16
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
1. Bahan
Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini: a.
Bahan ransum pakan mencit: daun cincau hijau, tepung kasein, minyak jagung, CMC Carboxy Methyl Cellulose, mineral mix, vitamin Fitkom, air, dan tepung maizena.
b. Bahan saat pemberian pakan: ransum mencit tiap kelompok, air minum
c. Bahan transplantasi sel tumor: sel tumor dari mencit donor, PBS Phospat Buffer Saline,
batu es, ether. d.
Bahan pewarnaan HE : xylol, alkohol absolut, alkohol 96, alkohol 70, alkohol asam, akuades, hematoksilin, air keran, litium karbonat, eosin, dan enthellan.
e. Mencit C3H: mencit donor tumor umur ± 1 tahun dan mencit resipien umur 2-3 bulan,
didapatkan dari laboratorium Patologi Anatomi FKUI Jakarta.
2. Alat
a. Alat untuk membuat ransum pakan mencit: drum dryer, blender, freezer, plastik kiloan,
baskom, spatula, plastik klip, oven, grinder, dan timbangan digital. b.
Alat dalam pemberian pakan: kandang, serbuk gergaji, botol minum, dan neraca Ohaus. c.
Alat transplantasi sel tumor: jarum trokar, mangkuk, gelas arloji, gunting bedah, pinset, alas bedah, jarum pentul, kapas, dan lampu.
d. Alat pewarnaan HE : staining jar, rak, gelas preparat, gelas penutup, pensil, mikrotom,
parafin, oven, mikroskop
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2009 hingga bulan Juli 2010. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan
Laboratorium Histologi dan Biologi Molekuler Lembaga Eijkman Jakarta.
C. Metode Penelitian
1. Persiapan pakan mencit
Ransum mencit perlakuan mengandung bubuk daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr dengan dosis meningkat. Pemberian cincau tidak dalam wujud gel atau minuman jelli karena bentuk
bubuk daun cincau hijau yang diberikan sudah merupakan hancuran dari daun cincau hijau melalui proses seperti yang dilakukan oleh Chalid 2003 dengan beberapa modifikasi. Pembuatan bubuk daun
cincau hijau disajikan dalam lampiran 1. Ransum pakan mencit diberikan dalam bentuk pelet kering. Komposisi ransum mencit mengacu pada standar AIN American Institut of Nutrition 1976
yang dimodifikasi. Dosis bubuk daun cincau yang diberikan meningkat pada kelompok perlakuan,
17
yaitu: 0.88, 1.76, dan 2.64. Berikut rincian komposisi pakan mencit yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 2. Komposisi pakan standar dan pakan uji mencit AIN 1976 yang dimodifikasi AIN 1977
komponen komposisi
AIN 1976 yang
dimodifikasi Kelompok mencit
A B
C D
E Gram
Bubuk daun Cincau Hijau
0.0 0.000
0.000 0.880
1.760 2.640
Protein kasein 20.0
21.900 21.900
21.736 21.567
21.396 Lemak minyak
jagung merek Mazola
5.0 4.950
4.950 4.933
4.914 4.896
Selulosa CMC 5.0
5.000 5.000
4.551 4.102
3.653 Mineral mix
3.5 2.850
2.850 3.279
3.208 3.137
Vitamin merek Fitkom
1.0 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
Air 10.0
8.310 8.310
8.287 8.279
8.258 Karbohidrat
maizena merek Honig
55.5 55.990
55.990 55.334
55.170 55.021
2. Pemeliharaan Mencit Percobaan
Pemeliharaan dilakukan selama 52 hari dan merupakan kerja tim yang terdiri dari empat orang peneliti. Sebanyak 25 ekor mencit resipien umur 2-3 bulan dan jenis kelamin jantan atau betina dibagi
mejadi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Tiap ekor mencit menempati satu kandang yang terbuat dari plastik dan ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur siklus udara dan
cahaya. Terhadap mencit dilakukan adaptasi selama satu minggu dengan pakan standar sebagai rnakanan dan air sebagai minuman ad libitum. Pemberian pakan dan minuman dilakukan tiap hari
antara pukul 07.00 sampai dengan 09.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 gram ad- libitum
. Banyaknya pakan yang dikonsumsi dihitung tiap hari berdasarkan hasil penimbangan jumlah pakan yang tersisa.
Pemberian pakan pada awal perlakuan dilakukan selama 30 hari yang terdiri dari 6 hari adaptasi dan 24 hari pemberian pakan standar atau perlakuan. Kemudian pada hari ke-31 dilakukan
transplantasi suspensi sel tumor kelenjar susu sebanyak 0.2 ml ±10
6
sel hidup dari mencit donor kepada mencit kelompok B, C, D, dan E pada daerah subkutan aksila kanan. Pemberian pakan
dilanjutkan kembali selama 22 hari setelah transplantasi sel tumor. Bobot badan mencit ditimbang dua
18
kali dalam satu pekan, pengukuran tumor juga diukur dua kali sepekan dengan menggunakan jangka sorong digital, dan masa laten diukur dengan cara meraba menggunakan tangan. Semua organ hati dan
jaringan tumor pada mencit diambil dan ditimbang pada saat terminasi. Organ hati diproses lebih lanjut untuk dilihat profil histopatologisnya menggunakan teknik pewarnaan HE Hematoksilin
Eosin. Tabel 3. Kelompok mencit kontrol dan perlakuan
Kode Kelompok
Perlakuan
A kontrol positif
diberi pakan standar dan tidak ditransplantasi tumor B
kontrol negatif hanya diberi pakan standar dan ditransplantasi tumor
C diberi pakan yang telah ditambahkan dengan bubuk daun
Premna oblongifolia Merr 0.88 dan ditransplantasi tumor
D diberi pakan yang telah ditambahkan dengan bubuk daun
Premna oblongifolia Merr 1.76 dan ditransplantasi tumor
E diberi pakan yang telah ditambahkan dengan bubuk daun
Premna oblongifolia Merr 2.64 dan ditransplantasi tumor
3. Mencit donor
Mencit donor yang digunakan dalam proses transplantasi adalah mencit yang sudah mencapai tahap pasasi ke-13. Hal tersebut berarti mencit donor yang digunakan merupakan generasi ke-13
mencit C3H yang ditransplantasi tumor secara subkutan di aksila kanannya. Proses transplantasi mencit donor dari mencit donor sebelumnya sama seperti proses transplantasi tumor dari mencit donor
ke mencit resipien yang dilakukan di penelitian ini lampiran 2. Mencit yang sudah ditransplantasi dan mengandung sel tumor di dalam tubuhnya dipelihara dan dipisahkan dari populasi mencit yang
normal. Selama masa pemeliharaan, mencit calon donor tersebut selalu diamati kondisinya. Apabila mencit sudah menampakkan tanda-tanda kematian, mencit segera dimatikan dan diambil kembali
tumornya untuk ditransplantasikan ke mencit resipien yang lain.
4. Transplantasi dan pengukuran tumor Chalid, 2003
Transplantasi dilakukan dengan jalan mematikan mencit C3H donor dengan eter, ditelentangkan pada papan fiksasi, keempat kakinya difiksasi dengan jarum. Kulit mencit bagian bawah disterilisasi
dengan alkohol 70. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan gunting steril, tumor dibersihkan dengan larutan buffer posfat PBS di dalam cawan petri dan diletakkan di atas es. Jaringan tumor
yang tidak mengalami nekrosis dipisahkan, dibersihkan dari jaringan ikat dan darah kemudian dicacah sampai halus dengan menggunakan gunting. Pengerjaan ini tetap dilakukan di atas es. Tambahkan
larutan buffer sebanyak volume tumor, aduk sampai homogen. Suspensi tumor disuntikan dengan jarum trokar secara subkutan di aksila kanan mencit C3H resipien sebanyak 0,2 ml yang mengandung
± 10
6
sel tumor hidup. Penghitungan jumlah sel dilakukan dengan menggunakan hemasitometer dan tryphan blue
dan diamati di bawah mikroskop. Selama masa pengamatan tumor diukur menggunakan jangka sorong digital dengan mengukur panjang dan lebarnya dalam satuan mm. Proses transplantasi
tumor secara lebih jelas disajikan dalam bentuk diagram di lampiran 2.
19
Gambar 4. Foto transplantasi tumor di subkutan aksila kanan mencit C3H
5. Pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan HE Panigoro et al.
2007 yang dimodifikasi
Pemrosesan jaringan untuk dibuat menjadi preparat histopatologi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut; fiksasi jaringan, dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding, trimming, sectioning,
deparafinisasi, dan dilanjutkan dengan staining pewarnaan. Fiksasi jaringan dilakukan dengan merendam sampel jaringan ke dalam larutan formalin. Proses pembuatan preparat dan pewarnaan
histologi ini disesuaikan dengan metode yang biasa digunakan di laboratorium Patologi Anatomi FKUI.
Sampel jaringan yang sudah menjadi histopat direndam ke dalam xylol I selama 5-10 menit untuk menghilangkan parafin, kemudian direndam dalam xylol II kembali untuk membilas selama 5-
10 menit. Setelah itu, sampel mulai direndam dalam alkohol. Pada tahap ini sampel mulai berturut- turut direndam dalam alkohol yang menurun konsentrasinya secara bertingkat, yaitu: alkohol absolut
100, alkohol 96, kemudian alkohol 70 masing-masing 5 menit. Konsentrasi yang menurun secara berturut-turut tersebut akan membuat air memasuki sampel jaringan. Sampel kemudian
direndam dalam akuades selama 5 menit dan direndam dalam larutan hematoksilin selama 5-10 menit. Hematoksilin akan mewarnai inti sel pada sampel jaringan dengan warna biru. Setelah itu, sampel
dimasukkan dalam air mengalir secara tidak langsung selama 5-10 menit untuk membilas. Sampel yang terlalu biru dicelupkan dalam alkohol asam sebanyak 2-3 celupan. Sampel kemudian dibilas
dalam air mengalir kembali selama 5-10 menit. Kemudian sampel dicelup ke dalam larutan Litium karbonat sebanyak 2-3 celupan agar warna biru yang timbul menjadi lebih jelas. Sampel kembali
dibilas dengan air mengalir selama 5-10 menit. Tahap pewarnaan selanjutnya adalah pewarnaan dengan pewarna eosin selama 1-2 menit untuk mewarnai sitosol sel pada sampel jaringan. Setelah
tahap ini, sampel memasuki tahap pencelupan alkohol yang meningkat konsentrasinya secara berturut- turut sebagai kebalikan dari tahap yang sebelumnya, yaitu: alkohol 70, alkohol 96, dan alkohol
absolute 100 masing-masing sebanyak 3-4 celupan. Pada akhir tahap pewarnaan, sampel kembali direndam dengan xylol selama 5-10 menit, kemudian direndam kembali dalam xylol selama 5-10
menit. Setelah itu, sampel jaringan ditutup dengan gelas penutup dan direkatkan dengan entellan. Slide histopatologi siap diamati di bawah mikroskop dan difoto. Tahapan proses ini lebih jelas
terlampir pada lampiran 3a dan 3b.
20
6. Pengamatan preparat histopatologi jaringan hati Syabana 2010 yang
dimodifikasi
Metode pengamatan preparat histopatologi jaringan hati dilakukan dengan mengamati melalui mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 40x. Jaringan hati diamati pada lima lapang pandang
yang berbeda. Sel hati diamati berkaitan dengan terjadinya kerusakan degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis. Jumlah sel yang mengalami kerusakan dihitung persentasenya dari jumlah
seluruh sel yang diamati.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Berat badan mencit
Masa adaptasi diberlakukan selama enam hari untuk membiasakan mencit terhadap lingkungan dan pakan yang baru. Selain itu, masa adaptasi ini juga ditujukan untuk melihat
kondisi kesehatan mencit yang akan mendapat perlakuan. Pergantian pakan dilakukan setiap hari agar mencit selalu mendapat makanan yang segar dan juga untuk mengetahui jumlah konsumsi
pakan mencit setiap harinya. Mencit diukur berat badannya setiap dua kali dalam satu minggu. Setiap kelompok mencit mengalami kenaikan berat badan selama perlakuan sebelum transplantasi
tumor. Penurunan berat badan di beberapa titik pada masa ini lebih disebabkan karena pengaruh adaptasi mencit terhadap lingkungan, stress akibat pemberian pakan, penimbangan berat badan,
atau penggantian air minum. Kondisi stres akan mempengaruhi selera makan mencit yang kemudian berefek terhadap berat badan yang turun. Pada masa ini mencit kelompok perlakuan
memiliki berat badan yang bervariasi terhadap kontrol. Berat badan mencit kelompok C 21.1±1.6 gram dan D 20.8±1.4 gram menunjukkan korelasi yang tidak berbeda nyata p0.05. Akan
tetapi, berat badan mencit kelompok C dan D nyata lebih besar terhadap mencit kelompok kontrol A 19.6±1.7 gram dan B 19.5±2.0 gram. Mencit kelompok E memiliki rerata berat badan
sebesar 17.2±1.0 gram yang nyata lebih kecil terhadap kontrol dan kelompok C dan D. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa awal perlakuan, mencit yang mengonsumsi pakan mengandung
bubuk daun cincau hijau dosis 0.88 C dan 1.76 D memiliki berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencit kontrol. Sementara itu, mencit dengan dosis bubuk daun cincau hijau
2.64 E cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah dari mencit kontrol.
Gambar 5. Grafik berat badan mencit pada awal perlakuan Berat badan yang rendah mungkin disebabkan oleh adanya komponen serat bubuk daun
cincau hijau yang tinggi. Menurut Muchtadi 2001, serat pangan dapat menghalangi penyerapan zat gizi seperti gula, protein, dan lemak. Jacobus 2003 menyatakan bahwa konsumsi bubuk gel
daun cincau hijau Cyclea barbata L.Miers dan Premna oblongifolia Merr dapat mengurangi laju kenaikan berat badan tikus. Semakin tinggi konsentrasi bubuk gel daun cincau hijau yang
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
1 2
3 4
5 6
7 8
9
B er
a t
b a
d a
n g
pengukuran ke-
A B
C D
E
22
dikonsumsi, laju kenaikan berat badan tikus akan semakin berkurang. Oleh karena itu, pertambahan berat badan pada mencit kelompok E cenderung lebih rendah daripada mencit
kontrol. Apabila dilihat dari konsumsi pakan mencit pada awal perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada mencit B, C, D, dan E tidak berbeda nyata p0.05. Rerata jumlah pakan yang dikonsumsi
mencit perlakuan secara berturut-turut adalah 1.77±0.21 gram, 1.80±0.31 gram, dan 1.83±0.13 gram. Jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata dan dosis bubuk daun cincau hijau yang
meningkat ternyata mempengaruhi berat badan mencit pada kelompok E. Mencit kelompok E memiliki rerata berat badan paling rendah. Sementara itu, rerata jumlah konsumsi mencit
kelompok kontrol positif A adalah 2.24±0.28 gram dan kelompok kontrol negatif B adalah 1.78±0.19 gram.
Setelah transplantasi tumor, berat badan mencit secara umum mengalami kenaikan yang salah satunya disebabkan karena adanya pertumbuhan jaringan tumor. Pengukuran berat badan
dilakukan secara langsung dengan menimbang mencit bertumor, sehingga berat badan total sebenarnya adalah berat badan mencit ditambah dengan berat jaringan tumor. Menurut Chalid
2003 diduga pertambahan berat badan tersebut akibat pertumbuhan tumor yang makin membesar. Mencit kelompok kontrol positif A, C, dan D cenderung memiliki berat badan yang
tidak berbeda nyata p0.05, Rerata berat badan masing-masing kelompok ini secara berturut- turut adalah 22.7±1.4 gram, 22.5±0.5 gram, dan 22.0±0.4 gram. Hal ini menunjukkan adanya
pengaruh konsumsi pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau 0.88 dan 1.76 terhadap rerata berat badan yang tidak berbeda nyata p0.05 antara mencit perlakuan C dan D dengan kelompok
kontrol positif A. Mencit kelompok kontrol negatif B memiliki rerata berat badan 21.2±0.5 gram, sedangkan mencit kelompok E memiliki rerata berat badan sebesar 18.4±1.3 gram. Apabila
dilihat dari konsumsi pakan mencit pada akhir perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada mencit kelompok C, D, dan E tidak berbeda nyata p0.05. Rerata jumlah pakan yang dikonsumsi mencit
kelompok C, D, dan E secara berturut-turut adalah 1.91±0.05 gram, 1.83±0.23 gram, dan 1.91±0.21 gram. Jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata dan dosis bubuk daun cincau
hijau yang meningkat ternyata mempengaruhi berat badan mencit pada kelompok E atau dosis bubuk daun cincau hijau 2.64. Mencit pada kelompok E tersebut memiliki rerata berat badan
paling rendah. Sementara itu, rerata jumlah konsumsi pakan mencit kelompok kontrol positif A dan kontrol negatif B berturut-turut adalah 2.45±0.58 gram dan 1.66±0.25 gram. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata dari transplantasi tumor terhadap jumlah konsumsi pakan mencit.
Faktor-faktor lingkungan baik internal maupun eksternal dapat menginduksi perubahan fisiologis atau tingkah laku dari hewan percobaan. Faktor-faktor tersebut dinamakan stressor.
Berbagai macam stressor tersebut yang mengakibatkan terjadinya kondisi stress. Stress yang dialami mencit juga bisa disebabkan oleh luka yang didapat pascatransplantasi sel tumor di daerah
subkutan aksila kanan. Efek dari adanya luka yang dialami mencit adalah rasa sakit NAS 1996. Luka tersebut mengakibatkan rasa sakit yang merupakan efek dari adanya stressor transplantasi.
Efek ini diatasi dengan menggunakan etanol 70 di bagian tempat ditransplantasikan sel tumor sebagai tindakan pengurangan rasa sakit yang dialami mencit, sehingga diharapkan stress yang
muncul selama masa pertumbuhan tumornya dapat diringankan. Secara umum hal tersebut terbukti dengan kondisi naiknya berat badan mencit pascatransplantasi tumor. Meskipun naiknya berat
badan dikarenakan adanya pertumbuhan tumor juga, naiknya berat badan mencit juga menggambarkan bahwa mencit mengonsumsi ransum yang disediakan. Oleh sebab itu, mencit
maupun tumor tetap tumbuh dan kondisi stress bisa diringankan.
23
Gambar 6. Grafik berat badan mencit pada akhir perlakuan Apabila mencit tidak bisa beradaptasi dengan stressor yang ada, mencit akan mengalami
respon fisiologis atau tingkah laku yang abnormal atau dalam kondisi distress. NAS 1996 menambahkan bahwa tanda-tanda secara klinis dan perubahan tingkah laku menjadi abnormal
yang diakibatkan oleh adanya luka dan distress dapat mempengaruhi konsumsi pakan dan air minum, akumulasi eksudat berwarna coklat kemerahan di sekeliling mata dan lubang hidung,
hilangnya berat badan, penurunan aktivitas, postur yang membungkuk, piloereksi, poor grooming habits
, pernafasan yang sulit, vokalisasi, meningkat atau menurunnya keagresifan, dan self- mutilation
. Selain itu, dilihat dari grafik profil berat badan mencit kontrol negatif dan perlakuan setelah transplantasi cenderung berada di bawah mencit kelompok kontrol positif. Hal ini
membuktikan bahwa kondisi mencit bertumor mampu membuat berat badan mencit cenderung turun. Sindrom seperti ini yang sering terjadi pada penderita kanker dinamakan kakeksia. Kakeksia
bisa dicirikan dari profil berat badan yang menurun dan lebih dari 80 pasien yang menderita kanker mengalami kakeksia sebelum kematiannya. Menurut Setiawati 2003 kakeksia pada
mencit diduga akibat metabolit abnormal yang dihasilkan selama perkembangan tumor baik oleh sistem imun maupun oleh tumor itu sendiri. Interaksi tumor dengan inangnya juga dapat
memengaruhi metabolisme di dalam tubuh. Sel-sel tumor juga membutuhkan asupan nutrisi untuk terus bertahan hidup. Asupan nutrisi tersebut diperoleh dari inangnya. Oleh karena itu, di dalam
tubuh penderita kanker tentu terjadi gangguan metabolisme baik makronutrien maupun mikronutrien. Gangguan tersebut mungkin meliputi gangguan pada metabolisme karbohidrat,
oksidasi lipid, peningkatan katabolisme protein otot, atau penurunan sintesis protein otot. Dengan demikian, hal ini sejalan dengan Setiawati 2003 bahwa meski kecukupan gizi mencit telah
terpenuhi dengan baik ternyata banyak faktor lain yang dapat menyebabkan mencit mengalami kekurangan gizi dan terjadi kakeksia.
B. Masa Laten