Alasan Melakukan Perkawinan Ulang

4. Laki-laki, yaitu harus orang laki-laki dan tidak sah apabila perempuan menjadi saksi 5. Merdeka, yaitu orang yang sudah tidak dalam naungan atau dimiliki tuannya dan tidak sah kesaksian seorang budak yang masih dalam hak milik tuannya. 6. Dua orang, yaitu harus terdiri dari dua orang laki-laki kalau hanya satu maka tidak sah. 7. Melihat, yaitu bisa melihat atau tidak buta dan dapat menyaksikan tidak sah kesaksian orang buta atau tidak dapat melihat 8. Mendengar, yaitu bisa mendengar dengan jelas dan tidak sah kesaksian orang tuli atau tidak dapat mendengar. 9. Mampu mengucap, yaitu bisa mengucap dengan jelas dan tidak sah kesaksian orang bisu atau tidak mampu mengucap. 10. Bukan anak, yaitu bukan anaknya sendiri dan tidak sah kesaksian seorang anak keturunannya sendiri. 11. Bukan bapak, yaitu bukan bapaknya mempelai wanita dan tidak sah kesaksian seorang bapak mempelai wanita. 12. Bukan musuh, yaitu harus orang yang dalam keadaan aman atau bebas dari tekanan kedua mempelai. 13. Tidak fasik, yaitu orang yang tidak melakukan dosa besar dan tidak sah kesaksian orang yang sering melakukan disa besar. 14. Bisa menjaga harga diri, yaitu orang yang bisa menjaga kehormatannya dan tidak sah kesaksian orang yang tidak bisa menjaganya. 15. Selamat keyakinannya, yaitu orang yang benar-benar meyakini Tuhan tidak, tersesat imannya dan bukan ahli bid’ah seperti golongan Jabariah dan Qadiriyah 16. Bukan orang pemarah, yaitu orang yang tidak suka atau sering marah emosi yang berlebihan karena dorongan hawa nafsunya. 4 Menurut mereka para tokoh memang bukanlah hal yang mudah untuk bisa mendapatkan seorang saksi yang memenuhi syarat seperti di atas, apalagi di saat sekarang. Meskipun ada, tetapi kemungkinan kecil untuk bisa mendapatkannya, jika tidak karena kebetulan saja. Akan tetapi, mereka beranggapan bahwa yang sepantasnya menjadi saksi dalam perkawinan adalah orang yang memenuhi batas maksimal mendekati persyaratan di atas meskipun tidak sepenuhnya.

4. Tujuan Melakukan Perkawinan Ulang

Diantara beberapa tujuan melakukan perkawinan ulang adalah sebagai berikut: 1. Untuk menyempurnakan perkawinan apabila ditemukan atau diketahui yang ditunjuk menjadi saksi kurang memenuhi syarat menjadi saksi. Tetapi sama sekali tidak menganggap bahwa perkawinan yang dilangsungkan di KUA Kantor Urusan Agama tidak sah tetapi sudah sah, hanya saja kurang sempurna. 4 Ahmad Rifa’i, Tabyinul Islah Limuradi an-Nikah, t.t,t.p, 1847, koras 1-2. 2. Untuk memberitahukan kepada kedua mempelai khususnya pihak laki-laki suami agar supaya berhati-hati ketika mengucapkan kalimat talaq. Karena, kadang tanpa diketahui atau disadari jika suami telah mengucapkan kalimat talaq atau kalimat lain yang maksudnya sama dengan kalimat talaq, mereka masih berkumpul selayaknya hubungan yang sah. Padahal apabila suami sudah mengucapkan kalimat talaq berarti ia tidak boleh haram menggauli istrinya kalau belum rujuk dan dihukumi zina. Apabila melakukan zina, maka mereka telah melakukan dosa yang besar. Untuk mengantisipasi atau menjaga agar tidak terjadi maka permasalahan ini penting untuk diketahui dan harus disampaikan kepada kedua mempelai, terutama pihak suami Karena akhir- akhir ini banyak kejadian seorang suami telah mengucapkan kalimat talaq tetapi tidak merasa bahkan tidak tahu bahwa ia telah menceraikan istrinya, dan masih melakukan hubungan selayaknya suami istri yang masih sah. Berarti menambah pengetahuan kedua mempelai agar berhati-hati dalam menjaga penikahannya. B. Dalil atau Dasar yang Digunakan Berbicara tentang dalil apa yang digunakan untuk melakukan perkawinan ulang atau akad nikah baru, sama sekali tidak ada dalil yang benar-benar tepat mengenai masalah tersebut. Akan tetapi, perkawinan ulang dilakukan dengan alasan merujuk sebuah hadits yang menjelaskan tentang perkawinan tidak sah tanpa adanya wali dan dua orang saksi yang adil, yaitu: ﻻ ِﻧﻜ حﺎ ِا ِِِِﻻ ِﺑ ﻮ ﻰﻟ و ﺷ ِه ﺎ ﺪ ﻋ ى ْﺪ ل “ Tidak sah nikah tanpa wali dan dua orang saksi yang adil”HR. Daruqhutny dan Ibnu Hibban Dari bunyi hadits di atas menurut Rifa’yah, bahwa rukun perkawinan selain harus ada wali juga harus dihadiri oleh dua orang saksi yang adil. Kata adil disini sangat diperhitungkan oleh mereka karena rukun yang sering menjadi penyebab adanya perkawinan ulang adalah mengenai saksi yang kurang memenuhi syarat adil penjelasan tentang syarat saksi adil sudah dijelaskan pada halaman sebelumnya. Adapun pendapat sesepuh pendiri Rifaiyah yaitu K.H Ahmad Rifa’i tentang perkawinan ulang adalah sebagai berikut: 1. Apabila ada rukun dan syarat perkawinan yang cacat atau kurang sempurna, maka perkawinan tidak bisa dianggap sah dan harus dilakukan perkawinan ulang atau akad nikah baru, terutama yang berkaitan dengan masalah saksi. 2. Apabila akad perkawinan dilakukan di hadapan hakim pemerintahan kolonial Belanda maka tidak sah atau tidak ada gunanya batal dan harus dilakukan perkawinan ulang atau akad nikah baru. Karena, beliau beranggapan bahwa hakim syara’ yang bekerja dalam pemerintahan kolonial Belanda tergolong orang-orang fasik yang saling membantu dengan hukum kafir. K.H Ahmad Rifa’i adalah salah satu ulama pribumi yang sangat anti dengan kolonial Belanda. Sehingga, beliau menganggap kolonial Belanda adalah orang-orang kafir yang harus diperangi dan haram hukumnya mengikuti peraturan-peraturannya.