Dalam pengembangan Islam ke seluruh Nusantara, peran pesantren tak diragukan lagi bahwa berdasarkan kajian sejarah tentang perkembangan
pondok pesantren di Indonesia, lembaga ini menghasilkan tamatan atau lulusan yang sangat hidup mandiri. Para santri yang tamat dari pondok
pesantren ini kemudian kembali hidup berbaur dalam masyarakat, banyak di antara mereka yang kemudian mendirikan pondok pesantren.
66
Tetapi dengan perkembangan zaman, peranan pesantren masa kini, lebih- lebih masa dating, adalh benar-benar peranan dalam menjawab tantangan.
Peranan pesantren dalm menjawab tantanagan inilah yang membuatnya semacam berada di persimpangan jalan yaitu persimpangan antara
meneruskan peran ideal yang telah diembannya selama ini atau justru harus menempuh jalan menyesuaikan diri dengan keadaan. Yaitu keikutsertaan
sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan modern dan
teknologi, sebagai cirri utama kehidupan abad ini.
Dunia pesantren sebagai lembaga Islam tradisional telah terbuka untuk pembaharuan. Sifat terbuka adalah model penting bagi penyesuaian diri
terhadap perkembangan zaman. disebutkan bahwa organisasi pondok pesantren dewasa ini meskipun tidak seluruhnya selalu cendrung bersifat
adaptif terhadap modernisasi, terutama modernisasi di bidang pendidikan. Dan dengan diberlakukan surat keputusan bersama SKB Tiga Mentri dan
Keputusan mentri agama dengan sekolah umum, mengakibatkan perhatian masyarakat terhadap pondok pesantren sangat menurun. Para santripn
berorientasi dan lebih mementingkan ijazah, akhirnya para kiai mengembangkan pendidikan sekolah, baik sekolah umum atau sekolah agama
madrasah yang menggunakan kurikulum pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan pesantren.
67
66
Ibid., Syafi’i Noer,…., 72
67
Sukamto,Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren, Jakarta:Pustaka, LP3ES 1999, Cet.I, hlm.188
4. Ciri Khas dan Kurikulum Pesantren Salaf
Seiring dinamika zaman, banyak pesantren yang sistem pendidikan asalnya salaf berubah total menjadi pesantren modern. Ciri khas pesantren
modern adalah prioritas pendidikan pada sistem sekolah formal dan penekanan bahasa Arab modern lebih spesifik pada speakingmuhawarah.
Sistem pengajian kitab kuning, baik pengajian sorogan wetonan maupun madrasah diniyah, ditinggalkan sama sekali. Atau minimal kalau ada, tidak
wajib diikuti. Walaupun demikian, secara kultural tetap mempertahankan ke- NU-annya seperti tahlilan, qunut, yasinan, dll.
Pondok pesantren Modern memiliki konotasi yang bermacam-macam. Tidak ada definisi dan kriteria pasti tentang ponpes seperti apa yang
memenuhi atau patut disebut dengan pesantren modern. Namun demikian, beberapa unsur yang menjadi ciri khas pondok pesantren modern adalah
sebagai berikut:
1. Penekanan pada bahasa Arab percakapan
2. Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer bukan
klasikkitab kuning 3.
Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas danatau Kemenag
4. Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan,
wetonan, dan bandongan. Kriteria-kriteria di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah
pesantren yang mengklaim modern. Pondok modern Gontor, inventor dari istilah pondok modern, umpamanya, yang ciri modern-nya terletak pada
penggunaan bahasa Arab kontemporer percakapan secara aktif dan cara berpakaian yang meniru Barat. Tapi, tidak memiliki sekolah formal yang
kurikulumnya diakui pemerintah.
Pada era 1970-an, pesantren mengalami perubahan yang sangat signifikan yang tampak dalam beberapa hal. Pertama, peningkatan secara kuantitas terhadap
jumlah pesantren. Tercatat di Departemen Agama, bahwa pada tahun 1977, ada 4.195 pesantren dengan jumlah santri sebanyak 667.384 orang. Jumlah tersebut
meningkat menjadi 5.661 pesantren dengan 938.397 orang santri pada tahun 1981. kemudian jumlah tersebut menjadi 15.900 pesantren dengan jumlah santri
sebanyak 5,9 juta orang pada tahun 1985. Kedua, menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Perkembangan bentuk-bentuk pendidikan di pesantren tersebut
diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: 1.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah
keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum. 2.
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama dalam bentuk Madrasah Diniyah
3. Pesantren yang hanya sekedar manjadi tempat pengajian
4. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk
Madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional.
Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa beberapa pesantren ada yang tetap berjalan meneruskan segala tradisi yang diwarisinya secara
turun temurun, tanpa ada perubahan dan improvisasi yang berarti, kecuali sekedar bertahan. Namun ada juga pesantren yang mencoba mencari jalan
sendiri, dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik dalam waktu singkat. Pesantren semacam ini adalah pesantren yang kurikulumnya
berdasarkan pemikiran akan kebutuhan santri dan masyarakat sekitarnya. Meskipun demikian, semua perubahan itu, sama sekali tidak mencabut
pesantren dari akar kulturnya. Secara umum pesantren tetap memiliki fungsi- fungsi sebagai: 1 Lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu
pengetahuan agama tafaqquh fi addin dan nilai-nilai islam Islamic values.
2 Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial social control. 3 Lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial Social engineering.
Perbedaan-perbedaan tipe pesantren di atas hanya berpengaruh pada bentuk aktualisasi peran-peran ini.
Modernisasi atau inovasi pendidikan pesantren dapat diartikan sebagai upaya untuk memecahkan masalah pendidikan pesantren. Atau dengan kata
lain, inovasi pendidikan pesantren adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang , baik berupa hasil penemuan invention maupun discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah pendidikan
pesantren. Miles mencontohkan inovasi modernisasi pendidikan adalah sebagai berikut
1. Bidang personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem sosial,
tentu menentukan personel sebagai komponen system. 2.
Fasilitas fisik. 3.
Pengaturan waktu. Menurut Nur Cholis Majid, yang paling penting untuk direvisi adalah
kurikulum pesantren yang biasanya mengalami penyempitan orientasi kurikulum. Maksudnya, dalam pesantren terlihat materinya hanya khusus
yang disajikan dalam bahasa Arab. Mata pelajarannya meliputi fiqh, aqa’id,
nahwu-sharf, dan lain-lain. Sedangkan tasawuf dan semangat keagamaan yang merupakan inti dari kurikulum keagamaan cenderung terabaikan.
Tasawuf hanya dipelajari sambil lalu saja, tidak secara sungguh-sungguh. Padahal justru inilah yang lebih berfungsi dalam masyarakat zaman modern.
Disisi lain, pengetahuan umum nampaknya masih dilaksanakan secara setengah-setengah, sehingga kemampuan santri biasanya samgat terbatas dan
kurang mendapat pengakuan dari masyarakat umum. Maka dari itu, Cak Nur menawarkan kurikulum Pesantren Modern Gontor sebagai model modernisasi
pendidikan pesantren.
C. Kajian yang Relevan
Dalam proses penulisan skripsi ini penulis mendapatkan kajian yang relevan selama proses penelitian dan penulisan, yang membahas Pondok Pesantren Qotrun
Nada. Terdapat dalam jurnal dan juga terdapat dalam artikel dan Skripsi,tesis diantaranya tesis yang ditulis oleh Hendra Hidayat,S.H.I
“Efektivitas penerapan metode Amtsilati terhadap Siswa MA Pondok Pesantren Qotrun Nada
”. Di dalam tesis ini Hendra Hidayat memaparkan Mengenai Pelaksanaan metode amtsilati
cara cepat membaca kitab kuning karangan kyai Taufiqul Hakim Jepara di Pondok Pesantren Qotrun Nada.
68
Artikel yang ditulis oleh Achyanudin Syakier dengan judul “All About Qotun nada”. Dalam artikel ini dimuat sejarah Qotrun
Nada sampai dengan harapan dan cita-cita yang diharapkan kedepannya
.
68
Hendra Hidayat, “Efektivitas penerapan metode Amtsilati terhadap Siswa MA Pondok Pesantren Qotrun Nada, Tesis pada Pasca Sarjana UIK Bogor.