Masalah Pilihan Kata dalam Penerjemahan

menemukan bentuk yang sesuai cocok dengan situsi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar; ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sementara itu, yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. 43 Dari beberapa pendapat di atas, secara umum Penulis menyimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata yang sesuai dengan makna atau gagasan yang ingin disampaikan oleh pembicara, penulis, dan penerjemah. Kata-kata tersebut harus tepat digunakan dalam situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar dan pembaca. Dengan demikian, diksi yang baik dapat diketahui apabila sebuah tulisan mampu dipahami oleh pembaca sesuai dengan tingkat keahlian di mana tulisan itu ditujukan.

2. Masalah Pilihan Kata dalam Penerjemahan

Penerjemah harus mengalihkan pesan atau amanat, bukan mengalihbahasakan kata per kata. Namun, pada praktiknya, dalam pengalihan pesan itu, sering terjemahan suatu kata atau istilah menjadi kendala yang agak sulit diatasi, demikian pula ungkapan. Terkadang kedua bahasa sedemikian berbeda sehingga penerjemah dihadapkan pada ketidakmungkinan menerjemahkan suatu kata. Di sinilah diperlukan kebijakan, kemampuan berbahasa Indonesia, keterampilan 43 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007 cet. ke- 17, h. 24. menemukan kata yang tepat serta kreativitas seorang penerjemah agar teks terjemahannya dapat berterima. Di samping itu, ia pun harus mengenali apakah suatu kelompok kata merupakan frasa atau klausa biasa ataukah ungkapan atau peribahasa. Masalahnya muncul jika penerjemah tidak tahu padanan peribahasa Indonesia atau memang dalam bahasa Indonesia tidak ada padanannya. Salah satu solusi adalah menerjemahkan makna peribahasa itu berdasarkan kamus. Kata-kata yang sulit dicarikan padanannya biasanya menyangkut unsur budaya materi, religi, sosial, organisasi sosial, adat istiadat, kegiatan, prosedur, bahasa isyarat, ekologi Newmark: 1988: 95, seperti yang dikutip oleh Nababan, 2004. Masalahnya, terkadang padanan kata itu ada dalam bahasa Indonesia, tetapi konotasinya berbeda. Atau sebaliknya, kata tersebut dalam teks asal memiliki berbagai makna yang harus dipilih dengan jeli oleh penerjemah. Memang persoalan memilih makna kata itu merupakan masalah permanen dalam penerjemahan yang dapat membuat kesal penerjemah karena terkadang ia telah paham betul apa yang dimaksud pengarang, tetapi mendapat kesulitan bagaimana menuangkannya dalam bahasa Indonesia gara-gara satu kata atau istilah saja. Contoh-contoh berikut yang menyangkut kebiasaan sehari-hari pranata sosial, makanan-minuman, dll., istilah keagamaan, istilah kekerabatan, kata ganti orang, nama diri, sebutan, gelar, kata sapaan, nama peralatan, tumbuh-tumbuhan, bunga- bungaan, buah-buahan,dan hewan. 44 Dalam pencarian padanan, kita akan dihadapkan pada beberapa kasus. 44 Hidayatullah, h. 74. Kasus berikut disarikan dari website yang ditulis oleh Ida Sundari Husen, 45 di antaranya: a. Istilahkata yang memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. • Kata tersebut sebetulnya ada padanannya dalam bahasa Indonesia, namun dengan makna yang lebih luas, misalnya dalam bahasa Inggris, kata rice yang dapat berarti ’padiberasnasi’. Dalam hal ini, konteks sangat menentukan padanan kata yang dimaksud. • Suatu kata dari bahasa sumber dapat memiliki makna ganda dan mempunyai dua padanan dalam bahasa Indonesia, misalnya, dalam bahasa Arab, kata maktab dapat berarti ’meja’ atau ’kantor’. Penerjemah harus memilih yang mana yang paling cocok dengan konteksnya. • Banyak juga kata-kata yang sebetulnya memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan konotasi khusus, misalnya, dalam bahasa Inggris, kata café bermakna ’warungkopi’; kitchen bermakna ’dapur’. Rasa rendah diri dan kebiasaan berbahasa orang Indonesia tampaknya ikut menentukan dalam pengadopsian atau peminjaman istilah-istilah asing tersebut. Istilah dapur digunakan untuk dapur tradisional yang kotor, sedangkan kalau dapur itu bersih dan modern namanya kitchen. Dari istilah itu muncul kitchen-set di mana-mana. Sama halnya dengan keempat istilah lain yang tersebut di atas. Ada yang dipinjam bulat-bulat dalam bentuk aslinya, ada pula yang secara perlahan-lahan disulap menjadi bahasa Indonesia, seperti café atau kafe. Dalam petunjuk-petunjuk penerjemahan sering dikatakan bahwa penerjemah harus menggunakan padanan istilah yang digunakan di Indonesia. 45 Ida Sundari Husen, “Masalah Pilihan Kata dalam Penerjemahan Menciptakan Kata Baru atau Menerima Kata Pinjaman?”, http:wartahpi.orgcontentview2854, 25 Mei 2005. b. Istilahkata yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Biasanya terdapat dalam istilah budaya yang menyangkut adatkebiasaan, bangunan, tumbuhan, makanan dan minuman. Contoh, dalam bahasa Arab kata al-basyaam tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, tetapi di kamus al-Munawwir, kata tersebut diartikan ‘nama pohon’. Dalam hal ini, seorang penerjemah harus kreatif untuk mencari padanan yang cocok dalam bahasa Indonesia, misalnya dengan bertanya kepada ahli bahasa, baik sasaran, maupun sumber.

3. Peranti-peranti Diksi a. Penggunaan Kata Bersinonim