closely as possible, but not so closely that the TL structure will be seriously distorted.
Definisi tersebut diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan melibatkan usaha menjadikan BSu ke BSa sehingga 1
makna keduanya menjadi hampir mirip dan 2 struktur BSa dapat dipertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat sehingga struktur BSanya menjadi
rusak.
17
Definisi di atas terdapat beberapa hal yang kurang mengena. Pertama, yang dibicarakan adalah BSu dan BSa yang sangat umum, sehingga tidak khusus
mengacu pada suatu terjemahan. Selain itu, definisi kedua mengandung kontroversi, yaitu setepat mungkin namun jangan terlalu tepat. Dari sini kita tidak
tahu batas ketepatan yang dimaksud. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan
adalah memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu BSu ke bahasa yang lain BSa dengan menyesuaikan kaidah kedua bahasa
tersebut.
2. Proses Penerjemahan
Menerjemahkan bukan hanya sekadar menyadur, dengan pengertian menyadur sebagai pengungkapan kembali amanat dari suatu karya dengan meninggalkan
detail-detailnya tanpa harus mempertahankan gaya bahasanya dan tidak harus ke dalam bahasa lain. Pengertian menyadur tersebut disampaikan oleh Harimurti
Kridalaksana. Selain memahami definisi penerjemahan, seorang penerjemah
17
Ibid., h. 15.
hendaknya mengetahui pula proses penerjemahan.
18
Salah satu proses penerjemahan yang seringkali dianut oleh banyak teoritis penerjemahan adalah
proses penerjemahan karya Nida 1975. Nida membagi proses penerjemahan itu menjadi tiga tahap. Ketiga tahap
itu ialah: 1.
Analisis 2.
Pengalihan Transfer 3.
Penyelarasan Restructuring
19
Tahap Pertama atau Analisis
Pada tahap pertama, sebelum penerjemah menganalisis teks yang akan diterjemahkan, ia akan dihadapkan dengan sebuah teks Bahasa Sumber BSu,
misalnya bahasa Arab. Pada waktu seorang penerjemah menghadapi teks BSu, dia harus memiliki latar belakang ilmu pengetahuan yang diterjemahkan itu. Kalau
tidak, dia tentu akan mengalami kesulitan. Misalnya seorang penerjemah yang tidak menguasai bidang kedokteran diminta menerjemahkan teks-teks atau materi-
materi di bidang kedokteran, dia tentu akan mengalami kesulitan dalam memahami isinya. Hal tersebut akan berakibat penerjemahannya melenceng dari
isi atau pesan teks bahasa sumbernya BSu. Di samping seorang penerjemah harus menguasai masalah pokok dari
materi yang diterjemahkan itu, dia harus pula menguasai BSu dengan baik sekali dan bahkan hampir sempurna dari segi kebahasaannya. Tujuan penganalisisan dari
aspek kebahasaannya ini dimaksudkan bahwa si penerjemah harus mampu menganalisis pola kalimatnya, struktur bahasanya, kolokasinya, idiomnya,
18
Widyamartaya, h.14.
19
Hidayatullah, h. 5.
peribahasanya kalau ada, gaya bahasanya, kata-katanya, dan sebagainya. Seorang penerjemah harus dapat menguasai segala sesuatu yang berhubungan
dengan bahasa yang digunakan dalam teks BSu, agar dia dapat memahami seluruh isi atau maknanya.
20
Untuk itu, penerjemah terlebih dahulu harus tahu bahan yang hendak diterjemahkan itu bahasa siapa: bahasa seorang pujanggakah, seorang
noveliskah, seorang ahli hukumkah, seorang penulis iklankah, dan sebagainya.
21
Di sisi lain, penerjemah juga harus menguasai atau paling tidak banyak mengetahui budaya yang dilibatkan dalam BSu karena penerjemahan itu sangat
erat hubungannya dengan kebudayaan.
Tahap Kedua atau Tahap Pengalihan
Pada tahap ini, penerjemah harus mampu mencarikan padanan ke dalam BSa yang menyangkut semua kata, frasa, klausa, kalimat, dan bahkan mencarikan padanan
untuk seluruh wacana. Pekerjaan ini tidak mudah, karena kadang-kadang terdapat ungkapan yang sukar sekali dicarikan padanannya dalam BSa. Malahan terdapat
makna yang sama sekali tidak dapat dicarikan padanannya dalam BSa. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa pikiran atau gagasan yang dapat diungkapkan
dalam suatu bahasa pasti juga dapat diungkapkan dalam bahasa yang lain, tentu saja cara pengungkapannya berbeda. Tetapi harus diingat bahwa kedua ungkapan
itu BSu dan BSa tidak akan sama persis maknanya. Dengan demikian, penerjemah harus berusaha mencarikan padanannya yang paling dekat, karena
setiap bahasa mempunyai sistem pengungkapan dan sistem pemaknaan yang berbeda dengan bahasa yang lain.
22
Dalam tahap ini, penerjemah harus sering meminta bantuan orang lain.
20
Ibid., h. 6.
21
Widyamartaya, h. 16.
22
Hidayatullah, h. 7.
Tahap Ketiga atau Tahap Penyelarasan
Tahap ini merupakan tahap akhir, dan ini berarti bahwa tahap sebelumnya sudah diselesaikan dengan baik. Setelah seorang penerjemah menemukan semua
padanan dalam BSa, dia harus menuangkan semua padanan itu ke dalam draft atau rencana terjemahannya. Tentu saja hasil terjemahannya masih kasar dan
bersifat sementara serta masih memerlukan perbaikan di sana-sini. Dengan kata lain draft itu masih memerlukan penyelarasan. Barangkali kalimat-kalimatnya
masih tampak kaku atau masih tampak seperti kalimat-kalimat yang berasal dari kalimat-kalimat BSu. Kalimat-kalimat terjemahan tersebut masih terpengaruh
oleh bentuk bahasa sumbernya.
23
Pada tahap penyerasian ini, penerjemah dapat melakukannya sendiri, atau membiarkan orang lain melakukannya. Akan lebih baik apabila penyerasian itu
dilakukan oleh orang lain. Ada dua alasan bagi hal ini: 1 penerjemah biasanya merasa sulit mengoreksi pekerjaannya sendiri, karena secara psikologis ia akan
beranggapan bahwa terjemahannya sudah bagus, peristilahannya sudah tepat, bahasanya sudah cukup alamiah dan wajar, dan sebagainya; 2 penerjemahan
sebaiknya merupakan pekerjaan suatu tim. Dalam hal ini, penerjemah melulu menerjemahkan sedangkan kegiatan penyerasian dilakukan oleh orang lain.
Apabila penerjemah sendiri ingin melakukan penyerasian, maka sebaiknya penerjemah memberikan hasil terjemahan untuk beberapa lama, agar ia tidak ingat
lagi proses
pengambilan keputusan
yang dilakukannya pada
waktu menerjemahkan. Hal ini untuk menghindari pengaruh proses tersebut terhadap
tindakan penyerasian yang akan dilakukannya. Sesudah itu, barulah ia dapat
23
Ibid.
memeriksa kembali hasil terjemahan tersebut dengan pikiran yang segar.
24
3. Metode Penerjemahan