Proses Penguburan Tulang Pada Masyarakat Batak Toba

mati tersebut. Dengan adanya keyakinan ini, maka hubungan batin suatu keluarga dengan anggota keluarganya yang telah meninggal akan tetap terpelihara dan tidak terputus secara tiba-tiba. Pemujaan terhadap arwah leluhur merupakan suatu bentuk penagbdian seseorang terhadap leluhurnya. Pemujaan leluhur menjadi satu wujud ucapan syukur dan terima kasih atas semua berkat yang diterimanya. Pemujaan leluhur juga merupakan suatu bentuk permohonan akan keselamatan, perlindungan bagi anggota keluarga yang masih hiddup dalam kehidupan mereka sehari-hari agar terhindar dari gangguan dan malapetaka. Oleh karena itu sanagat penting bagi orang Jepang terjaminnya kelanjtan kesinambungan pemujaan leluhur antara generasi ke generasi selanjutnya.

3.2. Proses Penguburan Tulang Pada Masyarakat Batak Toba

Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba adat selalu dianggap sejajar dengan agama. Adat mampu mengatur relasi manusia dengan Tuhan, juga manusia dengan sesamanya sendiri. Oleh karena itu juga, dalam peristiwa kematian masyarakat Batak Toba selalu mengaitkan upacara adat dengan ritual penguburan anggota keluarga mereka yang sudah meninggal. Pada masyarakat Batak Toba semua bentuk upacara adat disebut dengan horjakerja. Orang yang berkuasa atau yang mempunyai horja ini disebut dengan pihak Suhut. Masyarakat Batak Toba ini sendiri sangat menghargai peristiwa kematian, apalagi orang yang meninggal adalah orang yang sudah tua dan anak- Universitas Sumatera Utara anaknya semua sudah berkeluarga saurmatua, ataupun orang yang meninggal sudah lanjut usia namun masih ada diantara anak-anaknya masih ada yeng belum berkeluarga. sarimatua. Upacara kematian sarimatua ataupun saurmatua ini memakan waktu yang cukup lama.mulai dari proses hamatean sampai pada proses mangongkal holi. Upacara mangongkal holi adalah upacara pemakaman yang kedua kali yang dilakukan masyarakat Batak terhadap keluarga mereka yang meninggal sarimatua ataupun saurmatua. Kata mangongkal holi berasal dari kata ongkal dan holi. ongkal = gali ; holi = tulang. Maka upacara mangongkal holi bertujuan untuk memindahkan tulang- belulang orang yang sudah meninggal, yang telah dikubur sekian lama untuk dipindahkan ke Batu Na pir batu yang keras atau disebut juga kuburan yang baru yang dianggap lebih layak. Tidak setiap orang yang meninggal dilakukan upacara adat mangongkal holi. Mangongkal holi hanya dilakukan kepada orang yang meninggal sarimatua ataupun saurmatua. Upacara adat mangongkal holi selain bertujuan untuk menyatukan tulang – belulang nenek moyang ataupun orangtua mereka yang telah berserakan, yang lebih Belakangan, setelah masyarakat Batak Toba memeluk agama Kristen, upacara mangongkal holi ini adalah dalam langkah menghormati Orangtua sebagaimana bani Israel yang membawa tulang-belulang Jacob dan Josep keluar Mesir menuju tempat Kanaan. Mangongkal holi erat kaitannya dengan konsep hidup yang dipegang oleh masyarakat Batak Toba, yaitu : hamoraon, hagabeon dan hasangapon. Universitas Sumatera Utara Hamoraon berarti kekayaan. Kekayaan yang dimaksud di sini adalah kekayaan dalam bidang materi sebagai salah satu faktor penentu upacara yang dilaksanakan. Besar kecilnya upacara yang terlaksana tergantung kepada kekayaan yang dimilki oleh pihak keluarga. Di sini dapat terlihat bagaimana masyarakat Batak Toba merasa saling bersaing untuk menunjukkan kekayaan mereka. Misalnya saja pada saat mereka memberi makan manggalang para undangan pada saat upacara berlangsung, binatang yang dijadikan korban persembahan, serta pakaian adat yang mereka kenakan. Jika mereka mampu menunjukkan kekayaan yang dimilkinya, maka mereka akan dipui banyak orang. Selain itu, seperti yang kita ketahui upacara adapt mangongkal holi memerlukan biaya yang cukup besar. Mulai dari persiapan sebelum upacara adapt berlangsung, pembangunan Tugu, alat-alat upacara, sajian makanan sampai pada keperluan saat upacara adapt mangongkal holi berlangsung. Hagabeon berarti keturunan. Seseorang dikatakan sempurna tidak diukur dari jumlah tahun usianya, tetapi diukur dari jumlah keturunannya. Banyaknya jumlah keturunan juga menunjukkan penilaian tinggi bagi seseorang yang sarimatua ataupun saurmatua. Apabila jumlah keturunannya sedikit, maka bentuk dan sisi pesta kurang meriah. Selain itu, masyarakat Batak Toba juga meyakini bahwa kebesaran jumlah keturunan itu diakui sebagai berkat dari roh nenek moyang. Suatu keluarga juga disebut “gabe” apabila telah memiliki anak laki-laki dan perempuan. Hasangapon berarti kemuliaan. Penilaian ini diberikan kepada individu yang digali itu karena memiliki sejumlah keturunan baik laki-laki maupun perempuan sebagai generasi ke-tiga dan ke-empat, yang mempunyai kualitas. Semakin tinggi Universitas Sumatera Utara kualitas hamoraon dan hagabeon dari setiap keturunan individu itu, semakin sangap mulia Dia dalam pandangan masyarakat sekitarnya. Persiapan-persiapan dalam pelaksanaan mangongkal holi berlangsung dalam waktu yang relatif lama, dimulai dari pendirian Tugu sampai kepada tahap-tahap sebelum upacara dimulai. Sedangkan perayannya berlangsung satu sampai tiga hari lamanya, dimulai saat penggalian sampai pada acara pemakaman. Sebelum mangongkal holi dilakukan, langkah pertama yang diambil adalah sidang keluarga menyusun acara mangongkal holi patangkokhon. Pada sidang keluarga itulah ditentukan tulang-belulang siapa yang akan diagali dan dimasukkan ke dalam Batu Na Pir batu yang keras, bagaimana bentuk Tugu yang akan dibangun, bentuk pesta, berapa ekor jumlah hewan yang akan dibutuhkan dan tentunya berapa besar biaya yang diperlukan. Keputusan keluarga menjadi keputusan semua dan harus harus ditaati sesuai dengan norma-norma adat. Setelah rencana matang dan diprogramkan, pihak Suhut akan memberitahukan rencana mangongkal holi tersebut kepada pihak Hula-hula untuk meminta kesediaan pihak Hula-hula menghadiri acara adat ini. Apabila pemberitahuan kepada pihak Hula-hula dan pembuatan Tugu pun telah selesai, maka acara martonggo raja dapat dilakukan. Setelah acara martonggo raja selesai, maka penggalian dapat dimulai. Dalam acara mangongkal holi biasanya tulang belulang yang akan dikumpulkan akan digali dari beberapa kuburan . Acara mangongkal holi diikuti oleh Universitas Sumatera Utara unsur Dalihan Na Tolu, terutama panambak dari pihak hasuhuton. Sebelum proses penggalian dilakukan, Hula-hula menebarkan santan dengan tepung beras yang telah dicampur kelapa, gula dan garam. Tujuannya agar pada saat proses penggalian berlangsung suasananya damai dan sejuk. Selain itu ritual ini bermakna agar roh leluhur yang kuburannya digali tersebut tidak mengganggu pomparannya keturunannya. Acara mangongkal holi dapat diikuti dengan pemukulan gendang, tetapi boleh juga dilakukan tanpa pemukulan gendang. Apabila peserta upacara adat telah hadir, maka Malim, salah satu seksi dari Raja Na Opat Parbiusan yang bertugas untuk unsur kepercayaan mengadakan tonggo doa pertama yang ditujukan kepada Mulajadi Na Bolon. Doa itu diminta dialu-aluon disampaikandengan bunyi gendang. Gondang gendang dimulai dengan gondang Mulajadi, kemudian dilanjutkan dengan gondang somba-somba gondang untuk meminta ijin dari penguasa tanah agar diperkenankan mengambil tulang-belulang nenek moyang mereka. Apabila gendang telah berhenti, maka penggalian dimulai dari cangkul pertama. Pencangkulan pertama dimulai dari panambak hasuhuton, dilanjutkan dengan pihak Boru, pihak Hula-hula, Raja Bius, Ale-ale dan selanjutnya diteruskan Boru. Apabila tulang-belulang itu telah ditemukan, maka bagian pertama yang diambil adalah saring-saring tulang bagian kepala dari keseluruhan. Saring-saring itu akan disanti diterima oleh pihak Hula-hula ke dalam ulos. Semua tulang- belulang itu harus dihitung keseluruhan ruas-ruasnya agar jangan sampai ada yang Universitas Sumatera Utara ketinggalan. Keseluruhan tulang-belulang itu dimasukkan ke dalam ulos dan dipangku oleh pihak Hula-hula yang berkenan. Setelah semua tulang belulang itu berhasil ditemukan, terlebih dahulu dibersihkan sebelum dibawa oleh putri tertua almarhum ke tempat yang perman sebagai kuburan yang kedua yang disebut dengan Tugu. Tulang-belulang itu lalu dimasukkan ke dalam peti. Saat akan dibawa ke Tugu, pihak hula-hula mentup peti itu dengan ulos saput kain Batak. Proses penguburan saring-saring tulang-tulang ini tidak terlepas dari peran Pendeta Kristen untuk memanjatkan doa. Acara mangongkal holi ini tentu tidak terlepas dari peran pargonsi yang mengumandangkan berbagai jenis lagu dan alunan alat musik tradisional. Alat musik yang dipergunakan antara lain gondang sabangunan, onang-onang dan uning-uningan. Setelah semuanya kembali ke rumah, pihak keluarga mengundang orang sekampung untuk makan bersama.

3.2.1 Roh Dan Penguburan Tulang

Masyarakat Batak Toba mempunyai kepercayaan bahwa alam beserta isinya diciptakan Mulajadi Na Bolon atau Batara Guru yang menguasai seluruh alam semesta. Alam semesta ini terbagi atas 3 bagian yang terdiri dari : 1 Banua ginjang benua atas yang dihuni oleh Dewata baka khusus, Dewata beserta keturunannya. 2 Banua Tonga benua tengah dihuni oleh Dewata benua tengah. 3 Banua Toru benua bawah dihuni oleh Dewata benua bawah yaitu berbagai roh-roh jahat. Universitas Sumatera Utara Manusia yang menempati Benua Tengah memiliki roh yang berasal dari Mulajadi Na Bolon sebagai pencipta segala sesuatu. Dalam konsep kepercayaan Masyarakat Batak Toba, roh tersebut berupa tondi, sahala , sumangot dan begu. Tondi adalah roh manusia itu sendiri yang merupakan kekuatan bagi dirinya. Sahala adalah bobot atau talenta yang terkandung dalam pribadi seseorang yang masih hidup. Sumangot adalah roh manusia yang telah meninggal dan masih diyakini dapat membantu manusia. Sombaon adalah arwah orang meninggal dari seseorang yang telah lengkap bercucu, penyandang sahala yang unggul. Sedangkan Begu adalah roh- roh penasaran yang selalu mengganggu kehidupan manusia. Tondi roh seseorang sudah ada sejak manusia itu masih berada dalam kandungan Ibunya Warneck dalam Gultom, 1992. Karena itu, pada saat seorang Ibu mengandung 7 bulan dilakukan upacara dengan tujuan agar tondi cabang bayi tersebut kuat dan terhindar dari roh-roh jahat. Mulajadi Na Bolon dalam konsep Masyarakat Batak adalah pemilik “gudang tondi’ gudang roh. Tondi tersebut kemudian dihantarkan kepada setiap orang yang telah ditentukannya. Tondilah yang menentukan hidup dan manusia. Apabila tondi meminta yang baik, maka jailah yang baik. Tondi akan lahir ke dunia dalam raga badan seorang anak. Tondi memang adalah forma tubuh, namun ia membentuk hidup sendiri di samping raga. Selama seseorang hidup maka tondi berdiam dalam raganya. Apabila seseorang mengalami kematian, maka tondinya telah meninggalkan raganya. Tidak kepada semua orang dilakuka upacara kematian. Upacara kematian hanya dilakukan terhadap orang yang Universitas Sumatera Utara telah sarimatua ataupun saurmatua. Bagi orang yang meninggal sarimatua ataupun saurmatua ini akan dilakukan acara adat mangongkal holi. Mangongkal holi ini dilakukan setelah beberapa tahun pemakaman pertama. Pada mulanya penggalian tulang-belulang dan menguburkannya ke kuburan yang baru Batu Na Pir berlatar belakang konsepsi kepercayaan yqang hidup pada masyarakat Batak yaitu : “Pemujaan arwah nenek moyang”. Tujuannya agar para keturunan selalu memperoleh berkat dari Orangtua mereka yang telah meninggal Siahaan, 2005. Roh yang meninggal dianggap selalu menyertai keturunannya di dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Dan dengan penghormatan yang dilakukan keturunannya maka roh orang yang meninggal akan dapat diterima di dunia baru, yaitu dunia arwah. Dalam kepercayaan masyarakat Batak,seseorang yang dalam hidupnya selalu berbuat baik, Gabe Orangtua yang lengkap berketurunan ; Namora orang kaya ; Datu penyandang sahala yang unggul maka tondinya akan tenang setelah kematian. Para keturunannya pun akan banyak memberikan persembahan-persembahan untuk memuja tondinya, dan tempat tinggal tondinya pun istimewa dari roh-roh lain. Bagi keluarga Batak, anggota keluarga yang hidup dan anggota keluarga yang telah mati mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Anggota keluarga yang telah mati menjadi bagian dari keluarga tersebut. Universitas Sumatera Utara

3.3 Perbandingan