Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah perekonomian merupakan masalah yang tidak ada batasnya. Oleh karena itu dalam jangka pendek pemerintah harus dapat menjaga kondisi perekonomian agar tetap stabil dan pemerintah dituntut untuk selalu dapat membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif atau mendukung semua pihak, sedangkan dalam jangka panjang pemerintah harus berusaha mencapai tujuan bersama yaitu kemakmuran, kesejahteraan masyarakat serta mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam kenyataannya usaha pemerintah tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan, banyak masalah-masalah yang muncul dan pemerintah harus siap untuk memecahkannya. Beberapa masalah perekonomian yang dihadapi Indonesia antara lain pengangguran. Meskipun banyak jenis pengangguran yang muncul dalam perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan memberikan dampak buruk bagi kegiatan ekonomi Negara. Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada di kondisi bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang diharapkan. Pengangguran juga akan menyebabkan beban angkatan kerja yang benar- benar produktif menjadi semakin berat, di samping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial lainnya www.elearning.gunadarma.ac.id...perekonomian_indonesiabab8-masalah- pokok-perekonomian_indonesia.pdf commit to user 2 Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan India yang tetap tumbuh positif saat negara lain terpuruk akibat krisis finansial global. Jumlah penduduk yang tinggi pada ketiga negara tersebut membuat perekonomian tidak terpuruk atas berkurangnya permintaan dari negara lain karena permintaan domestik yang terjaga, yang utamanya didorong oleh konsumsi masyarakat yang tetap tinggi. Di samping itu pemerintah juga memberikan dorongan pada perekonomian melalui peningkatan stimulus dalam mempercepat proses pemulihan perekonomian, terutama pemerintah China, dan kebijakan moneter juga dilakukan ketiga negara tersebut untuk meminimalisir volatilitas yang tinggi pada sisi finansial pada saat terjadi krisis finansial global Bary, 2009. Cashmore 2009 menjelaskan bahwa China dan India merupakan dua negara yang akan memimpin produksi di Asia. Namun di sisi lain, dua negara tersebut tidak kaya akan sumber daya alam, sehingga tanpa bantuan sumber daya alam negara lain, akan menghambat proses produksinya. Sedangkan Indonesia merupakan negara penghasil komoditas dan kaya akan sumber daya alam dengan letak geografis yang cukup dekat dengan China dan India, yaitu hanya sekitar 3.200 km. Ini merupakan suatu prestasi dan optimisme bagi masa depan perekonomian Indonesia Bary,2009. Perkembangan ekonomi dunia khususnya di bidang perdagangan internasional telah memasuki fase perkembangan perdagangan bebas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah Free Trade Agreement FTA baik secara multilateral, regional, maupun bilateral. Secara kumulatif sampai tahun 2009 telah terdapat 450 FTA yang telah dinotifikasi, seperti di Benua Amerika terdapat sebuah kerja sama NAFTA yaitu commit to user 3 bentuk kerja sama regional antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Eropa terdapat kerja sama ekonomi yang lebih luas dengan terbentuknya sebuah kawasan ekonomi yaitu European Union EU di kawasan Eropa, Association of South East Asian Nation ASEAN di kawasan Asia Tenggara Andri Gilang Nugraha,2010. ASEAN yang merupakan salah satu bentuk kerja sama regional adalah sebuah bentuk kekuatan baru di benua Asia, karena menjadi salah satu kawasan dengan jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya menarik minat negara-negara lain yang ingin mengembangkan potensi kerja sama mereka di wilayah Asia. Dengan terwujudnya bentuk kerja sama ASEAN+1, ASEAN+3 atau ASEAN+6, ditambah dengan rencana besar dengan terbentuknya ASEAN Economic Community AEC yang membawa kerja sama ekonomi ke arah yang lebih luas yaitu dalam satu kerangka komunitas ASEAN. Salah satu negara besar yang menunjukan komitmen kerja samanya sebagai mitra ASEAN adalah Republik Rakyat China RRC, yang secara konkrit diimplementasikan dalam perjanjian kerja sama perdagangan bebas antara ASEAN dengan RRC Andri Gilang Nugraha, 2010. Pada tahun 1991, para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN. Kemudian pada tahun 1996, RRC secara resmi menjadi dialog partner serta mitra strategis bagi ASEAN, dan pada bulan November tahun 2000 bertepatan dengan diadakannya KTT ASEAN-RRC, seluruh kepala negara menyepakati gagasan pembentukan ACFTA yang dilanjutkan dengan pembentukan ASEAN-RRCEconomic Expert Group pada bulan Maret 2001. Kerja sama dengan RRC tidak dipungkiri merupakan potensi pengembangan pasar commit to user 4 yang sangat besar bagi kurang lebih 1,3 milyar penduduk RRC yang merupakan potensi market di negara dengan potensi dengan populasi terpadat di dunia. Potensi sebagai FTA terbesar di dunia secara populasi dan terbesar ketiga dunia secara ekonomi tersebut membuat kepala negara sepakat untuk menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the PRC pada bulan November tahun 2002, dalam hal ini Republik Indonesia diwakili oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Selama dua tahun perundingan berjalan, akhirnya kesepakatan ACFTA pun disepakati dan ditandai dengan penandatanganan Agreement on Trade in Goods pada tahun 2004, Indonesia pada waktu itu diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. ACFTA merupakan salah satu bentuk kerja sama liberalisasi ekonomi yang telah dilakukan Indonesia selama 10 tahun terakhir. Awal Januari 2010 mulai pemberlakuan ACFTA, dimana terjadi perang mutu, harga, kuantitas dan kualitas akan suatu pelayanan barang dan jasa serta industri pasar global China. Perkembangan ekonomi dunia khususnya bidang perdagangan internasional saat ini telah mencapai tahap perdagangan bebas. Mulai 1 Januari 2010 Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian bebas antara ASEAN Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam dengan China, yang disebut dengan Asean-China Free Trade Agreement ACFTA. Seperti halnya hubungan Indonesia dengan China yang telah terjalin sejak berabad- abad lamanya, khususnya hubungan dalam hal ekonomi dan perdagangan. Produk- commit to user 5 produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun Dewitari, dkk:2009. Dalam hubungannya tersebut Indonesia dan China tidak selalu mengalami kondisi atau keadaan yang mulus, hal tersebut dikarenakan perbedaan yang berbeda pula antara Indonesia dan China dari segi perbedaan sosial dan politik. Saat ini China merupakan Negara industri yang mendekati Negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan, sehingga Indonesia harus dapat mencari peluang atas perkembangan perekonomian dan industrialisasi China tersebut yang tentunya akan sangat membutuhkan banyak bahan industri seperti Crude Palm Oil CPO, karet, kayu, dan bahan mentah lainnya. Adapun sektor lain yang dibutuhkan China saat ini antara lain dari sektor energi, pangan, tambang, dan produk pertanian lainnya. Jumlah penduduk China yang sangat tinggi menjadikan tingkat konsumsi dalam negerinyapun tinggi serta dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi negara China yang dalam dekade terakhir sangat cepat pertumbuhan ekonomi China rata- rata di atas 8. Hal tersebut merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia untuk menetapkan strategi hubungannya ke depan untuk memasarkan berbagai sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan Negara China. Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi China tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang ini. Namun, sampai saat ini Indonesia belum dapat memanfaatkan secara optimal peluang tersebut. commit to user 6 Sejak berlaku secara aktif tertanggal 1 Juli 2004, Asean-China Free Trade Agreement ACFTA berpengaruh secara signifikan dalam menguntungkan ekonomi, perdagangan dan investasi intra regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan Asean-China di masa datang, khususnya Indonesia. Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesifikasi produksi komoditas yang diunggulkan masing-masing negara tersebut. Namun dalam faktanya perdagangan bebas dapat pula menimbulkan dampak negatif, diantaranya adalah eksploitasi terhadap negara berkembang, rusaknya industri lokal, keamanan barang menjadi lebih rendah dan sebagainya. Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan Asean-China FTA juga dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian ACFTA tersebut dapat dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif. Pasar domestik terbilang besar dan akan terus berkembang yang didorong oleh populasi Indonesia dan China diproyeksikan akan terus bertambah ke depan. Konsumsi masyarakat akan terus menopang perekonomian dengan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di saat permintaan dari luar negeri mengalami penurunan. Dengan kata lain, perdagangan antara Indonesia-China dapat dipertimbangkan sebagai sumber pertumbuhan yang signifikan di masa depan. Dalam commit to user 7 World Economic Outlook edisi Oktober 2009, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China dan Indonesia masing-masing mencapai 8,5 dan 4. Pada beberapa tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan tetap tinggi oleh IMF. Pertumbuhan ekonomi China diramalkan akan mencapai 9 pada 2010, kemudian meningkat menjadi 9,7-9,8 pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, namun pada tahun 2014 diproyeksikan mengalami sedikit perlambatan yaitu menjadi 9,5. Di lain pihak, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju diperkirakan akan tetap rendah walaupun diperkirakan telah mengalami pertumbuhan normal setelah adanya pemulihan ekonomi pasca krisis finansial global Bary,2009. Tabel 1.1menunjukan pertumbuhan yang negatif untuk Jepang dan Amerika Serikat pada 2009, sedangkan China dan India menunjukan pertumbuhan yang positif dan relatif tinggi. Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,5 pada tahun 2010 dan kemudian akan mencapai angka pertumbuhan sekitar 2,1-2,8 pada tahun 2011 sampai pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.sedangkan Jepang diperkirakan tumbuh sebesar 1,7 pada tahun 2010 dan kemudian mengalami percepatan menjadi 2,4 pada 2011 sebelum akhirnya mengalami perlambatan secara gradual hingga mencapai 1,8 pada tahun 2014. commit to user 8 Tabel 1.1 Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Indonesia 6,1 4,0 4,8 5,0 5,5 6,0 6,3 China 9,0 8,5 9,0 9,7 9,8 9,8 9,5 India 7,3 5,4 6,4 7,3 7,6 8,0 8,1 AS 0,4 -2,7 1,5 2,8 2,6 2,5 2,1 Jepang -0,7 -5,4 1,7 2,4 2,3 2,0 1,8 Malaysia 4,6 -3,6 2,5 4,1 5,5 6,0 6,0 Singapura 1,1 -3,3 4,1 4,3 4,2 4,6 4,6 Dalam yoy Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2009 Di negara kawasan ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Singapura, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih baik dari AS dan Jepang, namun lebih rendah dibandingkan Indonesia, China dan India. Malaysia diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan menjadi 2,5 pada tahun 2010, kemudian akan mencapai 6 pada tahun 2013 dan 2014. Sementara itu, Singapura yang juga termasuk negara maju, pertumbuhan ekonominya akan menjadi 4,1 pada tahun 2010 dan kemudian akan semakin cepat hingga mencapai 4,6 pada tahun 2014 Bary, 2009. Dengan berlakunya ACFTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produk- produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk pertanian, antara lain kelapa sawit, karet dan kopi. Sedangkan produk yang diprediksi terkena dampak negatif adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, seperti garmen, elektronoik, sektor makanan, industri bajabesi, dan produk holtikultura Ragimun, 2009. Kekhawatiran terhadap membanjirnya produk dari China pasca implementasi commit to user 9 ACFTA timbul karena selain produk China dikenal murah harganya, produk China juga sudah banyak beredar di Indonesia sebelum implementasi ACFTA. Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat meningkatkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing. Peningkatan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN. Pemberlakuan kedua undang-undang ini menyusul munculnya rezim orde baru yang memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya, dalam pemerintahan orde lama, Indonesia sempat menentang hadirnya investasi dari luar negeri. Pada waktu itu tertanam keyakinan bahwa modal asing hanya akan menggerogoti kedaulatan negara. Kedua undang-undang tersebut kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada tahun 1970.UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No.11 Tahun 1970.UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No.12 Tahun 1970. Perbaikan iklim penanaman modal tidak henti-hentinya dilakukan pemerintah, terutama sejak awal Pelita IV atau tepatnya tahun 1984. Melalui berbagai paket commit to user 10 kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dilakukan penyederhanaan mekanisme perijinan, penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor-sektor dan di daerah tertentu. Dewasa ini kesempatan berinvestasi di Indonesia semakin terbuka, terutama bagi penanaman modal asing. Di samping dalam rangka menarik investasi langsung, keterbukaan ini sejalan pula dengan era perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai tahun 2020 kelak Dumairy,Perekonomian Indonesia,Erlangga,1997,hal.132. Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1970 tentang PMA dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta baik PMDN maupun PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun. Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurkan sejumlah paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar dari penanaman modal dalam negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat. Investasi oleh commit to user 11 pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menganalisis kondisi investasi China ke Indonesia setelah ditandatanganinya perjanjian perdagangan antara ASEAN-China serta menganalisis prospek perdagangan antara Indonesia dan China, dimana Indonesia merupakan anggota ASEAN. Oleh karena itu diangkat judul “Prospek Perdagangan dan Investasi di Indonesia Pasca ASEAN-China Free Trade Agreement ACFTA ”.

B. Rumusan Masalah