Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

permbangunan. ” 7 Di Eropa, persoalan hubungan agama dan non-agama secara paradigmatik dapat di katakan berakhir ketika sekularisme dijadikan sebagai model baru hubungan antara agama dan dunia. Gerakan sekularisme menjadikan manusia bebas dari intervensi agama dalam mengurusi persoalan dunianya. Agama kemudian di “karantina” dalam wilayah pribadi. 8 Fenomena seperti itu tidak lepas dari sejarah kelam Eropa pada abad pertengahan dimana gereja atas nama agama begitu berkuasa dan bahkan bertindak sewenang-wenang atau melegitimasi tindakan sewenang-wenang raja dengan dalil-dalil agama yang bersifat absolut. Kaum gereja memanipulasi agama untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan yang justru bertentangan dengan nilai agama.kaum gereja dengan kekuasaannya yang suci telah membuat manusia Eropa menjadi kerdil dan tak memiliki hak untuk bersuara karena semuanya akan di pangkas dengan dalil doktrin yang merupakan titah Tuhan yang transenden. 9 Walaupun pada akhirnya paham ini hancur dengan munculnya paham sekularisme yaitu bentuk kekecewaan terhadap kristen pada saat itu dan terpecahnya agama kristen menjadi dua paham yang berbeda dan runtuhnya otoritas gereja dalam kehidupan masyarakat eropa pada waktu itu. Sejarah Eropa Kristen tentunya berbeda dengan sejarah Islam yang hadir dengan upaya damai tanpa ada paksaan bahkan mengajak umat non- 7 Dr. Aloliliweri, M.S. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, h.167 8 Dr. Aloliliweri, M. S. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, h. 167-168 9 Didin Nurul rosidin, MA, Mengelola Konflik Membangun Damai, Semarang: WMC, 2007 cet ke-1 h 185 Islam untuk hidup berdampingan dalam kehidupan yang tercermin dalam Piagam Madinah. Sejarah Islam, sebagaimana sejarah tiap umat, dapat dibagi dalam tiga periode yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Pada periode klasik merupakan masa ekspansi, integrasi dan masa keemasan.Pada periode pertengahan disebut fase kemunduran dalam hal ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat. Pada periode modern terjadi banyak penyimpangan – penyimpangan yang mendorong munculnya para penggagas dan pembaharu muslim yang berusaha menyadarkan terhadap penyimpangan yang telah di lakukan. 10 Sejarah menunjukan bahwa Nabi Muhammad dan umat Islam kurang lebih 13 tahun di Mekkah terhitung sejak pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rasul, belum mempunyai kekuatan dan kesatuan politik yang menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi satu komunitas yang bebas dan merdeka setelah pada tahun 622 M hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya disebut Yastrib. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupakan umat lemah yang tertindas, di Madinah mereka mempunyai kekuatan yang baik dan segera menjadi umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri 11 Madinah menyimpan pesan, pengalaman, dan sejarah. Ketiga hal tersebut terangkum dalam Piagam Madinah. Piagam membuktikan salah satu esensi dalam Islam adalah perdamaian dan persaudaraan.Bagi sebagian umat 10 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta:UI-Press, 1985 cet ke-5, h. 56. 11 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: UI-Press, 1996. Islam, piagam ini merupakan inspirasi untuk memperjuangkan hak-haknya dalam jalur politik. Bahkan mereka menganggapnya sebagai prototip dari politik Islam yang bersifat adihulung. 12 Sebab piagam tersebut meneguhkan posisi Islam sebagai agama yang menerima perbedaan dan menjadikan kebhinekaan sebagai kekuatan untuk membangun sebuah komunitas yang kuat, bermartabat, dan menjunjung tinggi keadaban. 13 Di Madinah terdapat model penataan dan pengendalian sosial yang dilakukan oleh Nabi bersama para penduduk Mekkah Muhajirin dan para penduduk Madinah Anshar dengan tidak memihak satu sama lain,suatu perjanjian yang memuat nilai-nilai persahabatan antara Muhajirin dan Anshar sebagai komunitas Islam di satu pihak dan antara kaum muslimin dan kaum Yahudi serta sekutu-sekutu mereka di pihak lain. Nilai yang menyatukan agar mereka terhindar dari pertentangan suku serta bersama-sama mempertahankan keamanan kota Madinah dari serangan musuh untuk hidup berdampingan secara damai sebagai inti dari persahabatan. 14 Oleh karena itu Piagam Madinah yang dibuat untuk mempersatukan kelompok-kelompok sosial di Madinah menjadi suatu ummah dan mengakui persamaaan hak-hak mereka untuk kepentingan bersama merupakan suatu contoh yang sangat baik sejarah hidup manusia untuk membangun masyarakat yang bersifat majemuk. Menurut peneliti gagasan atau ketetapan yang ada dalam Piagam Madinah 12 Adihulung adalah seni budaya yang bernilai tinggi KBBI 13 Zuhairi Misrawi, Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009, h. 293-294. 14 J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al- Qur‟an, Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 1994, cet ke-1, h. 113. mempunyai relevansi yang kuat dalam perkembangan dan keinginan masyarakat internasional khususnya Indonesia. Melihat kerukunan antarumat beragama di Indonesia masih banyak menyisakanmasalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan halini belum bisa terhapussecara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakanmasalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara danmemanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwapemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat beragama perlu ditinjauulang.Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntutadanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yangantisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia pada masa-masa mendatang. Jika hal ini diabaikan, dikhawatirkan akan muncul masalahyang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa dan negara di bidangpolitik, ekonomi, keamanan, budaya, dan bidang-bidang lainnya. Adanya perubahan zaman seperti sekarang ini seharusnya meningkatkankesadaran masyarakat kita akan arti penting persatuan dan kesatuan. Akantetapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Era reformasi membawadampak kebebasan yang kurang terkontrol. Hal ini akan sangat berbahayaketika terjadi di tengah-tengah bangsa yang tingkatheterogenitasnya cukuptinggi seperti Indonesia. 15 Rakyat Indonesia mencita-citakan suatu masyarakat yang cinta damai dandiikat oleh rasa persatuan nasional untuk membangunsebuah negara yang 15 Marzuki, Kerukunan Antarumat Beragama Dalam Wacana Masyarakat Madani, h. 2 majemuk. Persatuan ini tidak lagi membeda-bedakan agama, etnis, golongan,kepentingan, dan yang sejenisnya. Oleh karena itu, konsep yang cocok untukkonteks Indonesia adalah konsep masyarakat madani. 16 Sebagai konstitusi yang dibuat oleh negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul, Piagam Madinah tentu sarat dengan nilai-nilai kebenaran mutlak, disamping memuat nilai moralitas dan hukum produk manusia. 17 Negara Indonesia juga memiliki sebuah konstitusi yakni pancasila yang berlandaskan UUD 1945. Seperti halnya Piagam Madinah yang dibentuk oleh kaum muslimin, sebagian besar orang yang membentuk Pancasila dan UUD 1945 juga adalah dari umat Islam. 18 Kedua konstitusi tersebut sangat menarik untuk dikaji secara serempak berdasarkan pertimbangan bahwa konstitusi merupakan bagian yang sangat penting dalam hidup bermasyarakat dan dari konstitusi pula dapat diketahui bentuk dan corak suatu pemerintahan dalam sebuah negara. Piagam Madinah dan UUD 1945 sama-sama memuat ketentuan tentang dasar kerukunan hidup beragama. Yang artinya para pemeluk agama yang berbeda harus hidup berdampingan secara damai. Agama yang berbeda tidak boleh dijadikan penghalang bagi kerukunan hidup di tengah masyarakat. 19 Mengingat jumlah pemeluk agama di Indonesia jauh lebih besar dari zaman berlakunya Piagam Madinah, dan agama yang di anut bangsa Indonesia lebih banyak, serta sesuai dengan kemajuan kondisi zaman 16 Marzuki, Kerukunan Antarumat Beragama Dalam Wacana Masyarakat Madani, h. 2 17 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, hal.4 18 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, hal.5 19 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, hal.5 serta tempat, adalah merupakan hal wajar dan perlu bila pengaturan dan pembinanaan kerukunan hidup beragama lebih terinci dan lebih intensif dibanding dengan pada masa berlakunya Piagam Madinah. Melihat subtansi kerukunan yang ada dalam Pancasila masih bersifat global maka penulis berinisiatif untuk membandingkan relevansi kerukunan antaruamat beragama yang ada dalam Piagam Madinah yang sudah bersifat universal dan terperinci dengan Pancasila yang masih bersifat substansial. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul “Analisis Teks Makna Kerukunan Antarumat Beragama dalam Piagam Madinah ”.

B. Pmbatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Merujuk pada latar belakang diatas, maka penulis membatasi penelitian pada pesan teks yang mengandung makna kerukunan antarumat beragama dalam setiap pasal-pasal yang terdapat di dalam Piagam Madinah. Yaitu pasal-pasal yang merujuk pada Persatuan dan Kesatuan, Persamaan dan Keadilan dan Kebebasan Beragama.

2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak keluar dari konteks pembahasan, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana kontruksi teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang ada pada pasal Piagam Madinah? b. Bagaimana relevansi Piagam Madinah bagi kerukunan antarumat beragama di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitiannya sebagai berikut: a. Untuk mengetahui Bagaimana pesan teks yang mengandung unsur kerukunan antarumat beragama dalam setiap pasal pada Piagam Madinah. b. Untuk mengetahui bagaimana relevansi Piagam Madinah bagi kerukunan antarumat beragama di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yang ditinjau dari segi akademis dan segi praktis adalah sebagai berikut: a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan tambahan refrensi atau informasi dan toeri-teori bagi studi-studi selanjutnya khususnya mahasiswa dakwah, komunikasi yang mepelajari tentang komunikasi antar agama dan budaya melihat masih sedikitnya mahasiswa yang meneliti isi pesan yang mengandung makna kerukunan dalam hidup beragama dalam Piagam Madinah diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu tentang komunikasi yang mencakup ruang lingkup antar agama dan budaya. b. Manfaat Praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para da’i, aktivis dakwah serta memberikan masukan terhadap perkembangan kurukan antarumat beragama yang dinaungi oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama PKUB Kementerian Agama Republik Indonesia. Kemudian mem berikan inspirasi bagi para da’i dalam kegiatan dakwahnya, yang tidak hanya dilakukan diatas mimbar atau di dalam masjid saja, tetapi juga dapat dilakukan melalui komunikasi antar agama dan kehidupan masyarakat beragama. Dan semoga penelitian inidapat memberi pengetahuan mengenai kerukunan umat beragama serta dapat memenuhi kebutuhan spiritual khalayak dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggali isi atau makna pesan simbolik dalam sebuah buku atau hasil karya lainnya. Dengan penelitian analisis konten, peneliti mengkaji pasal-pasal yang ada dalam Piagam Madinah dengan memperhatikan konteks yang terjadi di Madinah pada waktu itu sehingga diperoleh pemahaman yang tepat. Penelitian ini memakan waktu enam bulan yaitu dari tanggal 21 November 2014 s.d 21 Mei 2015, selama enam bulan tersebut penulis melakukan dua kali wawancara dengan pihak PKUB yang diwakili oleh Kasubag Bidang Kerukunan Antarumat Beragama yaitu bapak Ubaidillah. MA. Objek penelitian terfokus pada pasal-pasal dalam Piagam Madinah yang mengatur masalah kerukunan antarumat beragama, baik hubungan antara sesama Muslim maupun antara umat Islam dengan umat lain. Aturan- aturan ini kemudian dikaitkan dengan kondisi keberagamaan di Indonesia yang sangat majemuk dan ditopang oleh keberagaman etnis, budaya, bahasa, kepentingan politik, dan lain-lain. Data penelitian diperoleh dari pasal-pasal yang ada dalam Piagam Madinah. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah pasal-pasal yang mengatur kerukunan antarumat beragama. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk membedah suatu fenomena di lapangan. Penelitian deskriptif kualitatif adalah metode yang menggambarkan dan menjabarkan temuan di lapangan. Metode deskriftif kualitatif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian degan metode ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. 20 Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci, mengidentifikasikan masalah, membuat 20 Jalaluddin, Rakhmat.. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2007h.47