16
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
1. Bahan
Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini: a.
Bahan  ransum  pakan  mencit:  daun  cincau  hijau,  tepung  kasein,  minyak  jagung,  CMC Carboxy Methyl Cellulose, mineral mix, vitamin Fitkom, air, dan tepung maizena.
b. Bahan saat pemberian pakan: ransum mencit tiap kelompok, air minum
c. Bahan  transplantasi  sel  tumor:  sel  tumor  dari  mencit  donor,  PBS  Phospat  Buffer  Saline,
batu es, ether. d.
Bahan  pewarnaan  HE :  xylol,  alkohol  absolut,  alkohol  96,  alkohol  70,  alkohol  asam, akuades, hematoksilin, air keran, litium karbonat, eosin, dan enthellan.
e. Mencit  C3H:  mencit  donor  tumor  umur  ±  1  tahun  dan  mencit  resipien  umur  2-3  bulan,
didapatkan dari laboratorium Patologi Anatomi FKUI Jakarta.
2. Alat
a. Alat  untuk  membuat  ransum  pakan  mencit:  drum  dryer,  blender,  freezer,  plastik  kiloan,
baskom, spatula, plastik klip, oven, grinder, dan timbangan digital. b.
Alat dalam pemberian pakan: kandang, serbuk gergaji, botol minum, dan neraca Ohaus. c.
Alat transplantasi sel tumor: jarum trokar, mangkuk, gelas arloji, gunting bedah, pinset, alas bedah, jarum pentul,  kapas, dan lampu.
d. Alat  pewarnaan  HE :  staining  jar,  rak,  gelas  preparat,  gelas  penutup,  pensil,  mikrotom,
parafin, oven, mikroskop
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  ini  berlangsung  dari  bulan  Maret  2009  hingga  bulan  Juli  2010.  Penelitian  ini dilakukan  di  laboratorium  Patologi  Anatomi  Fakultas  Kedokteran  Universitas  Indonesia  dan
Laboratorium Histologi dan Biologi Molekuler Lembaga Eijkman Jakarta.
C. Metode Penelitian
1. Persiapan pakan mencit
Ransum  mencit  perlakuan  mengandung  bubuk  daun  cincau  hijau  Premna  oblongifolia  Merr dengan dosis meningkat. Pemberian cincau tidak dalam wujud gel atau minuman jelli karena bentuk
bubuk  daun  cincau  hijau  yang  diberikan  sudah  merupakan  hancuran  dari  daun  cincau  hijau  melalui proses seperti yang dilakukan oleh Chalid 2003 dengan beberapa modifikasi. Pembuatan bubuk daun
cincau hijau disajikan dalam lampiran 1. Ransum pakan mencit diberikan dalam bentuk pelet kering. Komposisi  ransum  mencit  mengacu  pada  standar  AIN  American  Institut  of  Nutrition  1976
yang  dimodifikasi.  Dosis  bubuk  daun  cincau  yang  diberikan  meningkat  pada  kelompok  perlakuan,
17
yaitu:  0.88,  1.76,  dan  2.64.  Berikut  rincian  komposisi  pakan  mencit  yang  digunakan  dalam penelitian ini:
Tabel 2. Komposisi pakan standar dan pakan uji mencit AIN 1976 yang dimodifikasi AIN 1977
komponen komposisi
AIN 1976 yang
dimodifikasi Kelompok mencit
A B
C D
E Gram
Bubuk daun Cincau Hijau
0.0 0.000
0.000 0.880
1.760 2.640
Protein kasein 20.0
21.900 21.900
21.736 21.567
21.396 Lemak minyak
jagung merek Mazola
5.0 4.950
4.950 4.933
4.914 4.896
Selulosa CMC 5.0
5.000 5.000
4.551 4.102
3.653 Mineral mix
3.5 2.850
2.850 3.279
3.208 3.137
Vitamin merek Fitkom
1.0 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
Air 10.0
8.310 8.310
8.287 8.279
8.258 Karbohidrat
maizena merek Honig
55.5 55.990
55.990 55.334
55.170 55.021
2. Pemeliharaan Mencit Percobaan
Pemeliharaan dilakukan  selama 52 hari dan  merupakan kerja tim  yang terdiri dari empat orang peneliti. Sebanyak 25 ekor mencit resipien umur 2-3 bulan dan jenis kelamin jantan atau betina dibagi
mejadi  5  kelompok,  tiap  kelompok  terdiri  dari  5  ekor  mencit.  Tiap  ekor  mencit  menempati  satu kandang yang terbuat dari plastik dan ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur siklus udara dan
cahaya.  Terhadap  mencit  dilakukan  adaptasi  selama  satu  minggu  dengan  pakan  standar  sebagai rnakanan  dan  air  sebagai  minuman  ad  libitum.  Pemberian  pakan  dan  minuman  dilakukan  tiap  hari
antara  pukul  07.00  sampai  dengan  09.00  WIB.  Jumlah  pakan  yang  diberikan  sebanyak  5  gram  ad- libitum
. Banyaknya pakan yang dikonsumsi dihitung tiap hari berdasarkan hasil penimbangan jumlah pakan yang tersisa.
Pemberian pakan pada awal perlakuan dilakukan selama 30 hari yang terdiri dari 6 hari adaptasi dan  24  hari  pemberian  pakan  standar  atau  perlakuan.  Kemudian  pada  hari  ke-31  dilakukan
transplantasi  suspensi  sel  tumor  kelenjar  susu  sebanyak  0.2  ml  ±10
6
sel  hidup  dari  mencit  donor kepada  mencit  kelompok  B,  C,  D,  dan  E  pada  daerah  subkutan  aksila  kanan.  Pemberian  pakan
dilanjutkan kembali selama 22 hari setelah transplantasi sel tumor. Bobot badan mencit ditimbang dua
18
kali dalam satu pekan, pengukuran tumor juga diukur dua kali sepekan dengan menggunakan jangka sorong digital, dan masa laten diukur dengan cara meraba menggunakan tangan. Semua organ hati dan
jaringan  tumor  pada  mencit  diambil  dan  ditimbang  pada  saat  terminasi.  Organ  hati  diproses  lebih lanjut  untuk  dilihat  profil  histopatologisnya  menggunakan  teknik  pewarnaan  HE  Hematoksilin
Eosin. Tabel 3. Kelompok mencit kontrol dan perlakuan
Kode Kelompok
Perlakuan
A kontrol positif
diberi pakan standar dan tidak ditransplantasi tumor B
kontrol negatif hanya diberi pakan standar dan ditransplantasi tumor
C diberi pakan yang telah ditambahkan dengan bubuk daun
Premna oblongifolia Merr 0.88 dan ditransplantasi tumor
D diberi pakan yang telah ditambahkan dengan bubuk daun
Premna oblongifolia Merr 1.76 dan ditransplantasi tumor
E diberi pakan yang telah ditambahkan dengan bubuk daun
Premna oblongifolia Merr 2.64 dan ditransplantasi tumor
3. Mencit donor
Mencit  donor  yang  digunakan  dalam  proses  transplantasi  adalah  mencit  yang  sudah  mencapai tahap  pasasi  ke-13.  Hal  tersebut  berarti  mencit  donor  yang  digunakan  merupakan  generasi  ke-13
mencit  C3H  yang  ditransplantasi  tumor  secara  subkutan  di  aksila  kanannya.  Proses  transplantasi mencit donor dari mencit donor sebelumnya sama seperti proses transplantasi tumor dari mencit donor
ke  mencit  resipien  yang  dilakukan  di  penelitian  ini  lampiran  2.  Mencit  yang  sudah  ditransplantasi dan  mengandung  sel  tumor  di  dalam  tubuhnya  dipelihara  dan  dipisahkan  dari  populasi  mencit  yang
normal.  Selama  masa  pemeliharaan,  mencit  calon  donor  tersebut  selalu  diamati  kondisinya.  Apabila mencit  sudah  menampakkan  tanda-tanda  kematian,  mencit  segera  dimatikan  dan  diambil  kembali
tumornya untuk ditransplantasikan ke mencit resipien yang lain.
4. Transplantasi dan pengukuran tumor Chalid, 2003
Transplantasi dilakukan dengan jalan mematikan mencit C3H donor dengan eter, ditelentangkan pada papan fiksasi, keempat kakinya difiksasi dengan jarum. Kulit mencit bagian bawah disterilisasi
dengan alkohol 70. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan gunting steril, tumor dibersihkan dengan  larutan  buffer  posfat  PBS  di  dalam  cawan  petri  dan  diletakkan  di  atas  es.  Jaringan  tumor
yang tidak mengalami nekrosis dipisahkan, dibersihkan dari jaringan ikat dan darah kemudian dicacah sampai  halus  dengan  menggunakan  gunting.  Pengerjaan  ini  tetap  dilakukan  di  atas  es.  Tambahkan
larutan  buffer  sebanyak  volume  tumor,  aduk  sampai  homogen.  Suspensi  tumor  disuntikan  dengan jarum trokar secara subkutan di aksila kanan mencit C3H resipien sebanyak 0,2 ml yang mengandung
± 10
6
sel tumor  hidup. Penghitungan jumlah sel dilakukan  dengan  menggunakan  hemasitometer dan tryphan blue
dan diamati di bawah mikroskop. Selama masa pengamatan tumor diukur menggunakan jangka sorong digital dengan mengukur panjang dan lebarnya dalam satuan mm. Proses transplantasi
tumor secara lebih jelas disajikan dalam bentuk diagram di lampiran 2.
19
Gambar 4. Foto transplantasi tumor di subkutan aksila kanan mencit C3H
5. Pembuatan  preparat  histopatologi  dengan  pewarnaan  HE  Panigoro  et  al.
2007 yang dimodifikasi
Pemrosesan  jaringan  untuk  dibuat  menjadi  preparat  histopatologi  melalui  tahapan-tahapan sebagai  berikut;  fiksasi  jaringan,  dehidrasi,  clearing,  infiltrasi,  embedding,  trimming,  sectioning,
deparafinisasi,  dan  dilanjutkan  dengan  staining  pewarnaan.  Fiksasi  jaringan  dilakukan  dengan merendam  sampel  jaringan  ke  dalam  larutan  formalin.  Proses  pembuatan  preparat  dan  pewarnaan
histologi  ini  disesuaikan  dengan  metode  yang  biasa  digunakan  di  laboratorium  Patologi  Anatomi FKUI.
Sampel  jaringan  yang  sudah  menjadi  histopat  direndam  ke  dalam  xylol  I  selama  5-10  menit untuk menghilangkan parafin, kemudian direndam dalam xylol II kembali untuk membilas selama 5-
10  menit.  Setelah  itu,  sampel  mulai  direndam  dalam  alkohol.  Pada  tahap  ini  sampel  mulai  berturut- turut direndam dalam alkohol yang menurun konsentrasinya secara bertingkat, yaitu: alkohol absolut
100,  alkohol  96,  kemudian  alkohol  70  masing-masing  5  menit.  Konsentrasi  yang  menurun secara  berturut-turut  tersebut  akan  membuat  air  memasuki  sampel  jaringan.  Sampel  kemudian
direndam dalam akuades selama 5 menit dan direndam dalam larutan hematoksilin selama 5-10 menit. Hematoksilin  akan  mewarnai  inti  sel  pada  sampel  jaringan  dengan  warna  biru.  Setelah  itu,  sampel
dimasukkan  dalam  air  mengalir  secara  tidak  langsung  selama  5-10  menit  untuk  membilas.  Sampel yang  terlalu  biru  dicelupkan  dalam  alkohol  asam  sebanyak  2-3  celupan.  Sampel  kemudian  dibilas
dalam  air  mengalir  kembali  selama  5-10  menit.  Kemudian  sampel  dicelup  ke  dalam  larutan  Litium karbonat  sebanyak  2-3  celupan  agar  warna  biru  yang  timbul  menjadi  lebih  jelas.  Sampel  kembali
dibilas  dengan  air  mengalir  selama  5-10  menit.  Tahap  pewarnaan  selanjutnya  adalah  pewarnaan dengan  pewarna  eosin  selama  1-2  menit  untuk  mewarnai  sitosol  sel  pada  sampel  jaringan.  Setelah
tahap ini, sampel memasuki tahap pencelupan alkohol yang meningkat konsentrasinya secara berturut- turut  sebagai  kebalikan  dari  tahap  yang  sebelumnya,  yaitu:  alkohol  70,  alkohol  96,  dan  alkohol
absolute 100 masing-masing sebanyak 3-4 celupan. Pada akhir tahap pewarnaan, sampel kembali direndam  dengan  xylol  selama  5-10  menit,  kemudian  direndam  kembali  dalam  xylol  selama  5-10
menit.  Setelah  itu,  sampel  jaringan  ditutup  dengan  gelas  penutup  dan  direkatkan  dengan  entellan. Slide  histopatologi  siap  diamati  di  bawah  mikroskop  dan  difoto.  Tahapan  proses  ini  lebih  jelas
terlampir pada lampiran 3a dan 3b.
20
6. Pengamatan  preparat  histopatologi  jaringan  hati  Syabana  2010  yang
dimodifikasi
Metode  pengamatan  preparat  histopatologi  jaringan  hati  dilakukan  dengan  mengamati  melalui mikroskop  dengan  perbesaran  lensa  objektif  40x.  Jaringan  hati  diamati  pada  lima  lapang  pandang
yang berbeda. Sel hati diamati berkaitan dengan terjadinya kerusakan degenerasi hidropis, degenerasi lemak,  dan  nekrosis.  Jumlah  sel  yang  mengalami  kerusakan  dihitung  persentasenya  dari  jumlah
seluruh sel yang diamati.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Berat badan mencit
Masa  adaptasi  diberlakukan  selama  enam  hari  untuk  membiasakan  mencit  terhadap lingkungan  dan  pakan  yang  baru.  Selain  itu,  masa  adaptasi  ini  juga  ditujukan  untuk  melihat
kondisi  kesehatan  mencit  yang akan  mendapat perlakuan.  Pergantian pakan dilakukan setiap hari agar  mencit  selalu  mendapat  makanan  yang  segar  dan  juga  untuk  mengetahui  jumlah  konsumsi
pakan  mencit  setiap  harinya.  Mencit  diukur  berat  badannya  setiap  dua  kali  dalam  satu  minggu. Setiap kelompok mencit mengalami kenaikan berat badan selama perlakuan sebelum transplantasi
tumor.  Penurunan  berat  badan  di  beberapa  titik  pada  masa  ini  lebih  disebabkan  karena  pengaruh adaptasi  mencit  terhadap  lingkungan,  stress  akibat  pemberian  pakan,  penimbangan  berat  badan,
atau  penggantian  air  minum.  Kondisi  stres  akan  mempengaruhi  selera  makan  mencit  yang kemudian  berefek  terhadap  berat  badan  yang  turun.  Pada  masa  ini  mencit  kelompok  perlakuan
memiliki berat badan yang bervariasi terhadap kontrol. Berat badan mencit kelompok C 21.1±1.6 gram  dan  D  20.8±1.4  gram  menunjukkan  korelasi  yang  tidak  berbeda  nyata  p0.05.  Akan
tetapi, berat badan mencit kelompok C dan D nyata lebih besar terhadap mencit kelompok kontrol A  19.6±1.7  gram  dan  B  19.5±2.0  gram.  Mencit  kelompok  E  memiliki  rerata  berat  badan
sebesar  17.2±1.0  gram  yang  nyata  lebih  kecil  terhadap  kontrol  dan  kelompok  C  dan  D.  Hal  ini menunjukkan  bahwa  pada  masa  awal  perlakuan,  mencit  yang  mengonsumsi  pakan  mengandung
bubuk daun cincau hijau dosis 0.88 C dan 1.76 D memiliki berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencit kontrol. Sementara itu, mencit dengan dosis bubuk daun cincau hijau
2.64 E cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah dari mencit kontrol.
Gambar 5. Grafik berat badan mencit pada awal perlakuan Berat  badan  yang  rendah  mungkin  disebabkan  oleh  adanya  komponen  serat  bubuk  daun
cincau  hijau  yang tinggi. Menurut Muchtadi 2001, serat pangan dapat menghalangi penyerapan zat gizi seperti gula, protein,  dan lemak. Jacobus 2003 menyatakan bahwa  konsumsi bubuk gel
daun cincau  hijau Cyclea barbata L.Miers dan Premna oblongifolia Merr dapat mengurangi laju kenaikan  berat  badan  tikus.  Semakin  tinggi  konsentrasi  bubuk  gel  daun  cincau  hijau  yang
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
1 2
3 4
5 6
7 8
9
B er
a t
b a
d a
n g
pengukuran ke-
A B
C D
E
22
dikonsumsi,  laju  kenaikan  berat  badan  tikus  akan  semakin  berkurang.  Oleh  karena  itu, pertambahan  berat  badan  pada  mencit  kelompok  E  cenderung  lebih  rendah  daripada  mencit
kontrol. Apabila dilihat dari konsumsi pakan mencit pada awal perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada mencit B, C, D, dan E tidak berbeda nyata p0.05. Rerata jumlah pakan yang dikonsumsi
mencit  perlakuan  secara  berturut-turut  adalah  1.77±0.21  gram,  1.80±0.31  gram,  dan  1.83±0.13 gram. Jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata dan dosis bubuk daun cincau hijau yang
meningkat  ternyata  mempengaruhi  berat  badan  mencit  pada  kelompok  E.  Mencit  kelompok  E memiliki  rerata  berat  badan  paling  rendah.  Sementara  itu,  rerata  jumlah  konsumsi  mencit
kelompok  kontrol  positif  A  adalah  2.24±0.28  gram  dan  kelompok  kontrol  negatif  B  adalah 1.78±0.19 gram.
Setelah  transplantasi  tumor,  berat  badan  mencit  secara  umum  mengalami  kenaikan  yang salah  satunya  disebabkan  karena  adanya  pertumbuhan  jaringan  tumor.  Pengukuran  berat  badan
dilakukan  secara  langsung  dengan  menimbang  mencit  bertumor,  sehingga  berat  badan  total sebenarnya  adalah  berat  badan  mencit  ditambah  dengan  berat  jaringan  tumor.  Menurut  Chalid
2003  diduga  pertambahan  berat  badan  tersebut  akibat  pertumbuhan  tumor  yang  makin membesar. Mencit kelompok kontrol positif A, C, dan D cenderung memiliki berat badan yang
tidak  berbeda  nyata  p0.05,  Rerata  berat  badan  masing-masing  kelompok  ini  secara  berturut- turut  adalah  22.7±1.4  gram,  22.5±0.5  gram,  dan  22.0±0.4  gram.  Hal  ini  menunjukkan  adanya
pengaruh konsumsi pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau 0.88 dan 1.76 terhadap rerata berat badan yang tidak berbeda nyata p0.05 antara mencit perlakuan C dan D dengan kelompok
kontrol  positif  A.  Mencit  kelompok  kontrol  negatif  B  memiliki  rerata  berat  badan  21.2±0.5 gram, sedangkan mencit kelompok E memiliki rerata berat badan sebesar 18.4±1.3 gram. Apabila
dilihat  dari  konsumsi  pakan  mencit  pada  akhir  perlakuan,  jumlah  konsumsi  pakan  pada  mencit kelompok C, D, dan E tidak berbeda nyata p0.05. Rerata jumlah pakan yang dikonsumsi mencit
kelompok  C,  D,  dan  E  secara  berturut-turut  adalah  1.91±0.05  gram,  1.83±0.23  gram,  dan 1.91±0.21 gram. Jumlah  konsumsi pakan  yang tidak berbeda nyata dan dosis bubuk daun cincau
hijau  yang  meningkat  ternyata  mempengaruhi  berat  badan  mencit  pada  kelompok  E  atau  dosis bubuk  daun  cincau  hijau  2.64.  Mencit  pada  kelompok  E  tersebut  memiliki  rerata  berat  badan
paling rendah. Sementara itu, rerata jumlah konsumsi pakan mencit kelompok kontrol positif A dan  kontrol  negatif  B  berturut-turut  adalah  2.45±0.58  gram  dan  1.66±0.25  gram.  Hal  ini
menunjukkan  bahwa  terdapat  pengaruh  nyata  dari  transplantasi  tumor  terhadap  jumlah  konsumsi pakan mencit.
Faktor-faktor  lingkungan  baik  internal  maupun  eksternal  dapat  menginduksi  perubahan fisiologis  atau  tingkah  laku  dari  hewan  percobaan.  Faktor-faktor  tersebut  dinamakan  stressor.
Berbagai  macam  stressor  tersebut  yang  mengakibatkan  terjadinya  kondisi  stress.  Stress  yang dialami mencit juga bisa disebabkan oleh luka yang didapat pascatransplantasi sel tumor di daerah
subkutan aksila kanan. Efek dari adanya luka yang dialami mencit adalah rasa sakit NAS 1996. Luka  tersebut  mengakibatkan  rasa  sakit  yang  merupakan  efek  dari  adanya  stressor  transplantasi.
Efek ini diatasi dengan  menggunakan  etanol 70 di bagian tempat ditransplantasikan  sel tumor sebagai  tindakan  pengurangan  rasa  sakit  yang  dialami  mencit,  sehingga  diharapkan  stress  yang
muncul selama masa pertumbuhan tumornya dapat diringankan. Secara umum hal tersebut terbukti dengan  kondisi  naiknya  berat  badan  mencit  pascatransplantasi  tumor.  Meskipun  naiknya  berat
badan  dikarenakan  adanya  pertumbuhan  tumor  juga,  naiknya  berat  badan  mencit  juga menggambarkan  bahwa  mencit  mengonsumsi  ransum  yang  disediakan.  Oleh  sebab  itu,  mencit
maupun tumor tetap tumbuh dan kondisi stress bisa diringankan.
23
Gambar 6. Grafik berat badan mencit pada akhir perlakuan Apabila  mencit  tidak  bisa  beradaptasi  dengan  stressor  yang  ada,  mencit  akan  mengalami
respon  fisiologis  atau  tingkah  laku  yang  abnormal  atau  dalam  kondisi  distress.  NAS  1996 menambahkan  bahwa  tanda-tanda  secara  klinis  dan  perubahan  tingkah  laku  menjadi  abnormal
yang  diakibatkan  oleh  adanya  luka  dan  distress  dapat  mempengaruhi  konsumsi  pakan  dan  air minum,  akumulasi  eksudat  berwarna  coklat  kemerahan  di  sekeliling  mata  dan  lubang  hidung,
hilangnya berat badan, penurunan aktivitas, postur yang membungkuk, piloereksi, poor grooming habits
,  pernafasan  yang  sulit,  vokalisasi,  meningkat  atau  menurunnya  keagresifan,  dan  self- mutilation
. Selain itu, dilihat dari grafik profil berat badan mencit kontrol negatif dan  perlakuan setelah  transplantasi  cenderung  berada  di  bawah  mencit  kelompok  kontrol  positif.  Hal  ini
membuktikan  bahwa  kondisi  mencit  bertumor  mampu  membuat  berat  badan  mencit  cenderung turun. Sindrom seperti ini yang sering terjadi pada penderita kanker dinamakan kakeksia. Kakeksia
bisa  dicirikan  dari  profil  berat  badan  yang  menurun  dan  lebih  dari  80  pasien  yang  menderita kanker  mengalami  kakeksia  sebelum  kematiannya.  Menurut  Setiawati  2003  kakeksia  pada
mencit diduga akibat  metabolit abnormal  yang dihasilkan selama perkembangan tumor baik oleh sistem  imun  maupun  oleh  tumor  itu  sendiri.  Interaksi  tumor  dengan  inangnya  juga  dapat
memengaruhi metabolisme di dalam tubuh. Sel-sel tumor juga membutuhkan asupan nutrisi untuk terus  bertahan  hidup.  Asupan  nutrisi  tersebut  diperoleh  dari  inangnya.  Oleh  karena  itu,  di  dalam
tubuh  penderita  kanker  tentu  terjadi  gangguan  metabolisme  baik  makronutrien  maupun mikronutrien.  Gangguan  tersebut  mungkin  meliputi  gangguan  pada  metabolisme  karbohidrat,
oksidasi lipid, peningkatan katabolisme protein otot, atau penurunan sintesis protein otot. Dengan demikian,  hal  ini  sejalan  dengan  Setiawati  2003  bahwa  meski  kecukupan  gizi  mencit  telah
terpenuhi  dengan  baik  ternyata  banyak  faktor  lain  yang  dapat  menyebabkan  mencit  mengalami kekurangan gizi dan terjadi kakeksia.
B. Masa Laten