Keterkaitan Suhu dengan RTH dan Hutan Kota untuk Kenyamanan

tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan meningkat dari 8.623,65 ha menjadi 14.894,61 ha atau dari 12,41 menjadi 21,43 dari total wilayah Kota Padang, yang berarti meningkat sekitar 368,88 ha per tahun atau 0,53 per tahun Septriana 2005. Berdasarkan jumlah CO 2 Kecamatan Pekanbaru Kota tidak memenuhi syarat luasan kawasan terbuka hijau. Kekurangan RTH untuk menyerap CO 2 yaitu seluas 3.032,65 ha sedangkan kecamatan lain di Kota Pekanbaru masih memenuhi syarat. Kebutuhan RTH yang sangat besar di Kecamatan Kota Pekanbaru dikarenakan jumlah CO 2 yang tinggi serta keberadaan RTH yang sangat sedikit Tinambunan 2006.

2.5 Keterkaitan Suhu dengan RTH dan Hutan Kota untuk Kenyamanan

Menurut Handoko 1994 suhu merupakan gambaran umum energi suatu benda. Heat Island adalah suatu fenomena suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3 ° C dibandingkan dengan pinggir kota. Heat island atau pulau panas terjadi karena adanya perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan. Menurut Lowry 1966 terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi : 1. Bahan Penutup Permukaan Permukaan daerah perkotaan tcrdiri dari beton dan semen yang memiliki konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan. 2. Bentuk dan Orientasi Permukaan Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas heat. Sebaliknya, daerah di pinggir kota atau pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi. 3. Sumber Kelembaban Di perkotaan air hujan cenderung manjadi aliran permukaan akibat adanya permukaan semen, parit, selokan dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tersedia cadangan air untuk penguapan yang dapat menyejukkan udara. Selain itu, air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1 ° C, dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-pohon yang banyak di pedesaan akan menyerap air dalam jumlah yang banyak dan melepaskannya ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap sejuk, serta menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih panjang. 4. Sumber Kalor Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk. 5. Kualitas Udara Daerah kota yang merupakan pusat industri dengan kegiatan yang intensif mengakibatkan udaranya banyak mengandung polutan sebaliknya didaerah rural dengan kegiatan industri yang kurang, keadaan kualitas udaranya jauh lebih baik dibandingkan kualitas udara daerah kota. Hal tersebut mngakibatkan perbedaan iklim antara daerah urban dan daerah rural. Givoni 1989 mengemukakan lima faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan berkembangnya heat Island : 1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya. 2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari. 3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di perkotaan transportasi, industri dan sebagainya. 4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan. 5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota. Teori tersebut sesuai dengan pendapat Owen 1971 yang menyebutkan beberapa faktor yang mendorong terciptanya heat island : 1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di perkotaan daripada di lingkungan luar kota. 2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas lebih banyak daripada lapangan hijau atau danau. 3. Jumlah permukaan air persatuan luas di dalam perkotaan lebih kecil daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota. Keadaan di kota dengan bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran udara yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya suatu kubah debu dust dome, yaitu semacam selubung polutan debu dan asap yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi atmosfir atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah sekitarnya, sehingga udara panas akan berada di atas perkotaan dan udara dingin akan berada di sekitar perkotaan tersebut. Menurut kajian Santosa Bey 1992 dalam Effendy 2007 menemukan keberadaan Kebun Raya Bogor KRB tetap nyaman dari pengaruh pembangunan fisik dan padatnya lalu lintas kota. Dilihat dari nilai THI-nya sama dengan nilai THI hutan alami, sementara THI sekitarnya melebihi nilai nyaman. Sehingga KRB tetap nyaman sebagai tempat rekreasi. Kaitan RTH dengan kenyamanan adalah pengaruh langsung RTH dalam meredam radiasi matahari melalui efek penaungan. Secara bersamaan meredam penggunaan radiasi netto untuk memanaskan udara akibat proses transpirasi, sehingga keberadaan RTH membawa rasa nyaman dari segi suhu udara yang lebih rendah, juga suplai oksigen bagi makhluk hidup di sekitar RTH Effendy 2007. RTH lewat proses transpirasi secara efektif menggunakan energi netto sebagai panas laten sehingga meminimalkan penggunaan energi untuk memanaskan udara. Akibatnya pada lahan bervegetasi cenderung terasa lebih sejuk. Karena itu Moll 1997 dalam Effendy 2007 merekomendasikan kota harus memiliki RTH dengan luasan sekitar 40 dari luas totalnya atau setara dengan 20 pohon besar setiap 4 ribu m 2 . Selama kawasan RTH vegetasi pada masa pertumbuhan aktif, maka laju CO 2 yang diserap dalam proses fotosintesis jauh lebih besar dibandingkan dengan laju pelepasan CO 2 dalam proses respirasi, sehingga hasil akhir terjadi penurunan CO 2 diatmosfer sehingga secara tidak langsung mencegah terjadinya dampak pemanasan global. Kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh keadaan lingkungan fisik atmosfer atau iklim terhadap manusia. Kondisi nyaman apabila sebagian energi manusia dibebaskan untuk kerja produktif dan upaya pengaturan suhu tubuh berada pada level minimal. Secara kuantitatif dinyatakan sebagai Temperature Humidity Index disingkat THI. Dirumuskan oleh Nieuwolt 1975 pada wilayah tropis. Penggunaan rumus Nieuwolt diterapkan pada beberapa kajian antara perasaan kenyamanan secara subjektif pada berbagai wilayah dengan kisaran nilai THI hasil perhitungan. Hasil kajian tersebut disajikan dalam bentuk tabel seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Selang Kenyamanan Beberapa Negara Negara Selang Kenyamanan THI Pustaka Indonesia 20 – 26 Mom, 1947 Malaysia 21 – 26 Webb, 1952 USA bagian utara 20 – 22 American Society of heating AC Engineers, 1955 USA bagian selatan 21 – 25 American Society of heating AC Engineers, 1955 India 21 – 26 Malhotra, 1955 Daratan Eropa 20 – 26 McFarlane, 1958 England 14 – 19 Bedford, 1954 Sumber: Effendy, 2007 Untuk mengetahui kemampuan hutan kota dalam menciptakan iklim mikro yang sejuk dan nyaman, Wenda 1991 dalam Dahlan 2004 telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang berpepohonan dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan yang dibandingkan dengan lahan permukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal. Dari penelitian ini diperoleh hasil disajikan dalam bentuk tabel seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Suhu dan Kelembaban Pada Berbagai Areal Areal Suhu o C Kelembaban Berpepohonan 25,5 – 31 66 – 92 Kurang bervegetasi dan didominasi tembok dan jalan aspal 27,7 – 33,1 62 – 78 Padang rumput 27,3 – 32,1 62 – 78 Koto 1991 dalam Dahlan 2004 juga telah melakukan penelitian dibeberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian tersebut dapat dinyatakan, lingkungan berhutan memiliki suhu udara paling rendah jika dibandingkan dengan suhu lingkungan pada padang rumput dan beton. Perbedaan suhu udara di atas lapisan tanah yang ditutupi dengan beton dibandingkan dengan udara yang ada di dalam hutan sebesar 3 -5 o C lebih tinggi. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa hutan kota sangat penting dalam menurunkan suhu udara kota. Hutan kota menurunkan suhu sekitarnya sebesar 3,46 di siang hari pada permulaan musim hujan. Hutan kota dengan komunitas vegetasi berstrata dua menurunkan suhu pada yang berbentuk jalur 1,43, menyebar 3,60, bergerombol 3,18. Hutan kota berstrata banyak menurunkan suhu pada yang berbentuk menyebar 2,28 dan bergerombol 3,04. Hutan kota berbentuk jalur strara dua menaikkan kelembaban sebesar 1,77, berbentuk menyebar strata banyak 4,77 dan hutan kota bergerombol strata banyak menaikkan kelembaban sebesar 2,20. Secara keseluruhan hutan kota menaikkan kelembaban sebesar 0,81 di siang hari pada permulaan musim hujan Zoer’aini 2004 Model persamaan RTH dan suhu udara terpilih mempunyai pola hubungan terbalik setiap laju pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara dan sebaliknya. Setiap pengurangan 50 RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 hingga 1,8 o C, sedangkan penambahan RTH 50 hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 hingga 0,5 o C. Hasil ini membuktikan akan pentingnya mempertahankan keberadaan RTH Effendy 2004. III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian