Aktivitas antikanker bubuk gel daun cincau hijau melalui jalur apoptosis dan antiproliferasi pada mencit C3H yang ditransplantasi sel kanker payudara

(1)

i

AKTIVITAS ANTIKANKER BUBUK GEL DAUN

CINCAU HIJAU (

Premna oblongifolia

Merr)

MELALUI JALUR APOPTOSIS DAN ANTIPROLIFERASI

PADA MENCIT C3H YANG DITRANPLANTASI

SEL KANKER PAYUDARA

EMMA ROCHIMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Aktivitas Antikanker Bubuk Gel Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr) Melalui Jalur Apoptosis dan Antiproliferasi Pada Mencit C3H Yang Ditranplantasi Sel Kanker Payudara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

Emma Rochima NRP F261070011


(4)

(5)

v

ABSTRACT

EMMA ROCHIMA. Anticancer Activity of Green Leaf Gel Cincau (Premna oblongifolia Merr) Powder via Apoptosis and Antiproliferation Pathway in C3H Mice Transplanted with Breastcancer Cell. Supervised by FRANSISKA R. ZAKARIA, MAGGY T. SUHARTONO and NURJATI C. SIREGAR.

Green leaf gel Cincau (Premna oblongifolia Merr) powder is a rich sources of various phytochemicals including alkaloid, saponin, flavonoid, chlorophyl dan carotenoid. In this research the gel extracted from Cincau leaf and made into powder. Green leaf gel Cincau powder activity was conducted on C3H mice were transplanted with breastcancer of Mouse Mamary Tumour Viruses (MMTV). The objectives of the research are to investigate the effect of green leaf gel Cincau on apoptosis and proliferation inhibitions in C3H mice and explored its mechanism. Groups of C3H mice (n=25) were divided into 5 groups. Group A is the negative control group, group B is a positive control group treated with standard feed and transplanted with MMTV cancer cell without green leaf gel Cincau powder. Group C, D, E were treated with addition of 0,88%; 1,76% and 2,46% of green leaf gel Cincau powder in their diet. Feeding of standard diet and treated diet was conducted for 6 days for adaptation, and continued to 30 days. Transplantation of cancer cell was conducted on the 31st day, and feeding was continued to the 52nd

The consumption of diet, body weight, volume and weight of breast cancer were parameters in this experiment. Investigation of histopathology used the Hematoksilin Eosin and Tunel staining. Activity of caspase-7 was analyzed by fluorosence spectrophotometry, expression of apoptosis and proliferation enzymes were analyzed by Western blotting technique, exposed by Luminescent Image Analyzer and quantified by imageJ program.

day.

The result showed that green leaf gel Cincau powder can inhibit carcinogenesis in C3H mice. The body weight and diet consumption of C,D,E groups were higher than B group. The mice groups with green leaf gel Cincau powder (C,D,E) showed higher levels on cancer inhibition activity based on histopathological profile than that the groups without green leaf gel Cincau. The possible mechanisms of cancer inhibition of by green leaf gel Cincau of P. oblongifolia Merr powder are occured in two ways. The first mechanism is through its role as inducer of apoptosis. This was confirmed by activity of caspase-7 and the expression of caspase-7, -3, -9 and Poly ADP-ribose polymerase enzymes and also Tunel assay was positive in the cancer tissue. The second mechanism is through the inhibition of cancer cell proliferation. This was supported by detection of the presence of ERK1/2 with strong expression.


(6)

(7)

vii

RINGKASAN

EMMA ROCHIMA. Aktivitas Antikanker Bubuk Gel Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr) Melalui Jalur Apoptosis dan Antiproliferasi Pada Mencit C3H Yang Ditransplantasi Sel Kanker Payudara. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA, MAGGY T. SUHARTONO dan NURJATI C. SIREGAR.

Cincau hijau (Premna oblongifolia, Merr) merupakan minuman kesehatan yang mengandung sejumlah senyawa fitokimia yang memiliki efek farmakologi termasuk antikanker. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya penurunan volume kanker mencit C3H pada kelompok yang diberi ransum bubuk gel daun cincau hijau P. oblongifolia Merr yang diduga karena adanya proses apoptosis dan proliferasi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari mekanisme penghambatan pertumbuhan sel kanker payudara oleh bubuk gel daun cincau hijau P. oblongifolia Merr melalui jalur apoptosis dan anti proliferasi.

Pengujian dilakukan pada mencit C3H sebanyak 25 ekor yang dibagi dalam lima kelompok perlakuan dengan lima kali ulangan. Kelompok A merupakan kelompok mencit kontrol negatif yang diberi ransum standar dan tidak ditransplantasi sel kanker payudara. Kelompok B adalah kelompok mencit kontrol positif yang diberi ransum standar dan ditransplantasi sel kanker payudara. Kelompok C, D, dan E adalah kelompok perlakuan yang ditransplantasi sel kanker payudara dan diberi ransum dengan penambahan bubuk gel daun cincau hijau masing-masing 0,88%; 1,76% dan 2,46%. Pemberian ransum standar dan ransum uji dilakukan selama 6 hari untuk masa adaptasi dan dilanjutkan sampai dengan 30 hari. Pada hari ke-31 dilakukan transplantasi sel kanker payudara dan pemberian ransum dilanjutkan kembali selama 22 hari sampai hari ke-52. Pada akhir perlakuan yaitu hari ke-53, semua mencit diterminasi, lalu jaringan kankernya diambil.

Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan mencit dan histopatologi, serta apoptosis dan antiproliferasi jaringan kanker. Konsumsi ransum mencit dilakukan setiap hari, sedangkan bobot badan dan volume kanker diamati dua kali seminggu, serta bobot kanker diukur saat terminasi. Pengamatan tingkah laku mencit juga dilakuan setiap hari. Jaringan kanker hasil terminasi dibagi menjadi dua bagian. Setengah bagian untuk dibuat sediaan histopatologi, sebagian lainnya untuk ekstraksi enzim penanda kanker bagi pengujian aktivitas dan ekspresi enzim penanda apoptosis dan proliferasi. Pengamatan histopatologi meliputi diferensiasi sel dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Parameter apoptosis meliputi analisis fragmentasi DNA dengan teknik pewarnaan Tunel, pengujian aktivitas caspase-7 dengan metode spektrofotometer fluorosensi. Ekspresi enzim apoptosis yang mencakup enzim caspase-7, -3, -9 dan Poly ADP-ribose polymerase/PARP serta ekspresi enzim proliferasi yaitu ERK1/2 dan JNK1/2 dideteksi dengan teknik Western blotting lalu dianalisa dengan Luminescent Image Analyzer dan dikuantifikasi menggunakan program ImageJ.

Hasil pengamatan konsumsi ransum sebelum transplantasi menunjukkan bahwa kelompok A sebesar 2,24±0,28 g/hari relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok B sebesar 1,78±0,19 g/hari, C 1,77±0,21 g/hari, D 1,80±0,31 g/hari dan E 1,83±0,13 g/hari. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsumsi ransum kelompok A berbeda nyata jika dibandingkan dengan konsumsi ransum kelompok B,C,D,E. Setelah transplantasi, konsumsi ransum untuk semua kelompok mengalami kenaikan, kecuali kelompok B yang mengalami penurunan. Konsumsi ransum pada kelompok A adalah 2,45±0,5 g/hari; C 1,91±0,05g/hari;


(8)

viii

D 1,83±0,23g/hari, dan E 1,91±0,21

Pengamatan terhadap bobot badan menunjukkan bahwa bobot badan mencit sebelum transplantasi mengalami kenaikan walaupun terjadi penurunan bobot badan di beberapa titik. Bobot badan mencit kelompok A adalah 19,6±1,7 g; B 19,5±2,0 g; C 21,1±1,6g; D 20,8±1,4 g dan E 17,2±1,0. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa bobot badan mencit kelompok C tidak berbeda nyata dengan D, namun keduanya nyata lebih besar dari kelompok A dan B. Mencit kelompok E nyata lebih kecil terhadap kelompok A, C dan D. Setelah transplantasi, bobot badan mencit secara umum mengalami kenaikan dengan bobot kelompok A adalah 22,7±1,4 g; B 21,2±0,5 g; C 22,5±0,5g; D 22,0±0,4 g dan E 18,4±1,3. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa mencit kelompok A, C, dan D cenderung memiliki bobot badan yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan konsumsi ransum tidak mempengaruhi bobot badan pada mencit kelompok A, C, dan D setelah transplantasi.

g/hari, sedangkan kelompok B 1,66±0,25 g/hari. Hasil uji statistik konsumsi ransum setelah transplantasi menunjukkan bahwa kelompok C dan E berbeda nyata dengan kelompok B, namun dianggap sama dengan kelompok D. Konsumsi ransum kelompok bubuk gel daun cincau hijau (C, D dan E) ternyata lebih tinggi daripada konsumsi ransum kelompok tanpa penambahan bubuk gel daun cincau hijau (B). Hasil penelitian konsumsi ransum ditunjang dengan hasil pengamatan terhadap tingkah laku mencit selama perlakuan yang menunjukkan tingkah laku mencit kelompok A (kontrol negatif) terlihat normal, lincah dan pernafasan normal. Perbedaan sangat nyata terlihat pada kelompok B (kontrol positif), C, D dan E dan kondisi terparah terlihat pada kelompok B yang ditransplantasi tanpa cincau hijau

Hasil pengamatan terhadap masa laten untuk kelompok B adalah 4,6 hari, C 5,4 hari, D 4 hari, dan E 4,8 hari. Pengamatan volume kanker menunjukkan bahwa adanya penambahan bubuk gel daun cincau hijau yang semakin tinggi menyebabkan pengurangan volume kanker. Hal ini dilihat dari nilai delta volume kanker untuk kelompok B, C, D dan E berturut-turut 1,52; 0,27; 0,14 dan 0,02 cm3

Pengaruh pemberian bubuk daun cincau hijau terhadap apoptosis melalui pengamatan fragmentasi DNA dengan pewarnaan Tunel menunjukkan bahwa apoptosis meningkat seiring dengan meningkatnya kadar bubuk gel daun cincau hijau. Nilai indeks apoptosis tertinggi pada kelompok E sebesar 74,6%, selanjutnya menurun pada kelompok D, C, dan B dengan nilai masing-masing 57,4%; 22,8% dan 5,5%. Aktivitas protein penanda apoptosis melalui caspase-7 menunjukkan bahwa aktivitas spesifik seluruh kelompok yang diberi bubuk gel daun cincau hijau (C, D, E) lebih tinggi daripada kelompok B yang tanpa cincau dengan nilai masing-masing untuk C 0,020±0,007 U/mg; D 0,017± 0,006 U/mg; E 0,015±0,011 U/mg, sedangkan kelompok B 0,008± 0,003 U/mg.

. Pengukuran bobot jaringan kanker dilakukan setelah pembedahan, dan hasil pengukuran bobot kanker menunjukkan kelompok C () memiliki bobot kanker tertinggi sebesar 1,18±0,12 g, sedangkan D terendah senilai 0,15±0,09 g, jika dibandingkan dengan kelompok B 0,87±0,81 g, dan E 0,27±0,28 g.

Hasil pengamatan ekspresi enzim penanda apoptosis (caspase-7,-3,-9 , dan PARP) menunjukkan bahwa caspase-7 terekspresi pada BM 35 kD dan dikonfirmasi dengan munculnya pita cleavage caspase-7 pada BM 20 kD pada semua kelompok. Intensitas ekspresi caspase-7 pada kelompok B, C, D dan E masing-masing adalah 49,6±8,9 AU; 59,6±13,55 AU; 151,8±24,32 AU dan 60,7±29,65 AU. Hasil pengujian caspase-3 menunjukkan bahwa caspase-3 terekspresi pada BM 35 kD dengan intensitas ekspresi masing-masing adalah C 28,7±15,0 AU; D 124,9 ± 54,5 AU dan E 74,6 ± 31,7 AU, sedangkan kelompok B tidak menunjukkan ekspresi (0 AU). Ekspresi caspase-3 untuk kelompok C


(9)

ix

tertinggi sejalan dengan ekspresi 7 yang juga tertinggi. Untuk caspase-9, ekspresi hanya ditunjukkan pada kelompok D. Ekspresi PARP terlihat terputus-putus namun dapat dideteksi keberadaannya dalam kanker mencit, pada BM 89 kD. Intensitas ekspresi PARP berturut-turut untuk kelompok B, C, D dan E adalah 25,96 ±12,9 AU; 70,35 ± 22,8 AU; 82,87 ± 36,7 AU; dan 61,99 ± 24,5 AU. Hasil ini memperkuat data ekspresi caspase-7 dan caspase-3 yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses apoptosis yang melibatkan caspase-7 dan -3 sebagai eksekutor dalam memotong substrat PARP.

Hasil pengamatan ekspresi enzim penanda proliferasi (ERK-1/2 dan JNK- 1/2) menunjukkan bahwa ERK-1 tereskpresi pada BM 44 kD, sedangkan ERK-2 pada BM 42 kD, dengan intensitas ekspresi ERK-1 kelompok C adalah 37,89± 10,66 AU; D 63,76± 10,06 AU; E 66,22± 30,43 AU, sedangkan kelompok B 21,94± 4,76 AU. Intensitas ekspresi ERK-2 pada kelompok C adalah 98,81 ±20,29 AU; D 206,62 ±40,53 AU; E 155,12 ±72,41 AU, sedangkan kelompok B 82,84± 12,93 AU. Hasil pengamatan terhadap enzim JNK-1/2 tidak menunjukkan ekspresi pada kanker payudara mencit.

Mekanisme penghambatan kanker payudara oleh bubuk gel daun cincau hijau P. oblongifolia, Merr tampak terjadi melalui dua cara. Mekanisme pertama melalui peranannya sebagai inducer apoptosis. Apoptosis yang terjadi secara intrinsik melalui jalur mitokondria, yang terbukti dari adanya fragmentasi DNA, aktivitas caspase-7 dan terdeteksinya ekspresi caspase-7,-3, -9 dan PARP pada jaringan kanker mencit. Mekanisme kedua melalui penghambatan proliferasi sel kanker yang terbukti dari terdeteksinya ERK1/2 yang cukup kuat terekspresi.


(10)

(11)

xi

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(12)

(13)

xiii

AKTIVITAS ANTIKANKER BUBUK GEL DAUN

CINCAU HIJAU (

Premna oblongifolia

Merr)

MELALUI JALUR APOPTOSIS DAN ANTIPROLIFERASI

PADA MENCIT C3H YANG DITRANPLANTASI

SEL KANKER PAYUDARA

EMMA ROCHIMA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

xiv

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. 2. Dr. Arif Hartoyo, STP, MP.

Penguji pada Ujian Terbuka:

1. Prof.Drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS, PhD., AP. Vet 2. Prof. Dr.rer.med.habil. HJ Freisleben, PhD


(15)

xv

Judul Disertasi : Aktivitas Antikanker Bubuk Gel Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr) Melalui Jalur Apoptosis dan Antiproliferasi Pada Mencit C3H yang Ditransplantasi Sel Kanker Payudara

Nama : Emma Rochima

NRP : F261070011

Program Studi : Ilmu Pangan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Fransiska R. Zakaria, MSc

Prof. Dr. Maggy T. Suhartono

Anggota Anggota

dr.Nurjati Chairani Siregar., MS,PhD.SpPA (K)

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(16)

(17)

xvii

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ”Aktivitas Antikanker Bubuk Gel Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr) Melalui Jalur Apoptosis dan Antiproliferasi Pada Mencit C3H yang Ditransplantasi Sel Kanker Payudara” ini dapat diselesaikan.

1.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Fransiska R. Zakaria, MSc, Prof. Dr. Maggy T.Suhartono, dan dr. Nurjati C. Siregar,

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa BPPS dan bantuan penelitian melalui program Hibah Kompetensi 2008-2009 a.n. MS,PhD.SpPA (K) atas motivasi dan bimbingan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan disertasi ini.

Prof. Dr. Fransiska R. Zakaria

3. Dr. Yutaka Miura, selaku Ketua Laboratorium Physiochemistry, Tokyo University of Agriculture and Technology Jepang, atas fasilitas uji Western blotting dan uji aktivitas caspase.

, Program Sandwich-like Dikti 2010, dan Hibah Doktor 2011 yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi S3 di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB dan menyelesaikan penelitian disertasi ini.

4. dr. Nurjati C. Siregar,

5. Puspita Eka Wuyung, MSi selaku Kepala Laboratorium Eksperimental Departemen Patologi Anatomi FKUI Jakarta yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian in vivo.

MS,PhD.SpPA(K), selaku Kepala Laboratorium Biologi Molekuler, Lembaga Eikman Jakarta atas fasilitas yang diberikan.

6. Prof. Drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS, PhD., AP. Vet atas fasilitas Laboratorium Patologi yang diberikan.

7. Ibunda dan Ibu Mertua (Alm) atas kasih sayang dan doa yang tulus selama penulis menjalankan tugas belajar.

8. Suami tercinta (Drs. Yayat Priatna) dan kelima ananda (Muhammad Hilman, Hana Nur Aini, Muhammad Lukman Hanif, Muhammad Ariz Mubarok dan Kireina Nurhaliza) atas pengertian, kesabaran, dan dukungan yang diberikan selama ini.

9. Teman Tim Cincau Hijau: Nindira Aryudhani, Mutiara Prihatini, Rahmat Widyanto dan teman di PS Ilmu Pangan 2007: Nurhayati, Endang Yuli, Paini Widyawati, Rahman Karnila, Ema Hastarini, serta rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas kerjasama, dan motivasi selama ini.

Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Juli 2012


(18)

(19)

xix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 28 Juni 1971 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mohd. Tjali Wargaatmadja (Alm) dan Hj. Odah Saodah. Tahun 1992 penulis menikah dengan Drs. Yayat Priatna dan dikaruniai lima orang anak, Muhammad Hilman (1993), Hana Nur Aini (1997), Muhammad Lukman Hanif (2005), Muhammad Ariz Mubarok (2007) dan Kireina Nurhaliza (2011).

Pendidikan dasar sampai menengah atas ditempuh di kota Bandung, Jawa Barat. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung lulus tahun 1995. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pangan pada Program Pascasarjana IPB, dan menamatkannya pada tahun 2005. Tahun 2007 penulis melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pangan pada Program Pascasarjana IPB dengan Beasiswa Pendidikan PascaSarjana (BPPS) DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran sejak tahun 1999. Penulis telah mempresentasikan sebagian hasil penelitian ini pada Sustainable Future for Human Security (SustaiN) Conference di Kyoto Jepang pada 11-12 Desember 2010 dengan judul ”Potential of Green Leaves Cincau (Premna oblongifolia Merr) From Indonesia as Anti Cancer. Sebuah artikel akan diterbitkan dengan judul: ”Aktivitas dan Ekspresi Caspase-7 Pada Apoptosis Tumor Payudara Mencit C3H Yang Diberi Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr) pada jurnal Bionatura Volume 14 No.3 Nopember 2012 (Terakreditasi berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 110/Dikti/Kep/2009, Tanggal 5 Desember 2009. Terakreditasi B).


(20)

(21)

xxi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….... xv

DAFTAR GAMBAR……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN………. xviii

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang……… 1

1.2. Tujuan ………...………. 3

1.3. Manfaat hasil penelitian………. 3

1.4. Hipotesa……… 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangan pencegah kanker……….. 5

2.2. Tanaman Cincau Hijau……… 7

2.3. Kanker dan siklus sel……….. 11

2.4. Kanker payudara 2.4.1. Statistik dan epidemiologi... 15

2.4.2. Karsinogenesis kanker payudara………... 16

2.5. Kematian sel melalui jalur apoptosis……… 19

2.6. Proliferasi sel melalui jalur transduksi sinyal………... 22

2.7. Mencit C3H sebagai model transplantasi……… 24

2.8. Metoda analisis marker kanker... 26

3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu ………. 28

3.2. Bahan dan alat………. 28

3.3. Tahapan penelitian……….. 30

3.3.1. Pembuatan bubuk gel daun Cincau Hijau……... 32

3.3.2. Pembuatan ransum mencit C3H………... 32

3.3.3. Pemeliharaan mencit C3H………. 33

3.3.4. Transplantasi sel kanker……… 34

3.3.5. Pengamatan masa laten, pengukuran bobot badan dan volume kanker……….. 34

3.3.6. Terminasi dan pengambilan jaringan kanker….. 34

3.3.7. Pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan HE………..………... 36

3.3.8. Pengujian TUNEL………... 38

3.3.9. Ekstraksi jaringan kanker………... 39

3.3.10. Uji aktivitas caspase-7……… 40

3.3.11. Pengujian ekspresi enzim di jaringan kanker dengan teknik Western blotting……… 40

3.4.12 Analisis data………. 42

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh pemberian bubuk gel daun Cincau Hijau terhadap pertumbuhan mencit C3H……….. 43

4.1.1. Konsumsi ransum ……….. 43

4.1.2. Bobot badan………. 45

4.1.3. Masa laten jaringan kanker……… 48

4.1.4. Volume jaringan kanker……… 48


(22)

xxii

4.1.6. Pengamatan histopatologi jaringan kanker dengan Hematoksilin Eosin………..

53

4.2. Pengaruh pemberian bubuk gel daun Cincau Hijau

terhadap apoptosis jaringan kanker mencit……… 57 4.2.1. Pengamatan apoptosis dengan pewarnaan

TUNEL………….………. 57

4.2.2. Aktivitas caspase-7……… 60 4.2.3 Ekspresi caspase-7……… 62 4.2.4. Ekspresi caspase-3……… 64 4.2.5. Ekspresi caspase-9……… 66

4.2.6. Ekspresi PARP…….……… 67

4.3. Pengaruh pemberian bubuk gel daun Cincau Hijau

terhadap proliferasi jaringan kanker mencit………. 69 4.3.1 Ekspresi ERK1/2………. 69 4.3.2 Ekspresi JNK1/2……….. 71 4.4. Pembahasan umum……… 73

5. SIMPULAN………... 77

6. DAFTAR PUSTAKA……… 79


(23)

xxiii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Contoh tanaman antikanker………. 7 2 Hasil analisis kimiawi bubuk daun Cincau Hijau (P.oblongifolia

Merr)..………..

9

3 Penelitian Cincau Hijau………. 10 4

5

Sepuluh besar jenis kanker berdasarkan letaknya di Instalasi Radioterapi RSK Dharmais Jakarta, tahun 1995-2000...

Perbandingan kanker payudara pada mencit dan manusia....

16

25 6 Komposisi mineral pada ransum mencit C3H ………. 29 7 Komposisi ransum standar dan ransum uji mencit ……. 32 8 Konsumsi ransum dan delta bobot badan mencit sebelum dan

setelah tranplastasi ………..

43

9 10

11

Fitokimia pangan dan pengaruhnya pada kanker payudara…. Hasil pengamatan histopatologi jaringan kanker mencit

dengan pewarnaan HE……….

Rangkuman hasil penelitian ini………

51 53


(24)

(25)

xxv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Tanaman Cincau Hijau (Premna oblingifolia Merr)………. 8

2 Siklus sel……… 12

3 4

Sinyal pertumbuhan pada sel normal... Kerangka dasar karsinogenesis kanker payudara………..

15 18 5 Kematian sel melalui jalur apoptosis………. 19 6 Jalur transduksi sinyal yang melibatkan MAPK ... 23

7 Mencit C3H………. 24

8 Skema alur penelitian secara umum……… 31 9 Transplantasi, terminasi dan fiksasi jaringan kanker payudara

mencit………...

35

10 Grafik bobot badan mencit selama penelitian………... 45 11 Grafik delta volume kanker mencit……….. 52 12 Grafik bobot kanker mencit……….. 52 13

14

15

16

Fotomikrograf jaringan kanker mencit dengan pewarnaan HE pada penelitian ini……….

Fotomikrograf jaringan kanker mencit dengan pewarnaan

TUNEL……….

Nilai indeks apoptosis kanker mencit……….

Grafik aktivitas spesifik caspase-7 dari jaringan kanker mencit…

55

57

58

60 17 Ekspresi caspase-7 dari jaringan kanker mencit …...………… 62 18 Grafik intensitas ekspresi enzim caspase-7 dari jaringan kanker

mencit……….

63

19 Ekspresi caspase-3 dari jaringan kanker mencit ……….. 64 20 Grafik intensitas ekspresi caspase-3 dari jaringan kanker

mencit………

65

21 Ekspresi caspase-9 dari jaringan kanker mencit ………. 66 22 Ekspresi PARP dari jaringan kanker mencit………. 67


(26)

xxvi

24 Ekspresi ERK-1/2 dari jaringan kanker mencit………. 69 25 Grafik intensitas ekspresi ERK-1/2 dari jaringan kanker mencit… 70

26 Ekspresi JNK-1/2 dari jaringan kanker mencit……….. 71

27 Mekanisme apoptosis yang diinduksi oleh bubuk gel daun

Cincau Hijau (P. oblongifolia, Merr) ………


(27)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Surat Keterangan Lolos Kaji Etik………. 91 2 Diagram alir proses pembuatan bubuk gel daun cincau hijau… 93

3 Contoh perhitungan dosis bubuk daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr...

94

4 Tabel jumlah ransum yang dimakan mencit sebelum

tranplantasi……….

95

5 Hasil uji sidik ragam jumlah ransum yang dikonsumsi mencit sebelum transplantasi……….

97

6

7

Hasil uji sidik ragam delta bobot badan mencit sebelum

transplantasi……….

Tabel jumlah ransum yang dikonsumsi mencit setelah

transplantasi………..

98

99

8 Hasil uji sidik ragam jumlah ransum yang dikonsumsi mencit setelah transplantasi………...

101

9

10

Hasil uji sidik ragam delta bobot badan mencit setelah

transplantasi……….

Tabel bobot badan, uji homogenitas dan uji normalitas bobot badan mencit sebelum tranplantasi………...

102 103 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Hasil uji sidik ragam bobot badan mencit sebelum transplantasi

Tabel bobot badan, uji homogenitas dan uji normalitas bobot badan mencit setelah tranplantasi………...

Hasil uji sidik ragam bobot badan mencit setelah transplantasi... Tabel masa laten kanker mencit...……….. Tabel volume kanker mencit……… Tabel bobot kanker mencit………... Hasil uji sidik ragam tingkat kepadatan sel hasil pewarnaan HE Hasil uji sidik ragam pleomorfisme inti sel hasil pewarnaan HE. Hasil uji sidik ragam tingkat mitosis sel hasil pewarnaan HE…. Tabel konsentrasi protein kanker mencit………...

Kurva standar protein kanker mencit……… Pereaksi untuk pengujian Western blotting……….

105 106 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117


(28)

(29)

xxix

GLOSARI

Caspase Cystein Aspartic Acid Proteases PARP PolyADP-ribose polymerase

ERK-1/2 Extracellular signal Regulated Kinase-1/2

JNK-1/2 c-Jun NH2

TSG

-terminal Kinase-1/2 Tumor Suppressor Genes

CDK Cyclin Dependent Kinase

IP3 Inositol trifosfat

MAPK Mitogen Activated Protein Kinase AMP

IGF Insulin-like Growth Factor FGF Fibroblast Growth Factor

EGF Epidermal Growth Factor,

TGF-α Transfoming Growth Factor alpha

ER Estrogen Receptor

RTK Reseptor Tirosin Kinase

RB1 Retinolastoma1

TNF Tumor Nekrosis Factor

FasL Fatty acid synthetase Ligand FADD Fas-Associated Death Domain DISC Death-Inducing Signalling Complex ATF-2 Activating Transcription Factor-2


(30)

1

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari sel yang disebabkan mutasi genetik yang mengarah pada ketidakseimbangan antara proliferasi dan kematian sel. Prevalensi penyakit kanker di seluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan perubahan pola konsumsi pangan. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah kasus kanker pada tahun 2008 sebesar 12,7 juta kasus dan berakhir kematian sebesar 7,6 juta kasus. Pada tahun 2020, jumlah kasus kanker akan terus meningkat menjadi 15 juta kasus dengan tingkat kematian sekitar 12 juta kasus (WHO 2008). Penyebab kanker karena faktor eksternal sebesar 90-95%, sedangkan faktor internal hanya 5-10%. Sekitar 30-35% dari faktor eksternal tersebut diakibatkan oleh faktor pola makan (diet). Tingginya persentase kasus kanker yang disebabkan oleh faktor diet menunjukkan bahwa penyakit kanker sebenarnya dapat dihindari.

Sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan kanker adalah dengan mengkonsumsi bahan alami. The World Cancer Research Fund & The American Institute of Cancer Research (WCRF/AICR, 2007) menyatakan bahwa pola konsumsi pangan yang sehat adalah mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol, buah-buahan serta sayuran. Konsumsi buah-buahan dan sayuran dalam jumlah banyak ternyata dapat menurunkan resiko terjadinya kanker. Beberapa jenis tanaman yang memiliki aktivitas antikanker antara lain teh (Camellia sinensis) (Balentine & Robinson 1998), kunyit (Curcuma domestica), buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) (Winarti & Nurdjanah 2005), daun oregano (Origanum vulgare), rumput laut coklat (Sargassum bacciferum) (Kintzios & Barberaki 2004), lengkuas lokal (Alpiniagalanga (L) Sw)

Cincau hijau merupakan salah satu tanaman Indonesia yang dikenal sebagai minuman kesehatan yang telah diteliti secara intensif mulai dari aspek fitokimia, keamanan, ketersediaan hayati dan khasiatnya bagi kesehatan. Komponen bioaktif yang terkandung dalam tanaman cincau seperti alkaloid, saponin, flavonoid, klorofil dan karotenoid memiliki efek farmakologi. Data ketersediaan komponen bioaktif cincau hijau di dalam tubuh serta aspek keamanannya jika dikonsumsi dalam jangka panjang telah tersedia. Cincau hijau berkhasiat sebagai anti alergi, anti inflamasi, antioksidan (Rachmini 2000,

(Rusmarilin 2008) dan Cincau Hijau (Chalid 2003, Pranoto 2003).


(31)

2

Handayani 2000, Koessitoresmi 2002). Cincau hijau juga mampu menghambat proliferasi sel kanker Hela dan K657 secara in vitro (Ananta 2000), serta mampu menekan pertumbuhan kanker payudara pada mencit C3H yang ditransplantasi kanker payudara secara in vivo (Chalid 2003). Walaupun demikian, bagaimana mekanisme penghambatan pertumbuhan kanker payudara oleh cincau hijau belum diketahui sehingga mendorong dilakukannya riset ini.

Penghambatan pertumbuhan sel kanker payudara dapat terjadi melalui induksi apoptosis (Xing et al. 2011; Babykutty et al. 2009 Ada dua jalur utama apoptosis yang dapat dilalui oleh sel yaitu jalur ekstrinsik yang melibatkan reseptor di luar sel dan jalur intrinsik yang melibatkan mitokondria. Proses apoptosis memerlukan koordinasi beberapa jenis aktivitas protein spesifik. Caspase (Cystein Aspartic Acid Proteases) adalah protein yang berperan penting pada proses tersebut. Pada awal jalur apoptosis ekstrinsik berperan caspase-8, sedangkan awal jalur intrinsik melibatkan caspase-9. Pada akhir apoptosis berperan caspase-3 dan caspase-7 untuk mengeksekusi sel kanker. Substrat target eksekusi caspase 3/7 adalah PARP (PolyADP-ribose polymerase) yaitu suatu protein yang bergabung dengan kromatin. Pemotongan PARP secara bertahap oleh caspase di dalam sel kanker menunjukkan terjadinya proses apoptosis. Apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel terprogram yang mempunyai ciri-ciri morfologi dan biokimia spesifik yaitu kromatin terkondensasi, fragmentasi DNA, pemotongan protein dan berubahnya permeabilitas membran sel. Induksi apoptosis pada sel-sel yang memiliki DNA rusak maupun kanker pada dasarnya merupakan target dari pencegahan maupun terapi pada penyakit kanker.

Apabila penghambatan sel kanker payudara melalui jalur apoptosis tidak berhasil, maka terjadi proliferasi sel kanker secara tidak terkendali. Pertumbuhan sel kanker sangat tergantung pada penghantaran sinyal oleh protein kinase untuk berproliferasi. Protein kinase adalah kelompok enzim yang mentransfer gugus posfat dari ATP ke residu asam amino berbagai protein, yang disebut proses posforilasi. Salah satu kelompok enzim protein kinase yang berperan penting untuk menunjukkan inisiasi keganasan, proliferasi sel kanker, progresi tumor, dan metastasis adalah enzim ERK1/2 (Extracellular signal Regulated Kinase-1/2) dan JNK 1/2 (c-Jun NH2-terminal Kinase). Adanya kedua enzim


(32)

3

Pada penelitian ini dikaji pengaruh bubuk gel daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr) terhadap apoptosis dan proliferasi sel kanker payudara secara in vivo menggunakan mencit C3H sebagai model. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan mencit, histopatologi, parameter apoptosis dan proliferasi. Pengamatan terhadap pertumbuhan mencit mencakup konsumsi ransum, bobot badan, volume kanker, dan bobot kanker. Parameter histopatologi meliputi diferensiasi sel dan fragmentasi DNA. Selanjutnya dipelajari mekanisme penghambatan pertumbuhan sel kanker payudara oleh bubuk gel daun cincau hijau melalui jalur apoptosis melalui sistem enzim caspase (caspase-7, -3 dan -9 dan PARP) dan pembuktian terjadinya proliferasi sel kanker melalui jalur penghantaran sinyal yang melibatkan protein kinase (ERK1/2 dan JNK1/2).

, 1.2. Tujuan

Penelitian in vivo ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui pengaruh bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) terhadap parameter pertumbuhan mencit C3H meliputi konsumsi ransum, bobot badan, masa laten dan volume kanker, bobot kanker dan histopatologi jaringan kanker.

b. Mengetahui pengaruh bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) terhadap kanker payudara mencit C3H melalui induksi apoptosis berdasarkan parameter fragmentasi DNA, aktivitas caspase-7 dan ekspresi enzim caspase-7, -3, -9 dan PARP.

c. Mengetahui pengaruh bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) terhadap kanker payudara mencit C3H melalui penghambatan proliferasi berdasarkan parameter ekspresi enzim ERK-1/2 dan JNK-1/2.

1.3. Manfaat hasil penelitian

Seluruh informasi yang diperoleh dari penelitian ini sangat bermanfaat untuk memahami:

a. Mekanisme bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) dalam menginduksi apoptosis sel kanker payudara.

b. Mekanisme bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) dalam menghambat proliferasi sel kanker payudara.


(33)

4

1.4. Hipotesa

Hipotesis utama dalam penelitian ini adalah:

1. Mekanisme penghambatan kanker payudara oleh bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) terjadi melalui induksi apoptosis yang terlihat melalui fragmentasi DNA, aktivitas caspase-7, ekspresi caspase-7, -3, -9 dan PARP.

2. Mekanisme penghambatan kanker payudara oleh bubuk gel daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) terjadi melalui penghambatan proliferasi yang terlihat melalui ekspresi ERK-1/2 dan JNK-1/2.


(34)

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan pencegah kanker

Peran pangan tidak hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan gizi saja, namun bisa juga sebagai pencegah penyakit termasuk kanker. Makanan sehat dengan gizi seimbang merupakan salah satu faktor penentu kualitas kesehatan

seseorang. Kons

sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM 2002).

dengan juml memenuhi kebutuhan sel (Almatsier 2001).

Ada 13 pesan umum gizi seimbang yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat tahun 2002 yaitu: (1) Makanlah aneka ragam makanan, (2) Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, (3) Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, (4) Batasi konsumsi (5) Gunakan garam beryodium, (6) Makanlah makanan sumber zat besi, (7) Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya, (8) Biasakan makan pagi, (9) Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya, (10) Lakukan aktivitas fisik secara teratur, (11) Hindari minuman yang beralkohol, (12) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, (13) Bacalah label pada makanan yang dikemas.

Berkaitan dengan konsep gizi seimbang tersebut, maka mengkonsumsi makanan tertentu seperti makanan berlemak tinggi, minuman beralkohol, daging merah, makanan yang dibakar, serta makanan yang mengandung zat-zat karsinogenik dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kanker (Wijayakusuma 2005). Salah satu upaya pencegahan kanker adalah dengan mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Kandungan bahan aktif dalam sayur dan buah dapat berfungsi sebagai antioksidan yang berpotensi melindungi tubuh dari ancaman radikal bebas. Antioksidan memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga lebih lanjut dapat melindungi tubuh dari ancaman kanker dan membantu menghambat pertumbuhannya. Tidak sedikit ramuan obat herbal


(35)

6

dimanfaatkan dalam bentuk makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperlemah sel kanker (Mangan 2005; Bangun 2005).

Sebagai contoh, fraksi aktif biji Mahoni (Swietenia mahagoni) mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D (Setiani 2009). Pada wanita penderita kista payudara yang diberi minuman bekatul menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap ukuran lesi kista payudara kanan antara sebelum maupun setelah dilakukan intervensi minuman bekatul, namun tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara ukuran lesi kista payudara kiri (Ervina 2009). Pasien wanita penderita kista payudara yang diberi sari buah tomat menunjukkan penurunan intensitas rasa nyeri pada pasien (Navratilova 2009). Jus Brassica oleracea mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara manusia (Brandi et al. 2005). Pemberian minuman teh hijau pada tikus betina Sprague-Dawley yang diberikan paparan karsinogen DMBA mampu menekan daya invasi dari tumor payudara.

Selain berkhasiat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara, beberapa jenis tanaman lain diketahui berpotensi sebagai antikanker. Ekstrak etil asetat dari lengkuas lokal (Alpinia galanga (L) Sw) dapat menghambat proliferasi alur sel kanker paru-paru, leukimia, melanoma metastase, dan sel kanker serviks. Pertumbuhan kanker payudara pada mencit C3H yang ditransplantasi juga dihambat oleh lengkuas. Hal tersebut ditunjukkan dari penurunan jumlah sel kanker yang hidup, pengecilan volume kanker dan dari luasnya jaringan kanker yang mengalami nekrosa (Rusmarilin 2003). Contoh lain, likopen dalam buah tomat mampu menurunkan risiko kejadian kanker pankreas sebesar 31% pada pria (Nkondjock et al. 2005). Tanaman antikanker dengan target penyakit serta mode aksinya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.


(36)

7

Tabel 1. Contoh tanaman antikanker

Spesies Target penyakit atau galur sel

Mode aksi Komponen aktif

Cinnamommum casia sel kanker SW-620 sitotoksik,

imunomodulator aldehid

Brucea antidicenterica leukemia sitotoksik alkaloid

Chelidonium majus kanker paru-paru imunomodulator alkaloid

Nauclea orientalis bladder karsinoma in vitro antiproliferatif alkaloid

Annona muricata adenokarsinoma prostat antiproliferatif acetogenins Annona squamosa karsinoma pankreas sitotoksik acetogenins Annona buliata kanker kolon sitotoksik acetogenins Gossypium indicum sel kanker B16 melanoma sitotoksik flavonoid

Polytrichum obioense sel Hela, leukemia mencit sitotoksik flavonoid

Phlomis armeniaca kanker hati, leukemia, antiviral, sitotoksik, glikosida

Phyllanthus sp. sel kanker hati sitotoksik glikosida

Wikstroemia indica leukemia, sel kanker hati antitumor glikosida

Brucea sp sel kanker hati, P-388 sitotoksik Lignin

Sumber: (Kintzios dan Barberaki 2004)

2.2. Tanaman Cincau Hijau

Tanaman Cincau Hijau merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara yang tersebar di daerah dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Umumnya tumbuh secara liar di daerah Jawa, Sumatra dan Sulawesi (Kusharto et al. 2008). Cincau hijau lebih menyukai tempat yang lembab, teduh dan dekat dengan sumber air daripada tempat yang kering dan terpapar cahaya matahari secara langsung. Kisaran pH yang sesuai untuk tanaman ini 5,5-6,5 dengan suasana tanah yang gembur (Ben dan Syu 2008).

Ada dua jenis cincau hijau yang dikenal masyarakat yaitu Cyclea barbata L.Miers dan Premna oblongifolia Merr. Cincau hijau C. barbata L. Miers memiliki ciri-ciri: berbatang merambat atau menjalar pada pohon inang hingga panjangnya mencapai 5-16 m, tumbuh liar di pinggiran hutan atau diantara semak belukar. Bentuk daunnya seperti perisai, tengahnya melebar, pangkal melekuk, dan ujungnya meruncing sehingga secara keseluruhan berbentuk seperti jantung. Permukaan bawah daun berbulu halus, sedangkan bagian atasnya berbulu kasar.

Cincau hijau P. oblongifolia Merr. disebut juga cincau perdu, cincau pohon, atau camcau pohon. Memiliki batang yang tegak seperti tanaman pada umumnya, bahkan tingginya bisa mencapai 4 m seperti yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.


(37)

8

Gambar 1. Tanaman Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Daun P. oblongifolia Merr ada yang berbentuk oval (lonjong, dengan panjang daun kurang lebih 1,5 kali lebarnya) atau obovat (berbentuk bulat telur). Tulang daunnya agak besar, berbulu pendek dan jarang, bahkan ada pula yang tidak berbulu. Klasifikasi P. oblongifolia Merr. (Ben dan Syu 2008) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili

Genus : Premna

Spesies : P. oblongifolia Merr.

Daun cincau hijau dikenal sebagai bahan minuman segar pencuci mulut berbentuk gel cincau yang biasa dicampur dengan es batu dan sirup. Selain segar, cincau hijau disukai karena diyakini berkhasiat sebagai penurun panas (antipiretik) dan radang lambung, penurun tekanan darah tinggi dan anti malaria (Sunanto 1995). Hasil analisis bubuk daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:


(38)

9

Tabel 2. Hasil analisis kimiawi bubuk daun cincau hijau (P. oblongifolia Merr)

Komponen

Bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr (%) b/k Jacobus

et al., 2003

Chalid

et al., 2003

Pranoto

et al., 2003 Kadar protein 18,17 17,64 18,08 Kadar air daun segar 79,45 79,45 - Kadar air bubuk daun 2,93 2,45 2,51 Kadar serat kasar 52,55 51,01 52,00 Kadar lemak 2,15 2,12 2,14

Kadar abu 8,11 8,11 8,31

Khasiat kesehatan daun cincau hijau diduga karena kandungan komponen bioaktif di dalamnya terutama komponen alkaloid, polifenol, karotenoid dan klorofil. Komponen aktif alkaloid dari akar C. barbata L. Miers adalah 2-norlimacine, cycleabarbatine, tetrandine-2-betaoxide, berbamine, repandine, cycleanorine,daphnandrine, curine, coclauninedan, N-methyloclaurine (Sunanto, 1995). Komponen aktif pada daun cincau hijau P. oblongifolia Merr antara lain senyawa alkaloid, fenol hidrokuinon, flavonoid dan tanin (Aryudhani 2011).

Kajian cincau hijau sebagai bahan pangan fungsional telah diteliti dari berbagai aspek meliputi aspek keamanan, keberadan hayati dan khasiat bagi kesehatan seperti yang terlihat pada Tabel 3. Selain dibuat dalam bentuk gel, cincau hijau dapat dibuat dalam bentuk produk minuman seduhan seperti teh, dan dalam bentuk bubuk daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman seduhan dan bubuk daun cincau hijau mampu menurunkan kadar sitokrom P-420 dan meningkatkan aktivitas glutation S-transferase pada tikus percobaan (Nugrahenny et al ., 2003; Arisudana 2003). Data ini sebagai bukti bahwa cincau hijau merupakan produk pangan yang aman dikonsumsi.


(39)

10

Tabel 3. Penelitian Cincau Hijau

Aspek Topik Penelitian Referensi

Keamanan • Proliferasi sel limfosit pada sel darah tepi manusia in vitro

Pandoyo et al. 2000

• Kadar sitokrom P-420 dan aktivitas glutation S-Transferase pada tikus

Sprague Dawley (SD)

Nugrahenny et al. 2003

• Toksisitas subkronis pada tikus SD Arisudana 2003 Bioavailibilitas • Karotenoid pada tikus SD Wylma 2003

• Kadar beta karoten pada tikus SD Jacobus et al. 2003

• Klorofil pada tikus SD Hendriyani et al. 2003

• Flavonoid pada tikus SD Raharjo 2004

Khasiat • Anti inflamasi pada mencit Balb/c Handayani et al. 2000

• Anti alergi mencit mencit Balb/c Rachmini 2000

• Antioksidan pada sel limfosit manusia Koessitoresmi 2002

• Antioksidan sel limfosit pada mencit C3H Setiawaty et al. 2003

• Antikanker pada sel kanker K-562 dan Hela

Ananta et al. 2000

• Antitumor dan immunomodulator pada mencit C3H

Pranoto et al. 2003

• Aktivitas enzim antioksidan dan pertumbuhan tumor pada mencit C3H

Chalid et al. 2003

Analisa Jaringan Kanker

• Analisa histopatologi jaringan hati dengan HE pada mencit C3H

Widyanto 2010

• Analisa histopatologi jaringan tumor dengan IHK (caspase-3) dan penanda vaskularisasi (CD31) pada mencit C3H

Aryudhani 2011

Khasiat kesehatan dari cincau hijau tidak terlepas dari keberadaan komponen aktif di dalamnya. Keberadaan hayati komponen alkaloid, karotenoid, klorofil dan flavonoid daun cincau hijau di dalam hati dan plasma tikus percobaan menunjukkan bahwa komponen bioaktif tersebut telah diserap dalam jumlah yang bervariasi (Wylma 2003, Hendriyani et al., 2003, Raharjo 2004). Khasiat cincau hijau sebagai anti inflamasi ditunjukkan dari sifatnya yang non toksik terhadap sel makrofag (Handayani et al.,2000). Selain itu cincau hijau


(40)

11

berkhasiat sebagai anti alergi dan anti oksidan terhadap sel limfosit manusia maupun mencit C3H (Rachmini 2000; Koessitoresmi 2002 dan Setiawaty et al ., 2003).

Khasiat cincau hijau sebagai antikanker didasari hasil penelitian in vitro dan in vivo. Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa cincau hijau mampu menghambat proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela. Hal ini disebabkan adanya kandungan senyawa polar seperti fenol dan alkaloid pada cincau hijau (Ananta et al., 2000). Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa pertambahan volume tumor mencit yang diberi pakan bubuk daun cincau hijau relatif lebih rendah jika dibandingkan kontrol. Pengamatan secara makroskopik terhadap tumor menunjukkan telah terjadi peningkatan kematian sel tumor pada mencit perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol (Chalid et al., 2003). Hasil ini diperkuat dengan penelitian Pranoto et al., 2003 yang menunjukkan bahwa produk cincau hijau berpengaruh nyata terhadap berat bagian tumor yg mengalami kematian secara nekrosis.

2.3. Kanker dan siklus sel

Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari sel yang disebabkan mutasi genetik yang mengarah pada ketidakseimbangan antara proliferasi dan kematian sel. Pertumbuhan tersebut berkembang menjadi sebuah populasi sel yang dapat menyerang jaringan, lalu bermetastasis ke tempat lain. Sel yang mengalami metastasis yaitu sel kanker yang lepas dari sel asalnya lalu masuk ke dalam aliran darah atau saluran limfatik dan menyebar ke bagian tubuh lain lalu berkembang membentuk tumor baru yang disebut tumor sekunder (Sudoyo 2004). Ada enam sifat dasar dari sel kanker yaitu: (1) Sinyal pertumbuhan dapat tercukupi sendiri. Artinya sel bisa mencukupi kebutuhan sinyal yang diperlukan untuk pertumbuhan. (2) Sel kanker tidak peka terhadap sinyal anti pertumbuhan, (3) Sel kanker bersifat menghindari apoptosis, (4) Sel kanker akan memacu pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) untuk suplai nutrisi, (5) Sel kanker berpotensi membelah diri tanpa batas, (6) Sel kanker bersifat invasif dan menyebar ke seluruh tubuh (metastasis) (Douglas dan Robert 2000).

Ada tiga kelompok gen yang terkait dengan kanker yaitu: proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppressor Genes/TSG) dan gen perbaikan DNA (DNA repair genes). Proto-onkogen yaitu gen penghasil protein yang secara normal meningkatkan pembelahan sel atau menghambat proses kematian sel


(41)

12

normal. Hasil mutasi dari gen ini disebut onkogen. TSG merupakan gen penghasil protein yang secara normal mencegah pembelahan sel atau penyebab kematian sel. DNA repair genes yaitu gen untuk perbaikan DNA yang membantu mencegah terjadinya mutasi genetik pemicu munculnya kanker. Proto-onkogen dan TSG bekerja seperti halnya gas (accelerator) dan rem (breaker) suatu mobil. Pertumbuhan sel yang terkontrol dapat dijaga dengan pengaturan proto-onkogen yang mempercepat pertumbuhan dan TSG yang memperlambat pertumbuhan.

Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker berlangsung secara bertahap meliputi tahap inisiasi, promosi dan progresi (Barret 1993). Inisiasi merupakan tahap terjadinya perubahan DNA/ mutasi gen yang disebabkan oleh beberapa faktor internal maupun ekternal. Mutasi terjadi pada kelompok protoonkogen dan TSG. Protoonkogen menyandi faktor pertumbuhan dan reseptornya, enzim maupun faktor transkripsi yang mempromosi pertumbuhan atau pembelahan sel. Protoonkogen yang termutasi dinamakan onkogen. Pada tahap inisiasi, onkogen teraktivasi sedangkan TSG mengalami inaktivasi. Tahap selanjutnya adalah promosi yaitu perkembangan klon sel menjadi sel tumor atau premalignansi. Sel kemudian memasuki tahap progresi yakni sel kanker berkembang tanpa kendali. Sel kanker memiliki ciri yang berbeda dengan sel normal. Pertumbuhan sel melalui suatu proses siklus sel seperti yang tersaji pada Gambar 2 di bawah ini.


(42)

13

Siklus sel adalah suatu proses biokimiawi normal dari suatu sel dalam rangka mempertahankan eksistensinya. Tahapan siklus sel yaitu fase gap 1 (G1), fase gap 2 (G2), fase sintesis (S) dan fase mitosis (M). Fase G adalah “gap” antara fase S dan fase M untuk sel memonitor keadaan internal maupun eksternal yang memungkinkan untuk pembelahan pada fase S dan M. Jika kondisi ekstraseluler tidak menguntungkan, maka sel akan memasuki fase G0 dimana sel berhenti berkembang. Namun sebaliknya, jika kondisi lingkungan mendukung dan terdapat sinyal pertumbuhan, maka sel akan memasuki fase G1. Fase G1 merupakan fase pertumbuhan sel anakan hasil mitosis. Pada tahap ini, sel tetap melakukan metabolisme untuk menghasilkan protein dan enzim tetapi sel tidak membelah. Selama fase ini, inti sel membesar dan volume sitoplasma meningkat dengan cepat. Setelah fase G1 berakhir, fase berikutnya memasuki zona perbatasan (restriction zone/ R) untuk ditentukan apakah sel akan terus berkembang (memasuki fase S) atau sel harus berhenti berkembang (memasuki fase G0). Pada fase S, terjadi duplikasi kromosom sebagai hasil replikasi DNA. Replikasi DNA dilakukan dengan bantuan enzim DNA polymerase. Fase G2 merupakan fase persiapan untuk memasuki fase mitosis. Pada fase ini, masih berlangsung proses biokimiawi untuk menghasilkan RNA, protein dan enzim. Selanjutnya memasuki fase mitosis (M), yaitu fase dimana terjadi pembelahan dari satu sel menjadi dua sel anakan baru (Hartwell 2007).

Untuk mengontrol dan memastikan bahwa proses pembelahan berlangsung secara benar, ada beberapa checkpoint dalam siklus sel tersebut. Checkpoint pada fase G1 dan G2 digunakan untuk mencegah berlanjutnya siklus sel karena adanya kerusakan DNA. Checkpoint pada fase S digunakan untuk menghambat proses replikasi DNA selesai dan checkpoint pada fase M digunakan untuk memblokade segresi kromosom sampai untaian mitosis terangkai sempurna. Dalam kondisi normal, apoptosis dan proliferasi sel harus berada dalam kondisi seimbang. Terganggunya sistem pengontrolan siklus sel menyebabkan sel tidak keluar dari siklus dan tidak berdiferensiasi, kemudian terjadi proliferasi sel terus menerus sehingga terbentuk kanker.

Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, kematian sel, dan kerusakan jaringan. Kendali pertumbuhan yang terpenting adalah induksi sel beristirahat (resting cell) pada fase G0 ke siklus sel (Robbins et al. 2007). Masuk dan berkembangnya siklus sel dikendalikan melalui perubahan kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada


(43)

14

tahapan tertentu siklus sel, siklin meningkat kemudian didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui siklus tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan komplek dengan suatu protein yang disintesis secara konstitusif yaitu Cyclin Dependent Kinase (CDK). Kombinasi yang berlainan antara siklin dan CDK berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel dan kombinasi ini menggunakan efeknya dengan memfosforilasi sekelompok substrat terpilih melalui jalur fosforilasi yang melibatkan protein kinase. Fosforilasi dapat menimbulkan perubahan konformasi bergantung pada proteinnya yang secara potensial dapat mengaktivasi atau menginaktivasi satu aktivitas enzimatik, menginduksi atau mengganggu interaksi potein, menginduksi atau menghambat pengikatan protein pada DNA dan menginduksi atau mencegah katabolisme protein.

Selain dari sintesis dan pemecahan siklin, komplek CDK juga diatur melalui pengikatan inhibitor CDK yang terdiri dari 2 famili yaitu CDKI yang mempunyai 3 protein yang menghambat CDK secara luas (p21,p27,p57) dan INK4 yang secara selektif menghambat CDK4 dan CDK6 (p15,p16,p18 dan p19). Komplek ini sangat penting dalam mengatur tahapan siklus sel (G1 ke S dan G2 ke M) yaitu tahapan saat sel memastikan bahwa DNA sudah terreplikasi dengan benar dan atau kesalahan sudah diperbaiki. Kegagalan pemantauan secara memadai terhadap keakuratan replikasi DNA akan menyebabkan akumulasi mutasi dan transformasi yang mungkin ganas (Bekker 1986).

Pertumbuhan dan diferensiasi sel juga dipengaruhi oleh sinyal ekstra seluler seperti yang terlihat pada Gambar 3 di bawah ini. Mediator kimiawi yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor pertumbuhan polipeptida yang beredar di dalam serum atau diproduksi secara lokal oleh sel. Penghantaran sinyal dapat terjadi secara langsung antara sel yang berdekatan atau melalui jarak yang jauh.


(44)

15

Gambar 3. Sinyal pertumbuhan pada sel normal (Robbins et al. 2007)

Untuk reseptor intrasel normal, pengikatan ligan mengakibatkan pembentukan komplek reseptor-ligan yang langsung berhubungan dengan DNA inti sel dan selanjutnya mengaktifkan atau menghentikan transkripsi. Pembentukan komplek reseptor-ligan di permukaan sel normal menghasilkan suatu kaskade peristiwa intrasel sekunder yang diawali dengan kenaikan Ca intrasel atau inositol trifosfat (IP3) atau aktivasi jalur MAPK kinase atau AMP siklik (Kleinsmith & Kish 1988).

2.4. Kanker payudara

2.4.1. Statistik dan epidemiologi

Data kanker global menunjukkan bahwa ada empat jenis kanker yang sering ditemukan yaitu kanker paru-paru (1.352.132 kasus), kanker payudara (1.151.298 kasus), kanker kolon (1.023.152 kasus) dan kanker prostat (679.023 kasus) (Parkin et al. 2005 ). Pada tahun 2008, penderita kanker payudara berusia di bawah usia 35 tahun di Amerika Serikat mencapai 184.450 orang dengan kematian sebanyak 40.930 orang (15%) (Ahmedin et al. 2008; Ruddon 2007). Kasus kanker payudara di Indonesia mulai tahun 1995-2002 menempati ututan kedua dari sepuluh besar jenis kanker seperti terlihat pada Tabel 4 di bawah ini. Jumlah sebenarnya mestinya lebih banyak lagi.


(45)

16

Tabel 4. Sepuluh besar jenis kanker berdasarkan letaknya di Instalasi

Radioterapi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, tahun 1995-2000

Ranking Jenis kanker Jumlah pasien (orang)

1. serviks uterus 998

2. payudara 897

3. nasofaring 578

4. paru-paru 403

5. tiroid 123

6. rektum 86

7. lidah 65

8. prostat 44

9. buli-buli 40

10. kelenjar getah bening 37

Sumber: (Defrizal 2007)

Data terkini yang dilaporkan oleh RSKD menunjukkan bahwa antara tahun 2004-2007 kanker payudara dan kanker serviks merupakan dua kasus kanker terbesar. Pada tahun 2004, kasus kanker payudara sebanyak 279 kasus, kanker serviks 192 kasus. Tahun 2005 meningkat menjadi 334 kasus untuk kanker payudara dan 226 kasus untuk kanker serviks. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan lagi menjadi 439 kasus kanker payudara dan 232 kasus kanker serviks, sedangkan tahun 2007 terdapat 436 kasus kanker payudara dan 264 kasus kanker serviks (RSKD 2010).

2.4.2. Karsinogenesis kanker payudara

Secara normal pertumbuhan sel kelenjar payudara diatur oleh interaksi yang kompleks antara beberapa hormon diantaranya estrogen, progresteron, androgen, glukokortikoid, prolaktin, tiroid, insulin dan faktor pertumbuhan contohnya Insulin-like Growth Factor, IGF; Fibroblast Growth Factor, FGF; dan Epidermal Growth Factor, EGF atau Transfoming Growth Factor alpha, TGF-α. Pengaruh dari hormon dan faktor pertumbuhan tersebut diawali dan dipicu melalui ikatan dengan reseptornya. Reseptor untuk hormon pada umumnya terletak pada membran sel, sedangkan reseptor hormon steroid terletak di dalam sel atau pada inti sel (Doughlas and Robert 2000).

Pada kanker payudara, hormon estrogen memegang peranan sangat penting sebagai inisiator maupun promotor. Sebagai inisiator senyawa metabolit dari estrogen dapat membentuk DNA adduct yang selanjutnya menyebabkan mutasi genetik. Sebagai promotor, estrogen merupakan senyawa yang dapat memicu proliferasi sel. Estrogen akan berikatan dengan reseptor estrogen (ER)


(46)

17

yang akan mengaktivasi reseptor tirosin kinase (RTK). Selanjutnya RTK ini akan memberikan pensinyalan untuk proliferasi dan pensinyalan apoptosis. Sel kanker terjadi karena pertumbuhan yang tidak terkontrol akibat kesalahan instruksi genetik. Dua pertiga kasus kanker payudara adalah ER positif (ER+), sedangkan sepertiganya ER negatif (ER-) (Wanandi 2007).

Selain hormon dan faktor pertumbuhan, gen penekan tumor (Tumor Supressor Genes, TSG) seperti gen p53 juga berperan dalam pertumbuhan suatu kanker. Perubahan pada gen p53 dan gen retinolastoma (RB1) juga menjadi penyebab berkembangnya kanker payudara. Pada kondisi normal, gen yang terkait dengan kanker payudara yang diturunkan adalah BRCA1 dan BRCA2 yang berfungsi sebagai gen penekan tumor. Namun demikian, kesalahan genetika yang terkait dengan faktor keturunan tidak secara otomatis berubah menjadi sel kanker. Ada faktor eksternal lainnya yang diperlukan untuk mengubahnya menjadi sel kanker. Faktor eksternal diantaranya virus, infeksi berkelanjutan, radiasi, polusi udara dan bahan-bahan kimia yang tidak diperlukan oleh tubuh (xenobiotik) juga dapat menyebabkan mutasi. Mutasi gen karena faktor eksternal terjadi pada sel somatik, khususnya pada organ yang sering mengalami pergantian sel atau melakukan sekresi seperti payudara dan rahim (Zakaria 2001).

Tingkatan atau jenis kanker payudara berdasarkan perkembangan karsinogenesis sel dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:


(47)

18

Gambar 4. Kerangka dasar karsinogenesis kanker payudara (Sutandyo 2006)

Karsinogenesis sel payudara meliputi : (1) Lesi proliferatif payudara abnormal. Resiko terjadinya kasus ini 4 kali lebih besar dibandingkan populasi normal. Jika seseorang mempunyai riwayat keluarga penderita kanker payudara, maka resiko tersebut meningkat menjadi 9 kalinya. (2) Karsinoma in situ yang terbatas pada lobulus atau pada sel epitel duktus. Karsinoma pada lobulus dianggap sebagai penanda untuk peningkatan resiko payudara, sedangkan karsinoma pada sel epitel duktus merupakan kelompok heterogen lesi pada berbagai potensi keganasan dan sebagai bentuk awal dari karsinoma invasif. (3) Karsinoma invasif, dimana sekitar 75% dari semua kanker payudara merupakan jenis karsinoma invasif yang bercirikan suatu masa padat dan mudah diukur secara dua arah (bisection). (4) Kanker payudara tipe khusus, yang didasari atas gambaran dari duktus dan lobulus antara lain karsinoma invasif, karsinoma skuamosa, karsinoma sekretori (Hoque 2000).

Lesi proliferasi jinak

Predesposisi genetik

Mutasi BRC1, BRC2, p53

kerusakan pada mekanisme DNA repair dan apoptosis

Karsinoma in situ

Estrogen, progresteron dan GF

telomerase

Karsinoma dini

• Mutasi gen-gen alur pensinyalan hormon steroid & GF: Her-2, c-myc, siklin D1, RBi, Mutasi gen alur kematian sel TP53 dan instabilitas kromosomal

Karsinoma lanjut lokal (stadium III)

Pertumbuhan sel tak terkendali

Pertumbuhan sel tak terkendali

Karsinoma metastatik (stadium IV)

• Perubahan fenotif lebih lanjut pada siklus sel, kematian sel dan respon terapi, Perubahan fenotif pada sekresi GF untuk angiogenesis dan penyebaran metastasis, mutasi gen pengatur invasi dan kerusakan gen

DNA repair

Pertumbuhan sel berlanjut Penurunan respon terapi Penurunan adhesi sel-sel angiogenesis

Epitel payudara normal


(48)

19

2.5. Kematian sel melalui jalur apoptosis

Apoptosis adalah suatu bentuk kematian sel terprogram yang mempunyai ciri-ciri morfologi dan biokimia spesifik. Kematian sel lainnya melalui nekrosis. Pada nekrosis, stimulus kematian sel seringkali menjadi penyebab langsung kematian sel, sedangkan pada apoptosis terjadi sebaliknya. Pada apoptosis, stimulus dari kematian sel akan mengaktifkan serangkaian kejadian yang akan mengarah pada kerusakan sel. Tidak seperti nekrosis, yang merupakan proses patologis, apoptosis adalah bagian dari proses fisiologis normal.

Gambar 5. Kematian sel melalui jalur apoptosis (Elmore 2007) ( = penanda apoptosis yang dianalisis)

Pada Gambar 5 tampak bahwa proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel yang berasal dari luar (ekstrinsik) maupun dalam (intrinsik) sel. Sinyal ekstrinsik antara lain hormon, faktor pertumbuhan, dan sitokin. Semua sinyal tersebut harus dapat menembus membran plasma secara transduksi untuk dapat menimbulkan respon. Sinyal intrinsik apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi oleh sel sebagai respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Sebelum terjadi proses kematian sel, sinyal apoptosis harus dihubungkan dengan jalur kematian sel melalui regulasi protein.


(49)

20

Jalur ekstrinsik disebut juga jalur kematian reseptor. Jalur ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari reseptor tumor nekrosis faktor (TNF) yang terdiri dari domain sitoplasmik, berfungsi untuk mengirim sinyal apoptosis. Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang dihubungkan dengan protein Fas (Fatty acid synthetase)/ CD95. Pada saat Fas berikatan dengan ligannya, membran membentuk ligan (FasL). Tiga atau lebih molekul Fas bergabung membentuk binding site untuk adapter protein bernama FADD (Fas-Associated Death Domain). FADD melekat pada reseptor kematian dan terikat pada reseptor luar sel sehingga terbentuk suatu oligomer yang menginduksi kematian sel /DISC (death-inducing signalling complex). Kompleks FasL dan DISC selanjutnya akan mengaktifkan caspase-8 (Cysteinyl aspartic acid-protease-8), yang selanjutnya memotong dan mengaktifkan caspase-3 (Cysteinyl aspartic acid-protease-3). Fungsi DISC mengaktifkan caspase-8, lalu caspase-8 mengaktifkan procaspase-3 menjadi caspase-3 aktif sehingga terjadi kaskade caspase menghasilkan apoptosis. Jalur ekstrinsik umumnya dilewati oleh sel normal.

Jalur instrinsik disebut pula dengan jalur mitokondria, umumnya diaktifkan oleh stress. Sinyal /perubahan intraseluler mengakibatkan sitokrom c lepas ke dalam sitosol. Sitokrom c berikatan dengan Apaf-1 (Apoptotic-protease-activating factor-1) dan procaspase-9 untuk membentuk apoptosom. Fungsi apoptosom dalam mengaktifkan caspase-9 (Cysteinyl aspartic acid-protease-9) di jalur apoptosis intrinsik ternyata sama dengan fungsi DISC dalam mengaktifkan caspase-8 di jalur ektrinsik, yang selanjutnya mengaktifkan procaspase-3 menjadi caspase-3 aktif sehingga terjadi kaskade caspase menghasilkan apoptosis.

Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis mempunyai suatu fagositotik molekul pada permukaannnya (contohnya fosfatidilserin). Fosfatidilserin ini pada keadaan normal berada pada permukaan sitosolik dari plasma membran, tetapi pada proses apoptosis tersebar pada permukaan ekstraseluler melalui protein scramblase. Molekul ini merupakan suatu penanda sel untuk fagositosis oleh sel yang mempunyai reseptor yang sesuai, seperti makrofag. Selanjutnya, sitoskeleton memfagosit melalui proses penelanan (engulfment) molekul yang mengalami apoptosis tersebut. Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai dengan respon inflamasi.


(50)

21

Peranan caspase dalam peristiwa kematian sel melalui jalur apotosis sangat penting. Caspase termasuk salah satu kelompok enzim protease yang memiliki sisi aktif sistein, memotong substrat pada residu asam aspartat dan disintesis dalam bentuk inaktif (zimogen). Aktifasi caspase menyebabkan beberapa protein seluler sebagai substrat terpotong sehingga sel tidak berfungsi normal. Protein yang dimaksud antara lain protein struktural sitoskeleton dan enzim perbaikan DNA. Caspase juga mengaktivasi enzim degradatif DNAse sehingga DNA inti terfragmentasi (Elmore, 2007).

Sejauh ini, terdapat 14 jenis caspase pada mamalia, khusus untuk caspase-11 dan caspase-12 hanya ditemukan pada mencit. Berdasarkan fungsi dan struktur prodomainnya, caspase terbagi 3 kelompok. Kelompok I terdiri dari caspase-1,-4,-5 dan -11 yang berperan dalam maturasi sitokin dan respon inflamasi, sehingga disebut sebagai kelompok caspase inflamasi. Grup II terdiri dari caspase-2,-8,-9, -10 dan -12 yang berfungsi di jalur atas (upstream) dari apoptosis melalui jalur penanda apoptosis, maka dinamai caspase inisiator. Grup III terdiri dari caspase-3,-6,-7 dan -14 bekerja di jalur bawah (downstream), yang diaktifasi oleh caspase inisiator dan berperan sebagai eksekutor pada proses apoptosis, sehingga dinamai caspase efektor atau eksekutor (Agniswamy et al, 2007).

Sasaran caspase-3 adalah perubahan ukuran inti sel. Sel yang sehat memiliki inti sel yang besar, sedangkan inti sel yang mengalami apoptosis mengalami penyusutan (piknosis) dan akhirnya terfragmentasi. Selain itu enzim ini mengontrol permeabilitas membran serta memperkuat sinyal kematian awal dengan cara membantu mempromosikan pelepasan sitokrom-c (Lakhani, 2006). Caspase-3 berbagi 54% identitas sekuennya dengan caspase-7. Kedua caspase ini menghasilkan struktur dan fungsi yang sangat mirip. Perubahan sisi aktif Arg-43 akan menurunkan fungsi caspase-7 yang berakibat hilangnya fungsi apoptosis sehingga perkembangan tumor meningkat. Disregulasi apoptosis yang disebabkan mutasi caspase-7 kemungkinan terlibat dalam patogenisitas kanker pada manusia. (Soung YH et al. 2003).

Target eksekusi dari caspase 3/7 salah satunya adalah substrat PARP (Poly ADP-ribose polymerase). PARP adalah suatu protein yang bergabung dengan kromatin yang berperan penting dalam memperbaiki DNA, proses transkripsi dan stabilisasi kromosom. PARP diaktifkan oleh kerusakan DNA yang selanjutnya menggunakan β-NAD+ sebagai substrat untuk mengkatalisis sintesa


(51)

22

polimer ADP-ribosa pada protein inti, termasuk PARP itu sendiri. Selama kematian sel secara apoptosis, stimulasi PARP ini akan menyebabkan akumulasi PARP dalam sel apoptotik awal. Pemotongan PARP secara bertahap oleh caspase berakibat inaktivasi PARP pada tahapan apoptosis berikutnya (Hernandez et al. 2006).

2.6. Proliferasi sel melalui jalur transduksi sinyal

Dalam kondisi sel normal, proto-onkogen mengkode protein yang mengirim sinyal ke dalam inti untuk merangsang pembelahan sel. Transduksi sinyal protein berlangsung dalam beberapa tahapan yang disebut kaskade transduksi. Kaskade ini melibatkan reseptor membran untuk sinyal molekul protein intermediet yang membawa sinyal masuk ke dalam sitoplasma dan faktor transkripsi dalam inti sel yang mengaktifkan gen untuk pembelahan sel. Pada setiap tahapan satu faktor atau protein akan mengaktifkan tahapan berikutnya. (Hartwell 2007; Robbins et al. 2007).

Protein kinase merupakan kelompok enzim yang berperan pada proses transduksi sinyal dengan cara mentransfer gugus posfat dari ATP ke residu asam amino berbagai protein (fosforilasi). Fosforilasi oleh tirosin kinase berperan penting sebagai molekul pemulai atau penghenti suatu kaskade seluler dan sebagai pengikat antara dua protein. Kebalikan protein kinase adalah fosfatase yang berfungsi mengkatalisis pembuangan gugus fosfat dari spesies terfosforilasi. Gangguan ekspresi kedua enzim ini menyebabkan pembentukan kanker dan penyakit proliferasi lain. Peranan protein kinase pada kanker adalah pada inisiasi keganasan, proliferasi sel kanker, progresi tumor, dan metastasis.

Sel kanker sangat tergantung pada penghantaran sinyal oleh protein kinase untuk berproliferasi, sementara sel normal jarang menggunakan jalur ini. Sel akan merespon berbagai pemicu seperti menghantarkan sinyal dari membran sel ke inti sel. Kelompok protein kinase MAPK (Mitogen Activated Protein Kinase) memegang peranan penting dalam proses ini. MAPK terbagi 3 sub famili yaitu ERK (Extracellular signal Regulated Kinase), JNK (c-Jun N-terminal Kinase) dan p38 seperti yang disajikan pada Gambar 6 di bawah ini:


(52)

23

Gambar 6. Jalur transduksi sinyal yang melibatkan MAPK (Wada & Penninger 2004) ( = penanda proliferasi yang dianalisis)

Enzim ERK1/2 termasuk ke dalam kelompok MAPK berperan sebagai anti-apoptosis dan memicu proliferasi sel. ERK diaktifkan oleh fosforilasi dari treonin dan tirosin dalam reaksi yang dikatalisis oleh MEK-1 dan MEK-2 dengan cara memancarkan sinyal Raf/Ras ke ERK1 dan ERK-2. ERK1/2 kemudian masuk ke dalam inti sel dan memposforilasi berbagai substrat seperti protein kinase 90 kDa risbosom S6, atau berbagai faktor transkripsi seperti c-Myc dan Elk-1 (Vantaggiato et al. 2006).

Enzim JNK-1/2 termasuk ke dalam kelompok MAPK yang diaktifkan oleh stimulus stress, seperti respon sitokin, radiasi ultraviolet, kejutan panas, kejutan tekanan osmotik, dan yang berperan pada proses diferensiasi dan apoptosis. Substrat yang sangat dikatalisis oleh JNK-1/2 adalah gen c-jun, ATF-2 (activating trancription factor-2) dan Elk-1. Gen c-jun telah ada di dalam sel yang terfosforilasi oleh JNK sebagai respon dari stimulus dari luar sel (Nieminen, 2009). Aktivasi JNK melalui posforilasi tirosin dan treonin dalam reaksi yang dikatalisis oleh MKK-4 dan MKK-7 (Wada & Penninger 2004).


(53)

24

2.7. Mencit C3H sebagai model transplantasi

Mencit (Mus musculus Linn.) termasuk anggota Rodentia dan merupakan mencit rumah. Pada tahun 1907, Clarence Cook Little berhasil mengawinkan dan menyeleksi lebih dari 20 generasi mencit ini. Hasil perkawinan pertama dinamakan dengan strain DBA, kemudian pada tahun 1913 Bagg membeli mencit albino dari pedagang di kota Ohio dan menamakannya dengan nama istilah Bagg Albino. Pada tahun 1921, Leonell C. Strong mengawinkan Bagg albino dengan stok Little menghasilkan strain A yang sensitif terhadap kanker kelenjar susu dan paru-paru. Strong juga berhasil mengawinkan strain DBA dengan Bagg albino menghasilkan strain baru seperti C3H, CBA, C, CHI dan C121 (Snell and Stimpfling 1993).

Gambar 7. Mencit C3H (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Strain C3H merupakan strain yang sensitif terhadap tumor kelenjar susu (99%). Salah satu penyebab tumor ini adalah virus yang dapat ditularkan melalui air susu mencit betina k epada anak nya (Murphy 1993). Pada tahun 1936, Bittner menemukan virus pada tumor kelenjar susu mencit yang dia pelihara. Virus ini disebut dengan istilah Mouse Mammary Tumour Virus (MMTV). Tumor kelenjar susu dapat diinduksi oleh hormon estrogen dan karsinogen (Bittter 1936; Murphy 1993).

Tumor kelenjar susu mencit dapat ditransplantasikan kepada strain yang sama (isogenic) karena adanya kesesuaian gen (histocompatability). Transplantasi dilakukan secara subkutan pada beberapa lokasi seperti: daerah kaki, bagian punggung, daerah aksila, intra-abdominal, otak dan testis. Menurut Sugiura (1965) tempat yang paling baik adalah daerah aksila pada mencit muda umur kira-kira 6 minggu untuk mencit, tikus dan hamsters.


(54)

25

Pemilihan mencit C3H sebagai model karena mencit C3H spesifik kanker payudara yang telah mengalami metastasis. Keuntungan penggunaan mencit C3H sebagai model karsinogenesis fase metastasis karena mencit adalah organisme mamalia yang memiliki persamaan anatomi, fisiologi dan kesamaan genetik dengan manusia. Selain itu garis germinasi mencit dapat dengan mudah dimanipulasi. Perbedaan sel kanker pada mencit dengan manusia adalah sel mencit berukuran 3000 kali lebih kecil, dan 40 kali lebih pendek serta mengalami 100.000 kali lebih rendah mengalami pembelahan sel jika dibandingkan dengan manusia. Mencit mengembangkan tumornya di daerah mesensimal aslinya, sementara kanker pada manusia berasal dari sel progenitor epitelnya. Perbedaan lainnya adalah bahwa sel-sel somatik mencit mengekspresikan telomerase aktif. Telomerase adalah enzim yang diperlukan untuk pembentukan telomer yang berfungsi melindungi kromosom agar tidak membelah terus menerus. Telomer mencit 40-60 kali lebih lama daripada telomer manusia. Akibatnya, sel-sel mencit lebih mudah diabadikan daripada sel-sel pada manusia. Perbedaan antara tumor payudara pada mencit GEM (Genetically Engineered Mice) dan manusia disajikan pada Tabel 5 berikut

Tabel 5. Perbandingan kanker payudara pada mencit dan manusia

No Persamaan Perbedaan

1 Lesi molekuler penyebab kanker payudara manusia juga terbukti menyebabkan kanker payudara mencit

Beberapa lesi penyebab kanker payudara mencit ternyata tidak ditemukan pada kanker payudara manusia.

2 Pola morfologi lesi

menunjukkan persamaan

Morfologi hampir semua mencit tidak ada pada kanker payudara manusia.

3 Kanker payudara keduanya bersifat metastasis.

Hampir semua kanker payudara mencit bermetastatis ke paru-paru, sedangkan pada manusia melalui saluran limfatik.

4 Kanker payudara umumnya tidak tergantung hormon.

Setengah kejadian kanker payudara manusia tidak tergantung hormon, sedangkan hampir semua kanker

payudara mencit tidak tergantung hormon.


(55)

26

2.8. Metoda analisis marker kanker

Analisis mikroskopi digunakan untuk mengamati jumlah sel kanker hidup yang akan ditransplantasikan, morfologi dan perubahan patologik, serta mendeteksi sel apoptosis kanker. Sel kanker hidup dan sel mati dibedakan dengan bantuan pewarna spesifik seperti tryphan blue kemudian mengamatinya di bawah mikroskop. Tryphan blue hanya menembus membran sel yang sudah mati. Jika sel mati menyerap tryphan blue maka tampak mengembang dan berwarna biru. Sebaliknya sel hidup tampak berpendar (Doyle & Griffiths 2000).

Morfologi dan perubahan patologik dideteksi dengan bantuan pewarna hematoksilin eosin. Hematoksilin mewarnai kromatin dalam inti dengan warna ungu, sedangkan eosin akan mewarnai bagian sitoplasma (organel) dengan warna merah muda di bawah mikroskop (Kiernan 1999).

Sel apoptosis dideteksi secara mikroskopi dengan metode penandaan ujung DNA dengan pewarnaan TUNEL (Terminal deoxynucleotidyl transferase, TdT, mediated X-dUTP Nick End Labelling). Inti sel yang mengalami fragmentasi DNA pada akhir apoptosis menghasilkan fragmen DNA berberat molekul rendah, juga potongan untai tunggal (nicks) bagian dari DNA berberat molekul tinggi. Pada bagian ujung 3‘-OH bebas potongan DNA selanjutnya dideteksi dengan nukleotida dimodifikasi (X-biotin-dUTP) dengan penanda enzimatis Terminal deoxynucleotidyl transferase, TdT (end labeling). Sel yang telah terfragmentasi dengan enzim TdT selanjutnya direaksikan dengan substrat DAB. Sel apoptosis akan terlihat berwarna coklat karena menyerap DAB, sedangkan sel yang tidak mengalami apoptosis berwarna hijau di bawah mikroskop (Roche 2010).

Analisis aktivitas enzim caspase-7 dideteksi dengan teknik fluorosensi. Prinsip kerjanya bahwa enzim caspase-7 memotong substrat sintesis Z-DEVD, bis-(N- CBZL-aspartyl-L-glutamyl-L-valyl-L-aspartic acid amide) yang dikonjugasi dengan molekul fluoresen Rhodamin-110. Rhodamin-110 yang lepas dideteksi pada panjang gelombang 499 (eksitasi) dan 521 nm (emisi) (Promega 2010).

Keberadaan enzim pro-apoptosis (caspase-7,-3, -9, PARP) dan enzim proliferasi (ERK1/2 dan JNK1/2) dideteksi menggunakan teknik Western blotting. Enzim pro-apoptosis dan proliferasi terlebih dahulu diidentifikasi menggunakan gel elektroforesis, lalu dipindahkan ke suatu membran, selanjutnya dideteksi dua tahap menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder yang dikonjugasi dengan enzim penanda untuk selanjutnya direaksikan dengan substrat DAB. Keberadaan enzim target dianalisis dengan Fuji Film Luminescent Image


(56)

27

Analyzer (LAS 3000) dan intensitas ekspresinya dikuantifikasi menggunakan program ImageJ.


(57)

28

3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu

Pembuatan ransum mencit C3H dilaksanakan di Pilot Plant SEAFAST Centre, IPB Bogor. Pemeliharaan dan pembedahan mencit, pembuatan preparat histopatologi dan pewarnaan Hematoksilin Eosin dilakukan di Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta. Pengujian Tunel dilakukan di Laboratorium Histologi dan Biologi Molekuler Lembaga Eikjman, Jakarta. Pengujian aktivitas dan ekspresi enzim caspase dilakukan di Laboratory of Nutritional Physiochemistry, Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2009 sampai dengan Januari 2011.

3.2. Bahan dan alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman cincau hijau Premna oblongifolia Merr yang diperoleh dari daerah Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat. Hewan percobaan yang digunakan terdiri dari 25 ekor mencit strain C3H sebagai mencit resipien berumur ± 2 bulan dengan bobot badan 20-22 g, dan 3 ekor mencit C3H berkanker kelenjar susu sebagai mencit donor, yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Eksperimental Bagian Patologi Anatomik FKUI, Jakarta.

Bahan dan alat untuk pembuatan ransum

Ransum standar terdiri dari kasein sebagai sumber protein, minyak jagung sebagai sumber lemak, tepung meizena sebagai sumber energi, dan CMC (carboxyl methyl cellulose) sebagai sumber serat. Ada pula vitamin mix (merk Fitkom) yang tiap tabletnya mengandung 1500 SI vitamin A, 1 mg tiamin, 0,5 mg riboflavin; 0,5 mg piridoksin; 10 mg niasin; 5 mg vitamin B; 0,5 mg asam folat; 0,5 mg vitamin B12, 25 mg vitamin C, vitamin B5 dan vitamin D2 150

SI dan mineral mix seperti yang terlihat pada Tabel 6 berikut ini:

Peralatan untuk pembuatan ransum standar dan ransum uji seperti blender, drum dryer, oven, mixer, gelas ukur, labu ukur. Untuk pemeliharaan mencit digunakan peralatan antara lain: kandang terbuat dari plastik yang bagian atasnya ditutupi kawat berlubang rapat dilengkapi botol minum dari kaca, timbangan OHAUS dan kaliper (merk Tayima) untuk mengukur volume kanker.


(58)

29

Tabel 6. Komposisi mineral pada ransum mencit C3H

Jenis mineral Jumlah (dalam 100 g)

NaCl 139,30

KI 0,79

KH2PO4 389,00

MgSO4.7H2O 57,30

CaCO3 381,40 FeSO4. 7H2O 27,00

MnSO4. 7H2O 4,01

ZnSO4. 7H2O 0,55

CuSO4. 5H2O 0,48

CoCl2. 6H2O 0,02 Sumber: Chalid 2003

Bahan dan alat untuk transplantasi sel kanker dan pembedahan mencit Eter untuk obat bius, buffer fosfat pH 7 untuk homogenisasi suspensi sel kanker, dan alkohol 70% untuk membersihkan bagian tubuh mencit yang akan ditransplantasi. Zat-zat kimia ini diperoleh dari Laboratorium Patologi Eksperimental FKUI Jakarta. Untuk transplantasi sel kanker dan pembedahan mencit digunakan peralatan antara lain: jarum trokar, gunting, pinset, cawan petri, kaca arloji steril.

Bahan dan alat untuk pembuatan preparat histopatologi

Larutan formalin 10%, asam asetat glasial, parafin, silol, etanol 70% dan 60%, larutan PBS (phosphate buffer saline), larutan NaCl fisiologis 0,9%. Peralatan untuk pengolahan jaringan meliputi oven, cetakan antikarat, forsep, lemari pendingin serta gelas objek dan penutupnya. Pengamatan preparat histopatologi menggunakan mikroskop cahaya.

Bahan untuk uji TUNEL

Potongan jaringan kanker setebal ± 4 µm yang diletakkan pada slide berlapis poly-L-lysine, pengujian apoptosis menggunakan In Situ Cell Death Detection Kit, POD (Roche, USA), larutan PBS, larutan NaCl fisiologis 0,85%, Proteinase K, DNAse I, buffer DNAse I Converter-POD, substrat DAB (diaminobenzidine), methyl green,dan entellan (mounting medium). Peralatan yang digunakan sama dengan peralatan untuk pembuatan preparat histologi,


(1)

Lampiran 15. Uji sidik ragam HE dengan tingkat kepadatan sel

Sumber keragaman JK db KT F Sig.

Dosis bubuk CH pada pakan 3,902 3 1,301 13,270 ,000

Sisaan 1,568 16 ,098

Total 66,370 20

Hipotesis :

H0

H

: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada

jumlah pakan yang dikonsumsi pada akhir perlakuan (setelah tranplantasi).

1

: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada jumlah

pakan yang dikonsumsi pada akhir perlakuan (setelah tranplantasi).

Pengambilan Keputusan :

-

Jika probabilitas >0,05, maka H0

-

Jika probabilitas <0,05, maka H

diterima

0

ditolak

Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 <0,05, maka

H

0

ditolak dan dilanjutkan menggunakan uji Duncan.

Duncan

Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan

B 5 2,5 a

C 5 1,6 b

D 5 1,4 b

E 5 1,48 b

Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.


(2)

Lampiran 16. Uji sidik ragam HE dengan pleomorfisme sel

Sumber keragaman JK db KT F Sig.

Dosis bubuk CH pada pakan ,520 3 ,173 1,605 ,228

Sisaan 1,728 16 ,108

Total 49,680 20

Hipotesis :

H

0

H

: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada

jumlah pakan yang dikonsumsi pada akhir perlakuan (setelah tranplantasi).

1

: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada jumlah

pakan yang dikonsumsi pada akhir perlakuan (setelah tranplantasi).

Pengambilan Keputusan :

-

Jika probabilitas >0,05, maka H

0

-

Jika probabilitas <0,05, maka H

diterima

0

ditolak

Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi (α)

5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 > 0,05, maka

H0

diterima dan dilakukan uji lanjut Duncan.


(3)

Lampiran 17. Uji sidik ragam HE dengan mitosiss

Sumber keragaman JK db KT F Sig.

Dosis bubuk CH pada pakan 1,078 3 ,359 2,444 ,102

Sisaan 2,352 16 ,147

Total 57,880 20

Hipotesis :

H

0

H

: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada

jumlah pakan yang dikonsumsi pada akhir perlakuan (setelah tranplantasi).

1

: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada jumlah

pakan yang dikonsumsi pada akhir perlakuan (setelah tranplantasi).

Pengambilan Keputusan :

-

Jika probabilitas >0,05, maka H0

-

Jika probabilitas <0,05, maka H

diterima

0

ditolak

Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi (α)

5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 > 0,05, maka

H

0

diterima dan dilakukan uji lanjut Duncan.


(4)

Lampiran 18. Tabel konsentrasi protein kanker mencit

Kelompok Konsentrasi protein (mg/ml) rata-rata stdev

B 14,8 11,912 2,50

11,16 10,83 8,71

14,06

C 7,57 8,542 2,79

5,59 7,52 8,98

13,05

D 9,59 9.,96 2,33

12,26 10,08 9,27

5,78

E 12,03 10,178 3,53

8,7 5,69 9,44

15,03

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 431.449a 4 107.862 16.879 .000

Error 127.803 20 6.390

Total 2161.493 25


(5)

Lampiran 16: Kurva standard protein kanker mencit

y = 0,404x + 0,380 R² = 0,992

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 0,5 1 1,5

Y

Y Linear (Y)


(6)

Lampiran 17. Pereaksi untuk pengujian Western blotting

Untuk western blot, inkubasi membran dengan antibodi yang didilusi dalam 5% (b/v) nonfat dry milk, 1x TBS; 0,1% Tween-20 dengan shaking pelan, overnight. Catatan: Siapkan larutan dengan Milli-Q atau secara equivalent dengan air dimurnikan

1. 1x Posfat Bufer Salin (PBS) 2. 1x SDS Bufer Sampel :

• 62,5 mM Tris-HCl (pH 6,8 pada 25o

• 2% (b/v) SDS

C)

• 10% gliserol

• 50 mM DTT

• 0,01% (b/v) bromophenol blue atau phenol red 3. Bufer Transfer:

• 25 mM Tris base

• 0.2 M glycine

• 20% metanol (pH 8.5)

4. 10x Tris Bufer Sampel (TBS): Untuk menyiapkan 1 L diperlukan

• 24,2 g Tris base

• 80 g NaCl

• Adjust pH 7,6 dengan HCl (gunakan untuk 1x) 5. Nonfat dry milk (berat/volume)

6. Bufer blocking

• 1x TBS

• 0,1% Tween-20 dengan 5% (b/v) nonfat dry milk, untuk 150 ml maka ditambahkan 15 ml 10x TBS dengan 135 ml air campurkan. Ditambahkan 7,5 g nonfat dry milk dan aduk. Sambil distirer, ditambahkan 0,15 ml Tween-20 (100%). 7. Bufer cuci: 1x TBS dan 0,1% Tween-20 (TBS/T)

8. Bovine Serum Albumin (BSA) 9. Bufer Dilusi Antibodi primer:

1x TBS, 0,1% Tween-20 dengan 5% (b/v) nonfat dry milk; untuk 20 ml, maka ditambahkan 2 ml 10x TBS dengan 18 ml air, lalu campurkan. Ditambahkan 1,0 g BSA dan

dicampurkan. Saat distirer, ditambahkan 20 μL Tween-20 (100%)

10. Prestained Marker protein, Broad Range (Premixed Format) #7720 11. Membran blotting PVDF


Dokumen yang terkait

AKTIVITAS ANTIKANKER SENYAWA BRUSEIN-A YANG DIKAPSULASI LIPOSOM TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA (T47D) SECARA IN-VITRO

0 12 49

Pengaruh Produk Daun Cincau Hijau Cyclea Barbata L. Miers Dan Premna Oblongifolio Merr Terhadap Kapasitas Antioksidan Sel Limfosit Mencit C3H Bertumor Kelenjar Susu

0 22 117

Aktivitas Anti-kanker ekstrak rimpang lengkuas lokal (Alpinia Galanga (L) Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditransplantasi dengan sel tumor primer

0 7 235

Pengaruh Pemberian Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr) Terhadap Gambaran Histopatologis Jaringan Hati Mencit C3H yang Ditransplantasi Sel Tumor Kelenjar Susu

1 17 81

Mekanisme aktivitas antitumor bubuk daun cincau hijau (Premna blongifolia Merr.) pada mencit c3h yang ditransplantasi sel tumor payudara

1 17 377

Aktivitas antiproliferasi ekstrak daun jambu biji (psidium guajava) terhadap sel kanker payudara MCF-7

0 6 37

Pengaruh ekstrak cincau hijau cyclea barbata l. miers terhadap aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase pada mencit c3h bertumor kelenjar susu

0 3 5

Aktivitas Anti kanker ekstrak rimpang lengkuas lokal (Alpinia Galanga (L) Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditransplantasi dengan sel tumor primer

0 5 225

PENGARUH EKSTRAK METANOLIK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) TERHADAP PEMACUAN APOPTOSIS SEL KANKER PAYUDARA

0 6 6

AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK, FRAKSI ETIL ASETAT DAN ISOLAT RIMPANG TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORRHIZA ROXB.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D.

1 11 8