d Makruh hukumnya bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan dan juga kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak
memungkinkan dirinya berbuat zina sekiranya tidak kawin. e Mubah hukumnya bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
perkawinan, apabila melakukan tidak khawatir akan menterlantarkan istri dan apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina.
22
D. Tujuan dan Hikmah Perkawinan
1. Tujuan Perkawinan
Menurut para ulama diantaranya Muhammad Abu Zahrah, nikah merupakan sunnah rasul karena ia mempunyai makna yang bermuatan sosial kemasyarakatan
individu dan agama.
23
Tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya kebutuhan
hidup Melihat dua tujuan di atas, dan mamperhatikan uraian Imam Al-Ghazali
dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan perkawinan, maka tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
22
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Beirut : Dar Al-Fikr, 983, cet Ke-4, h. 110-112.
23
Muhammad Abu Zahrah, Al-ahwalusy-Syakhsyiyyah, Darul Fikri: Arabi Qahirah, 1957, h.19.
2. Menemui hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak dan
kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.
24
2. Hikmah Perkawinan
Adapun hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan menurut Sayyid Sabiq adalah sebagai berikut:
1. Perkawinan dapat menjadi jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan nafsu seksual. Dengan kawin
badan jadi segar, jiwa tenang, mata terpelihara dari yang haram. 2. Perkawinan merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak yang
mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.
3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan perasaan ramah, cinta dan sayang yang
merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
24
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi, Ilmu Fikih, juz ll, , Jakarta: Departemen Agama , 1985, h.64.
4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan
pembawaan seseorang. 5. Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah
tangga, sedangkan yang lain bekerja diluar, sesuai dengan batas-batas tanggung jawab suami isrti dalam menangani tugas-tugasnya.
6. Dengan perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan
kemasyarakatan yang oleh Islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena dari situ akan terbentuk masyarakat yang kuat dan bahagia.
25
25
Sayyid Sabiq, op.cit. h.108.