Kondisi Sosial Eksil ANALISIS DAN PEMBAHASAN NOVEL

sosial Dimas sebagai kepala keluarga dipertaruhkan karena kebutuhan ekonomi penunjang kehidupan keluarga tidak dapat ditunaikan secara baik oleh Dimas. Dimas memutusakan bekerja di Kementerian Pertanian karena gajinya cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarga. Namun, Dimas akhirnya keluar dan memutuskan membangun sebuah restoran bersama ketiga teman eksilnya. Restoran tersebut diberi nama Restoran Tanah Air. Restoran yang bergerak dalam bentuk usaha koperasi bersama, termasuk pembagian tips yang dikumpulkan dan dibagikan merata kepada tiap anggota. Restoran tanah Air memberikan pekerjaan yang tetap dan menyenangkan bagi tiap eksil, Dimas yang lihai dalam mengolah bumbu masakan mendapat tugas sebagai juru masak, Tjai yang lihai dalam hitungan memegang keuangan, Risjag sebagai pengelola acara-acara yang akan berlangsung di Restoran Tanah Air, dan Nugroho berperan sebagai pemimpin, membantu pekerjaan ketiga eksil. Berkat berdirinya dan ketenarannya Restoran Tanah Air di Paris, kehidupan keuangan para eksil semakin membaik, walau tidak dapat dikatakan berlebihan. “Sebelum mengepak,” Nug mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang agak gemuk,”ini dari kami semua. Masih dalam franc , kamu nanti tukar sendiri di Jakarta ya.” “Iki opo to?” Dimas mengngerutkan kening. “Jumlah tak terlalu banyak, Lintang,” kata Risjaf, “tapi lumayan buat jajan. Bagi kami semua, kamu adalah anak.” Lintang memandang ketiga wajah om bergantian. Tjai mengangguk membenarkan ucapan Risjaf. Ini gila. Lintang tahu, mereka bukan orang kaya raya. 65 Ekonomi tidak menjadi masalah biaya kehidupan saja, namun menjadi konflik sosial. Kebutuhan ekonomi sudah memiliki sinergi dengan kebutuhan sosial, hal itu dapat dilihat dari besarnya pengaruh pekerjaan eksil bagi kehidupan mereka. Seperti kasus Dimas yang ditekan oleh Vivienne karena kontribusinya dalam pembiayaan hidup keluarga yang 65 Ibid., h. 269 kurang bahkan tidak mencukupi. Kedudukan Dimas sebagai kepala keluarga tergoyahkan karena kontribusi keuangan keluarga. Gambaran lain hubungan ekonomi dan kebutuhan sosial terlihat saat para eksil pertama kali hidup di Paris, mereka mencari pekerjaan apapun demi mendapatkan bayaran untuk memenuhi kebutuhan hidup, walaupun pekerjaan tersebut tidak menentu bahkan harus berganti-ganti. Para eksil mengambil pekerjaan apapun agar kehidupan mereka terus berlanjut, tidak mempedulikan pekerjaan tersebut patas atau tidak, yang terpenting kebutuhan sosial terpenuhi. Kebutuhan sosial terpenuhi dengan baik saat perekonomian para eksil mulai stabil, mereka bisa bekerja dengan layak sesuai kemampuan dan keinginan dari masing-masing eksil. Para eksil tidak lagi bekerja serabutan dan memiliki pemasukan yang tetap karena mengelola Restoran Tanah Air. Restoran Tanah Air sudah menjadi kebutuhan sosial karena memiliki mekanisme penerimaan dan penawaran. Para eksil membutuhkan pekerjaan tetap yang dapat menunjang kehidupan mereka, dan Restoran Tanah Air merupakan tawaran penyelesaian dari masalah yang terjadi karena para eksil ingin memiliki pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Gambaran perekonomian eksil di Prancis pada novel Pulang mengalami perubahan yang membaik. Semula para eksil hidup terlunta- lunta melakoni pekerjaan apapun demi mencari nafkah, namun semenjak berdirinya Restoran Tanah Air semua keadaan ekonomi yang memprihantinkan dapat dilalui dengan baik. Restoran tanah air merupakan penawaran yang diterima para eksil atas harapan mereka dari pekerjaan yang lebih baik, agar kebutuhan ekonomi dan sosial terpenuhi. 2. Disorganisasi Keluarga Disorganisasi keluarga merupakan salah satu bentuk kondisi sosial yang terjadi di masyarakat, terutama pada keluarga yang mengalami peristiwa tertentu, salah satunya keluarga Nugroho Dewantoro dan keluarga Dimas Suryo yang memiliki latar peristiwa 30 September. Nugroho Dewantoro menikahi Rukmini sebelum tertahannya di Prancis karena ia merupakan salah satu anggota partai terlarang pada masa itu. Ia dan Rukmini dikaruniai seorang putra bernama Bimo Nugroho. Sebelum kejadian 30 September, Nugroho bersama Dimas diminta untuk mewakili kantor Berita Nusantra sebagai delegasi konferensi IOJ di Santiago. Setelah itu ia tertahan di luar negeri, tidak bisa pulang ke Indonesia. Nugroho kehilangan kontak dengan istri dan anaknya yang baru berumur satu tahun. Setelah itu singgah di Peking dan baru mendapat kabar tentang keluarganya dari sang ibu, bahwa istri dan anaknya bersembunyi di Yogyakarta. Beberapa tahun di Pinggiran Peking, ia memutuskan untuk singgah ke Swiss sebelum berkumpul dengan teman- teman eksil di Prancis. Selama di Swiss, Nugroho berselingkuh dengan seorang istri polisi, Agnes Baumgartner. Alasan Nugroho berselingkuh dengan Agnes karena nama keluarganya, Baumgartner mempunyai arti seorang yang memiliki sebidang kebun. Selain itu karena semenjak di Zurich Rukmini sudah menolak untuk menyusul Nugroho Ke Eropa tanpa ada alasan yang jelas. Bagi Nugroho, Rukmini adalah anggrek, ia bisa mengibaratkan seoarang Agnes dengan Rukmini karena kesamaan simbol dari kedua perempuan tersebut. Keduanya memiliki kesamaan simbol melalui tumbuhan. “Kau tahu, Mas, Agnes bukanlah sekedar pasienku.” “Ya Mas Nug, kau sudah cerita soal jarum, soal paha …” “Bukan, bukan,” Suara Mas Nug semakin parau dan dia menggeleng-geleng dengan keras. Aku memandang matanya yang merah didera kepedihan. “Agnes Baumgartner adalah nama kelaurganya. Dia tidak menggunakan nama si polisi. Baumgartner itu berarti seorang yang memiliki sebidang kebun …” Lalu? “Setiap kali aku bercinta dengannya, aku milihat setangkai anggrekku.” 66 Prancis merupakan saksi bagi Nugroho kehilangan Anggreknya, Rukmini menggugat cerai Nugroho karena ingin menikah dengan Letkol Prakosa, tentara adalah teman ayahnya yang selalu mendampingi Rukmini selama perburuan tahun 1966-1967. Bila perceraian Nugroho dan Rukmini disebabkan oleh tidak berfungsinya peranan seorang suami dalam keluarga karena tertanhannya Nugroho di Paris, lain hal dengan perceraian yang terjadi pada Dimas dan Vivienne. Dimas merupakan pria yang tidak ingin memiliki ikatan dengan apapun atau siapa pun. Termasuk dengan orang yang dicintainya, baik itu Surti, mantan kekasihnya, ataupun Vivienne Deveraux, istrinya. Tahun 1968 merupakan awal hari-hari Dimas di Paris, ia berkenalan dengan Vivienne, seorang mahasiswa Sorbonne yang berdemo. Mereka menjalin hubungan hingga memasuki jenjang pernikahan dan dikaruniai seorang anak perempuan, Lintang Utara. Satu prinsip Vivienne dalam pernikahan adalah tidak adanya perempuan lain di dalam kehidupan Dimas, namun Dimas selalu menyimpan Surti di hatinya. Aku lebih tidak tahu lagi mengapa sampai detik ini, setelah bertemu dengan Vivienne yang jelita dan menikahinya, hatiku masih bergetar setiap kali mengenang Surti. Barangkali aku sudah terlanjur memberikan hatiku padanya. Untuk selama- lamanya. 67 Sebelum perceraian Dimas dan Vivienne, keluarga mereka hidup dengan bahagia. Lintang memiliki struktur dengan fungsi keluarga yang lengkap, walau memiliki orang tua yang berbeda kebangsaan. Pada ulang tahun Lintang yang ke sepuluh, masa kritis bagi pernikahan Dimas dan 66 Ibid., h. 107 67 Ibid, h. 65 Vivienne karena pertengkaran-pertengkaran tidak bisa dihindari. Permasalahan ekonomi salah satu pemicu awal ketegangan hubungan Dimas dan Vivienne, puncak pertengkaran terjadi ketika Lintang menemukan surat-surat untuk ayahnya dari seseorang di Indonesia, orang tersebut adalah Surti. Setelah kejadian itu, fungsi Dimas sebagai suami terputus karena Vivienne meminta perceraian. Surti adalah lambang aroma kunyit dan cengkih, itu semua menjadi satu di dalam Indonesia. Malam itu, aku mengatakan pada Dimas, aku ingin bepisah dengannya. 68 Setelah perceraian, hubungan Vivienne dan Dimas membaik, mereka tetap menjalin komunikasi. Tidak ada yang memutuskan untuk menikah kembali, menghabiskan sisa hidup dengan sendiri. Awal perpisahan antara kedua orang tuanya membuat Lintang tidak bisa menerima keadaan. Ia menunjukannya dengan cara tetap menyiapkan perlengkapan makan secara sempurna, untuk ibunya, dia, dan untuk ayahnya, walaupun ayahnya sudah tidak tinggal bersama Lintang dan Vivienne. Setelah dewasa, Lintang mendambakan keluarga yang hangat seperti masa kecil sebelum ayah dan ibunya bercerai. Ia lebih senang menghabiskan akhir pekannya dengan keluarga kekasihnya, keluarga Lefebvre. Keluarga penuh dengan kehangatan dan kenyamanan sehingga Lintang merasa tentram di lingkungan keluarga Lefebvre. Aku lebih suka membantu Tante Jayanti merajang bawang putih, meracik bumbu, atau memanggang daging, daripada memasak di apartemen Ayah di Le Marais atau apartemen Maman. 69 Perceraian antara Dimas dan Vivienne memiliki dampak terhadap psikologi Lintang. Ia rindu kehangatan keluarga dan ketentraman rumah. Lintang mencari cara menghilangkan kerinduannya dengan bergaul 68 Ibid, h. 216 69 Ibid, h. 148 bersama keluarga Lefebvre yang secara kebetulan keluarga campuran Prancis dan Indonesia seperti keluarganya. Diorganisasi terjadi pada keluarga Dimas dipicu oleh ketidaksahan Dimas menjalani peranannya sebagi suami dari Vivienne dan ayah bagi Lintang. Dimas masih menyimpan hati pada wanita lain selain istrinya, sedangkan pernikahan di negara manapun menjunjung kesetiaan. Meskipun Dimas tidak berselingkuh secara lengsung dengan Surti di Indonesia, namun Dimas terus mendukung Surti melalui surat-surat yang dikirimkannya. Surat-surat tersebut menjadi bukti nyata bahwa Dimas selalu menghadirkan dirinya baik dari segi emosi hingga keuangan untuk membantu kehidupan Surti dan anak-anaknya di Indonesia. Padahal saat itu keuangan keluarga Dimas pas-pasan bahkan dapat dikatakan sulit. Dimas mengakui perasaannya melalui pernyataan-pernyataannya dalam cerita bahwa ia selalu menyimpan hatinya untuk Surti, walau dahulu ia mundur ketika diminta melangkah lebih serius untuk berhubungan dengan Surti. Pengakuan tersebut menambah bukti bahwa ia tidak bisa menjalankan peranannya sebagai suami yang dapat menjaga hati hanya untuk istrinya seorang. Bila keluarga Dimas mengalami disorganisasi karena ketidaksahan peranan Dimas sebagai suami, lain hal dengan keluarga Nugroho. Disorganisasi yang dialami oleh Nugroho dan Rukmini penyebabnya adalah ketidakhadiran Nugroho karena tertahan di Paris dan tidak bisa pulang ke Indonesia, atau bisa dikatakan bahwa Nugroho secara tidak langsung sedang di penjara. Ketidakhadiran Nugroho sebagai suami dari Rukmini merupakan pemicu hilangnya peranan ia sebagai suami. Seorang suami harus dapat menafkahi istri secara lahir dan batin. Namun tertahannya Nugroho di Paris dengan cap eksil membuatnya tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami. Rukmini lebih memilih lelaki lain yang bisa mendampinginya daripada menunggu Nugroho yang entah kapan bisa kembali ke Indonesia. Disorganisis dialami keluarga Dimas dan Nugroho berujung pada perceraian. Pernikahan Dimas dan Vivienne mengalami kegagalan karena dipicunya kegagalan Dimas menjaga perasaan Vivienne, sedangkan kegagalan pernikahan Nugroho dan Rukmini dipicu oleh ketidakhadiran Nugroho untuk memberikan kewajibannya sebagai pelindung keluarga. 3. Nilai-nilai Sosial Nilai tercipta karena adanya pengalaman individu atau kelompok dalam menemui sesuatu. Nilai tersebut akan mempengaruhi individu atau kelompok ketika menentukan sikap. Seperti para eksil ketika menilai sesuatu hal di luar lingkungan mereka. Menilai tingkah laku dan gaya hidup individu atau kelompok yang tidak termasuk lingkungan para eksil menjadi langkah hati-hati saat hidup dipembuangan. Individu dan kelompok di luar eksil pun memiliki penilaian terhadap hidup kaum yang dicekal oleh pemerintah Indonesia. Nilai-nilai yang timbul dari para eksil dipengaruhi dari sebuh prasangka. Prasangka tersebut menjadi penentu eksil menilai individu atau kelompok di luar kelompok mereka, begitu juga sebaliknya. a. Penilaian eksil terhadap Sumarno si Telunjuk Penilaian eksil terhadap lingkungan di luar mereka banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalam dalam menghadapi ancaman serta tantangan yang disuguhkan setelah tertahannya di luar negeri. Penilaian eksil terhadap orang lain itu dapat dikatakan sebuah prasangka, karena eksil tidak mengalami langsung kejadian peristiwa pasca 30 September di Indonesia. Pada tahapan pengethuan para eksil kepada objek, sudah termasuk tahapan kognitif. Seperti saat Sumarno Biantoro, atau “Si Telunjuk” datang membawa teror untuk anggota Restoran Tanah Air. Dimas dan anggota Restoran Tanah Air sudah menilai negatif kedatangan Sumarno karena rekam jejak dia terdengar sampai kepada para eksil. Sumarno seorang seniman yang terkena “sapuan” pasca peristiwa 30 September, setelah penangkapan dan penyiksaan dia dibebasakan dan justru membongkar tempat-tempat persembunyian teman-teman lain yang belum tertangkap, termasuk Hananto Prawiro, sahabat dekat dari para eksil di Restoran Tanah Air. Ketika tikus itu akhirnya menggelinding pergi, Yazir dan Bahrum buru-buru mengelap meja, kursi, dan gerendel pintu – semua yang kena sentuhan Sumarno- dengan disinfektan, seolah-olah tubuhnya mengandung kuman yang menular. Aku rasa kedua anak itu hanya ikut berpartisipasi saja. 70 Sikap yang ditunjukan oleh para eksil terhadap Sumarno menunjukan ketidaksukaan mereka akan kehadiran individu lain di luar kelompok mereka merupakan satu bentuk dari tahapan konatif, hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh kognitif dan afektif yang sudah ditunjukan sebelumnya oleh para eksil. b. Penilaian Dimas kepada Naryana Lefebvre Penilaian Dimas terhadap individu lain yang memiliki nasib berbeda menjadikannya seorang berkepribadian sinis. Permasalahan terjadi ketika Dimas bertemu Naryana, kekasih Lintang yang memiliki kelas sosial berbeda dengan Dimas dan lingkungannya. Naryana Lefebvre merupakan anak Gabriel Lefebvre dan Jayatmi Ranti. Ayahnya merupakan pengusaha berkebangsaan Prancis, dan ibunya merupakan penari asal Indonesia. Naryana hidup serba berkecukupan, tanpa perlu susah payah mencari tambahan uang untuk memenuhi kebutuhannya 70 Ibid., h. 126 sehari-hari. Dimas menilai Naryana sebagai orang yang pretensius karena merupakan anak orang kaya sehingga dapat mendapatkan sesuatu tanpa perlu banyak usaha. Penilaian kognitif Dimas kepada Naryana didasari oleh lingkungan Naryana yang serba mewah dan megah, sehingga pengalaman Dimas terhadap orang-orang yang satu lingkungan dengan Naryana mengatakan bahwa Naryana tidak akan ada bedanya dengan orang-orang di lingkungannya. Orang kaya yang suka menghamburkan uangnya untuk hal-hal yang kurang penting. “Dia pretensius” Ayah menyelaku seperti tidak sabar. Tenyata dia tengah menahan diri untuk tidak memuncratkan kata-kata yang disampaikannya sejak kali pertama bertemu dengan Nara. “Dia anak orang kaya, borjuasi yang mudah mendapatkan apa saja tanpa perjuangan. Mengendarai mobil, makan di restoran atau bistro termahal di Eropa. Bayangkan, bertemu dengan Ayah saja kita harus jauh-jauh ke Brussel. Apa itu tid ak prestensius?” 71 Penilaian kognitif Dimas terhadap Naryana yang membuatnya selalu mengevaluasi setiap pilihan dan jawaban yang diberikan Naryana. Dimas selalu menilai bahwa pilihan Naryana merupakan pilihan biasa dan mencari jalan aman, sikap ketidaksukaan Dimas karena prasangka membuatnya selalu tidak setuju atas pilihan- pilihan yang Naryana berikan. Sikap afektif Dimas itu menimbulkan kecenderungan untuk menolak pembelaan Lintang kepada Naryana. Dimas bersikap kaku dan tidak nyaman saat makan bersama Naryana juga Lintang. c. Penilaian diplomat muda kepada para eksil Penilaian yang berbeda dari mayoritas orang-orang dan lingkungan tempat berada ditunjukan oleh para diplomat muda 71 Ibid, h. 177 KBRI di Prancis. Para diplomat muda berteman akrab dengan Naryana dan Lintang, bahkan mereka membantu Lintang mengurusi berkas-berkas yang diperlukan untuk mengunjungi Indonesia. Padahal pada masa itu ada keputusan “Bersih Lingkungan” dari pemerintah di Indonesia bagi pekerja pemerintahan. Namun, para diplomat muda tidak mempedulikan keputusan itu. Mereka beranggapan bahawa tidak ada hubungan masalah ideologi politik dengan interaksi yang akan dibina. Penilaian diplomat muda bertolak belakang dengan mayoritas orang-orang di lingkungan mereka, KBRI atau pemerintah Indonesia. “Sorry,” Lintang menggeleng kepala, “mereka agak protektif. Maklum belum pernah ada orang KBRI yang mengunjungi restoran ini.” 72 Sikap para diplomat muda mengunjungi Restoran Tanah Air merupakan upaya pemberontakan dari keputusan tidak masuk akal bagi generasi masa itu. Mereka siap atas konsekuensi yang didapat atas keputusan tersebut. Termasuk dipandang aneh oleh pihak KBRI, bahkan oleh para eksil. Dimas kini paham mengapa para diplomat junior itu berani datang ke Restoran Tanah Air dan tidak peduli larangan resmi dari Jakarta. Bukan hanya persoalan lezatnya lezatnya rendang dan gulai ayam buatannya. Tetapi ini adalah generasi baru yang merasa tidak bisa didikte oleh sesuatu yang mereka anggap tidak rasional. Mereka adalah generasi baru yang cerdas, yang mulai bernai berpikir mandiri. 73 Bagi pemerintah Indonesia, yang dilakukan para diplomat muda merupakan sebuah kesalahan, tapi bagi penilaian eksil keputusan mereka merupakan keputusan yang dewasa dan berpikir maju. 72 Ibid., h. 261 73 Ibid., h. 265 Tiga penilaian yang dilakukan dari golongan yang berbeda menjadikan gambaran yang berbeda dari masing-masing sudut. Sikap yang ditujukan eksil terhadap sumarno si telunjuk di dasari oleh prasangka dengan ciri- ciri sikap: a. Kognitif: Mereka mendapatkan kabar bahwa Sumarno merupakan seorang penunjuk teman-teman seperjuangnnya dalam organisasi kepada pemerintah agar teman-temannya itu bisa diciduk dan dihukum. b. Afektif: Para eksil sangat tidak setuju dengan sikap yang diambil Sumarno terhadap penunjukan teman-temannya. c. Konatif: Para eksil menujukan sikap tidak suka kepada Sumarno dengan cara beragam, seperti Dimas terus-menerus membawa pisau dapurnya saat Sumarano mengunjungi Restoran Tanah Air atau anggota lain yang mengikuti setiap gerak-gerik Sumarno selama di Restoran Tanah Air. Sikap Dimas terhadap Naryana dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut: a. Kognitif: Pengalaman dan prasangka Dimas menyatakan bahwa mayoritas orang bergaya hidup seperti Naryana merupakan orang- orang manja dan borjuis, tidak mengenal kesusahan hidup. b. Afektif: Dimas selalu menilai setiap hal yang disukai dan ditunjukan Naryanya merupakan kesalahan dan Dimas tidak setuju dengan setiap sikap dan pilihan Naryana. c. Konatif: Dimas selalu memandang sinis dan menutup diri saat bersama Naryana walaupun ada Lintang menemani pertemua mereka. Sikap diplomat muda terhada eksil dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut: a. Kognitif: Penilaian diplomat muda terhadap eksil berbeda dengan pendapat mayoritas anggota KBRI yang menganggap bahwa eksil harus dihidari. b. Afektif: Diplomat muda bergaul dengan Lintang, anak Dimas, bahkan membantu Lintang mengurus dokumen-dokumen keperlukan untuk mengunjungi Indonesia, dan mereka mendatangi Restoran Tanah Air untuk bergaul serta menikmati hidangan di Restoran itu. c. Konatif: Diplomat muda dengan akrab berbicara dan terbuka terhadap eksil, walaupun mereka tahu keputusan mendekakan diri kepada eksil akan mendapat pandangan sinis oleh anggota KBRI lain, bahkan hukuman dari pemerintah pusat di Indonesia.

C. Kondisi Politik Eksil

1. Kekuasaan Kekuasaan identik dengan pengaruh, pemaksaan, dan otoritas yang dilakukan individu atau kelompok tertentu terhadap individu atau kelompok lain. Kekuasaan yang ditunjukan novel Pulang adalah kekuatan dari pemeritahan Orde Baru, dimulai dari jatuhnya pemerintahan Soekarno dan diambil alih oleh Soeharto. Selama pemerintahan Orde Baru, semua hal berbaru “kiri” harus diasingkan. Termasuk orang-orang tertuduh memihak kepada PKI akan dianggap ancaman dan harus dihilangkan. Nasib keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan bahkan dilahirkan setelah kejadian 30 September mendapat “dosa turunan” yang didapatkan dari anggota keluarga yang memiliki hubungan PKI. Dimas meninggalkan ibu dan adiknya, Nugroho meninggalkan istri dan anaknya, sedangkan Tjai justru membawa istrinya keluar dari Indonesia karena dia yakin keluarga Tionghoa salah satu orang-orang yang akan ditangkap dan diasingkan. Dimas, Nugroho, dan Risjaf merupakan anggota dari tim Berita Nusantara yang sedang mendapat tugas di luar negeri saat kejadian 30 September, setelah kejadian itu berlangsung beberapa hari dan terjadi pembantaian serta pencidukan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dengan PKI, dan untuk yang berada di luar Indonesia hukumannya adalah pencabutan paspor. Setelah pencabutan paspor, para eksil mendapat pencekalan dengan tidak diberikannya izin atau visa untuk sekadar mengunjungi Indonesia. Tahun demi tahun berlalu. Namun, selama masih masa Orde Baru berlangsung, visa untuk para eksil tidak pernah turun. Untuk Dimas, Tjai, dan Nugroho, visa mengunjungi Indonesia tidak pernah didapatkan walau mereka sudah menggunakan paspor Prancis. Namun, setelah beberapa tahun, Risjaf akhirnya mendapat visa untuk berkunjung ke Indonesia, walau dengan pengawalan ketat dari Intel Indonesia. Aku baru menyadari bahwa setiap tahun Ayah rutin mencoba mengajukan permohonan visa untuk masuk ke Indonesia. Tentu saja sebagai seorang yang mendapat suaka politik Ayah –seperti juga kawan-kawannya- seduah menggunakan paspor Prancis. Namun, berbeda dengan Om Risjaf yang entah bagaiman bisa mendapat visa, permohonan Ayah, Om Nug, dan Om Tjai selalu ditolak. 74 Pemerintah Indonesia masa Orde baru tidak hanya cukup dengan pencabutan paspor dan penolakan visa, pemerintahan mengeluarkan peraturan bahwa orang-orang KBRI di Prancis melarang anggota untuk berinteraksi dan mengunjungi restoran milik para eksil. Bagi pemerintah di Indonesia hal tersebut merupakan salah satu cara untuk menunjukan sikap Bersih Lingkungan. Sikap yang melarang anggota instansinya memiliki hubungan dengan anggota atau keluarga yang memiliki anggota PKI. “Nara,” katanya dengan nada seorang ibu menegur anak berus ia lima tahun, “Om Marto menyebut-nyebut soal Bersih Lingkungan.” 74 Ibid, h. 195-196 Nara tertawa terkekeh-kekeh. Aku mengenali tawa itu. Ekspresi kejengkelan. “Tante, Om Marto dan om lain tak akan ditegur Pusat hanya karena Lintang datang ke acara fashion show kebaya Kartini. Tenang, tante.” 75 Kekuasaan pemerintahan Soeharto terus menjegal kepulangan para eksil Restoran Tanah Air. Pemerintahan mempertahankan kekuasaann dengan mengadakan sistem-sistem kepercayaan seperti penyeabaran peraturan Bersih Lingkunagn di kalangan pegawai pemerintahan. Sistem kepercayaan tersebut mengkokohkan kedudukan rezin Orde Baru untuk terus bertahan dan menyingkirkan peraturan-peraturan yang sebelumnya telah berlaku. Pemerintah membuat dukungan untuk melanjutkan kekuasaan dengan beberapa cara, tidak hanya sekadar menanamkan kepercayaan Bersih Lingkungan di kalangan pegawai, tapi mengadakan kosolidasi di bidang-bidang pemerintahan dengan menaruh keluarga- keluarga memimpin di ranah yang strategi. 2. Nasionalisme Mencintai dan berkontribusi untuk negara sendiri tidak hanya bisa dilakukan saat individu atau kelompok berada di negaranya. Nasionalisme yang tertanam dapat diterapkan ketika individu atau kelompok berada di mana pun, termasuk kasus yang terjadi pada eksil politik tahun 1965 di Prancis. Para eksil tertahan di Prancis karena pencabutan paspor dan penolakan visa. Namun, mereka selalu berusaha kembali ke tanah kelahiran. Para eksil juga selalu memantau keadaan Indonesia melalui siaran-siaran berita yang sering mereka tonton. Walaupun ditolak oleh pemerintahan Indonesia, mereka tidak merasa ditolak oleh Indonesia. Sikap nasionalisme ditunjukan para eksil dengan menerapkan sistem koperasi pada bidang mata pencarian meraka, yaitu membuka restoran masakan Indonesia. Serta membuat pergelaran budaya, seperti bedah buku, 75 Ibid., h. 163 pagelaran seni dan hal lainnya. Sikap nasionalisme pun ditunjukan warga Indonesia non eksil yang berada di sekitar Eropa. Mereka ikut membantu menyumbang berdirinya Restoran Tanah Air. Kontribusi eksil ditunjukan dengan kesedian Dimas mengisi dan menulis kolom Tahanan Politik walau saat itu ia menjadi eksil di Prancis. “Tjai juga akan membuat riset bentuk usaha apa yang ingin kita bangun, apakah PT atau ko…”“Koperasi. Sudah pasti koperasi” kata Tjai tegas. “Oke, koperasi,” kata Mas Nug dengan patuh hingga aku bertanya-tanya, siapa sesungguhnya yang lebih ditakuti dalam kelompok ini. 76 Rasa nasionalisme juga terarah kepada keinginan kembali ke Indonesia walau para eksil tertahan bertahun-tahun dan telah menetap di Paris. Namun, tanggapan untuk kepulangan meraka berbeda-beda. Nugroho sudah merasa nyaman dan merasa tenang untuk menghabiskan masa hidupnya di Paris. Tjai masih ingin terus mencoba kembali ke Indonesia meski tidak untuk menetap. Sedangkan Risjaf yang berhasil mendapatkan visa Indonesia, tidak cukup tertarik karena dia sudah memiliki Istri dan anak di tempat pembuangnnya. Dimas adalah satu- satunya orang yang tetap memiliki harapan kembali ke Indonesia walaupun kekuatan pemerintahan Orde Baru tetap kokoh dan belum bisa digantikan. Dimas menginginkan jasadnya dikembumikan di Karet, Jakarta, meski belum diketahui saat itu pemerintahan Orde Baru akan runtuh. Indonesia adalah tempat dia merasa pulang, tempat yang ia kenal harum tanahnya. Sikap nasionalisme tidak hanya bisa ditunjukan dengan berada di Indonesia, sikap yang ditunjukan para eksil dapat dikategorikan menjadi nasionalisme jarak jauh. Mereka menunjukan rasa nasionalisme dengan 76 Ibid., h. 103

Dokumen yang terkait

Nilai sejarah dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

19 99 77

Analisis tokoh lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

79 375 114

Nilai Sejarah dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

13 66 77

KONFLIK POLITIK DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILASALIKHA CHUDORI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Konflik Politik Dalam Novel Pulang Karya Leila Salikha Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 1 12

PENDAHULUAN Konflik Politik Dalam Novel Pulang Karya Leila Salikha Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 7

Daftar Pustaka Konflik Politik Dalam Novel Pulang Karya Leila Salikha Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 4

KONFLIK POLITIK DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILASALIKHA CHUDORI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Konflik Politik Dalam Novel Pulang Karya Leila Salikha Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 17

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA, RESEPSI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILA S. CHUDORI.

0 0 13

NILAI MORAL DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILA S CHUDORI.

6 49 186

Masalah-masalah sosial dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori: analisis sosiologi sastra - UWKS - Library

0 0 14