Tabel Retoris Piagam Madinah

sebuah teks, kita membutuhkan suatu analisis kognisi sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu di berikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya oleh kesadaran mental pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi penulis Piagam Madinah dalam membuat Piagam. Karena setiap teks pada dasarnya di hasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka tertentu terhadap suatu peristiwa. 106 Keotentikan dari Piagam Madinah dapat pula ditinjau dari ilmu hadits, karena lahirnya Piagam itu merupakan hasil perbuatan Nabi maka ia termasuk hadits. 107 Imam-imam hadits seperti Imam Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud juga para penulis sejarah, seperti Ibn Ishaq, Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam. Dan Ibn Abi Khutsaimat meriwayatkan adanya perjanjian yang dibuat oleh Nabi tersebut dan gambaran garis besar isinya dari berbagai jalur atau sumber dengan sanad yang bervariasi. Dua buah hadits riwayat Bukhari menggambarkan garis besar isi Piagam dan satu buah hadits riwayatnya yang lain menyatakan adanya perjanjian tersebut, yang berbunyi: Abu Juhaifat berkata: “Aku bertanya kepada „Ali apakah ada pada kamu sesuatu dari wahyu? Selain apa yang terdapat dalam Kitab Allah?” Ali menjawab, “Saya tidak mengetahui kecuali paham yang diberikan Allah kepada manusia dalam al- Qur‟an apa yang ada dalam shahifat ini.” Aku bertanya: “ Apa yang ada salam shahifat itu?” “Ali menjawab: “Tentang diat, tebusan tawanan, dan bahwa seorang muslim tidak boleh dibunuh lantaran membunuh seorang kafir”. 106 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media , Yogyakarta; LkiS, 2000, h..260 107 Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al- Qur’an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 96 Dari Ibrahim al-Taimi dari ayahn ya berkata: “ Ali pernah berpidato untuk kami. Ia mengatakan: “ Tidak ada bagi kita suatu kitab yang kita baca sellain Kitab Allah dan apa yang ada di dalam shahifat ini. Didalamnya terdapat tentang luka-luka, gigi yang tanggal didenda dengan unta dan Madinah adalah suci antara Air sampai ketempat itu. Siapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan, akan terkena laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak akan diterima penyesalan dan tebusan darinya. Siapa yang mengambil bukan hambanya akan mendapat balasan serupa. Siapa yang ingkar janji terhadap seorang muslim,akan mendapat akibat yang setimpal. ” 108 Dalam hadist ini dinyatakan bahwa kedudukan Piagam Madinah ini dapat di sejajarkan dengan Kitab Allah dan Hadist-hadist yang memeuat tentang hukum-hukum islam, “Nabi SAW mengajak mereka orang-orang musyrik dan Yahudi menulis suatu ketentuan tertulis atau perjanjian setia al-ahd dan al-mistaq antaranya dan antara mereka yang mengkahiri mereka mencaci dan memaki Nabi dan para sahabatnya yang tertuang dalam perjanjian itu. Maka Nabi SAW menulis shahifat antaranya dan antara mereka serta kaum muslimin seluruhnya. Riwayat Ahmad” 109 Piagam Madinah ini di buat langsung oleh Nabi Muhammad SAW yang mana seluruh perkataan yang diucapkan oleh Nabi SAW langsung berupa wahyu atau hadist, tidak mungkin seorang Nabi Muhammad membuat sebuah dokumen sepenting ini secara asal-asalan atau sesuai dengan ego keinginan pribadi saja. Hal ini di dasari oleh firman Allah dalan Q.S. An- Najm:3 “Dan tiadalah yang diucapkannya Muhammad itu menurut kemauan hawa nafsunya” J. Shuyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan Al- Qur‟an, h.97 109 Ahmad bin Hambal, al-musnad, jilid III, al-Maktab al-Islami, Bairut,1985, hlm.281 Dapat disimpulakan bahwa Nabi membuat Piagam Madinah ini untuk kemaslahatan masyarakat Madinah agar menjadi suatu Ummah yang hidup rukun dalam masyarakan majemuk yang harmonis.

D. Konteks Sosial

Konteks sosial ini melihat bagaimana teks itu di hubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana. 110 Oleh karena itu konteks sosial dalam hal ini adalah menjawab pertanyaan bagaimana wacana yang berkembang di masyarakat mengenai kerukunan antar umat beragama merujuk pada piagam madinah. Permasalahan dalam Piagam Madinah hampir sama seperti permassalahan masyarakat di indonesia pada umumnya dalam hal ini mengenai kerukunan antar umat beragama, tidak sedikit masyarakat yang sering berkonflik atas nama agama. Maka dari itu saya merasa bahwa piagam madinah sangat tepat untuk di teliti dari sudut pandang kerukunan umat beragama yang di bangun atas dasar perjanjian yang di buat. Piagam ini di buat oleh Nabi SAW dengan latar belakang ingin mempersatukan Kaum Musimin dari muhajirin dan anshar dengan kaum yahudi dan kaum non-muslim lain di Madinah. Bahkan dalam pembukaan piagam Nabi SAW menyatukan masyarakat Madinah dalam bingkai pluralistik dengan dikenalkannya masyarakat baru yang di sebut ummah wahida. Artinya ikatan persatuan dan kesatuan penduduk Madinah tersebut 110 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media , Yogyakarta; LkiS, 2000, h..225