4.3 Distribusi Suhu
Pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah suhu permukaan yang berarti bahwa suhu yang didapatkan berasal dari hasil pemotretan satelit pada
waktu itu juga. Jadi, suhu permukaan ini merupakan suhu pada satu waktu dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan berbagai kondisi. Perlu
diketahui juga bahwa suhu ini adalah suhu yang ditangkap citra diatas permukaan suatu benda di permukaan bumi sehingga hasilnya akan sangat berbeda dengan
suhu yang didapat dengan pengukuran manual menggunakan termometer. Atmosfer berpengaruh nyata atas intensitas dan komposisi spektral tenaga yang
terekam oleh sistem termal. Pengaruh atmosfer diantara sensor termal dan medan dapat menambah atau mengurangi tingkat radiasi tampak yang datang dari medan.
Efek atmosfer pada sinyal medan tergantung pada derajat serapan, hamburan dan pancaran atmosferik pada saat dan tempat penginderaan.
Gas dan partikel suspensi dalam atmosfer dapat menyerap radiasi dari obyek di medan yang mengakibatkan pengurangan tenaga yang mencapai sensor termal.
Sinyal medan dapat juga diserap oleh hamburan partikel suspensi yang ada. Sebaliknya gas dan pertikel suspensi dalam atmosfer dapat memancarkan
radiasinya sendiri dan menambah radiasi yang terekam. Dengan demikian maka serapan dan hamburan atmosfer merupakan hambatan yang membuat sinyal obyek
di medan lebih dingin dari kenyataannya, dan pancaran atmosfer cenderung menyebabkan obyek di medan lebih panas dari suhu sebenarnya. Tergantung pada
kondisi atmosfer selama pencitraan. Satu di antara sekian efek akan lebih kuat dari lainnya, hal ini akan membiaskan keluaran sensor. Kedua efek tersebut
berbanding lurus terhadap panjang jalur atmosferik atau jarak penginderaan radiasi. Pengukuran sensor termal atas suhu dapat dibiaskan sebesar 2
o
C atau lebih Lillesand dan Kiefer, 1990
Korelasi suhu permukaan dan suhu udara sering digunakan dalam kalibrasi data termal. F
aktor gangguan atmosferik ΔT pada ketinggian pembuatan citra dapat ditemukan. Diasumsikan bahwa faktor ini tetap untuk seluruh citra,
sehingga - ΔT = To – Tg yang artinya selisih antara suhu yang diamati pada
ketinggian pengumpulan data dikurangi suhu darat aktual. Sehingga dari hasil pengolahan citra Landsat suhu yang terekam ditambah 3
o
C.
Distribusi suhu permukaan didapatkan dengan cara mengkonversi band 6 citra
Landsat menggunakan
perangkat lunak
ERDAS Imagine
9.0. Pengkonversian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker
yang ada pada perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0. Model maker dibuat untuk mengkonversi nilai-nilai pixel pada band 6. Proses klasifikasi suhu permukaan
dibedakan menjadi 12 kelas suhu permukaan yaitu 23 °C, 23-24
°
C, 24-25
°
C, 25-26
°
C, 26-27
°
C, 27-28
°
C, 28-29
°
C, 29-30
°
C, 30-31
°
C, 31-32
°
C, 32-33
°
C ≥ 33
°
C.
Dari hasil konversi citra Landsat TM 1991 yang diambil pada musim penghujan yaitu tanggal 10 Januari, diperoleh 12 kelas distribusi suhu dengan
luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Akan tetapi dari hasil pengolahan citra terdapat data yang cacat sehingga tergambar hasil suhu yang mencapai 33
°
C dan itu tergambar pada daerah yang masih sangat sedikit lahan terbangunnya dan
masih didominasi oleh tutupan lahan berupa sawah. Dari hasil konversi citra Landsat TM 2001 yang diambil pada musim kemarau yaitu tanggal 16 Juli,
diperoleh 10 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Dari hasil konversi citra Landsat TM 2007 yang diambil pada musim
Penghujan yaitu tanggal 12 April, diperoleh 11 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Hasil perhitungan luasan pada tiap kelas
distribusi suhu disajikan pada Tabel 12. Distribusi suhu dapat dilihat pada, Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13.
Tabel 12. Distribusi Suhu Permukaan Kota Gorontalo
No Kelas
Suhu 1991
2001 2007
Luas ha
Persen Luas
ha Persen
Luas ha
Persen
1 23
1604,26 24,76
13,02 0,20
240,84 3,72
2 23 - 24
1093,54 16,88
298,79 4,61
149,29 2,30
3 24 - 25
1826,50 28,19
1336,4 20,63
1189,2 18,35
4 25 - 26
845,61 13,05
1559,8 24,08
1123,6 17,34
5 26 - 27
621,36 9,59
1440,0 22,23
1117,4 17,25
6 27 - 28
371,77 5,74
1283,7 19,81
1590,8 24,55
7 28 - 29
53,92 0,83
429,78 6,63
622,93 9,61
8 29 - 30
27,97 0,43
103,21 1,59
310,63 4,79
9 30 - 31
14,24 0,22
13,55 0,21
127,54 1,97
10 31- 32
10,57 0,16
0,79 0,01
6,46 0,10
11 32 - 33
8,56 0,13
0,00 0,00
0,35 0,01
12 33
0,70 0,01
0,00 0,00
0,00 0,00
Jumlah 6479
100 6479
100 6479
100 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Hasil konversi citra tahun 1991 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu 23
°
C hingga kelas suhu 24 – 25
°
C yang masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu dengan luasan
lebih dari 1000 ha, dengan kelas suhu terluas adalah kelas suhu 24 – 25
°
C dengan luasan 1826,50 ha atau 28,19 dari total luasan Kota Gorontalo. Luasan yang
kurang dari 1000 ha yaitu kelas suhu 25-26
°
C, 26-27
°
C, 27-28
°
C, 28-29
°
C, 29-30
°
C dan 30-31
°
C dengan luasan terkecil yaitu kelas suhu 30-31
°
C yang hanya memiliki luasan 14,24 ha atau 0,22 dari total luas Kota Gorontalo.
Kelas suhu 28-29
°
C, 29-30
°
C dan 30-31
°
C memiliki luasan kurang dari 100 ha atau kurang dari 1 dari total luasan Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil layout
antara Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1991 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu 28-29
°
C, 29-30
°
C dan 30-31
°
C menyebar dibeberapa wilayah Kota Gorontalo akan tetapi lebih tergambar jelas
menunjukkan pada wilayah Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur, hal ini juga didukung karena Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur
lebih luas lahan terbangunnya dibandingkan. Hasil konversi citra tahun 2001 diperoleh kelas suhu yang memiliki
distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu 24-25
°
C, 25-26
°
C, 26-27
°
C dan 27- 28
°
C. Pada masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 1000 ha, dengan luasan tertinggi yaitu kelas suhu 25-26
°
C dengan luas 1559,82 ha atau 24,08 dari total luasan Kota Gorontalo. Kelas suhu yang memiliki
luasan kurang dari 1000 ha yaitu kelas suhu 23
O
C, 23 -24
°
C, 28-29
°
C, 29-30
°
C, 30-31
°
C dan 31-32
°
C. Luasan terrendah yaitu kelas suhu 31-32
°
C dengan luas 0,79 ha atau 0,01.
Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan tahun 2001 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu 28-29
°
C, 29- 30
°
C, 30-31
°
C dan 31-32
°
C mulai menyebar di beberapa wilayah Kota Gorontalo, dari yang sebelumnya pada Tahun 1991 hanya tergambar di
Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur, pada tahun 2001 mulai menyebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan yang tercatat memiliki
luasan suhu ketiga terluas yaitu Kecamatan Kota Utara, hal ini juga berbanding lurus dengan penyebaran luasan lahan terbangun.
4 4
Gambar 11. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 1991
4 5
Gambar 12. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 2001
4 6
Gambar 13. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 2007
Hasil konversi citra tahun 2007 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu 24-25
°
C, 25-26
°
C, 26-27
°
C dan 27- 28
°
C. Pada masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 1000 ha, dengan luasan tertinggi yaitu kelas suhu 27-28
°
C yaitu 1590,81 ha atau 24,55 dari total luas Kota Gorontalo. Kelas suhu yang memiliki luasan kurang
dari 1000 ha adalah kelas suhu 23
°
C, 23 -24
°
C, 28-29
°
C, 29-30
°
C, 30-31
°
C dan 31-32
°
C. Luasan terendah yaitu kelas suhu 32-33
°
C dengan luas 0,35 ha atau 0,01.
Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan tahun 2007 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu 28-29
°
C, 29- 30
°
C, 30-31
°
C dan 31-32
°
C mulai menyebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan yang mengalami peningkatan luasan distribusi suhu pada kelas suhu
28-29
°
C, 29-30
°
C, 30-31
°
C dan 31-32
°
C yaitu Kecamatan Kota Tengah. Hal ini karena sebagian wilayah Kecamatan Kota Tengah merupakan daerah pusat
perdagangan.
Perubahan distribusi suhu permukaan menunjukkan bahwa pada semua kelas suhu terjadi perubahan luasan penyebaran. Penurunan luasan terjadi pada
kelas suhu 23
O
C, 23-24
°
C, 24-25
°
C dan peningkatan luas penyebaran terjadi pada kelas suhu 27-28
°
C hingga 30-31
°
C. Penurunan luas terbesar terjadi pada kelas suhu 23
°
C yaitu sebesar 1363,42 ha sedangkan peningkatan luasan terbesar pada kelas suhu 27-28
°
C yaitu sebesar 1219,04 haSecara umum kita bisa mengetahui bahwa luasan suhu yang semakin rendah mengalami penurunan
luasan. Pada suhu yang semakin tinggi mengalami peningkatan luasan, semakin luasnya kelas distribusi suhu 27-28
°
C hingga 30-31
°
C, disebabkan karena adanya perubahan fungsi lahan menjadi area terbangun.
Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suhu permukaan adalah jenis penutupan lahan. Risdiyanto dan Setiawan 2007 dalam penelitiannya
menyatakan bahwa perbedaan suhu permukaan pada beberapa penutupan lahan disebabkan oleh sifat fisik permukaan seperti kapasitas panas jenis dan
konduktivitas thermal. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan luasan kelas suhu
perpenutupan lahan didapatkan luasan yang berbeda-beda pada tiap penutupan lahan.
Tabel 13. Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan
Penutupan Lahan
Suhu Permukaan
o
C Tahun
1991 Tahun
2001 Tahun
2005 Tahun
2007
Sawah 23 – 30
24 – 28 23 – 33
23 – 31 Lahan Terbangun
23 – 33 24 – 32
23 – 33 23 – 33
L Bervegetasi Pohon 23 – 27
23 – 25 23 – 33
23 – 28 Lahan Terbuka
23 – 33 23 – 32
24 – 33 24 – 31
Semak dan Rumput 23 – 31
23 – 28 23 – 33
23 – 30 Air
23 – 27 23 – 28
23 – 33 23 – 28
Ladang 23 – 33
23 – 31 23 – 33
23 – 31
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Penutupan lahan secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap suhu pada tempat penutupan lahan itu sendiri dan wilayah sekitarnya. Berdasarkan
hasil layout antara peta penutupan lahan dengan peta distribusi suhu permukaan dihasilkan distribusi suhu permukaan perpenutupan lahan. Pada Tabel 13. terlihat
bahwa suhu minimum dan suhu maksimum antara penutupan lahan yang satu dengan yang lainnya tidak terlalu berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa
penutupan lahan tidak hanya berpengaruh pada kondisi suhu tempat penutupan lahan itu sendiri tetapi juga berpengaruh pada kondisi suhu wilayah sekitarnya.
Pada daerah terbangun radiasi matahari akan diubah menjadi panas yang meningkatkan suhu, sedangkan pada daerah bervegetasi radiasi matahari akan
diserap oleh permukaan daun yang digunakan untuk proses fotosintesis sehingga akan menurunkan suhu radiasi. Penutupan lahan di Kota Gorontalo mengalami
peningkatan luasan daerah terbangun yang mengakibatkan meningkatnya luasan kelas suhu yang semakin tinggi.
4.4 Hubungan Suhu Dengan Luasan RTH, Lahan Bervegetasi Pohon dan Lahan Terbangun