Dana Bagi Hasil DBH Dana Alokasi Umum

Christa Td. Siallagan : Analisis Posisi Fiskal Daerah Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009 berbelanja atau bepergian ke luar negeri atau menggunakan dana perimbangan untuk menaikkan gaji pejabat atau anggota DPRD. Kata otonomi autos da nomos berarti mengurus sendiri daerahnya, untuk sampai pada tahap itu akan membutuhkan suatu proses, waktu dan biaya. Disamping itu juga memerlukan pula pembaharuan dan perubahan sikap mental dari para pelaku pembanguan. Dengan kewenangan otonomi, daerah akan dapat melaksanakan program pembangunan sesuai dengan kondisi dan prioritas lokal yang dimilikinya. Kondisi lokal, yaitu faktor-faktor endogen yang bersifat kondusif dimaksudkan untuk menggerakkan roda pembangunan seperti APBD, potensi dan prasarana ekonomi, ketersediaan SDM, kepastian hukum dan keamanan. Faktor-faktor tersebut akan memberikan daya tarik kepada investor untuk melakukan investor. Dalam pada itu prioritas yang berkaitan dengan sasaran pembangunan perlu segera diwujudkan. Ini termasuk aktivitas yang didahulukan penyediannya, misalnya dalam jangka waktu dua atau tiga tahun anggaran. APBD harus dimaanfaatkan untuk lapangan kerja produktif, peningkatan produktifitas dan daya saing masyarakat daerah. Hal ini penting untuk kesiapan menghadapi ekonomi global. Menurut Peraturan Pemerintah PP No. 104 tahun 2000, ada tiga sumber dana perimbangan: a. Bagi hasil pajak dan penerimaan sumber daya alam. b. Dana Alokasi Umum DAU. c. Dana Alokasi Khusus DAK.

2.3.2.3. Dana Bagi Hasil DBH

Salah satu komponen dari dana perimbangan keuangan dari pemerintah pusat dan daerah yaitu pembagian hasil penerimaan sumber daya alam dan penerimaan perpajakan. Termasuk dalam pembagian hasil perpajakan adalah pajak perseorangan PPh, pajak bumi dan bangunan PBB dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB. Sedangkan pembagian hasil penerimaan dari SDA berasal dari minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan. Sementara bagi hasil sumber daya alam jelas-jelas menguntungkan daerah- daerah kaya sumber daya alam berhubung pembagiannya didasarkan pada alokasi Christa Td. Siallagan : Analisis Posisi Fiskal Daerah Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009 atau letak sumber daya alam bersangkutan. Bagi hasil ini diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 sebagai jawaban terhadap tuntutan daerah dan praktis memang dapat mengurangi ketimpangan fiskal vertikal pusat – daerah. Dominasi pusat dalam penguasaan keuangan negara berkurang dengan ketegasan dalam pelaksanaan di daerah. Namun munculnya masalah baru yakni ketimpangan fiskal antar daerah yang cukup serius. Dominasi pusat yang dicoba diatas dengan dana perimbangan seperti tersebut diatas tercermin dari porsi PAD dalam APBD. Sebagaimana diketahui penerimaan daerah dari PAD pun sangat bervariasi. Namun secara umum, PAD hanya menyumbang rata-rata 20 - 30 APBD provinsi dan 10 - 20 APBD kabupatenkota. Sacara historis, PAD daerah-daerah di Indonesia punya peran relatif kecil dalam keseluruhan anggaran daerah. Lebih jauh, yaitu PAD untuk daerah-daerah dengan intensitas kegiatan ekonomi tinggi akan cukup besar misalnya, PAD DKI Jakarta dan kabupaten bandung. Jadi, adanya kecenderungan bias ke perkotaan.

2.3.2.2. Dana Alokasi Umum

Di era otonomi daaerah, distribusi dana alokasi umum atau dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah dalam bentuk block grant DAU sudah dua kali dilakukan, yaitu untuk tahun 2001 dan 2002 dan hingga sekarang 2008. Namun, tersimpul belum memuaskan. Terutama pada tahun 2001, DAU belum dapat secara utuh menjalankan dan merealisasikan amanat UU No. 25 tahun 1999 dimana DAU sebagai alat pemerataan. Kebanyakan DAU bukan jadi solusi setelah sampai di daerah-daerah malah menyebabkan permasalahan, sehingga tujuan DAU sebagai pemerataan dari kekurangan di daerah tidak terealisasi dengan maksimal. Adapun permasalahan yang kebanyakan dihadapi daerah-daerah yang belum menerapakan tujuan DAU sebenarnya. Pertama, model formulanya sendiri yang masih jauh dari sempurna. Memang tidak mudah membuat formula dana transfer ke daerah yang bersifat umum general purpose transfer untuk negara yang sangat majemuk seperti Indonesia. Penyerderhanaan atas berbagai faktor yang menjadi ciri khas dari daerah-daerah tertentu harus dilakukan. Artinya, satu atau beberapa faktor yang sangat menonjol di daerah tertentu terpaksa terabaikan. Sebab, jika sebagian besar karakteristik dari daerah dicoba ditampung, maka formula akan menjadi rumit, memerlukan solusi komputer dan rangkaian data yang untuk negara seperti Indonesia Christa Td. Siallagan : Analisis Posisi Fiskal Daerah Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009 cenderung tidak realistis. Padahal, untuk situasi dan kondisi saat ini, formula yang sederhana jauh lebih diperlukan. Kedua, adanya yang berpengaruh lebih dominan, kentalnya pertimbangan non ekonomi dalam penentuan besaran DAU. Persoalannya adalah kepentingan politis cenderung dominan, terutama dalam tahap-tahap penting penentuan formula. Artinya intervensi politik sudah melekat tak terpisahkan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. Ketiga, DAU hanya cukup bahkan kurang jumlahnya untuk membayar kebutuhan negara seperti gaji pegawai. Ini terjadi terutama di daerah yang tidak memiliki sumber daya alam yang dapat menghasilkan. Hal ini terjadi karena penyusunan formula DAU belum diperhitungkan variabel- variabel P3D yang dilimpahkan dari institusi pusat maupun pegawai provinsi kepada pemerintah kabupatenkota. Keempat, adanya keterlambatan dalam penyaluran DAU yang dialami oleh beberapa daerah, kemungkinan terjadi karena mekanisme penyaluran belum berjalan dengan semestinya. Pada intinya sebenaranya keberadaan DAU seharusnya menjadi penetral bagi ketimpangan keuangan yang terjadi dalam APBD. Tapi kebanyakan daerah menyalah fungsikan DAU menjadi sumber penerimaan daerah, sehingga keempat permasalahan terbenam dalam daerah-daerah yang masih menganggap DAU bukan alat penetral yang sesungguhnya.

2.3.2.3. Dana Alokasi Khusus