Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Tipe Bahaya Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2006-2010

(1)

PROFIL PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) TIPE BAHAYA DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

TESIS

Oleh:

Debi Rumondang Siregar

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PROFIL PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) TIPE BAHAYA DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

Oleh:

Debi Rumondang Siregar

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Medan, 11 September 2013

Tesis dengan judul

PROFIL PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) TIPE BAHAYA DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

NIP: 197008121999031002 dr. Harry A. Asroel, M.Ked, Sp.THT-KL

Anggota

NIP: 194603051975031001

Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K)

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K)

NIP. 194711301980031002 NIP. 197906202002122003 dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL


(4)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera, saya sampaikan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas kasih setia, penyertaan dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun bahasannya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan penelitian dengan judul Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe Bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.

Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

dr.Harry A. Asroel, M.Ked, Sp.THT-KL atas kesediaannya sebagai ketua pembimbing penelitian ini, Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K) sebagai anggota pembimbing, dan Prof. Dr. Albiner Siagian, Msi sebagai pembimbing ahli. Di tengah kesibukan mereka, dengan penuh perhatian dan kesabaran, telah banyak memberi bantuan, bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini.

Dengan telah berakhirnya masa pendidikan magister saya, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K), DTM&H dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin Panusunan Lubis, Sp.A(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti


(5)

Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di rumah sakit yang beliau pimpin dan telah memberi kesempatan pada saya untuk menjalani masa pendidikan di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K) dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, dr. T. Siti Hajar Haryuna Sp.THT-KL, Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU periode sebelumnya Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K) yang telah memberikan izin, kesempatan dan ilmu kepada saya dalam mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik sampai selesai.

Yang terhormat Guru-guru saya di jajaran Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.THT-KL(K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL(K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL(K), dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL, dr. T.Sofia Hanum, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, dr. Ida Sjailandrawati Harahap, Sp.THT-KL, dr.Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry Agustaf Asroel, M.Ked, Sp.THT-KL, dr. Farhat, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL(K), dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr. Ashri Yudhistira,


(6)

HNS), Sp.THT-KL, dr. Devira Zahara, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL, dr. H.R. Yusa Herwanto, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, Sp.THT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.THT-KL. Terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun kerjasamanya selama masa pendidikan.

Yang mulia dan tercinta Ayahanda I. Siregar dan Ibunda St. B.D. Butar-butar, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan ini, dengan memanjatkan doa kepada Tuhan, agar dengan umur panjang, kesehatan dan kesejahteraan Engkau memberkati kedua orang tua kami.

Yang tercinta Ayah mertua M. Hutagalung dan Ibu mertua M. Hutabarat, yang selama ini telah memberikan dorongan dan restu untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Kepada suamiku tercinta dr. Suwirman Hutagalung serta dua buah hati kami yang amat tersayang Rava Ahava Agata Hutagalung dan Dareen Nathan Absalom Hutagalung, tiada kata yang lebih indah yang dapat ibu ucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan tiada tara, cinta dan kasih sayang, kesabaran, ketabahan, pengertian dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya dan doa kepada ibu sehingga dengan penyertaan Tuhan akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.

Kepada seluruh keluarga, kerabat dan handai taulan yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.


(7)

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan, yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Amin.

Medan, 11 September 2013

Penulis

Debi Rumondang Siregar


(8)

ABSTRAK

Pendahuluan: Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan penyakit telinga umum di negara-negara berkembang. Komplikasi dari OMSK tipe bahaya memiliki tanda dan gejala klinis yang khas.

Tujuan: Mengetahui profil penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.

Metode: Penelitian deskriptif terhadap 119 penderita dari tahun 2006-2010.

Hasil Penelitian: Dari 119 penderita, 28,57% dijumpai pada tahun 2010, 31,93% terjadi pada usia 11-20 tahun, 53,78% laki-laki, dan 38,66% pada telinga kanan. Sebanyak 68,91% akibat riwayat otitis media berulang dan 61,34% dengan keluhan utama telinga berair. Gejala dan tanda klinis yang sering yaitu telinga berair (76,47%) dan perforasi membran timpani (74,79%), baik perforasi atik (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), dan total (48,74%). Gangguan pendengaran terbanyak adalah tuli konduktif (58,82%). Pada foto proyeksi Schuller, 62,18% dijumpai gambaran mastoiditis kronis dengan kolesteatoma. Dari hasil kultur dijumpai 21,01% Pseudomonas aeruginosa. 86,55% terjadi komplikasi mastoiditis.

Kata Kunci: OMSK tipe bahaya, telinga berair, perforasi membran timpani, mastoiditis kronis dengan kolesteatoma.


(9)

ABSTRACT

Introduction: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a common ear disease in developing countries. The complications of CSOM have a unique set of clinical signs and symptoms.

Purpose: To identify the profile of dangerous type of CSOM patients at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2006-2010.

Method: A descriptive study of 119 patients in 2006-2010.

Result: From 119 patients, 28,57% were found in 2010, 31,93% were at age between 11-20 years old, 53,78% men and 38,66% were at right ear. 68,91% due to a history of recurrent otitis media and 61,34% with a main complaint of draining ears. The most clinical symptoms and signs were aqueous ears (76,47%) and tympanic membrane perforations (74,79%), as attic perforation (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), and total (48,74%). The most hearing impairments were conductive deafness (58,82%). In Schuller projections, 62,18% were found the imaging of chronic mastoiditis with cholesteatoma. From the culture results, 21,01% were Pseudomonas aeruginosa. 86,55% were mastoiditis complications.

Key Words: Dangerous type of CSOM, aqueous ears, tympanic membrane perforations, chronic mastoiditis with cholesteatoma.


(10)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i v vi vii x xi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 2.2. 2.3.

Definisi

Anatomi Telinga Tengah Anatomi Regio Temporal

5 5 9

2.4. Kekerapan 10

2.5. Etiologi 11

2.6. Patogenesis 12

2.7. Histologi 16

2.8. Klasifikasi 17

2.9. Gejala Klinis dan Tanda 18

2.10. Diagnosis 19

2.11. 2.12. 2.13. 2.14. Diagnosis Banding Komplikasi Penatalaksanaan Kerangka Teoritis 21 21 22 25

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 26

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 26

3.3. Populasi dan Sampel 26

3.4. Variabel Penelitian 26

3.5. Definisi Operasional 27

3.6. Teknik Pengumpulan Data 29

3.7. Pengolahan dan Analisa Data 29

3.8. Kerangka Kerja 29


(11)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Statistik Deskriptif 30

4.1.1.

4.1.2.

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin

30

31 4.1.3. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan faktor risiko 31

4.1.4. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan keluhan utama 32

4.1.5. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan telinga yang terlibat 32

4.1.6. 4.1.7. 4.1.8. 4.1.9. 4.1.10. 4.1.11.

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan tanda klinis

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis gangguan pendengaran Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gambaran foto polos mastoid proyeksi Schuller

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan pola kuman

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi 33 33 34 34 35 35 BAB 5. 5.1. 5.2. PEMBAHASAN

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin

36

37 5.3. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan faktor risiko 38

5.4. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan keluhan utama 39

5.5. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan telinga yang terlibat 40

5.6.

5.7.

5.8.

5.9.

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan tanda klinis

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis gangguan pendengaran Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gambaran foto polos mastoid

40

41

41


(12)

5.10.

5.11.

BAB 6. 6.1. 6.2.

proyeksi Schuller

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan pola kuman

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

42

43

43

45 46

47

51


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1.

Tabel 4.2.

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin

30

31 Tabel 4.3. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan faktor risiko 31

Tabel 4.4. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan keluhan utama 32

Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya

berdasarkan telinga yang terlibat 32

Tabel 4.6.

Tabel 4.7.

Tabel 4.8.

Tabel 4.9.

Tabel 4.10.

Tabel 4.11.

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan tanda klinis

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis gangguan pendengaran Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gambaran foto polos mastoid proyeksi Schuller

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan pola kuman

Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi

33

33

34

34

35

35


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Organ-organ penting di sekitar kavum timpani 6 Gambar 2.2. Rongga Prussak sebagai permulaan terjadinya

kolesteatoma primer 7

Gambar 2.3. Anatomi tulang temporal 10

Gambar 2.4. Teori invaginasi 14

Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7.

Teori hiperplasia sel basal Teori invasi epitel

Radical mastoidectomy

15 16 23


(15)

ABSTRAK

Pendahuluan: Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan penyakit telinga umum di negara-negara berkembang. Komplikasi dari OMSK tipe bahaya memiliki tanda dan gejala klinis yang khas.

Tujuan: Mengetahui profil penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.

Metode: Penelitian deskriptif terhadap 119 penderita dari tahun 2006-2010.

Hasil Penelitian: Dari 119 penderita, 28,57% dijumpai pada tahun 2010, 31,93% terjadi pada usia 11-20 tahun, 53,78% laki-laki, dan 38,66% pada telinga kanan. Sebanyak 68,91% akibat riwayat otitis media berulang dan 61,34% dengan keluhan utama telinga berair. Gejala dan tanda klinis yang sering yaitu telinga berair (76,47%) dan perforasi membran timpani (74,79%), baik perforasi atik (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), dan total (48,74%). Gangguan pendengaran terbanyak adalah tuli konduktif (58,82%). Pada foto proyeksi Schuller, 62,18% dijumpai gambaran mastoiditis kronis dengan kolesteatoma. Dari hasil kultur dijumpai 21,01% Pseudomonas aeruginosa. 86,55% terjadi komplikasi mastoiditis.

Kata Kunci: OMSK tipe bahaya, telinga berair, perforasi membran timpani, mastoiditis kronis dengan kolesteatoma.


(16)

ABSTRACT

Introduction: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a common ear disease in developing countries. The complications of CSOM have a unique set of clinical signs and symptoms.

Purpose: To identify the profile of dangerous type of CSOM patients at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2006-2010.

Method: A descriptive study of 119 patients in 2006-2010.

Result: From 119 patients, 28,57% were found in 2010, 31,93% were at age between 11-20 years old, 53,78% men and 38,66% were at right ear. 68,91% due to a history of recurrent otitis media and 61,34% with a main complaint of draining ears. The most clinical symptoms and signs were aqueous ears (76,47%) and tympanic membrane perforations (74,79%), as attic perforation (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), and total (48,74%). The most hearing impairments were conductive deafness (58,82%). In Schuller projections, 62,18% were found the imaging of chronic mastoiditis with cholesteatoma. From the culture results, 21,01% were Pseudomonas aeruginosa. 86,55% were mastoiditis complications.

Key Words: Dangerous type of CSOM, aqueous ears, tympanic membrane perforations, chronic mastoiditis with cholesteatoma.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” merupakan radang kronis telinga tengah dengan adanya perforasi pada membran timpani dengan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) yang terus menerus atau hilang timbul dan biasanya terdapat gangguan pendengaran (Paparella et al., 1997; Djaafar, 2007). Menurut Chole dan Nason (2009), otitis media kronis terjadi lebih dari tiga bulan dimana pada telinga tengah dijumpai membran timpani cacat permanen. Jika terjadi otorea terus menerus, disebut sebagai OMSK. Kecacatan membran timpani termasuk kantong retraksi, atelektasis, dan perforasi sekunder akibat infeksi, trauma, atau operasi, misalnya, timpanostomi (Chole & Nason, 2009).

OMSK dapat dibagi dalam kasus-kasus tanpa atau dengan kolesteatoma (Lee, 2003; Chole & Nason, 2009). Kolesteatoma, yang mayoritas merupakan komplikasi dari OMSK, adalah kista inklusi epidermis dalam pneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma dapat

diklasifikasikan atas congenital cholesteatoma dan acquired

cholesteatoma. OMSK dengan kolesteatoma sering disebut sebagai tipe bahaya (Dhingra, 2007; Caponetti et al., 2009; Chole & Nason, 2009).

OMSK tipe bahaya dapat menginvasi tulang dengan terjadinya osteomielitis atau destruksi tulang oleh kolesteatoma. Tendensi OMSK menyebabkan komplikasi tergantung keadaan patologik yang menyebabkan otorea kronis, biasanya didapatkan pada tipe bahaya (Ludman, 1997; Mills, 1997). Tindakan pembedahan bertujuan menghentikan sekret secara permanen dengan membersihkan semua jaringan patologik, mencegah kerusakan fungsi lebih lanjut akibat infeksi dan menghindari penderita dari komplikasi (Helmi, 2005).


(18)

Kejadian OMSK, dengan atau tanpa komplikasi, merupakan penyakit telinga umum di negara-negara berkembang. Komplikasi dari OMSK tipe bahaya memiliki tanda dan gejala klinis yang khas serta memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi (Vikram, 2008). Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007; Bhat et al., 2009).

Beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair (World Health Organization, 2004). Di India dilaporkan terdapat 17,4% penderita dengan otitis media kronis dari seluruh penderita yang berobat ke salah satu klinik THT, 15% diantaranya dijumpai kolesteatoma, dan 5% mengalami komplikasi (Vikram et al., 2008). Menurut survei yang dilakukan pada tujuh propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan prevalensi otitis media supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia (Aboet, 2007).

Saat ini belum didapatkan data-data yang pasti mengenai profil penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan, karena itulah penulis mencoba melakukan penelitian tentang hal ini.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana profil penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui profil penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui distribusi penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan berdasarkan jumlah per tahun.

1.3.2.2. Mengetahui distribusi penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin.

1.3.2.3. Mengetahui distribusi penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan berdasarkan faktor risiko.

1.3.2.4. Mengetahui distribusi keluhan utama penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.5. Mengetahui distribusi telinga yang terlibat pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.6. Mengetahui distribusi gejala klinis pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.7. Mengetahui distribusi tanda klinis pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.8. Mengetahui distribusi gangguan pendengaran secara

kualitatif pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.9. Mengetahui distribusi gambaran foto polos mastoid proyeksi Schuller pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.10. Mengetahui distribusi pola kuman pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3.2.11. Mengetahui distribusi komplikasi yang terjadi pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Dapat memberikan informasi untuk melengkapi data-data penderita baru OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.4.2. Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan gambaran kolesteatoma pada pemeriksaan foto polos mastoid proyeksi Schuller yang dibandingkan dengan temuan saat operasi.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (World Health Organization, 2004; Helmi, 2005; Chole & Nason, 2009).

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang dilapisi oleh stratified squamosa epithelium yang berisi deskuamasi epitel (keratin) yang terperangkap dalam rongga timpanomastoid, tetapi dapat juga terperangkap pada bagian manapun dari tulang temporal yang berpneumatisasi (Helmi, 2005; Meyer et al., 2006; Chole & Nason, 2009).

2.2. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah adalah suatu ruang antara membran timpani dengan badan kapsul dari labirin pada daerah petrosa dari tulang temporal yang mengandung rantai tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus, terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba eustachius, dan prosesus mastoid (Helmi, 2005).

2.2.1. Membran Timpani

Membran timpani dibagi menjadi dua bagian, pars flaksida yang merupakan bagian atas dan pars tensa yang merupakan bagian bawah. Membran ini terdiri atas tiga lapis, yaitu lapisan luar, tengah dan dalam. Lapisan luar merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan radier dan lapisan sirkuler. Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran timpani


(22)

merupakan struktur yang terus tumbuh yang memungkinkannya menutup bila ada perforasi (Liston & Duval, 1997; Helmi, 2005).

2.2.2. Kavum Timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang dibatasi di sebelah lateral oleh membran timpani, di sebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan nervus fasialis. Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum, mesotimpanum dan hipotimpanum. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran, yaitu maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius (Helmi, 2005).

Gambar 2.1. Organ-organ penting di sekitar kavum timpani (Helmi, 2005).

Skutum merupakan lempeng tulang yang membatasi epitimpanum dengan sel mastoid. Ujung bawahnya adalah bagian atas dari tonjolan


(23)

tulang tempat membran timpani melekat. Skutum relatif cepat tererosi oleh kolesteatoma (Helmi, 2005).

Pada telinga tengah dijumpai resesus membran timpani anterior yang disebut juga rongga Prussak. Rongga ini dibatasi di sebelah lateral oleh pars flaksida, di sebelah superior oleh skutum dan ligamentum maleus lateralis, di sebelah inferior oleh prosesus brevis maleus, dan di sebelah medial oleh leher maleus. Kolesteatoma primer biasanya dimulai di daerah ini. Telinga tengah dilapisi oleh mukosa tipis yang terutama berepitel kuboid tak bersilia melapisi periosteum, termasuk tulang-tulang pendengaran dan ligamen-ligamen (Helmi, 2005).

Gambar 2.2. Rongga Prussak sebagai permulaan terjadinya kolesteatoma primer (Dahnert, 2007).

2.2.3. Tuba Eustachius

Tuba eustachius adalah suatu saluran yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap proses pneumatisasi pada telinga tengah dan mastoid serta


(24)

mempertahankan tekanan yang normal antara telinga tengah dan atmosfir. Kestabilannya oleh karena adanya konstraksi muskulus tensor veli palatini dan muskulus levator veli palatini pada saat mengunyah dan menguap. Tiga perempat medial merupakan tulang rawan yang dikelilingi oleh jaringan lunak, jaringan adiposa, dan epitel saluran nafas (Liston & Duval, 1997; Helmi, 2005).

2.2.4. Prosesus Mastoid

Prosesus mastoid sering disebut juga ujung mastoid (mastoid tip), merupakan suatu tonjolan di bagian bawah tulang temporal yang dibentuk oleh prosesus zigomatikus di bagian anterior dan lateralnya serta pars petrosa tulang temporal di bagian ujung dan posteriornya (Helmi, 2005).

Pneumatisasi mastoid ternyata saling berhubungan dan drainase-nya menuju aditus ad antrum. Terdapat tiga tipe pneumatisasi, yaitu pneumatik, diploik dan sklerotik. Pada tipe pneumatik, hampir seluruh proses mastoid terisi oleh pneumatisasi, pada tipe sklerotik tidak terdapat pneumatisasi sama sekali, sedangkan pada tipe diploik pneumatisasi kurang berkembang. Sel mastoid dapat meluas ke daerah sekitarnya, sampai ke arkus zigomatikus dan ke pars skuamosa tulang temporal (Liston & Duval, 1997; Helmi, 2005).

Antrum mastoid adalah suatu rongga di dalam prosesus mastoid yang terletak persis di belakang epitimpani. Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura merupakan bagian tulang tipis yang biasanya lebih keras dari tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan duramater, sedangkan yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis disebut lempeng sinus. Sudut sinodura dapat ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel pneumatisasi mastoid di bagian superior inferior lempeng dura dan posterior superior lempeng sinus (Helmi, 2005).


(25)

2.3. Anatomi Regio Temporal

Regio temporal merupakan rongga sempit dipenuhi oleh berbagai struktur yang letaknya saling berdesakan dan bervariasi. Daerah temporal terdiri atas unsur jaringan lunak dan tulang, yaitu seluruh telinga luar dan telinga tengah, kokhlea, labirin, perjalanan nervus fasialis, arteri karotis, vena jugularis dan sigmoid (Helmi, 2005).

Jaringan lunak di luar tulang temporal termasuk daun telinga, retro aurikula, kulit liang telinga dan membran timpani. Jaringan lunak di daerah temporoparietal dari luar ke dalam adalah kulit dan jaringan subkutis. Di sebelah dalamnya dan melekat erat dengan subkutis adalah fasia temporoparietal, sering disebut juga fasia temporalis superfisialis. Di bawah fasia ini terletak jaringan areolar longgar dan relatif avaskuler yang memisahkan fasia temporoparietal dengan fasia muskulus temporalis profunda. Fasia muskulus temporalis profunda membelah dua di sekitar linea temporalis untuk membungkus jaringan lemak. Pendarahan di daerah ini diurus oleh cabang-cabang arteri temporalis berupa arteri temporalis superfisialis (Helmi, 2005).

Arteri temporalis superfisialis muncul dari jaringan kelenjar parotis dan memberi cabang arteri temporalis media yang berjalan ke daerah pre aurikula. Arteri aurikularis posterior merupakan arteri yang relatif kecil cabang dari arteri karotis eksterna. Arteri ini melepas tiga cabang penting, yaitu arteri stilomastoideus, cabang aurikularis dan cabang oksipital (Helmi, 2005).

Persarafan sensoris daerah temporoparietal diurus oleh saraf aurikulotemporal, saraf sensoris dari nervus mandibularis yang terletak posterior terhadap arteri temporalis superfisialis di dalam fasia temporoparietal. Nervus fasialis, yang merupakan persarafan motorik daerah muka, juga lewat di dalam fasia temporoparietal. Cabang frontal nervus fasialis berjalan oblik persis di luar arkus zigomatikus (Helmi, 2005).


(26)

Gambar 2.3. Anatomi tulang temporal (Meyer et al., 2006).

Prosesus zigomatikus ke medial membentuk dinding posterior fossa mandibula dan ke posterior melengkung sedikit ke bawah menuju prosesus mastoid. Bagian itu mempunyai tonjolan yang disebut spina supra meatum Henle yang terletak pada fossa mastoidea sedikit di belakang atas liang telinga. Pada bagian ini juga terletak segitiga imajiner MacEwen yang berbatas ke superior pada linea temporalis, ke anterior pada tepi posterior liang telinga dan ke posterior dengan garis imajiner yang tegak lurus pada linea temporalis dan menyinggung dinding paling posterior liang telinga (Helmi, 2005).

2.4. Kekerapan

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan (World Health Organization, 2004). Vikram et al. (2008) melaporkan, dijumpai 1.257 penderita dengan otitis media


(27)

kronis dari 7.210 orang yang berobat ke salah satu klinik THT di India sejak Juli 2003 hingga Desember 2005. Pada 187 penderita dijumpai kolesteatoma, dimana 62 diantaranya mengalami komplikasi. Penelitian restrospektif selama sepuluh tahun di Departemen THT-KL Universitas Ain Shams Kairo menemukan 950 kasus kolesteatoma dari 3.364 penderita otitis media supuratif kronis, 12,54% diantaranya dengan komplikasi (Mostafa et al., 2008).

Menurut survei yang dilakukan pada tujuh propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan prevalensi otitis media supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia (Aboet, 2007). Restuti (2010) melaporkan 217 kasus OMSK tipe bahaya di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Januari 2004-Desember 2009, terdiri dari 157 (72,35%) penderita dewasa dan 60 (27,65%) penderita anak-anak. Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta melaporkan ada 138 kasus OMSK tipe bahaya dari 653 kasus OMSK pada periode Januari 2007-Desember 2009, paling banyak terjadi pada usia 31-40 tahun.

Data poliklinik THT-KL FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan sepanjang tahun 2010 menunjukkan 38,7% kasus tipe bahaya dari seluruh kejadian otitis media supuratif kronis.

2.5. Etiologi

Faktor risiko pada otitis media adalah sumbatan tuba eustachius (misalnya rinosinusitis, adenoid hipertrofi, atau karsinoma nasofaring), imunodefisiensi (primer atau didapat), gangguan fungsi silia, anomali midfasial kongenital (cleft palate atau Down syndrome), dan refluks gastroesofageal. Faktor risiko yang menonjol pada OMSK termasuk infeksi otitis media yang berulang dan orang tua dengan riwayat otitis media kronis dengan perawatan yang tidak baik (World Health Organization, 2004; Ramakrishnan et al., 2007; Bhat et al., 2009; Chole & Nason, 2009).


(28)

Kuman yang terdapat di telinga tengah dapat masuk melalui liang telinga luar dengan perforasi membran timpani ataupun melalui nasofaring, dimana Streptococcus pneumoniae merupakan yang terbanyak dijumpai pada otitis media akut. Pada isolasi dari otitis media kronis, kuman aerobik dan anaerobik juga terlibat pada sebahagian kasus. Kuman aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus aureus dan basil gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus species, dan Klebsiella spesies. Kuman anaerobik seperti Bacteroides sp. dan Fusobacterium sp. (World Health Organization, 2004; Chole & Nason, 2009).

Selanjutnya jamur dapat pula dijumpai pada otitis media kronis khususnya Aspergillus sp. dan Candida sp., dan ini merupakan suatu pertimbangan dimana jamur mungkin dapat tumbuh berlebihan setelah pemakaian obat tetes antibiotika (Chole & Nason, 2009).

2.6. Patogenesis

Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran nafas atas, maka otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantong mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang adekuat dan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Bila terjadi perforasi membran timpani yang


(29)

permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang setiap waktu (Chole & Nason, 2009).

OMSK tipe bahaya mengandung kolesteatoma yang bersifat progresif, dimana kolesteatoma yang semakin luas bisa mendestruksi tulang yang dilaluinya. Infeksi sekunder dapat menyebabkan nekrosis septik di jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan mengancam bisa terjadinya komplikasi, berupa komplikasi intratemporal dan intrakranial. Glasscock dan Shambaugh membagi tipe invasi tulang menjadi tiga golongan yaitu (Levine & Souza, 2003):

1. Tipe invasi tulang yang dimulai dengan invaginasi pars flaksida, sehingga terbentuk kantong kecil di atik, kemudian terisi kolesteatoma (primary acquired cholesteatoma).

2. Tipe invasi tulang dengan perforasi marginal atau total membran timpani karena invasi epidermis dan berisi kolesteatoma (secondary acquired cholesteatoma).

3. Tipe invasi tulang dengan osteomielitis kronis atau skuestrum (chronic osteitis).

Patogenesis congenital cholesteatoma masih belum diketahui secara pasti dan masih menjadi perdebatan. Ada beberapa teori patogenesis congenital cholesteatoma (Meyer et al., 2006; Chole & Nason, 2009):

a. Teori migrasi

Anulus timpanikus mempunyai peranan yang penting dalam mengatur proliferasi dan migrasi dari kulit liang telinga selama masa perkembangan janin. Hilangnya jaringan ikat dari anulus timpanikus menyebabkan lapisan ektodermal bermigrasi dari liang telinga ke telinga tengah dan membentuk kolesteatoma.


(30)

b. Teori kontaminasi cairan amnion

Kolesteatoma berkembang dari inokulasi telinga tengah dengan sel-sel epidermal yang ada di cairan amnion, yang memasuki anterosuperior mesotimpanum melalui tuba eustachius.

c. Teori inklusi

Pada kondisi inflamasi yang berulang, terdapat peningkatan risiko terjadinya retraksi, perlekatan dan pelepasan membran timpani dari tulang-tulang pendengaran. Pada proses pelepasan membran timpani, beberapa sel dari membran timpani menjadi terperangkap pada kavum timpani dan membentuk kolesteatoma.

d. Teori pembentukan epidermoid

Penebalan lapisan ektodermal epitel berkembang di dekat ganglion genikulatum, ke arah medial dari leher maleus. Massa epitel ini segera mengalami involusi untuk menjadi lapisan telinga tengah yang matur. Jika gagal mengalami involusi, bentuk ini menjadi sumber dari kolesteatoma kongenital.

Beberapa teori patogenesis pada acquired cholesteatoma antara lain (Meyer et al., 2006; Chole & Nason, 2009; Prinsley, 2009):

1. Primary acquired cholesteatoma a. Teori invaginasi

Invaginasi membran timpani dari atik atau pars tensa regio posterosuperior membentuk retraction pocket. Kemudian pada tempat ini terbentuk matriks dari kolesteatoma berupa sel-sel epitel yang tertumpuk pada tempat tersebut.

Gambar 2.4. Teori invaginasi (Dhingra, 2007).


(31)

b. Teori hiperplasia sel basal

Pada teori ini sel-sel basal pada lapisan germinal pada kulit berproliferasi akibat dari infeksi sehingga membentuk epitel skuamosa berkeratinisasi.

Gambar 2.5. Teori hiperplasia sel basal (Dhingra, 2007). c. Teori otitis media efusi

Pada anak dengan retraksi di regio atik, tuba eustachius lebih sering berkonstriksi daripada dilatasi ketika menelan. Tekanan negatif di kavum timpani yang disebabkan oleh disfungsi tuba eustachius dapat menyebabkan retraksi dari pars flaksida dan menyebabkan penumpukan debris deskuamasi.

2. Secondary acquired cholesteatoma

a. Teori implantasi

Implantasi iatrogenik dari kulit ke telinga tengah atau membran timpani akibat operasi, benda asing atau trauma ledakan.

b. Teori metaplasia

Infeksi kronis ataupun jaringan inflamasi diketahui dapat mengalami perubahan metaplasia. Perubahan dari epitel kolumnar menjadi keratinized stratified squamous epithelium akibat dari otitis media yang kronis atau rekuren.

c. Teori invasi epitel

Teori ini menyatakan invasi epitel skuamosa dari liang telinga dan permukaan luar dari membran timpani ke telinga tengah melalui perforasi marginal atau perforasi atik. Epitel akan masuk sampai bertemu dengan lapisan epitel yang lain. Jika mukosa telinga tengah terganggu karena inflamasi, infeksi atau trauma karena perforasi membran timpani, mucocutaneus junction secara teori


(32)

bergeser ke kavum timpani. Menyokong teori ini van Blitterswijk dkk. menyatakan bahwa sitokeratin (CK 10), merupakan intermediate filament protein dan marker untuk epitel skuamosa, dimana ditemukan matriks kolesteatoma pada epidermis liang telinga tetapi tidak ada di mukosa telinga tengah. Perforasi marginal dipahami sebagai penyebab pertumbuhan epidermal dari pada perforasi sentral, karena lokasi perforasi marginal membuka keadaan mukosa telinga tengah dan struktur dinding tulang liang telinga.

Gambar 2.6. Teori invasi epitel (Dhingra, 2007).

Pada kasus otitis media kronis dengan kolesteatoma, erosi dari tulang hampir selalu ada dan merupakan penyebab utama dari morbiditas penyakit ini. Konsep yang bertentangan antara nekrosis akibat tekanan atau sekresi faktor-faktor proteolitik oleh matriks kolesteatoma, sekarang telah dipahami bahwa terjadi resorpsi tulang karena aktivitas osteoklas pada kondisi inflamasi. Pembentukan osteoklas dari sel-sel prekursor dikontrol oleh dua esensial sitokin yaitu Receptor Activator of Nuclear

Factor κB Ligand (RANKL) dan Macrophage Colony Stimulating Factor (M-CSF). Kolesteatoma yang terinfeksi diketahui lebih cepat mendestruksi tulang. Peningkatan level dari virulensi bakteri sepertinya memegang peranan penting terhadap fenomena ini (Chole & Nason, 2009).

2.7. Histologi

Berdasarkan histologi, kombinasi dari material keratin dan stratified squamous epithelium merupakan diagnosis patologik untuk kolesteatoma. Adanya epitel skuamosa di telinga tengah adalah abnormal. Pada keadaan normal telinga tengah dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia di


(33)

bagian anterior dan inferior kavum timpani serta epitel kuboidal di bagian tengah dari kavum timpani dan di atik. Tidak seperti yang terdapat pada epidermis kulit, epitel skuamosa ini tidak mempunyai struktur adnexa. Hal ini mungkin karena letaknya berbatasan dengan jaringan granulasi atau fibrosa yang mengalami inflamasi, dan juga reaksi giant cell pada material keratin (Grewal et al., 2007; Caponetti et al., 2009; Mills, 2009).

2.8. Klasifikasi

OMSK dapat dibagi dalam kasus-kasus tanpa atau dengan kolesteatoma (Lee, 2003; Chole & Nason, 2009).

Pada literatur sebelumnya, OMSK dibagi atas dua jenis, yaitu jenis jinak dan jenis bahaya. Nama lain dari jenis jinak adalah jenis tubotimpanal karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani; disebut juga jenis mukosa karena proses peradangan biasanya hanya pada mukosa telinga tengah; disebut juga jenis aman karena jarang menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Jenis ini melibatkan bagian anteroinferior dari celah telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi sentral (Mills, 1997; Helmi, 2005; Dhingra, 2007).

Nama lain dari jenis bahaya adalah jenis atikoantral karena biasanya proses dimulai di daerah itu; disebut juga jenis tulang karena penyakit menyebabkan erosi tulang seperti kolesteatoma, granulasi atau osteitis. Jenis ini melibatkan bagian posterosuperior dari celah telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi marginal. Jenis bahaya lebih terkenal sebagai jenis maligna, ataupun sering disebut sebagai chronic supurative otitis media with cholesteatoma (Mills, 1997; Helmi, 2005; Dhingra, 2007).

Kolesteatoma berdasarkan patofisiologinya dapat dibagi menjadi (Meyer et al., 2006; Kutz & Friedman, 2007):


(34)

1. Congenital cholesteatoma

Dua pertiga kolesteatoma kongenital di telinga tengah terlihat sebagai massa putih di kuadran anterosuperior membran timpani, dapat juga berada di membran timpani dan di apeks petrosa.

2. Acquired cholesteatoma

Terdapat dua jenis acquired cholesteatoma, yaitu : a. Primary acquired cholesteatoma

Kolesteatoma yang diakibatkan karena retraksi pars flaksida, disebut juga retraction pocket cholesteatoma.

b. Secondary acquired cholesteatoma

Kolesteatoma yang muncul karena adanya perforasi membran timpani, biasanya pada kuadran posterosuperior membran timpani.

2.9. Gejala Klinis dan Tanda

2.9.1. Gejala Klinis (Chole & Nason, 2009) 1. Telinga berair

Biasanya jarang, namun selalu berbau busuk sesuai destruksi tulang. Berhentinya sekret dari telinga yang sebelumnya aktif harus dianggap serius, seperti perforasi, inflamasi mukosa atau polip, dapat menghalangi aliran sekret ini.

2. Gangguan pendengaran

Pendengaran normal ketika rantai tulang pendengaran masih utuh. Gangguan pendengaran sebagian besar adalah konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

3. Perdarahan

Ini mungkin terjadi karena granulasi atau polip saat membersihkan telinga.


(35)

2.9.2. Tanda (Chole & Nason, 2009) 1. Perforasi

Dijumpai pada atik atau daerah posterosuperior. Perforasi atik kecil mungkin tidak terlihat disebabkan adanya sekret telinga.

2. Retraction pocket

Sebuah invaginasi membran timpani terlihat di daerah atik atau posterosuperior dari pars tensa. Pada tahap awal, kantong tersebut dangkal dan bisa membersihkan diri, namun kemudian ketika kantong tersebut dalam, terjadi akumulasi massa keratin dan bisa terinfeksi.

3. Kolesteatoma

Setelah pembersihan dengan suction dan pemeriksaan di bawah mikroskop, merupakan bagian penting dari pemeriksaan klinis dan penilaian dari setiap jenis OMSK.

Menurut Djaafar (2007), tanda-tanda klinis OMSK tipe bahaya adalah:

1. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler.

2. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah.

3. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpanum.

4. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma). 5. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.

2.10. Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara (Dhingra, 2007; Lee et al., 2007; Trojanowska et al., 2007; Chole & Nason, 2009; Vercryysse et al., 2010):

1. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang


(36)

sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos proyeksi Schuller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT Scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan

kolesteatoma. MRI lebih baik daripada CT Scan dalam

menunjukkan kolesteatoma, namun kurang memberikan informasi tentang keadaan pertulangan. MRI kadang-kadang dibutuhkan untuk membedakan kolesteatoma dengan granuloma kolesterol. Pada CT Scan, keduanya menunjukkan massa yang tidak spesifik dan tidak menyangat dengan kontras. Pada MRI, kolesteatoma hipointens atau isointens pada gambar T1 dan hiperintens pada gambar T2, sedangkan pada granuloma kolesterol hiperintens pada gambar T1 dan T2.


(37)

5. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan antibiotika yang tepat.

2.11. Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding pada OMSK dengan kolesteatoma antara lain (Levine & Souza, 2003; Helmi, 2005):

1. Granuloma kolesterol adalah lesi kistik berdinding tipis kuning kecoklatan yang berisi kumpulan kristal kolesterol yang timbul sebagai reaksi terhadap benda asing di dalam sel mastoid akibat disfungsi tuba. Perdarahan di dalam sel pneumatisasi mastoid tanpa drainase menjurus kepada proses peradangan dan erosi tulang. Seperti pada kolesteatoma, pengobatannya juga pembedahan.

2. Otitis media tuberkulosis merupakan jenis infeksi yang jarang ditemukan secara klinis, termasuk onset nyeri, sekret yang berbau, perforasi yang terus membesar, dan berkurangnya pendengaran, terutama pada penderita TB paru.

2.12. Komplikasi

Komplikasi OMSK dengan kolesteatoma dapat berupa (Ludman, 1997; Neely & Arts, 2006; Friedland et al. 2009):

A. Intratemporal 1. Mastoiditis 2. Petrositis 3. Paralisis fasial 4. Labirinitis B. Intrakranial

1. Abses ekstradural 2. Abses subdural 3. Meningitis


(38)

4. Abses otak

5. Tromboflebilitis sinus lateralis 6. Hidrosefalus otitis

2.13. Penatalaksanaan

Prinsip terapi OMSK dengan kolesteatoma adalah pembedahan. Ada beberapa prosedur operasi untuk pembedahan kolesteatoma (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).

2.13.1. Atikotomi

Kolesteatoma yang terbatas hanya pada regio atik dapat diangkat dengan prosedur atikotomi, yang dikenal sebagai epitimpanotomi atau timpanotomi anterior, dimana kerusakan pada daerah skutum direkonstruksi dengan tandur dari tulang rawan tragus dan tetap menjaga keutuhan dinding liang telinga serta tulang-tulang pendengaran (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).

2.13.2. Canal Wall Down Procedures

Prosedur ini membersihkan dan mengangkat semua kolesteatoma, termasuk dinding posterior liang telinga, sehingga meninggalkan kavum mastoid berhubungan langsung dengan liang telinga luar (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).

a. Radical Mastoidectomy: operasi ini ditujukan untuk eradikasi penyakit sebaik-baiknya. Pada cara ini dilakukan pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sino dura, di daerah segitiga Trautmann, di sekitar kanalis fasialis, di sekitar liang telinga yaitu prosesus zigomatikus, juga di prosesus mastoideus sampai ke ujung mastoid. Kemudian membuang inkus dan maleus, hanya stapes atau sisa stapes yang dipertahankan, sehingga membentuk kavitas yang merupakan gabungan rongga mastoid, kavum timpani dan liang telinga. Mukosa kavum timpani juga


(39)

dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Kerugian cara ini adalah kesulitan rekonstruksi membran timpani, sehingga terdapat kesulitan dalam usaha memperbaiki pendengaran penderita namun dengan teknik ini dapat dicapai suatu safe ear. Untuk kasus kolesteatoma yang lebih lanjut dengan perluasan yang hebat, mastoidektomi radikal perlu dipertimbangkan tanpa melihat kemungkinan mempertahankan fungsi pendengaran (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).

Gambar 2.7. Radical mastoidectomy. SS, sigmoid sinus; Tm, tympanic membrane. (Meyer et al., 2006).

b. Modified Radical Mastoidectomy: adalah operasi untuk eradikasi penyakit sehingga epitimpani, antrum mastoid dan liang telinga menjadi satu rongga yang berhubungan langsung dengan dunia


(40)

luar melalui meatus akustikus eksternus. Tindakan ini seperti mastoidektomi radikal, kecuali tetap mempertahankan osikel dan membran timpani yang ada untuk mempertahankan fungsi transformasi suara. Teknik operasi ini adalah dengan membersihkan seluruh rongga mastoid, merendahkan dinding posterior liang telinga, dan diikuti dengan tindakan timpanoplasti. Dengan operasi ini fungsi pendengaran dapat dipertahankan. Indikasi utama operasi ini adalah adanya kolesteatoma di atik dan antrum dengan mesotimpanum normal dan defek hanya pada pars flaksida (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).

2.13.3. Canal Wall Up Procedures

Kolesteatoma dibuang dengan pendekatan kombinasi melalui mastoid dan liang telinga, tanpa menghancurkan dinding posterior liang telinga (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).

Intact canal wall pada prinsipnya adalah mengangkat secara komplit matriks kolesteatoma tanpa merusak anatomi liang telinga luar. Pendekatan secara kombinasi transkanal dan transmastoid dapat mengeluarkan massa kolesteatoma yang menerobos facial recess. Kolesteatoma di sinus timpani sulit dikeluarkan karena lapang pandang yang terbatas pada daerah ini. Jansen, Smith, dan Sheehy merupakan pelopor operasi mastoidektomi dengan kavitas tertutup yang disebut intact canal wall tympanoplasty with mastoidectomy atau combined approach tympanoplasty yang dikatakan mempunyai kemungkinan lebih baik untuk penyembuhan penyakit dan memperbaiki fungsi pendengaran (Helmi, 2005; Merchant et al., 2009).


(41)

2.14. Kerangka Teoritis

Keterangan : variabel yang diteliti

variabel yang tidak diteliti

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

TIPE JINAK TIPE BAHAYA

KELUHAN UTAMA GEJALA DAN TANDA KLINIS

AUDIOMETRI NADA MURNI FOTO POLOS MASTOID

MIKROBIOLOGI

PEMBEDAHAN UMUR

PEKERJAAN

JENIS KELAMIN

FAKTOR RISIKO - Riwayat otitis media berulang - Infeksi bakteri atau virus - Alergi

- Sumbatan tuba eustachius - Lingkungan

- Sosial ekonomi/imunodefisiensi - Anomali midfasial kongenital - Gangguan fungsi silia

- Refluks gastroesofageal

TANPA KOMPLIKASI

DENGAN KOMPLIKASI


(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan case series design dari data sekunder di RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Data dikumpulkan dari rekam medis penderita OMSK tipe bahaya pada kurun waktu Januari 2006 sampai dengan Desember 2010 (5 tahun).

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Seluruh data penderita dengan diagnosis OMSK tipe bahaya yang dilakukan pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2010.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh data dari 119 penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2010, terdiri dari 11 penderita pada tahun 2006, 19 penderita pada tahun 2007, 27 penderita pada tahun 2008, 28 penderita pada tahun 2009 dan 34 penderita pada tahun 2010.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, faktor risiko, keluhan utama, telinga yang terlibat, gejala klinis, tanda klinis, gangguan pendengaran, foto polos mastoid, pola kuman, dan komplikasi.


(43)

3.5. Definisi Operasional

3.5.1. Otitis media supuratif kronis (OMSK) tipe bahaya adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret purulen dari telinga tersebut lebih dari tiga bulan, baik terus menerus atau hilang timbul, disertai proses-proses erosi tulang dan terjadinya komplikasi.

3.5.2. Umur adalah usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungan berdasarkan kalender masehi, dihitung sejak penderita dilahirkan sampai ulang tahun terakhir pada saat pertama penderita berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan, dikelompokkan atas:

1. ≤ 10 tahun 2. 11 – 20 tahun 3. 21 – 30 tahun 4. 31 – 40 tahun 5. 41 – 50 tahun 6. ≥ 51 tahun

3.5.3. Jenis kelamin yaitu ciri biologis yang membedakan orang yang satu dengan lainnya, dikelompokkan atas laki-laki dan perempuan. 3.5.4. Faktor risiko adalah faktor yang memungkinkan terjadinya penyakit, dikelompokkan atas riwayat otitis media berulang, riwayat alergi, dan sumbatan tuba eustachius (adenotonsilitis, hipertrofi konka, polip hidung, sinusitis, rhinitis atrofi, deviasi septum maupun karsinoma nasofaring).

3.5.5. Keluhan utama adalah keadaan atau kondisi yang menyebabkan penderita datang berobat, dikelompokkan atas:

1. Telinga berair 2. Telinga berdenging 3. Telinga sakit

4. Lubang di belakang telinga 5. Penurunan pendengaran 6. Sakit kepala


(44)

7. Telinga tersumbat

3.5.6. Telinga yang terlibat dikelompokkan atas telinga kanan, telinga kiri atau keduanya.

3.5.7. Gejala klinis adalah bukti subjektif dari penyakit penderita, dikelompokkan atas:

1. Telinga berair

2. Gangguan pendengaran 3. Perdarahan telinga 4. Telinga berbau 5. Telinga gatal

3.5.8. Tanda klinis adalah petunjuk yang menyatakan sesuatu dari penderita berdasarkan pengamatan klinik, dikelompokkan atas: 1. Perforasi membran timpani (atik, marginal, subtotal, dan total) 2. Fistel retroaurikuler

3. Granulasi 4. Sekret

5. Kolesteatoma

3.5.9. Gangguan pendengaran adalah setiap derajat penurunan nilai kemampuan untuk menangkap suara yang dilakukan penilaian menggunakan audiometri nada murni, dikelompokkan atas gangguan pendengaran konduktif, sensorineural dan campuran. 3.5.10. Foto polos mastoid adalah pemeriksaan radiologik konvensional

pada tulang temporal yang dapat menentukan status pneumatisasi mastoid dan piramid tulang petrosus. Gambaran yang dapat dijumpai dikelompokkan atas mastoiditis kronis dan mastoiditis kronis dengan kolesteatoma.

3.5.11. Pola kuman adalah jenis kuman yang paling sering terdapat pada pembiakan cairan dari telinga tengah.

3.5.12. Komplikasi adalah proses patologis lain yang disebabkan oleh penyakit penderita, dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik konvensional dan CT Scan.


(45)

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Data diambil berdasarkan pencatatan rekam medis penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2010. Diagnosis OMSK tipe bahaya ini disesuaikan kembali dengan hasil pemeriksaan lokalisata terutama keadaan telinga tengah, foto polos mastoid proyeksi Schuller, dan komplikasi penyakit penderita.

3.7. Pengolahan dan Analisa Data

Semua data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan komputer. Data akan disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun, umur, jenis kelamin, faktor risiko, keluhan utama, telinga yang terlibat, gejala klinis, tanda klinis, gangguan pendengaran, foto polos mastoid, pola kuman, dan komplikasi.

3.8. Kerangka Kerja

PENDERITA OMSK TIPE BAHAYA (TAHUN 2006-2010) REKAM

MEDIS

JUMLAH PER TAHUN UMUR

JENIS KELAMIN FAKTOR RISIKO KELUHAN UTAMA TELINGA YANG TERLIBAT

GEJALA KLINIS TANDA KLINIS

GANGGUAN PENDENGARAN FOTO POLOS MASTOID

POLA KUMAN KOMPLIKASI


(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan case series design dari data sekunder di RSUP. H. Adam Malik Medan. Data penelitian merupakan data sekunder dari 119 penderita OMSK tipe bahaya yang dilakukan pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010, usia termuda 5 tahun dan tertua 71 tahun.

4.1. Hasil Statistik Deskriptif

4.1.1. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun

Tabel 4.1. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun

Tahun Jumlah (n) Persen (%)

2006 2007 2008 2009 2010

11 19 27 28 34

9,24 15,97 22,69 23,53 28,57

Berdasarkan tabel 4.1. didapatkan penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada tahun 2010, yaitu 34 penderita atau 28,57%. Persentase terendah terdapat pada tahun 2006 yaitu 9,24%.


(47)

4.1.2. Distribusi penderita berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Tabel 4.2. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin

Kelompok Umur (Tahun)

Jenis Kelamin Total

Laki-laki (n)

Perempuan (n)

n %

≤ 10 tahun 11 – 20 tahun 21 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun

≥ 51 tahun

6 23 17 7 6 5 3 15 18 12 3 4 9 38 35 19 9 9 7,56 31,93 29,41 15,98 7,56 7,56

Total 64 55 119 100,00

Berdasarkan tabel 4.2. didapatkan penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 38 penderita atau 31,93%. Persentase terendah terdapat pada kelompok umur ≤ 10 tahun

dan ≥ 41 tahun yaitu 7,56%. Berdasarkan jenis kelamin, penderita OMSK

tipe bahaya terdiri dari 64 penderita laki-laki (53,78%) dan 55 penderita perempuan (46,22%). Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,17:1.

4.1.3. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan faktor risiko Tabel 4.3. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan faktor risiko

Faktor Risiko Jumlah (n) Persen (%)

Riwayat otitis media berulang Sumbatan tuba eustachius Riwayat alergi 82 20 17 68,91 16,81 14,28

Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan faktor risiko paling banyak adalah riwayat otitis media berulang, yaitu 82 penderita atau 68,91%. Faktor risiko paling sedikit adalah riwayat alergi, dijumpai pada 17 penderita (14,28%).


(48)

4.1.4. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan keluhan utama Tabel 4.4. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan keluhan utama

Keluhan Utama Jumlah (n) Persen (%)

Telinga berair Telinga berdenging Telinga sakit

Lubang di belakang telinga Penurunan pendengaran Sakit kepala Telinga tersumbat 73 3 18 3 16 5 1 61,34 2,52 15,13 2,52 13,45 4,20 0,84

Berdasarkan tabel 4.4. didapatkan 73 penderita mengeluhkan telinga berair (61,34%). Telinga tersumbat paling sedikit dikeluhkan penderita sekitar 0,84%.

4.1.5. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan telinga yang terlibat

Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan telinga yang terlibat

Telinga yang Terlibat Jumlah (n) Persen (%)

Kanan Kiri Kedua telinga 46 39 34 38,66 32,77 28,57

Berdasarkan tabel 4.5. didapatkan telinga kanan paling banyak terlibat yaitu 46 penderita atau 38,66%. Persentase terendah melibatkan kedua telinga yaitu 28,57%.


(49)

4.1.6. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis Tabel 4.6. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis

Gejala Klinis Dijumpai Tidak dijumpai

n % n %

Telinga berair Gangguan pendengaran Perdarahan telinga Telinga berbau Telinga gatal 91 57 17 20 8 76,47 47,90 14,29 16,81 6,72 28 62 102 99 111 23,53 52,10 85,71 83,19 93,28

Tabel 4.6. menunjukkan gejala klinis paling banyak dijumpai yaitu telinga berair pada 91 penderita atau 76,47%. Telinga gatal paling sedikit dijumpai, hanya pada 8 penderita (6,72%).

4.1.7. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan tanda klinis Tabel 4.7. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan tanda klinis

Tanda Klinis Dijumpai Tidak dijumpai

n % n %

Perforasi membran timpani a. atik b. marginal c. subtotal d. total Fistel retroaurikuler Granulasi Sekret Kolesteatoma 1 2 28 58 28 29 60 3 0,84 1,68 23,53 48,74 23,53 24,37 50,42 2,52 118 117 91 61 91 90 59 116 99,16 98,32 76,47 51,26 76,47 75,63 49,58 97,48

Berdasarkan tabel 4.7. didapatkan tanda klinis yang paling sering yaitu perforasi membran timpani pada 89 penderita (74,79%), baik perforasi atik (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), dan total (48,74%). Tanda klinis yang paling jarang dijumpai yaitu terdapatnya kolesteatoma pada 3 penderita atau 2,52%.


(50)

4.1.8. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis gangguan pendengaran

Tabel 4.8. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis gangguan pendengaran

Gangguan Pendengaran Jumlah (n) Persen (%)

Konduktif Sensorineural Campuran

Tidak dilakukan pemeriksaan

70 0 29 20

58,82 0 24,37 16,81

Berdasarkan tabel 4.8. didapatkan jenis gangguan pendengaran terbanyak yang dinilai menggunakan audiometri nada murni yaitu tuli konduktif, pada 70 penderita (58,82%). Tuli campuran dijumpai pada 29 penderita atau 24,37%. Tuli sensorineural tidak ada dijumpai.

4.1.9. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gambaran foto polos mastoid proyeksi Schuller

Tabel 4.9. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gambaran foto polos mastoid proyeksi Schuller

Gambaran Foto Polos Mastoid Jumlah (n) Persen (%)

Mastoiditis kronis

Mastoiditis kronis dengan kolesteatoma Tidak dilakukan pemeriksaan

40 74 5

33,62 62,18 4,20

Berdasarkan tabel 4.9., pada pemeriksaan foto polos mastoid proyeksi Schuller, sebanyak 74 penderita atau 62,18% dijumpai gambaran mastoiditis kronis dengan kolesteatoma. Persentase terendah adalah gambaran mastoiditis kronis, dijumpai pada 40 penderita (33,62%).


(51)

4.1.10. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan pola kuman Tabel 4.10. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan pola kuman

Pola Kuman Jumlah (n) Persen (%)

Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus epidermidis Staphylococcus aureus Streptococcus sp. Escherechia coli Enterobacter sp. Citrobacter sp. Proteus sp. Providencia rettgeri Aspergillus Candida albicans Tak ada pertumbuhan

Tidak dilakukan pemeriksaan

25 4 7 3 7 6 10 10 1 2 1 23 20 21,01 3,36 5,88 2,52 5,88 5,04 8,40 8,40 0,84 1,68 0,84 19,34 16,81

Tabel 4.10. menunjukkan pola kuman Pseudomonas aeruginosa dijumpai dari hasil kultur 25 penderita atau 21,01%. Persentase terendah yaitu Providencia rettgeri dan Candida albicans (0,84%).

4.1.11. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi Tabel 4.11. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi

Komplikasi Jumlah (n) Persen (%)

Mastoiditis

Mastoiditis disertai paralisis fasial Mastoiditis disertai meningitis Tidak dilakukan pemeriksaan

103 10 1 5 86,55 8,41 0,84 4,20

Pada tabel 4.11. dijumpai 103 penderita atau 86,55% dengan komplikasi mastoiditis. Persentase terendah yaitu mastoiditis disertai meningitis (0,84%).


(52)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian yang menggunakan case series design ini merupakan data sekunder dari 119 penderita OMSK tipe bahaya yang dilakukan pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010. Distribusi penderita dijabarkan di bawah ini.

5.1. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jumlah per tahun

Dari hasil penelitian ini didapatkan penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada tahun 2010, yaitu 34 penderita atau 28,57%. Persentase terendah terdapat pada tahun 2006 yaitu 9,24%.

Berbeda dengan penelitian retrospektif di RS Umum Makassar oleh Sedjawidada (2003), pada tahun 80-an (1985-1989) menemukan 180 kasus OMSK dengan kolesteatoma. Angka ini menurun secara bermakna menjadi 78 kasus pada tahun 90-an (1995-1999).

World Health Organization (2004) menyebutkan pada kebanyakan negara, sensitivitas pemeriksaan telinga berair oleh tenaga kesehatan dalam mendiagnosis otitis meningkat dari 60% menjadi 95%. Pada penelitian ini setiap tahun dijumpai peningkatan kasus OMSK tipe bahaya. Hal ini kemungkinan disebabkan kemampuan pemeriksa dan alat-alat penunjang diagnostik yang semakin baik di RSUP. H. Adam Malik Medan. Kesadaran penderita terhadap penyakit ini juga semakin meningkat.

Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007).


(53)

5.2. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin

Dari hasil penelitian ini didapatkan penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 31,93%. Persentase terendah terdapat pada kelompok umur ≤ 10 tahun dan ≥ 41 tahun yaitu 7,56%.

Hal ini sesuai dengan penelitian Vikram et al. (2008). Vikram dan kawan-kawan melaporkan dari 187 penderita OMSK dengan kolesteatoma di India sejak Juli 2003 hingga Desember 2005, paling banyak terjadi pada kelompok umur ≤ 25 tahun yaitu 39,04%.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta melaporkan dari 138 kasus OMSK tipe bahaya, paling banyak terjadi pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 26,81%.

Yousuf et al. (2011) melaporkan dari 100 penderita OMSK dengan kolesteatoma di Bangladesh, paling banyak terjadi pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 54,0%.

Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Selain itu, pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronis terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang (Djaafar, 2007).

Perbedaan kelompok umur dari negara-negara maju bisa tergantung dari kepadatan penduduk, malnutrisi, dan tingkat kebersihan yang rendah dibandingkan negara-negara berkembang (Baig et al., 2011). Bisa juga disebabkan karena pengetahuan, sikap dan perilaku penderita terhadap OMSK masih kurang (Suryanti, 2003).

Berdasarkan jenis kelamin, penderita OMSK tipe bahaya pada penelitian ini terdiri dari 64 penderita laki-laki (53,78%) dan 55 penderita


(54)

perempuan (46,22%). Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,17:1. Sementara itu, Vikram et al. (2008) melaporkan dari 187 penderita di India, penderita laki-laki 66,84%, sedangkan perempuan 33,16%. Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta melaporkan dari 138 kasus OMSK tipe bahaya, 61,59% laki-laki dan 38,40% perempuan.

Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S. pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insiden episode otitis media akut berulang. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (Paparella, 1997).

5.3. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan faktor risiko

Dari hasil penelitian ini didapatkan faktor risiko paling banyak adalah riwayat otitis media berulang, yaitu 82 penderita atau 68,91%. Persentase yang paling sedikit adalah riwayat alergi dijumpai pada 17 penderita (14,28%). Hasil ini sesuai dengan penelitian van der Veen et al. (2006) di Belanda dimana dari 100 penderita didapatkan 68,0% dengan riwayat otitis media berulang.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Vikram et al. (2008) yang melaporkan dari 187 penderita di India, dijumpai 78,61% dengan fokal infeksi pada hidung dan tenggorokan. Sementara itu penelitian Yousuf et al. (2011) melaporkan dari 100 penderita OMSK dengan kolesteatoma di Bangladesh, faktor sosial ekonomi yang sangat rendah menjadi faktor risiko terbanyak (44%).

Faktor risiko yang menonjol pada OMSK termasuk infeksi otitis media yang berulang dan orang tua dengan riwayat otitis media kronis dengan perawatan yang tidak baik. Bisa juga disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba (adenotonsilitis, hipertrofi konka, polip hidung, sinusitis, rhinitis atrofi maupun deviasi


(55)

septum), alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi (Vikram et al., 2008; Chole & Nason, 2009).

Yousuf et al. (2011) berpendapat bahwa orang-orang yang tinggal di pemukiman kumuh lebih rentan menderita kolesteatoma (80%) dibandingkan yang tinggal di gedung. Hal ini karena di daerah kumuh terdapat kejadian infeksi saluran pernafasan atas akibat kemiskinan, kepadatan penduduk, malnutrisi, dimana penyakit-penyakit kronis telinga lebih menonjol. Tingkat kebersihan yang buruk, malnutrisi dan penduduk yang padat menjadi dasar utama penyebaran penyakit ini (Memon et al., 2008).

5.4. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan keluhan utama

Dari hasil penelitian ini didapatkan 73 penderita mengeluhkan telinga berair (61,34%). Telinga tersumbat paling sedikit dikeluhkan penderita sekitar 0,84%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta dimana dari 138 kasus OMSK tipe bahaya, sebanyak 37,42% pasien mengeluhkan keluar cairan kental berbau.

Berbeda dengan penelitian Rout et al. (2012) dimana dari 210 penderita OMSK dengan kolesteatoma di India paling banyak mengeluhkan penurunan pendengaran (38,57%).

Infeksi yang terdapat di telinga tengah dapat masuk dari liang telinga luar melalui perforasi membran timpani ataupun melalui nasofaring. Bila terjadi perforasi membran timpani yang permanen, akan menyebabkan infeksi yang ditandai dengan sekresi mukoid atau mukopurulen, karena itu pada penderita OMSK sering mengeluhkan keluar cairan kental dan kadang berbau. Sedangkan penurunan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun


(56)

kolesteatoma dapat menghambat bunyi sampai ke fenestra ovalis (Helmi, 2005).

5.5. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan telinga yang terlibat

Dari hasil penelitian ini didapatkan telinga kanan paling banyak terlibat yaitu 46 penderita atau 38,66%. Persentase terendah melibatkan kedua telinga yaitu 28,57%. Hasil yang serupa dengan penelitian Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta dimana dari 138 kasus OMSK tipe bahaya, 57,24% terjadi pada telinga kanan. Sementara itu penelitian

Yousuf et al. (2011) melaporkan dari 100 penderita OMSK dengan

kolesteatoma di Bangladesh, kebanyakan telinga yang terlibat hanya satu sisi (80,0%).

Infeksi kronis dari telinga tengah dapat terjadi sebagai akibat faktor predisposisi trauma karena kebiasaan mengorek telinga secara berlebihan (Paparella, 1997). Biasanya telinga kanan lebih sering terpapar karena penderita lebih sering menggunakan tangan kanannya.

5.6. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis

Dari hasil penelitian ini didapatkan gejala klinis paling banyak yaitu telinga berair pada 91 penderita atau 76,47%. Telinga gatal paling sedikit dijumpai, hanya pada 8 penderita (6,72%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Baig et al. (2011). Baig dan kawan-kawan melaporkan dari 160 kasus OMSK dengan kolesteatoma di Rawalpindi, India, dijumpai 73,75% telinga berair sebagai gejala klinis tersering.

Penelitian Yousuf et al. (2011) juga melaporkan dari 100 penderita OMSK dengan kolesteatoma di Bangladesh, telinga berair merupakan gejala klinis terbanyak (100,0%).

Menurut Chole dan Nason (2009), gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, berbau busuk, kadangkala disertai


(57)

pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan gangguan pendengaran atau telinga keluar darah.

5.7. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan tanda klinis

Dari hasil penelitian ini didapatkan tanda klinis yang paling sering yaitu perforasi membran timpani pada 89 penderita (74,79%), baik perforasi atik (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), dan total (48,74%). Tanda klinis yang paling jarang dijumpai yaitu terlihatnya kolesteatoma pada telinga tengah, yaitu 3 penderita atau 2,52%.

Sementara itu, penelitian Memon et al. (2008) melaporkan dari 45 penderita OMSK tipe bahaya di Pakistan dijumpai 11,5% jaringan granulasi pada pemeriksaan. Hasil yang berbeda juga didapatkan dari penelitian Yousuf et al. (2011) dimana dari 100 penderita OMSK dengan kolesteatoma di Bangladesh, perforasi marginal paling sering dijumpai sebanyak 69,23%.

Menurut Djaafar (2007), tanda-tanda klinis OMSK tipe bahaya antara lain terdapatnya abses atau fistel retroaurikuler, terdapatnya polip atau jaringan granulasi, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpanum, ataupun sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma).

5.8. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis gangguan pendengaran

Dari hasil penelitian ini didapatkan jenis gangguan pendengaran terbanyak yang dinilai menggunakan audiometri nada murni yaitu tuli konduktif, pada 70 penderita (58,82%). Tuli campuran dijumpai pada 29 penderita atau 24,37%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Grewal et al. (2007) pada 600 penderita di India. Audiometri nada murni paling banyak menunjukkan tuli konduktif (90,0%). Begitu juga dengan penelitian


(58)

Yousuf et al. (2011) pada 100 penderita di Bangladesh, dimana tuli konduktif paling banyak dijumpai sebesar 93,62%.

Gangguan pendengaran pada OMSK tipe bahaya sebagian besar adalah konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Perforasi membran timpani umumnya menyebabkan tuli konduktif ringan, namun kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif yang lebih berat (Helmi, 2005; Chole & Nason, 2009).

5.9. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gambaran foto polos mastoid proyeksi Schuller

Berdasarkan hasil penelitian ini, pada pemeriksaan foto polos mastoid proyeksi Schuller, sebanyak 74 penderita atau 62,18% dijumpai gambaran mastoiditis kronis dengan kolesteatoma. Gambaran mastoiditis kronis paling sedikit dijumpai, yaitu 40 penderita (33,62%).

Hasil ini berbeda dengan penelitian Suryanti (2003) di RS Soetomo Surabaya dimana gambaran mastoiditis kronis merupakan gambaran foto polos proyeksi Schuller terbanyak (72,26%). Sementara itu, Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta juga melaporkan dari 138 kasus OMSK tipe bahaya, foto polos mastoid proyeksi Schuller dijumpai gambaran mastoiditis kronis (81,88%).

Pemeriksaan radiologik konvensional pada tulang temporal memiliki nilai penyaring tertentu. Proyeksi foto polos yang masih dipakai dewasa ini untuk menilai keadaan tulang temporal adalah proyeksi Schuller. Pada proyeksi ini perluasan pneumatisasi mastoid dan struktur trabekulasi dapat tampak dengan jelas. Proyeksi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis (Makes, 2005).


(59)

5.10. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan pola kuman

Dari hasil penelitian ini didapatkan pola kuman Pseudomonas aeruginosa dijumpai dari hasil kultur 25 penderita atau 21,01%. Persentase terendah yaitu Providencia rettgeri dan Candida albicans (0,84%). Berbeda dengan penelitian Hamzah (2003) di RS dr. Moewardi Surakarta dimana Staphylococcus sp. terbanyak ditemukan sebesar 19,40% dari hasil kultur sekret.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Vikram et al. (2008). Dari 187 penderita OMSK dengan kolesteatoma, Pseudomonas aeruginosa ditemukan sebanyak 33,16%. Penelitian Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta juga melaporkan Pseudomonas aeruginosa sebagai pola kuman terbanyak dari hasil kultur sekret (48,03%).

Pada isolasi dari otitis media kronis, kuman aerobik dan anaerobik terlibat pada sebahagian kasus. Kuman aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus aureus dan basil gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus sp., dan Klebsiella sp. Kuman anaerobik seperti Bacteroides sp. dan Fusobacterium sp. Selanjutnya jamur dapat pula dijumpai khususnya Aspergillus sp. dan Candida sp., dan ini merupakan suatu pertimbangan dimana jamur mungkin dapat tumbuh berlebihan setelah pemakaian obat tetes antibiotika (World Health Organization, 2004; Chole & Nason, 2009).

5.11. Distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi

Pada penelitian ini didapatkan 103 penderita atau 86,55% dengan komplikasi mastoiditis. Persentase terendah yaitu mastoiditis disertai meningitis (0,84%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Mostafa et al. (2008). Pada penelitian restrospektif kasus OMSK dengan kolesteatoma selama sepuluh tahun di Departemen THT-KL Universitas Ain Shams Kairo melaporkan 91,6% dengan komplikasi mastoiditis.


(60)

Sementara itu penelitian Yousuf et al. (2011) melaporkan dari 100 penderita OMSK dengan kolesteatoma di Bangladesh, dijumpai 3,0% dengan komplikasi paralisis fasial dan 3,0% meningitis.

Menurut Chole dan Nason (2009), komplikasi OMSK dengan kolesteatoma terbagi atas komplikasi kranial (mastoiditis, petrositis, abses subperiosteal, paralisis fasial dan labirinitis) dan intrakranial (abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses otak, tromboflebilitis sinus lateralis, dan hidrosefalus otitis).

Hampir semua kolesteatoma menyebabkan komplikasi mastoiditis. Hal ini disebabkan karena pembentukan kolesteatoma akan menekan atau menginvasi tulang-tulang disekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya destruksi tulang (Mostafa et al., 2008). Paralisis fasial dapat terjadi karena proses infeksi, pengaruh analgesia lokal, trauma saat tindakan (iatrogenik), dan tekanan kolesteatoma pada saraf fasial (Soekin, 2003).


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita OMSK tipe bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010, diperoleh:

6.1.1. Penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada tahun 2010, yaitu 28,57%.

6.1.2. Penderita OMSK tipe bahaya terbanyak pada kelompok umur 11-20 tahun (31,93%), terdiri dari 53,78% penderita laki-laki dan 46,22% perempuan. Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,17:1.

6.1.3. Faktor risiko yang paling banyak adalah riwayat otitis media berulang (68,91%).

6.1.4. Penderita OMSK tipe bahaya paling sering mengeluhkan telinga berair (61,34%).

6.1.5. Telinga kanan paling banyak terlibat (38,66%).

6.1.6. Gejala klinis yang paling banyak yaitu telinga berair (76,47%). 6.1.7. Tanda klinis yang paling sering yaitu perforasi membran timpani

(74,79%), baik perforasi atik (0,84%), marginal (1,68%), subtotal (23,53%), dan total (48,74%).

6.1.8. Jenis gangguan pendengaran terbanyak yang dinilai menggunakan audiometri nada murni yaitu tuli konduktif (58,82%).

6.1.9. Pada pemeriksaan foto polos mastoid proyeksi Schuller, 62,18% dijumpai gambaran mastoiditis kronis dengan kolesteatoma. 6.1.10. Pola kuman Pseudomonas aeruginosa dijumpai dari hasil kultur

(21,01%).

6.1.11. Terjadi komplikasi mastoiditis sebesar 86,55% pada penderita OMSK tipe bahaya ini.


(1)

Keluhan Utama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Telinga berair 73 61.3 61.3 61.3

Telinga berdenging 3 2.5 2.5 63.9

Telinga sakit 18 15.1 15.1 79.0

Lubang di belakang telinga 3 2.5 2.5 81.5

Penurunan pendengaran 16 13.4 13.4 95.0

Sakit kepala 5 4.2 4.2 99.2

Telinga tersumbat 1 .8 .8 100.0

Total 119 100.0 100.0

Telinga yang Terlibat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kanan 46 38.7 38.7 38.7

Kiri 39 32.8 32.8 71.4

Kedua telinga 34 28.6 28.6 100.0

Total 119 100.0 100.0

Gejala Klinis

Frequency Percent Valid Percent

Valid Telinga berair 91 76.5 76.5

Gangguan pendengaran 57 47.9 47.9

Perdarahan telinga 17 14.3 14.3

Telinga berbau 20 16.8 16.8


(2)

Tanda Klinis

Frequency Percent Valid Percent

Valid Atik 1 .8 .8

Marginal 2 1.7 1.7

Subtotal 28 23.5 23.5

Total 58 48.7 48.7

Fistel retroaurikular 28 23.5 23.5

Granulasi 29 24.4 24.4

Sekret 60 50.4 50.4

Kolesteatoma 3 2.5 2.5

Gangguan Pendengaran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Konduktif 70 58.8 58.8 58.8

Campur 29 24.4 24.4 83.2

Tidak dilakukan pemeriksaan 20 16.8 16.8 100.0

Total 119 100.0 100.0

Gambaran Foto Polos Mastoid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mastoiditis kronis 40 33.6 33.6 33.6

Mastoiditis kronis dgn kolesteatoma 74 62.2 62.2 95.8

Tidak dilakukan pemeriksaan 5 4.2 4.2 100.0


(3)

Pola Kuman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pseudomonas aeruginosa 25 21.0 21.0 21.0

Staphylococcus epidermidis 4 3.6 3.6 24.6

Staphylococcus aureus 7 5.9 5.9 30.5

Streptococcus sp. 3 2.5 2.5 33.0

Escherechia coli 7 5.9 5.9 38.9

Enterobacter sp. 6 5.0 5.0 43.9

Citrobacter sp. 10 8.4 8.4 52.3

Proteus sp. 10 8.4 8.4 60.7

Providencia rettgeri 1 .8 .8 61.5

Aspergillus 2 1.7 1.7 63.3

Candida albicans 1 .8 .8 64.0

Tak ada pertumbuhan 23 19.2 19.2 83.2

Tidak dilakukan Pemeriksaan 20 16.8 16.8 100.0

Total 119 100.0 100.0

Komplikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mastoiditis 103 86.6 86.6 86.6

Mastoiditis disertai paralisis fasial 10 8.4 8.4 95.0

Mastoiditis disertai meningitis 1 .8 .8 95.8

Tidak dilakukan pemeriksaan 5 4.2 4.2 100.0


(4)

LAMPIRAN 4.

PERSONALIA PENELITIAN

I. Peneliti Utama

Nama : dr. Debi Rumondang Siregar

NIP : 19800904 200604 2 022

Gol / Pangkat : III-c / Penata

Jabatan : PPDS THT-KL FK-USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu Disediakan : 12 jam/minggu

II. Anggota Peneliti/Pembimbing

A. Nama : dr. Harry A. Asroel, M.Ked, Sp.THT-KL

NIP : 19700812 199903 1 002

Gol / Pangkat : III-d / Penata Tk-I

Jabatan : Sekretaris Program Studi Departemen THT-

KL FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

Staf Divisi Otologi-Neurotologi

Departemen THT-KL FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL


(5)

B. Nama : Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K)

NIP : 19460305 197503 1 001

Gol/Pangkat : IV-d / Pembina Utama Madya

Jabatan : Guru Besar

Ketua Divisi Otologi

Departemen THT-KL FK USU/

RSUP. H. Adam Malik Medan

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL


(6)

LAMPIRAN 5.

CURICULUM VITAE

I. IDENTITAS

1. Nama : dr. Debi Rumondang Siregar

2. Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 04 September 1980

3. Alamat : Jl. sei Blutu no. 23 Medan

4. No Telp/ HP : 061-4576791 / 085249951316

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1986-1992 : SD Methodist 1 Medan

2. 1992-1995 : SLTP Methodist 1 Medan

3. 1995-1998 : SMU Negeri 11 Medan

4. 1998-2005 : Fakultas Kedokteran USU Medan

5. 2009- Sekarang : PPDS I. Kes THT-KL FK USU Medan

III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. 2005-2006 : PTT di Puskesmas Batubua

Kab. Murung Raya Kalimantan Tengah

2. 2006 - sekarang : Pegawai Negeri Sipil Kab. Murung Raya

IV. KEANGGOTAAN PROFESI

1. 2005 - sekarang : Anggota IDI Cab. Kab. Murung Raya