7
dapat dijadikan minuman fungsional yang bermanfaat bagi tubuh dan terbukti aman untuk dikonsumsi sehari-hari tanpa efek samping serta tidak menimbulkan efek karsinogenik. Efek tersebut dilihat dari
kemampuan teh cincau hijau dalam menurunkan kadar sitokrom P-420 dan meningkatkan aktivitas GST sehingga dapat diartikan tidak menghasilkan senyawa elektrofil yang berbahaya bagi tubuh dan
tidak memperlihatkan efek membahayakan hati.
3. Gel Cincau Hijau
Pembuatan gel cincau hijau membutuhkan daun segar sebagai bahan baku yang selanjutnya diekstraksi dengan air. Komponen pembentuk gel cincau hijau termasuk hidrokoloid yang merupakan
polimer larut air. Proses tersebut bisa menghasilkan gel cincau hijau karena adanya interaksi antara air dengan hidrokoloid yang terdapat di dalam daun cincau hijau. Komponen pembentuk gel cincau hijau
adalah polisakarida dengan distribusi berat molekul besar 10000-2000000 Da. Berdasarkan karakteristik reologinya dapat diprediksi bahwa komponen tersebut kemungkinan dapat diterapkan
untuk membuat gel rendah kalori Artha 2001. Hidrokoloid memiliki kegunaan dan arti penting berdasarkan sifat fungsional yang dimiliki. Gum cincau hijau yang diekstrak dari daunnya dapat
membentuk gel dengan penambahan mineral tertentu. Selain dipengaruhi oleh mineral, adanya aerasi juga mempengaruhi kelenturan dan tekstur gel cincau hijau yang dihasilkan. Hasil tersebut didapatkan
dengan memberikan aerasi ke dalam ekstrak air daun cincau hijau sehingga gel akan mengapung dan kotoran atau hasil sampingnya akan mengendap Camus 2000. Pembentuk utama gel dalam ekstrak
cincau hijau adalah polisakarida pektin bermetoksi rendah. Pektin termasuk jenis serat pangan yang larut air dan dapat difermentasi oleh mikroflora usus besar. Oleh karena itu, ekstrak cincau hijau dapat
dianggap sebagai sumber serat pangan yang baik. Selain itu, karakteristik fungsional polisakarida pembentuk gel yang diekstraksi tanpa penambahan asam sitrat menunjukkan bahwa ekstrak tersebut
berpotensi sebagai serat pangan dengan fungsi laksatif yang diduga sangat baik Nurdin dan Suharyono 2007.
4. Cincau sebagai makanan pencegah kanker
Khasiat dari bahan pangan alami dalam mencegah penyakit juga diketahui dari hasil-hasil penelitian yang terkait. Penelitian ilmiah yang berhasil mengungkapkan khasiat, manfaat pengobatan,
dan terapi kanker mendorong munculnya paradigma baru untuk kembali ke alam back to nature. Penelitian cincau hijau yang sudah dilakukan banyak menganalisis mengenai karakter gel cincau
hijau, perlakuan yang mempengaruhi karakter gel seperti penambahan mineral-mineral tertentu, pengaturan pH, dan lain-lainnya, serta mengenai manfaatnya secara in vitro dan in vivo. Ekstrak
cincau hijau yang diberikan bisa berasal dari daun, akar, maupun batang. Penelitian Ananta 2000 mengenai cincau hijau secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak air akar dan batang cincau hijau
berpotensi mampu menghambat proliferasi sel kanker K562 dan ekstrak air akar cincau hijau mampu menghambat sel kanker Hela sebesar 31. Selain itu, ektrak air akar dan ekstrak heksana akar cincau
hijau mampu meningkatkan proliferasi sel limfosit darah tepi manusia Pandoyo 2000, memiliki kemampuan imunostimulan pada konsentrasi rendah dan imunosupresan pada konsentrasi tinggi
baik pada sel makrofag mencit maupun sel limfosit manusia dan tidak bersifat toksik terhadap sel makrofag Handayani 2000, dan produk daun cincau hijau mampu meningkatkan kapasitas
antioksidan limfosit Setiawati 2003. Selain penelitian secara in vitro, penelitian in vivo juga dilaksanakan untuk melihat efek
konsumsi cincau hijau terhadap hewan percobaan. Khasiat cincau hijau secara in vivo antara lain: ekstrak air daun dan ekstrak etanol daun cincau hijau memiliki kemampuan antialergi pada mencit
8
yang sama dengan efek penghambatan obat antialergi dietilkarbamazin sitrat Rachmini 2000, ekstrak batang, ekstrak gel daun cincau hijau, kombinasi ekstrak batang dan gel, serta ekstrak daun cincau
hijau kering tidak bersifat toksik pada sel limfosit dan mampu memberikan perlindungan terhadap sel limfosit yang diberi oksidan berupa H
2
O
2
10
-3
M Koessitoresmi 2001, bubuk gel daun cincau hijau tidak bersifat toksik bagi tubuh, mampu meningkatkan aktivitas enzim Glutation S-Transferase GST,
dan tidak menginduksi sitokrom P-420 atau P-450 Arisudana 2003. Selain itu, penelitian tentang ketersediaan hayati komponen fitokimia yang memiliki sifat antikanker dari daun cincau hijau seperti
klorofil, karotenoid, dan flavonoid telah dilakukan menggunakan hewan coba. Menurut Hendriyani 2003 penyerapan klorofil bubuk daun cincau hijau menunjukkan persentase yang beragam dan
dipengaruhi oleh kecukupan vitamin A. Penyerapan klorofil bubuk daun cincau hijau terjadi lebih besar di dalam hati dibandingkan dengan plasma darah tikus. Hendriyani 2003 menduga ada
kemungkinan klorofil bubuk daun cincau hijau terakumulasi di dalam hati. Karotenoid bubuk daun cincau hijau juga terakumulasi di dalam hati tikus dengan nilai faktor akumulasi sebesar 113.21, yang
artinya 13.21 µg β-karoten yang dikonsumsi akan diakumulasikan sebanyak 1 µg retinol di dalam hati Wylma 2003. Wylma 2003 menduga bahwa faktor akumulasi karotenoid bubuk daun cincau hijau
dalam hati tikus dipengaruhi oleh adanya serat di dalam bubuk daun cincau hijau dan di dalam ransum, banyaknya penggunaan retinol dalam tubuh, sera kondisi tubuh yang berbeda-beda. Menurut
Raharjo 2004, flavonoid juga terdeteksi di dalam hati dan plasma tikus setelah pemberian diet bubuk gel daun cincau, baik yang diberikan tambahan vitamin A maupun tidak di dalam ransum. Penyerapan
flavonoid dari bubuk gel daun cincau hijau di dalam hati dan plasma tikus tidak dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A.
C. Mencit C3H