lisan dengan narasumber yaitu para tokoh Rifa’iyah berkaitan dengan masalah perkawinan ulang.
b. Library Research Penelitian Kepustakaan
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data, buku-buku, atau teks-teks tulisan lain. Dengan cara membaca dan memahami
serta menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas yaitu tentang perkawinan ulang di dalam aliran Rifa’iyah.
5. Teknik Analisis Data
Metode data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analysis. Data
kemudian di interpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.
Adapun untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007”, dengan beberapa pengecualian: a.
Ayat Al-Qur’an yang dikutip tidak diberi footnote, tapi langsung ditulis nama surat dan ayat di akhir kutipan.
b. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, kemudian
barulah sumber-sumber selanjutnya ditulis secara Alfabet, berdasarkan nama pengarang.
c. Terjemahan Al-Qur’an dan sumber-sunber lainnya yang memakai bahasa
arab ditulis satu spasi dengan memberi tanda kutip di awal dan di akhir kalimat.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima Bab, masing-masing Bab terdiri dari beberapa Sub Bab bahasan. Ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam pembahsan dan
penulisan skripsi ini, agar lebih terarah dan sistematis maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa Bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut: Bab pertama berisi Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Riview, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab kedua merupakan Bab yang membahas tentang Pengertian Perkawinan, Rukun dan Syarat Perkawinan, Hukum Perkawinan, Tujuan dan Hikmah Perkawinan.
Bab ketiga membahas tentang Gambaran Umum Wilayah dan Rifa’iyah, yang terdiri dari beberapa Sub Bab yaitu: Letak Geografis, Letak Demografis, Kondisi
Sosiologis dan Gambaran Umum Rifa’iyah. Bab keempat pembahasan pokok bagi penulis, yaitu Pandangan Para Tokoh
Penganut Aliran Rifa’iyah Tentang Perkawinan Ulang. Didalamnya membahas Perkawinan Ulang, Alasan dan Tujuan Melakukan Perkawinan Ulang, Dasar atau
Dalil-dalil Yang Digunakan Untuk Melakukan Perkawinan Ulang, dan Analisis
Penulis.
Bab kelima sebagai penutup yang membahas dua hal yaitu Kesimpulan dari hasil penelitian dan Saran-saran.
BAB II TINJAUAN UMUM MASALAH PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fikih berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah
حﺎﻜﻧ dan zawaj جاوز. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak terdapat dalam al-Quran dan hadits
Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam al-Quran dengan arti kawin, seperti dalam surat an-nisa ayat 3:
1
☺
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak yang yatim
,maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Dan jika emudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
cukup satu orang QS. an-Nisa: 3
Demikian pula terdapat kata za-wa-ja dalam al-Quran dalam arti kawin, seperti pada surat al-Ahzab ayat 37:
☺
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,
Jakarta: Kencana, 2007, h.35.
11
☺
.. ..
Artinya: Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya
menceraikannya, kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini isteri-isteri anak-anak
angkat mereka ....QS. Al-Ahzab: 37
Secara bahasa nikah mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, atau bersenggama wath’i.
2
Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata “kawin”, dan diartikan dengan menjalin kehidupan baru dengan bersuami atau istri, menikah,
melakukan hubungan seksual, bersetubuh.
3
Sedangkan menurut istilah hukum Islam terdapat beberapa definisi, di antaranya yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhaily. Beliau mengartikan perkawinan
adalah akad yang membolehkan terjadinya al-Istimta’ perstubuhan seorang pria dengan seorang wanita, atau melakukan wathi’ dan berkumpul selama wanita tersebut
bukan wanita yang diharamkan baik dengan sebab seketurunan, atau sepersusuan.
4
Hampir senada dengan pendapat Abu Zahrah yang mengartikan perkawinan adalah akad yang mengakibatkan hukum halal pergaulan antara laki-laki dengan
perempuan dan pertolongan serta pembatasan milik hak dan kewajiban mereka. Karena beliau melihat hukum halalnya dan melihat kepada aspek akibat hukumnya.
5
2
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006, Cet. Ke-5, h.3.
3
Tim Prima Pena, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Cita Media Pres, h.399.
4
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz VII, Damasyiq, Dar al-Fikr, 1989, h.29.
5
Muhammad Abu Zahrah, Al-Akhwal Al-Syakhsiyah, Beirut: Dar Al-Fikr, 2005, h.19.
Dikatakan oleh Prof Muhammad Amin Summa mengutip dari Abdur-Rahman Al-Juzairi dalam kitab Mazdahib al-Arba’ah, kata nikah kawin dapat didekati dengan
pengertian makna, yakni makna lughawi etimologis, makna ushuli syar’i, dan makna fiqhi hukum. Terutama dari sudut pandang makna lughawi dan makna fiqhi
hukum. Sedangkan dari sudut pandang ushuli syar’i dititikberatakan pada hal-hal yang bertalian erat dengan pendekatan filsafat hukum, seperti hikmah dari kebolehan
berpoligami dalam hukum perkawinan dan rahasia asas dua berbanding satu dalam hal pembagian harta peninggalan tirkah dalam hal kewarisan.
6
Dalam hukum perdata arti perkawinan menurut Paul Scholten, perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup
bersama dengan kekal yang diakui oleh negara.
7
Sedangkan konsepsi
perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan pada
pokoknya adalah: 1 ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
2 dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”
8
B. Rukun dan Syarat sah Perkawinan
1. Pengertian Rukun, Syarat dan Sah
6
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2005 h. 41.
7
Kama Rusdiana dan Zaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakrata Press, 2007, h. 4.
8
Ibid.