Intrinsik Unsur Pembangun Karya Sastra
drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara
dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama. Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan
atau drama yang mengembangkan tikaian. Klimaks merupakan bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan puncak
ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Krisis atau titik balik berupa bagian alur yang
mengawali penyelesaian. Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya klimaks. Selesaian merupakan tahap akhir
suatu cerita rekaan atau drama.
26
Sedangkan Nurgiyantoro membedakan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu alur
lurus progresif, alur sorot-balik flash back, dan alur campuran. Alur lurus menekankan kepada urutan kronologis yang tertata dari
awal hingga akhir cerita. Alur sorot-balik lebih kepada pengambilan tengah cerita sebagai pembuka cerita, kemudian
barulah cerita dilanjutkan secara berurutan. Alur campuran merupakan penggambungan antara alur lurus dan alur sorot-balik.
c. Tokoh
Aminudin mengungkapkan bahwa tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa
itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh menurut Sudjiman merupakan
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Di samping tokoh utama
protagonis, ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan antagonis, yakni tokoh yang diciptakan untuk
26
Ibid., h. 159-160
mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakan cerita.
27
Bukan perkara tokoh protagonis adalah tokoh baik, atau tokoh antagonis adalah tokoh
jahat. Tapi, lebih menyoroti kedudukan tokoh dalam cerita. Boulton
mengungkapkan bahwa
cara sastrawan
menggambarkan atau memunculkan tokoh dapat menempuh berbagai cara.
28
Jadi, dapat dikatakan tokoh merupakan tokoh rekaan yang menjalani peristiwa sehingga membangun cerita.
Setiap tokoh memiliki karakterisasi atau pemeranaan, pelukisan watak. Metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah
metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi.
29
Sehingga pengambaran tokoh ditunjukan oleh pengarang dapat dilihat melalui metode langsung telling dan
metode tidak langsung showing. Menurut Minderpop, metode langsung dapat disimak bahwa pengarang tidak sekadar
menyampaikan watak para tokoh berdasarkan apa yang tampak melalui lakuan tokoh tetapi ia mampu menembus pikiran, perasaan,
gejolak serta konflik batin dan bahkan motivasi yang melandasi tingkah laku para tokoh. Sedangkan metode tidak langsung dapat
dijelaskan ketika seorang tokoh membicarakan tingkah laku tokoh lainnya ternyata pembicaraan justru dapat menunjukan tidak
sekadar watak tokoh yang dibicarakan, bahkan watak si penutur sendiri tampak jelas.
27
Melani Budianta dkk, Membaca Sastra: Pengentar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, Indonesia Tera: Magelang, 2006 h. 86
28
Wahyudi Siswanto, Op.cit, h. 104
29
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2005 h. 2
d. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan susana terjadinya lakuan pada karya sastra. Deskripsi latar dapat
bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskipsi perasaan.
30
Wellek Warren mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora,
atau ekspresi tokohnya. Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum general locale, waktu kesejarahan historical time,
dan kebiasaan masyarakat social circumatances pada setiap episode atau bagian-bagian tempat.
31
Latar merupakan lingkungan yang menjelaskan segala keterangan, mencakup tempat, waktu,
dan suasana. Leo Hamalida dan Frederick R. Karell menjelaskan bahwa
latar cerita karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda di lingkungan tertentu, tetapi
juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam
menanggapi suatu problem tertentu. Pendapat Leo Frederick sepaham dengan pendapat Abrams yang menyebutkan bahwa latar
sebagai landasan tumpu, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa diceritakan.
32
Latar berhubungan dengan keadaan tertentu dikenal melalui penggambaran latar suasana,
gambaran terjadi lebih membangun nuansa yang terasa oleh pembaca.
30
Melani Budianta dkk, Op.cit., h.
31
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h.149
32
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit., h. 302
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang cerita, dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa,
tempat, waktu dengan gayanya sendiri.
33
Hal itu biasanya dikemukakan oleh narator. Berbicara tentang narator, berarti
berbicara tentang sudut pandang, yaitu suatu metode narasi yang menentukan posisi atau sudut pandang darimana cerita
disampaikan.
34
Sedangkan menurut Aminuddin, titik pandang diartikan sebagai cara pengarang menampilkan pelaku dalam cerita
yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi 1 narrator omniscient, 2 narrator observer, 3 narrator observer
omniscient, dan 4 narrator the thrid person omnisceant. Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas 1 sudut
pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, 2 sudut pandang
nentral, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan 3 sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang
dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama, kedua, atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas a
pengarang menguatkan sudut pandang tokoh, b pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan c pengarang
menggunakan sudut pandang yang impersonal: ia sama sekali berdiri di luar cerita.
35
Pengarang sudah tidak punya kedudukan ketika cerita sudah dipaparkan. Tidak ada pengarang dalam cerita,
melainkan tokoh yang diciptakan pengarang untuk memandu cerita.
33
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 151
34
Albertine Minderop, Op.cit., h. 44
35
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 90
Baik tokoh yang terlibat langsung, atau tokoh di luar cerita berlangsung.
Sudut pandang orang pertama atau “akuan” adalah tokoh yang
terdapat dalam cerita, walau kehadirannya belum tentu sebagai tokoh utama. Sedangkan sudut pandan
g orang ketiga atau “diaan” mengacu kepada kata ganti orang ketiga, dia, atau ia. Sudut
pandang “diaan” berada di luar cerita, ia bertugas menyampaikan suatu cerita tanpa ikut terlibat di dalamnya.
36
Selain itu, ada pula sebutan sudut pandangan gabungan dapat mengamati bagaimana
pengarang menyampaikan ceritanya. Menggunakan sudut pandang gabungan dapat melihat sebuah masalah ditinjau lebih dari satu
tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
37
Menurut Miderop, sudut pandang berfungsi sebagai penentu tokoh mayor utama dan
minor bawahan, memahami perwatakan para tokoh yang dianalisi, memperlihatkan motivasi, menentukan alur dan latar bila
dianggap perlu untuk mendukung perwatakn atau tema, dan menentukan tema karya sastra tersebut.
f. Gaya Bahasa
Aminuddin mengungkapkan bahwa gaya bahasa adalah cara seorang
pengarang menyampaikan
gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh
daya intelektual dan emosi pembaca.
38
Gorys Keraf membedakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ke dalam dua
kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan kisan. Gaya retoris adalah gaya bahasa yang harus diartikan menurut nilai lahirnya atau
36
Melani Budianta, dkk, Op.cit., h. 90
37
Albertine Minderop, Op.cit., h. 91
38
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 158-159
memiliki unsur kelangsungan makna. Sebaliknya, gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan
sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya.
39
Gaya bahasa kiasan umumnya dikenal dengan sebutan majas.
Umumnya gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari bahasa biasa digunakan dalam gaya tradisional dan literal
untuk menjelaskan orang atau objek. Gaya bahasa mencangkup: arti kata, citra, perumpamaan, serta simbol dan alegori. Arti kata
mencangkup, antara lain: arti denotatif dan konotatif, alusi, parodi, dan sebagainya; sedangkan perumpamaan mencangkup, antara
lain: simile merupakan perbandinngan langsung antara benda- benda yang tidak selalu mirip secara ensesial, matafor suatu gaya
bahasa yang membandingkan suatu benda dangan benda lain secara langsung, dalam bahasa Inggris menggunakan to be dan
bisa digunakan secara langsung dan personifikasi suatu proses penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda non-
manusia, termasuk abstrak dan gagasan.
40
Ada beberapa macam gaya bahas kiasan selain perumpamaan. Ada kaya bahasa yang
berupa perbandingan, sindiran, pertentangan, dan penegasan.