telinga otorea lebih dari tiga bulan baik terus menerus ataupun hilang timbul Acuin, 2002; Telian dan Schmalbach, 2002. Penyakit ini merupakan salah
satu penyakit infeksi kronis bidang THT di Indunesia yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian Djaafar, 2001.
2.5.2 Kekerapan
Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal
misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian masyarakat yang salah
terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas Mills, 1997; Djaafar, 2003.
Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di Indonesia tahun 1994-1996, didapati bahwa prevalensi OMSK secara
umum adalah 3,8. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25 dari pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Angka kejadian
OMSK yang rendah, di negara maju ditemukan pada pemeriksaan berkala, pada anak sekolah yang dilakukan oleh
School Health Service di Inggris
Raya sebesar 0,9, tetapi prevalensi OMSK yang tinggi juga masih ditemukan pada ras tertentu di negara maju, seperti
Native American Apache 8,2, Indian Kanada 6, dan Aborigin Australia 25 Djaafar, 2005. Data
poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien
Universitas Sumatera Utara
OMSK merupakan 26 dari seluruh kunjungan pasien Aboet, 2007, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 28 dan 29.
Survei prevalensi diseluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60 di antaranya 39–200 juta menderita kurang
pendengaran yang signifikan Aboet, 2007.
2.5.3 Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis OMSK masih belum diketahui dengan jelas. Goodhill dan Paparella menyatakan bahwa OMSK merupakan penyakit
yang sebagian besar sebagai komplikasi infeksi saluran pernapasan bagian atas, kelanjutan dari otitis media akut yang tidak sembuh. Kemungkinan
besar proses primer terjadi pada sistem tuba eustachius, telinga tengah dan selulae mastoidea. Proses ini khas, berjalan perlahan-lahan secara kontinu
dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian mambran timpani sehingga memudahkan proses menjadi kronik Ballenger, 1997; Sheahan, Donnelly
Kane, 2001. Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik sangat bervariasi, antara lain :
1. Gangguan fungsi sistem tuba eustachius yang kronik akibat
infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang, atau adanya obstruksi tuba eustachius parsial atau total.
Universitas Sumatera Utara
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang
menetap pada telinga tengah. 4.
Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya menetap. Hal ini disebabkan oleh jaringan parut,
penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanoslerosis.
5. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum
atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh Ballenger, 1997; Antonelli, 2006.
2.5.4 Patologi