Pengertian Pesantren Salaf Pesantren Salaf dan Khalaf

mengabaikan penerapan ukuran-ukuran duniawi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Santri. 54 Sebagai cirri utama, pola umum pendidikan Islam tradisional juga mempunyai kelebihan, meski terkandung juga beragam kekurangan. Berikut ini adalah beberapa kelebihan pola umum pendidikan tradisional yang diterapkan di Pesantren. a. Mampu menanamkan sikap hidup universal secara merata dengan tata nilai b. Mampu memelihara tata nilai pesantren hingga terus teraplikasikan dalam segala aspek kehidupan di sepanjang kehidupan seorang Santri. Sedangkan kelemahan pola umum pendidikan Islam tradisional di pesantren adalah: a. Tidak mempunyai perencanaan yang rinci dan rasional bagi jalannya proses pengajaran dan pendidikan b. Tidak mempunyai kurikulum yang terarah sehingga diharapkan dapat mempermudah santri dalam memahami pelajaran yang akan disampaikan c. Tidak mempunyai standard khusus yang membedakan secara jelas hal-hal yang diperlukan dan tidak diperlukan dalam sebuah jenjang pendidikan. Pedoman yang digunakan hanyalah mengajarkan bagaimana penerapan hukum- hukum syara’ dalam kehidupan. Diantara yang menjadi kelemahan pendidikan salafiayah Pesantren adalah pada managemen esantren tersebut. Kenyataan ini menggambarkan bahwa kebanyakan pesantren tradisional dikelola berdasarkan tradisi, bukan profesionalisme berdasarkan keahlian skill, baik human skill, conceptual skill, maupun technical skill secara terpadu, akibatnya, tidak ada perencanaan yang matang, distribusi kekuasaan atau kewenangan yang baik, dan sebagainya. 54 Ibid., h. 25. Tradisi ini merupakan salah satu kelemahan pesantren meskipun dalam batas-batas tertentu dapat menumbuhkan kelebihan. Dalam perspektif manajerial, landasan tradisi dalam mengelola suatu lembaga, termasuk Pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asl jadi, tidak memiliki fokus strategi yang terarah, domonasi personal terlalu besar, dan cendrung eksklusif dalam pengembangannya. Di sisi lain Hamdan Farchan dan Syarifuddin melaporkan “banyak pesantren yang masih melakukan sakralisasi sehingga apapun yang bersifat pembaharuan dianggap menyimpang dari tradisi salafiyah ”. 55 Sikap yang demikian berarti menghadapkam tradisi dan modernisasi dalam posisi berbenturan. Semestinya Pesantren mampu mengintegrasikan tradisi dan modernisasi menjadi salah satu watak khas pesantren. Bukankah slogan yang selama ini di gemborkan berusaha memadukan tradisi dengan modernisasi, meskipun tradisi ini terkesan lbih kuat slogan tersebut berbunyi “Al muhafadhah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah memelihara hal-hal lama dan mengimplementasikan hal-hal baru yang lebih baik. 56 Ternyata slogan tersebut tidak selamanya diterapkan dalam kehidupan Pesantren. Anggapan yang memandang bahwa pembaharuan sebagai sesuatu yang menyimpang dari tradisi salafiyah membuktikan adanya sikap yang tidak konsisten terhadap slogan yang selalul didendangkan kalangan pesantren selama ini integrasi antara tradisi dan modernisasi hanya dipraktekan dalam kasus tertentu yang masih sangat terbatas, tetapi dalam hal lainnya justru berusaha di pertentangkan. Anggapan tersebut mengandung konsekuensi bahwa pertimbangan- pertimbangan rasional kurang di perhatikan oleh Pesantren. Mengolah konsep apapun tentang Pesantren ternyata bukan pekerjaan yang mudah. Tidak ada konsep yang mutlak rasional dan paling tepat jika diterapkan di pesantren, baik karena factor historis pertumbuhannya yang unik maupun ketertinggalan 55 Hamdhan Farhan dan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren,Yogyakarta:Pilar Religia,2005, hlm.68-69 56 Mujamil Qomar, …., hlm.62