 Soetirto, Hendarmin
Bashiruddin, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Ambang dengar AD = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udara
AC saja Soetirto, Hendarmin Bashiruddin, 2004.
Derajat ketulian ISO International Standard Organization
: 0 – 25 dB : normal
25 – 40 dB : tuli ringan 40 – 55 dB : tuli sedang
55 – 70 dB : tuli sedang berat 70 – 90 dB : tuli berat
90 dB : tuli sangat berat Soetirto, Hendarmin Bashiruddin, 2004.
Manfaat audiometri nada murni : a. Keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif
pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campur
Universitas Sumatera Utara
b. Derajat gangguan pendengaran kuantitatif yaitu normal, tuli ringan, tuli sedang dan tuli berat Feldman dan Grimes, 1997.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
Universitas Sumatera Utara