Semangat persamaan dan persaudaraan tanpa melihat suku dan agama dalam Piagam Madinah itu tidak lepas dari bimbingan wahyu Allah SWT, di
mana Rasulullah saw tidak akan berkata sesuatu dari kehendak nafsunya kecuali merupan wahyu Allah SWT. Piagam Madinah senafas dengan inti
ajaran paradigma kehidupan umat beragama yang termaktub dalam al Qur’an al Karim, yakni tidak ada paksaan untuk menganut suatu agama al
Baqarah:256, larangan kepada Rasulullah saw untuk memaksa orang menerima Islam Yunus:99 dan bahwa tiada larangan bagi umat Islam untuk
berbuat baik, berlaku adil dan saling tolong menolong dengan orang-orang bukan Islam yang tidak memerangi umat Islam karena agama dan tidak
mengusir meraka dari kampung halaman atau negeri mereka al Mumtahanah:8
–9, bahwa Islam mengakui pluralitas agama bukan pluralisme agama al Kafirun:1- 6.
117
Kalau sebab turunnya asbab al nuzul ayat dalam surat al Kafirun dikaji secara seksama, ayat ini merupakan penolakan Nabi Muhammad SAW
secara diplomatis dan etis atas propaganda agama lain. Ketika Nabi Muhammad SAW ditawari untuk saling tukar agama, Nabi SAW
menanggapinya dengan arif dan bijaksana, “bagimu agamamu, bagiku agamaku
”. Tidak ada kaliamat yang bersinggungan sehingga orang yang mengajak beliau berutukar agama menjadi segan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Indonesia telah memiliki ideologi bernama Pancasila sebagai norma fundamental
117
http:cyberdakwah.com201307mewujudkan-kerukunan-antar-umat-beragama
bernegara, staat fundamental norm, sekaligus juga sebagai filsafat dasar philosophische grondslag, yang berfungsi sebagai pijakan nilai-nilai moral
bermasyarakat dan bernegara. Di sinilah Pancasila sebagai pengikat heterogenitas dalam kehidupan plural agar senantiasa tercipta kerukunan dan
kedamaian. “Jika ditilik lebih lanjut dalam butir butir Piagam Madinah maka akan
ditemukan nilai-nilai yang amat relevan dengan upaya kita membangun bangsa yang rukun, bukan saja rukun dalam konteks kehidupan beragama
tetapi rukun dalam konteks berbangsa, dari kerukunan umat beragama menuju k
erukunan nasional”, terang Mantan Menteri Agama Surya Dharma Ali
118
Piagam Madinah dan Pancasila, lanjut Menag terlihat paralel di mana keduanya berfungsi sebagai landasan nilai untuk selalu menghormati
keragaman, menghargai hak-hak warga, dan mewajibkan para pemeluk agama untuk berpartisipasi-aktif dalam membangun bangsa.
Menag kembali menegaskan bahwa Piagam Madinah memberi pesan lain akan pentingnya melepaskan diri dari ego Identitas yang menganggap
diri sendiri sebagai yang paling hebat dan mengecilkan orang lain. “Kebersamaan, kerukunan, kedamaian akan terwujud manakala ego Identitas
semacam ini disingkirkan dalam kehidupan sehari hari demi memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa”, tegas Menag.
119
118
http:bimasislam.kemenag.go.idpreviewmenag-kerukunan-akan-terwujud-jika-ego- identitas-disingkirkan.dpuf
119
http:bimasislam.kemenag.go.idpreviewmenag-kerukunan-akan-terwujud-jika-ego- identitas-disingkirkan.dpuf
Benang merah relevansi kerukunan anatarumat bergama di Indonesia dengan Piagam Madinah ialah Piagam Madinah sudah menjelaskan dengan
jelas aturan-aturan yang di terapkan untuk hidup rukun dan harmonis contohnya
1. Siapa yang ingin aman masuk ke masjid
2. Kaum Yahudi yang membayar pajak dan ikut dalam perjanjian
mendapatkan hak yang sama dengan kaum Muslim dalam Madinah 3.
Kaum Yahudi dan Non-Muslim lain bebas memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan
Itu sebagaian kecil contoh isi dari Piagam Madinah yang menunjukkan bahwa Subtansi kerukunan umat bergama dalam Piagam
Madinah lebih jelan dan terperinci, sehingga amat relevan jika Piagam Madinah di jadikan acuan untuk menjalankan prinsip hidup harmonis dalam
masyarakat antarumat beragama di Indonesia.
86
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari uraian dan hasil penelitian yang dilakukan tentang analisis teks makna kerukunan antarumat beragama dalam Piagam Madinah, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis Teks
Dalam analisis teks makna kerukunan antarumat beragama peneliti menggunakan pendekatan yang dilihat struktur makronya tematik,
superstrukturnya skematik, serta struktur mikronya semantik, sintaksis, stalistik, retorisPiagam Madinah, maka konstruksi teksnya adalah tiga
point tentang kerukunan antarumat beragama : a
Persatuan dan Kesatuan
b
Persamaan dan Keadilan
c
Kebebasan Beragama
Kognisi Sosial
dalam penelitian ini bukanlah wawancara langsung terhadap pembuat Piagam Madinah yaitu Nabi saw, melainkan melihat kondisi
bagaimana sejarah terbentuknya Piagam Madinah melalui hadist-hadist riwayat Imam Ahmad bin Hambal yang tertulis dalam buku
Shuyuthi J Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari
Pandangan Al- Qur‟an, yang meninjau kondisi psikologis pembuat Piagam
Madinah lewat riwayat-riwayat hadist.
Konteks Sosial disini melihat bagaimana Piagam Madinah itu bisa terjadi
dalam artian sebab musabab adanya perjanjian antara umat Islam yang di
wakili oleh Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi dan non-Muslim di Madinah. Piagam ini di buat oleh Nabi SAW dengan latar belakang ingin
mempersatukan Kaum Musimin dari muhajirin dan anshar dengan kaum yahudi dan kaum non-muslim lain di Madinah.
2. Relevansi Piagam Madinah bagi kerukuan antarumat beragama di
Indonesia adalah kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama
adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi
dalam hal
apapun, khususnya
dalam masalah
agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah
adat istiadat atau
budaya seni,
tapi juga
termasuk agama. Perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu
saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia untuk bersama-sama membangun negara ini menjadi
yang lebih baik.
Piagam Madinah memberi pesan lain akan pentingnya melepaskan diri dari ego identitas yang menganggap diri sendiri sebagai yang paling hebat
dan mengecilkan orang lain.Kebersamaan, kerukunan, kedamaian akan terwujud manakala ego identitas semacam ini disingkirkan dalam
kehidupan sehari hari demi memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
B. Saran
1. Piagam Madinah
Dalam pembuatannya banyak menyimpan pesan, pengalaman, dan sejarah. Ketiga hal tersebut terangkum dalam Piagam Madinah. Piagam
ini banyak diperbincangkan orang, baik kalangan Muslim maupun kalangan non-Muslim. Piagam ini telah membuktikan salah satu esensi
dalam Islam adalah perdamaian dan persaudaraan. Oleh sebab itu penulis menyarankan dalam pembuatan pengembangann perundang-undangan
tentang kerukunan anatarumat beragmabisalebih dulu mengacu terhadap isi dari pasal-pasal yang tertulis dalam Piagam Madinah sebagai dasar
konstitusi pertama dalam sejarah manusia. 2.
Kerukunan Umat Perkembangan kerukunan anatar umat bergama harus di
tingakatkan agar tidak ada lagi gesekan atau konflik antarumat bergama,melihat dasar Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
berbeda-beda tetap satu maka masayarakat Indonesia harus lebih memperhatikan tentang bagaimana saling mengerti satu sama lain dalam
hidup bermasyarakat seperti yang di katakan oleh Kepala PKUB masyarakat bisa dikatakan rukun jika saling memahami antar umat
beragama dalam segi ajaran masing-masing ajaran agama,meahami konseo tuhan menurut agama masing. Setelah paham harus
menghormati,karena dalam al quran ada ayat jangan menghina tuhan lain, mutual respect saling hormat. Dan setelah saling menghormati harus
saling kerja sama dalam hal ini bukan kerja sama keagamaan, dari sisi kemanusiaan dan kemasyarakatan.
89
DAFTAR PUSTAKA
A. Malik, Fadjar. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998.
AG., Muhaimin. Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif Berbagai Agama. Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan,
Departemen Agama RI, 2004 Agil Husin Al Munawar, Said. Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat
Press. 2003. Ahmad bin Hambal, al-musnad, jilid III. Bairut: al-Maktab al-Islami, 1985.
Al ‘Umari, Akram Diya ‘. Masyarakat Madinah Pada Masa Rasulullah SAW. Jakarta: Media Dakwah, 1994.
Mansyur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Jakarta: Al- Amin Press, 1997. Ahmad, Zainal Abidin. Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara
Tertulis yang Pertama di Dunia. Jakarta: Bulan Bintang, 1973. Aloliliweri, M.S. GATRA-GATRA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA. Jakarta:
PUSTAKA PELAJAR, 2011. Asshidiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:
Konstitusi Press, 2005. Bahri, Syamsul “Peranan Agama dan Adat dalam Melestarikan Kerukunan Umat
Beragama , “ vol XI , No. 1 Januari-Juni 2001, h. 41.
Bulaeng, Andi, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2004, h.164.
Bungin, Burhan, Alasisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003, h. 90. Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial, Format-Format kuantitatif dan
Kualitatif, Surabaya: AUP, 2001, h. 293. Darwazah, Muhammad Izzah, Al-Dustur Al-Qurani wa Al-Sunnah Annabawiyah
VI Syu’un al-Hayyah. Damsyiq : Isa al-Babi al-Halabi wa Syarakah, 1966
Daulay, M. Zainuddin, Mereduksi Eskalasi Konfil Antarumat Beragama di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
Departemen Agama RI, 2001, h. 67.