14
digantikan dengan jaringan fibrosa. Jaringan fibrosa ini menyebabkan terganggunya fungsi jaringan hati dan menimbulkan penghalang yang mengganggu pembuluh-pembuluh hati dan
saluran empedu. Sirosis hati sering disebut sebagai pengerasan hati. Hal tersebut disebabkan hati yang mengalami sirosis memiliki ciri-ciri konsistensinya yang keras. Tidak cukupnya aliran
darah dalam hati menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya sirosis hati. 5.
Hepatitis Hepatitis merupakan penyakit hati yang mengalami inflamasi dan biasanya disebabkan oleh
virus. Walaupun demikian, beberapa senyawa kimia tertentu seperti obat-obatan dapat menginduksi terjadinya hepatitis juga Hodgson dan Levi 2000.
6. Karsinogenesis
Jenis kanker yang sering terjadi pada hati adalah hepatocellular carcinoma. Tipe lain dari kanker pada hati antara lain: cholangiocarcinoma, angiosarcoma, dan glandular carcinoma. Senyawa
kimia yang dapat menginduksi terjadinya kanker hati sangat banyak. Senyawa-senyawa karsinogen alami yang sering ditemui antara lain: aflatoksin, sikasin, dan safrole. Senyawa-
senyawa kimia sintetik yang dapat menimbulkan kanker hati antara lain: dialkilnitrosamin, dimetilbenzathracen, senyawa amina aromatik, dan vinil klorida Hodgson dan Levi 2000.
F. Hematoksilin-Eosin
Pewarnaan jaringan dengan menggunakan HE Hematoksilin-Eosin melibatkan dua macam pewarna, yaitu: Hematoksilin Mayer atau Elrich dan Eosin alkohol. Pewarnaan dengan metode ini
hanya dapat digunakan untuk mengamati sitoplasma dan nukleus dari jaringan yang diamati Helmi et al.
2007. Dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin dapat diamati profil dari jaringan tersebut, baik yang menunjukkan kenormalan maupun yang menunjukkan ketidaknormalan pada
jaringan yang sedang diamati. Prinsip dari penggunaan teknik ini adalah dengan memanfaatkan sifat asam dan basa dari sitoplasma dan inti sel untuk memberi warna pada berbagai macam dan struktur
jaringan. Inti sel hepatosit berbentuk bulat seperti gelembung dengan nukleolus yang tampak menonjol di bagian tengah inti. Inti sel dikelilingi oleh sitoplasma yang bersifat asidofilik dan
mengandung material yang bersifat basofilik. Menurut Kiernan 1990 hasil dari pewarnaan HE adalah warna biru-ungu yang mencerminkan bagian kromatin inti dan warna merah muda mencirikan
sitoplasma, kolagen, keratin, dan eritrosit. Hematoksilin berperan sebagai pemberi warna biru pada inti sel dengan cara memperkuat warna biru pada kulit inti sel DAKO 2009, sedangkan eosin
memberi warna merah muda pada sitoplasma. Pewarnaan dengan menggunakan HE biasa digunakan oleh laboratorium patologi-anatomi dan histologi. Teknik ini juga bisa digunakan untuk semua
spesimen dan merupakan inti dari semua diagnosa secara mikroskopik. Hal tersebut dikarenakan semua pewarnaan khusus pada umumnya didasarkan pada diagnosa dari jaringan yang diwarnai
dengan pewarnaan HE terlebih dahulu. Para patologi-anatomis menggunakan HE untuk mendiagnosa penyakit, mengidentifikasi kanker, mengonfirmasi kesalahan metabolisme, atau mengidentifikasi jenis
jaringan DAKO 2004. Penggunaan campuran dari pewarna tersebut merupakan variasi dari teknik pewarnaan irisan jaringan. Ada kalanya pewarnaan HE dilengkapi dengan teknik pewarnaan yang
lainnya. Sebagai contoh, ketika hasil pengamatan histologis dengan menggunakan pewarnaan HE tidak cukup digunakan sebagai data dalam diagnosis kanker, teknik-teknik lain seperti histokimia,
mikroskop electron, imunohistokimia, dan flow cytometry bisa digunakan Cullen et al. 2002. Sebelum proses pewarnaan dilakukan, diperlukan tahap-tahap pemrosesan jaringan yang secara
umum meliputi: dehidrasi, clearing, embedding, sectioning, dan deparafinisasi Panigoro et al. 2007. Dehidrasi adalah proses penarikan jaringan air dari jaringan untuk mencegah pengerutan sel yang
akan diperiksa. Dehidrasi dilakukan dengan cara perendaman dalam alkohol bertingkat, yaitu: alkohol
15
70, 80, 90, 95, dan alkohol absolut. Menurut Kiernan 1990 dehidrasi dapat menggunakan reagen DMP 2,2-Dimethoxypropane sebagai pengganti. Clearing atau penjernihan merupakan
proses intermediet antara proses dehidrasi dan proses embedding dengan parafin untuk menghilangkan sisa-sisa alkohol di dalam jaringan dengan perendaman dalam xylol I dan II.
Keberadaan alkohol di dalam jaringan akan mengganggu penetrasi parafin ke dalam jaringan. Embedding
adalah proses penanaman jaringan dalam cairan parafin paraplast atau parafin histopatologi. Proses ini dilakukan hingga parafin dingin dan mengeras. Sampel jaringan yang
difiksasi dalam blok parafin akan menjadi lebih mudah untuk dipotong dalam proses selanjutnya. Menurut Kiernan 1990 proses embedding juga dapat menggunakan nitroselulosa atau senyawa resin
sintetik. Sectioning atau pemotongan jaringan dilakukan dengan menggunakan alat mikrotom. Sampel jaringan yang sudah dibentuk kaku di dalam parafin dipotong dengan ketebalan 4-5 µm. Ketebalan
tersebut dipakai agar gambaran histopatologi yang didapatkan optimal untuk diinterpretasikan. Lembaran-lembaran hasil potongan jaringan yang masih mengandung parafin tersebut ditempatkan
dalam gelas objek dan dilakukan deparafinisasi atau penghilangan parafin. Parafin akan mengganggu berikatannya zat warna dengan jaringan. Oleh karena itu, deparafinisasi diperlukan sebelum
pewarnaan yang diinginkan. Deparafinisasi dilakukan dengan merendam jaringan ke dalam larutan xylol I dan II. Staining atau pewarnaan jaringan dilakukan dengan teknik pewarnaan yang diinginkan,
misal HE Hematoksilin-Eosin. Proses pewarnaan dilakukan untuk mempermudah pengamatan jaringan di bawah mikroskop. Setelah proses pewarnaan dilakukan proses mounting dengan cara
menutupi sampel pada gelas objek dengan zat perekat, misal Enthellan atau Permount Kiernan 1990, kemudian ditutup menggunakan gelas penutup. Proses ini dilakukan seperti membuat preparat basah
dengan hati-hati agar tidak timbul gelembung-gelembung udara. Timbulnya gelembung-gelembung udara akan mengganggu pengamatan sampel jaringan di bawah mikroskop.
16
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat