Christa Td. Siallagan : Analisis Posisi Fiskal Daerah Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
cenderung tidak realistis. Padahal, untuk situasi dan kondisi saat ini, formula yang sederhana jauh lebih diperlukan. Kedua, adanya yang berpengaruh lebih dominan,
kentalnya pertimbangan non ekonomi dalam penentuan besaran DAU. Persoalannya adalah kepentingan politis cenderung dominan, terutama dalam tahap-tahap penting
penentuan formula. Artinya intervensi politik sudah melekat tak terpisahkan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. Ketiga, DAU hanya cukup bahkan kurang
jumlahnya untuk membayar kebutuhan negara seperti gaji pegawai. Ini terjadi terutama di daerah yang tidak memiliki sumber daya alam yang dapat menghasilkan.
Hal ini terjadi karena penyusunan formula DAU belum diperhitungkan variabel- variabel P3D yang dilimpahkan dari institusi pusat maupun pegawai provinsi kepada
pemerintah kabupatenkota. Keempat, adanya keterlambatan dalam penyaluran DAU yang dialami oleh beberapa daerah, kemungkinan terjadi karena mekanisme
penyaluran belum berjalan dengan semestinya. Pada intinya sebenaranya keberadaan DAU seharusnya menjadi penetral bagi
ketimpangan keuangan yang terjadi dalam APBD. Tapi kebanyakan daerah menyalah fungsikan DAU menjadi sumber penerimaan daerah, sehingga keempat permasalahan
terbenam dalam daerah-daerah yang masih menganggap DAU bukan alat penetral yang sesungguhnya.
2.3.2.3. Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus disediakan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijaun bagi daerah kabupaten penghasil penerimaan sektor kehutanan. Sesuai
dengan ketentuan dalam UU No. 25 tahun 1999 daerah memperoleh alokasi sebesar 40 dari penerimaan APBN sektor kehutanan. Bagi daerah yang akan menggunakan
DAK diwajibkan menyiapkan dana pendamping minimal 10 dari penerimaan umum APBD. Jika dilihat dari besaran jumlah DAK ini, tidak seberapa signifikan
peranannya. Namun apabila dikaitkan dengan fungsi belanja itu dengan upaya pemilihan kondisi ekosistem suatu daerah yang memiliki asset sumber daya hutan,
maka peranan DAK menjadi sangat strategis untuk membiayai investasi jangka waktu menengah yang nantinya akan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan rakyat
lokal dan pemerintah daerahnya.
Christa Td. Siallagan : Analisis Posisi Fiskal Daerah Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sementara itu menurut ketentuan peraturan pemerintah No. 104 tahun 2000 tentang dana perimbangan terdapat ketentuan mengenai dana alokasi khusus seperti
berikut: a.
DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu dan membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersediannya dana dalam APBN.
b. Kebutuhan khusus yang dibiayai dengan DAK yaitu kebutuhan yang tidak dapat
diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
c. 40 dari penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi disediakan kepada
daerah sebagai DAK untuk membantu membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan.
d. Kriteria teknis sektorkegiatan yang dapat dibiayai dari DAK ditetapkan oleh
Menteri teknis terkait. e.
DAK diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah. Penyediaan DAK memerlukan adanya dana pendamping sebesar 10 dari penerimaan umum
APBD kecuali DAK reboisasi. f.
Pengalokasian DAK ditetapakan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri Teknis terkait
dan instansi yang membidangi perencanaan pembangunan nasional. g.
Kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK yaitu biaya administrasi, biaya perjalanan dinas dan biaya administrasi umum dan lain-lain biaya umum sejenis.
h. Penyaluran DAK dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pemerintah Daerah juga sangat mengharapkan agar Pemerintah Pusat dapat memberikan kriteria-kriteria yang pasti dan leluasa kepada Pemerintah Daerah dalam
menggunakan DAK, misalnya untuk membiayai masalah pengungsi, bencana alam, pemekaran daerah serta kondisi darurat tertentu.
2.3.3. Pinjaman Daerah