Ketiga dara cantik itu adalah bunga yang membuat Jakarta menjadi bercahaya.
58
Pengibaratan manusia dengan benda atau makhluk di luar manusia menjadi pilihan yang mengibarkan gambaran lebih tepat untuk
menunjukansebuah keadaan atau peristiwa terjadi. b.
Contoh dari penggunaan majas personifikasi: Malam telah turun. Tanpa gerutu dan tanpa siasat.
59
Tapi angin
bulan Mei
kembali mengoyak-ngoyak
rambutnya.
60
Majas personifikasi digunakan dengan cukup sering untuk memasukan unsur hidup pada benda-benda atau suasana keadaan yang tidak
memiliki unsur tersebut karena keterbatasan sifat asli dari benda atau keadan yang sedang digambarkan.
c. Contoh dari penggunaan majas hiperbola:
Aku melihat sepasang mata hijaunya mampu menembus hatiku yang tengah berkabut.
61
Badan dan mataku seolah sudah berangkat menghampirinya, tetapi kakiku seperti kaki para narapidana yang akan
dieksekusi mati. Terikat rantai besi.
62
Penggunaan majas hiperbola untuk menunjukan suatu keadaan dapat digambarkan dengan cara berlebihan dari keadaan sesungguhnya.
Hiperbola digunakan membantu cerita menjadi lebih teatrikal melalui penggunaan media kata-kata.
58
Ibid., h. 51
59
Ibid., h. 5
60
Ibid., h. 9
61
Ibid
62
Ibid., h. 12
6. Alur
Pulang memiliki tahapan yang membuat efek saling menguatkan antar cerita, seperti menyusun kepingan yang belum rapi namun memiliki hubungan
yang jelas. Beberapa bagian terlihat seperti meloncat-loncat, memainkan ingatan si tokoh untuk menceritakan segala sebab yang mengakibatkan
kejadian demi kejadian terjadi. Secara urutan waktu, Pulang menggunakan alur sorot-balik, karena cerita diawali dengan penangakapan Hananto Prawiro,
kemudian dilanjutkan dengan terdamparnya tokoh Dimas Suryo di Paris pada tahun 1968, barulah kronologis waktu bercampur dari masa kisah itu
diceritakan, kembali ke masa lalu, sampai pada penutup cerita melalui pemakaman Dimas Suryo di Karet, Jakarta tahun 1998. Pulang memiliki
jalinan cerita sebab akibat, berkali-kali mengalami naik-turun intensitas ketegangan cerita. Dari keseluruhan cerita, ada dua hal yang menjadi sorotan
penting dalam Pulang. Sorotan pertama cerita tentang kehidupan eksil di Prancis, khususnya Dimas Suryo. Sorotan kedua lebih di arahkan kepada anak
Dimas Suryo, Lintang Utara, yang memandang kehidupan ayahnya, serta keterlibatan Lintang dalam peristiwa Mei 1998 di Indonesia. Tahapan alur
yang di kemukakan oleh Aminuddin dapat diterapkan ke dalam novel Pulang dengan klasifikasi:
a. Orientasi
Tahapan ini merupakan perkenalan cerita yang menggambarkan awal cerita dimulai. Pulang mengawali cerita dengan ditangkapnya Hananto
Prawiro setelah bertahun-tahun menjadi buronan pemerintah. Cerita tersebut digambarkan oleh sudut pandang Hananto sendiri dalam
bagian “Prolog: Jalan Sabang, Jakarta, April 1968”. Bagian “Paris, Mei 1968” merupakan pengenalan terhadap tokoh sentral dari Pulang,
Dimas Suryo, yang tertahan di Paris dan menjalin hubungan dengan seorang mahasiswa Sorbone, Vivienne Deveraux, yang sedang
berunjuk rasa bersama mahasiswa lainnya. Pengenalan berikutnya
digambarkan pada bagian “Hananto Prawiro”. Pada bagian ini dijelaskan asal usul terdamparnya Dimas dan ketiga teman lainnya di
Paris. Cerita diliputi dengan kegiatan ruang redaksi kantor Berita Nusantara dan perselisihan ideologi yang saling bersebrangan antara
kubu “kiri” dan kubu pendukung M. Natsir. b.
Konflik Tahapan konflik merupakan bagian permasalahan yang akan diangkat
pada sebuah cerita. Masalah yang timbul dan akan diangkat dapat dilihat pada bagian “Surti Anandari”, “Paris, April 1998”, “Naryana
Lafebvre”, “L’irreparable”, “Sebuah Diorama”, “Bimo Nugroho”, “Keluarga Aji Suryo”. Pada bagian itu dijelaskan perjalanan hidup
Dimas dan Risjaf dalam menjalani rasa cinta kepada Surti dan Rukmini pada saat mahasiswa. Namun, kisah cinta mereka tidak
berjalan baik karena terhalang oleh kemapanaan dari Hananto dan Nugroho, tetangga kosan mereka.
Pada bagian “Paris, April 1998” merupakan cerita lain yang mengkisahkan awal perjalanan Lintang
untuk menggarap tugas akhirnya di Indonesia sebagai mahasiswa yang membuat film dokumenter tentang kisah para korban langsung atau
tidak langsung pasca kejadian 30 September 1965, bukan sebagai anak dari korban kejadian tahun 1965 di Indonesia.
“Naryana Lafebvre” merupakan bagian yang mengkisahkan kerinduan Lintang akan masa
kecil yang memiliki keluarga penuh kehangatan. Pada bagian itu diceritakan pula awal jalan masuk Lintang untuk mengenal Indonesia
selain dari versi Ayah dan ketiga teman eksilnya. Ketegangan antara Lintang dan Dimas diceritakan pada bagian “L’irreparable”,
dikisahkna bahwa Lintang mengenalkan Naryana dan Dimas. Dimas memandang sebelah mata pada Naryana karena dia termasuk kalangan
“tinggi”, hal itu merupakan awal pemicu renggangnya hubungan antara Dimas dan Lintang. Pertemuan pertama kali antar Lintang dan