Padanan Aksara Vokal Kata Sandang

PEDOMAN TRANSLITERASI Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh CeQDA.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: No. Lambang Bunyi Transliterasi Keterangan 1 Tidak dilambangkan 2 b be 3 t te 4 ts te dan es 5 j je 6 h h dengan garis bawah 7 kh ka dan ha 8 d de 9 dz de dan zet 10 r er 11 z zet 12 s es 13 sy es dan ye 14 s es dengan garis di bawah 15 d de dengan garis di bawah No. Lambang Bunyi Transliterasi Keterangan 17 z zet dengan garis di bawah 16 t te dengan garis di bawah 18 ‘ koma terbalik di atas hadap kanan 19 gh ge dan ha 20 f ef 21 q ki 22 k ka 23 l el 24 m em 25 n en 26 w we 27 h ha 28 ` apostrof 29 y ye

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: No. Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan 1 a fathah 2 i kasrah 3 u dammah

b. Vokal Rangkap

Untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: No. Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan 1 ai a dan i 2 au a dan u

c. Vokal panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang madd, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: No. Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan 1 â a dengan topi di atas 2 î i dengan topi di atas 3 û u dengan topi di atas

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu , dialihaksarakan menjadi huruf l, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Indonesia terus menerus berkembang. Akhir-akhir ini, perkembangannya itu menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan mantap dalam stuktur. Untuk itu, sebagai masyarakat Indonesia harus mempergunakan kosakata tersebut sesuai dengan waktu, tempat, dan kondisi. Jika berbicara menulis atau menerjemahkan, maka seseorang selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk manjadi kelompok kata, klausa, kalimat, paragraf, dan akhirnya sebuah wacana. Dengan begitu, untuk menguasai suatu bahasa, seseorang dituntut untuk menguasai kosakata bahasa tersebut. Walaupun demikian, penguasaan kosakata saja tidak cukup sebagai syarat untuk menguasai bahasa tertentu. Salah satu syarat yang perlu dan mendesak dalam berbicara, menulis, dan menerjemahkan adalah pemilihan kata. Pemilihan kata dalam Linguistik disebut diksi. Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. 1 Pemakaian bahasa diatur oleh dua perangkat kaidah. Kaidah yang pertama disebut tata bahasa, yang menentukan benar tidaknya kalimat. Kaidah yang kedua dinamakan gaya bahasa, yang membuat bahasa yang kita gunakan menjadi baik, indah, dan efektif. Penggunaan bentuk kata yang tepat, seperti pemilihan antara 1 Alwi dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2005, ed. 3, cet. ke- 3, h. 264. tahu dan mengetahui, termasuk dalam cakupan tata bahasa karena pilihan yang salah berakibat kalimat menjadi salah. Sebaliknya, pemilihan antara matahari dan sang surya tergolong ke dalam cakupan gaya bahasa. Pemilihan gaya bahasa yang salah tidak berakibat kalimat menjadi salah, tetapi kalimat itu dapat dianggap tidak tepat, tidak kena sasarannya, atau tidak indah. Kalimat yang betul belum tentu tepat, kena, indah, atau efektif. 2 Dalam penelitian ini, Penulis hanya meneliti pemilihan kata atau diksi secara gaya bahasa. Pilihan kata termasuk dalam ilmu semantik, yaitu ilmu yang mempelajari makna kata. Makna kata tersebut terdapat dalam kamus. Kamus merupakan sebuah referensi yang memuat kosakata dan disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana menggunakan kata itu. Dengan banyaknya makna dalam kamus, kita harus memilih kata atau makna yang tepat untuk mengungkapkan sebuah gagasan. Hal ini penting, karena tidak jarang sebuah kata dapat berubah arti dalam ruang dan waktu yang berbeda sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penggunaan. Bahasa yang dipergunakan penulis atau penerjemah harus bahasa yang umum dan tidak menyalahi norma-norma umum yang berlaku. Baik penulis maupun penerjemah yang belum mahir mempergunakan bahasa akan menemukan berbagai kesulitan, karena apa yang dipikirkan atau dimaksudkan tidak akan sempurna dilahirkan kepada orang lain. Demikian pula dalam pergaulan umum, jika bahasa yang dipergunakan bukan merupakan bahasa yang umum berlaku, maka sukar pula diperoleh komunikasi yang lancar. Hal ini akan menimbulkan kesalahpahaman. Sangsi yang langsung dapat diterima oleh pembicara, penulis, 2 Anton M. Moeliono, Masalah Bahasa yang dapat Anda Atasi Sendiri Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987, h. 75. dan penerjemah adalah bahwa apa yang diinginkan tidak dapat segera mendapat tanggapan. Dalam menerjemah bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, penerjemah harus memilih padanan kata yang sesuai dengan tuntutan konteks, sehingga hasil terjemahannya tepat dan benar. Terkadang satu kata dalam bahasa Arab mempunyai belasan arti. Untuk itu penerjemah harus teliti dalam memilih padanan kata. Contoh, kata bermakna ‘banyak, sering, dan melimpah- limpah’, dalam kalimat: ی Kita sering menonton TV yang menayangkan film cerita. Pilihan diksi pada kata dalam kalimat di atas, sangat tepat diartikan ‘sering’. Contoh lain, pada frasa , kata pada frasa tersebut tidak diartikan ‘memukul’, tetapi lebih tepatnya diatikan ‘mengocok’, karena kata yang berdampingan dengannya bermakna ‘telur’. Jadi, frasa tersebut diartikan ‘mengocok telur’. Penggunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok: pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Perbedaan antara ketepatan dan kesesuaian diksi adalah dalam ketepatan, kita mempersoalkan apakah kata yang digunakan sudah tepat, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan di antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dengan pembaca. Dalam kesesuaian, kita mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang lain. Di bawah ini contoh pilihan kata yang kurang tepat yang terdapat dalam buku terjemahan Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf: - +, - . 0 1 2 3 4 3 56 7 89 3 : 89 8; = 1 6 9 8? 2 3 1 9 AB 3 C Beliau bersabda, “Itu bukanlah malu yang sebenarnya. Orang yang ingin malu dengan yang sebenar-benarnya di hadapan Allah swt, hendaklah menjaga pikiran dan bisikan hatinya, hendaklah ia menjaga perutnya dan apa yang dimakannya, hendaklah ia mengingat mati dan fitnah kubur.... 4 Kata C di atas diterjemahkan ‘fitnah kubur’, kata C di atas tidak tepat dan tidak sesuai diartikan ‘fitnah’, karena dalam bahasa Indonesia kata fitnah diartikan ‘perkataan atau pembicaraan yang sengaja disebarkan untuk menjelek-jelekkan orang agar masyarakat mempunyai kesan yang buruk tentang orang yang difitnah itu.’ 5 Dalam kamus al-Ashri C ﺏ bermakna ‘dicoba; diuji’. 6 Menurut Penulis, kata C di atas lebih tepatnya diartikan ‘siksa kubur’, karena sebelumnya, kata tersebut didahului oleh kalimat hendaklah ia mengingat mati. Jadi, arti dari C tidak jauh dari kematian. Kata fitnah kata yang dipilih oleh 3 Abul Qasim al-Qusyairy al-Naisabury, Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf Beirut: Darul Khair, t.t., h. 215. 4 Al-Naisabury, Risalah Qusyairiyah Induk Ilmu Tasawuf, Penerj. Mohammad Luqman Hakiem Surabaya: Risalah Gusti, 2006, h. 252. 5 J.S. Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia Jakarta: Buku Kompas, 2005, cet. ke-2, h. 111. 6 Atabik Ali dan Zuhdi Muhdhar, Al-Ashri Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003, cet. ke-8, h. 354. penerjemah Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf, dicoba, dan diuji merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan. Di bawah ini contoh pilihan kata yang kurang sesuai yang terdapat dalam buku terjemahan Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf: E F -4 G =9 89 H0I - 8ﺏ J K + ی - C L M N O 8 , 3 4 P Q C R + S 9 J 7 Al-Fudhail bin Iyadh menjelaskan, “Ada lima tanda celaka seorang manusia: Kerasnya hati, bengisnya mata, tiadanya rasa malu, hasrat terhadap dunia, dan lamunan yang tiada terbatas.” 8 Kata + ی di atas diterjemahkan ‘menjelaskan’. Dalam konteks kalimat di atas, subjek sedang menyebutkan sesuatu, bukan menjelaskan. Jadi, menurut Penulis, kata tersebut lebih sesuai diterjemahkan ‘menyebutkan’. Begitu juga terjemahan kata 4 G yang diterjemahkan ‘celaka’. Penggunaan kata celaka kurang sesuai, karena kata celaka berkedudukan sebagai kata kerja sedangkan pada struktur kalimat di atas lebih tepat menggunakan kata benda. Dalam kamus al-Ashri, kata 4 G berarti ‘kesengsaraan; kemalangan’. 9 Begitu juga dalam kamus al-Munjid fî al-Lughah, kata 4 G berarti T ENOF UEG 10 yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘kesengsaraan; lawan kata kebahagiaan’. 7 Al-Naisabury, Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf, h. 217. 8 Al-Naisabury, Risalah Qusyairiyah Induk Ilmu Tasawuf, Penerj. Mohammad Luqman Hakiem, h. 255. 9 Atabik Ali, h. 1141. 10 Luis Mahluf, Al-Munjid fî al-Lughah, Beirut: Al-Maktabah Al-Syarqiyah, 2002, cet. ke-39, h. 397. Jadi, setelah merujuk beberapa kamus, menurut Penulis, kata 4 G lebih tepat diterjemahkan ‘kesengsaraan’. Diksi merupakan faktor utama dalam aktivitas penerjemahan. Penerjemah harus teliti dalam memilih kata agar ide dan pesan penulis tersampaikan dengan baik. Terkadang, penyampaian seseorang dalam menyampaikan ide yang dimaksud mengalami kesulitan, baik dalam menulis, berkomunikasi, maupun menerjemahkan. Hal ini disebabkan karena minimnya kosakata yang dimiliki. Sebaliknya, ada pula seseorang yang mempergunakan kata sangat boros, namun tidak ada isi yang tersirat di balik kata-kata itu. Inilah alasan utama Penulis mengkritik diksipilihan kata dalam terjemahan agar pilihan kata dapat tersampaikan sesuai pesan penulis dan mudah dipahami oleh para pembaca. Sekarang ini, banyak sekali buku terjemahan di Indonesia yang telah membuka cakrawala pemikiran kita untuk selalu berhubungan dengan bangsa lain melalui karya mereka yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Khususnya, buku terjemahan dari bahasa Arab yang sebagian besar sudah dicetak berulang kali. Penulis menjadikan salah satu buku terjemahan tersebut sebagai bahan kritik yang fokus membahas masalah diksi. Buku terjemahan yang akan menjadi bahan kritik adalah buku Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf karya Imam Al-Qusyairy al-Naisabury, seorang sufi besar, pengarang dalam bidang tasawuf, dan ilmu-ilmu Islam. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Mohammad Luqman Hakiem berjudul Risalah Qusyairiyah Induk Ilmu Tasawuf. Berdasarkan latar belakang itulah, Penulis memberi judul skripsi ini dengan Diksi dalam Terjemahan: Studi Kritik Terjemahan Al-Risâlah al- Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pengamatan pada buku terjemahan Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al- Tasawwuf memberi inspirasi kepada Penulis untuk mengangkat permasalahan pada kajian diksi pilihan kata. Agar penulisan ini tidak meluas, Penulis merumuskan masalah ini dengan bentuk pertanyaan yang akan dijawab setelah melalui telaah mendalam. Bentuk pertanyaannya adalah: Apakah diksi yang dipilih penerjemah buku Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf sudah tepat dan sesuai secara gaya bahasa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, Penulis memiliki tujuan umum dalam penelitian ini, di antaranya membuktikan pentingnya memilih kata dalam penerjemahan sehingga tidak menimbulkan kerancuan arti dan tersampaikan apa yang diinginkan penulis buku. Selain itu, Penulis juga memiliki tujuan inti yang secara jelas dirumuskan berikut ini: Mengetahui akurasi kata yang dipilih oleh penerjemah buku Al-Risâlah al- Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf.

D. Manfaat Penelitian

Di samping penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi kata dalam terjemahan Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf. Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya, para penerjemah agar dapat merujuk hasil penelitian ini guna mengetahui pilihan kata atau diksi yang tepat dan sesuai secara gaya bahasa. Selain itu, bagi penerjemah pemula yang ingin melakukan penerjemahan menyadari bahwa dalam penerjemahan itu perlu diperhatikan kemahiran dalam memilih diksi yang tepat dan sesuai agar para pembaca mudah menangkap isi atau pesan yang disampaikan penulis.

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh yang Penulis temukan, penelitian tentang permasalahan diksi dilakukan oleh 5 orang, di antaranya: Umanih 2007 menganalisis diksi terhadap terjemahan Fiqh al-Mar`ah al-Muslimah, Rachmad Joeni Akbar 2006 menganalisis diksi terhadap Alquran terjemahan Departemen Agama surat al- Waqi‘ah, Elang Satya Nagara 2007 menganalisis diksi pada bab puasa buku terjemahan Fath al-Qarib, Euis Maemunah 2004 menganalisis diksi pada bab zakat buku terjemahan Fath al-Qarib, dan Mohammad Hotib 2006 menganalisis diksi pada terjemahan buku Bulugh al-Maram bab riba “versi A. Hassan”. Umumnya, penelitian yang dilakukan mahasiswa Jurusan Tarjamah adalah analisis diksi pada terjemahan Alquran dan kitab-kitab Fiqh. Sementara itu, belum terdapat penelitian yang menganalisis atau mengkritik masalah diksi mengenai tasawuf, seperti yang akan Penulis teliti dalam buku terjemahan Al-Risâlah al- Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf.

F. Landasan Teori

Dalam penelitian ini, Penulis akan memakai teori Newmark dalam buku yang disusun oleh Rochayah Machali yang berjudul Pedoman bagi Penerjemah. Penulis juga akan menggunakan teori Eugene A. Nida. Selain itu, Penulis akan menggunakan teori Gorys Keraf yang terdapat dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa. Selanjutnya, sebagai alat untuk mengkritik, Penulis akan menggunakan teori Kunjana Rahardi dalam bukunya Seni Memilih Kata.

G. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian studi naskah terjemahan, yaitu dengan cara menginventarisir kata-kata terkait dengan masalah yang diteliti untuk menyingkap fakta yang ada sekaligus menemukan masalah- masalah baru. Setelah itu, Penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian. Penulis melakukan pencarian data dengan membaca dan menelaah berbagai kamus guna mengetahui diksi atau pilihan kata dengan tepat dan sesuai secara gaya bahasa. Penulis mengkritik pilihan kata atau diksi yang terdapat dalam buku terjemahan Al-Risâlah al-Qusyairiyyah fî Ilmi al-Tasawwuf. Di samping itu, Penulis juga terus berkonsultasi dengan para ahli untuk mengetahui lebih jauh dalam memilih diksi yang tepat. Dalam penulisan ini, Penulis juga merujuk pada sumber-sumber sekunder berupa buku-buku tentang penerjemahan, buku mengenai semantik, kamus bahasa Arab, bahasa Indonesia, Linguistik, ensiklopedi, internet, dan lain-lain. Selain itu, Penulis menggunakan kajian pustaka library research. Secara teknis, penulisan ini didasarkan pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center of Quality Development and Assurance CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I merupakan bab yang memayungi topik penelitian ini. Bab ini menjelaskan latar belakang atau alasan pemilihan topik penelitian ini, pembatasan masalah, perumusan masalah yang berupa pertanyaan, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian. Bab ini sangat penting, karena akan berpengaruh terhadap bab-bab selanjutnya. Bab II menyajikan teori penerjemahan, yang meliputi definisi, proses, dan metode penerjemahan. Mengingat penelitian ini berorientasi pada kritik atau penilaian, karenanya pada bab ini juga dipaparkan kerangka teori yang akan dipakai, diantaranya, teori diksi dan perantinya, ketepatan dan kesesuaian pemilihan kata, dan lain-lain. Bab ini akan menjadi alat kritik. Bab III menyuguhkan hal yang terkait objek atau data penelitian ini, yaitu kajian tentang biografi singkat Imam al-Qusyairy al-Naisabury. Bab ini akan memperjelas penelitian. Bab IV berupa kritik internal atau penilaian dengan menerapkan teori yang ada pada bab II. Bab ini akan membuktikan hasil penelitian. Bab V merupakan bab yang mengakhiri penelitian ini dengan memberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan, dengan tidak lupa menyertakan saran.

BAB II KERANGKA TEORETIK

A. Teori Terjemah 1. Definisi Penerjemahan

Dalam bidang penerjemahan ditemukan banyak definisi yang disampaikan oleh para ahli. Berbagai definisi penerjemahan tersebut sering dikutip dalam buku- buku tentang penerjemahan. Catford 1965 menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan dan ia mendefinisikannya sebagai the replacement of textual material in one language SL by equivalent textual material in another language TL, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ‘mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran.’ Newmark 1981 juga mendefinisikan serupa, namun lebih jelas lagi, rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ‘menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang.’ 11 Kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1 penerjemahan adalah upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran; 2 yang diterjemahkan adalah makna yang sesuai dengan maksud pengarang. Di sisi lain, Eugene A. Nida dan Charles R. Taber 1969, dalam buku mereka The Theory and Practice of Translation, memberikan definisi 11 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Jakarta: Grasindo, 2000, h. 5. penerjemahan sebagai berikut: Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms meaning and secondly in terms of style. Menerjemahkan adalah kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya. Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya. 12 Di sini Nida dan Taber tidak mempermasalahkan bahasa-bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan, yakni mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam BSu bisa disampaikan dalam Bsa. 13 Menurut mereka, terjemahan terbaik ialah terjemahan yang tidak berbau terjemahan. 14 Menurut Benny Hoedoro Hoed, dalam bukunya Penerjemahan dan Kebudayaan, penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam teks suatu bahasa atau teks sumber BSuTSu ke dalam bentuk teks dalam bahasa lain atau teks sasaran BSaTSa. 15 Dalam bukunya Translation: Applications and Research, Brislin 1976 12 Widyamartaya, Seni Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 11. 13 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 2003, h. 12. 14 Moch. Syarif Hidayatullah, Teori dan Permasalahan Penerjamahan, Diktat Jakarta: t.pn., 2007, h. 42. 15 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2006, h. 28. menulis: Translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language source to another target, whether the languages are in written or oral form; whether the languages have a established orthographies or do not have such standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign languages of the deaf. Secara bebas, definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari satu bahasa sumber ke dalam bahasa lain sasaran, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem penulisan yang telah baku maupun belum, baik salah satu atau keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana bahasa isyarat orang tuna rungu. 16 Dari definisi di atas, Brislin memberi batasan pada istilah penerjemahan. Bagi dia penerjemahan adalah pengalihan buah pikiran atau gagasan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Kedua bahasa ini bisa serumpun, seperti bahasa Jawa dan Sunda, bisa dari lain rumpun, seperti bahasa Indonesia dan Arab, atau bahkan bahasa yang sama tetapi dipakai dalam kurun waktu yang berbeda. Definisi lain tentang penerjemahan diungkapkan oleh Mc Guire 1980, yaitu: Translation involves the rendering of a source language SL text into the target language TL so as to ensure that 1 the surface meaning of the two will be approximately similar and 2 the structure of the SL will be preserved as 16 Suryawinata, h. 13. closely as possible, but not so closely that the TL structure will be seriously distorted. Definisi tersebut diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan melibatkan usaha menjadikan BSu ke BSa sehingga 1 makna keduanya menjadi hampir mirip dan 2 struktur BSa dapat dipertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat sehingga struktur BSanya menjadi rusak. 17 Definisi di atas terdapat beberapa hal yang kurang mengena. Pertama, yang dibicarakan adalah BSu dan BSa yang sangat umum, sehingga tidak khusus mengacu pada suatu terjemahan. Selain itu, definisi kedua mengandung kontroversi, yaitu setepat mungkin namun jangan terlalu tepat. Dari sini kita tidak tahu batas ketepatan yang dimaksud. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan adalah memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu BSu ke bahasa yang lain BSa dengan menyesuaikan kaidah kedua bahasa tersebut.

2. Proses Penerjemahan