Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penutupan Lahan

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Gorontalo, Propinsi Gorontalo. Lokasi penelitian merupakan kawasan perkotaan dengan luas 64,79 Km 2 0,53 luas Provinsi Gorontalo. Selama 12 bulan yaitu dari bulan Januari sampai bulan Desember 2009.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra, ArcView 3.3 untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis, SPSS 16.0 dan Microsoft Excel untuk pengolahan data, kamera dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat TM Path 113 Row 60 tahun penyiaman tahun 1991 dan tahun 2001, citra Landsat ETM Path 113 Row 60 tahun 2005 dan tahun 2007, peta batas administratif kecamatan, data pendukung berupa data kependudukan dan data iklim.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode Simonds 1983 dengan pendekatan terhadap sumberdaya alam pada tapak studi, merupakan suatu tahapan dalam proses perencanaan hutan kota Gambar 2 meliputi:

1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pembuatan usulan penelitian dan perijinan penelitian.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan di lapang serta wawancara dengan narasumber secara mendalam tanpa kuisioner. Data sekunder diperoleh dengan cara studi pustaka dan dokumen-dokumen yang terkait. Data yang dikumpulkan meliputi: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Gorontalo, Kondisi saat ini RTH dan Hutan Kota. 2. Kondisi fisik dan iklim kota meliputi: Topografi, curah hujan, suhu udara, kelembaban, presentase penyinaran matahari, kecepatan dan arah angin. 3. Jumlah dan sebaran penduduk untuk mengetahui luas dan sebaran ruang terbuka hijau dan hutan kota yang dibutuhkan. 4. Kelembagaan pemerintah daerah untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyelenggaraan hutan kota, organisasi dan instansi serta peraturan perundangan. 5. Persepsi masyarakat tentang makna dan fungsi serta manfaat hutan kota. Gambar 2. Proses Perencanaan Hutan Kota Simonds 1983 Perencanaan Hutan Kota Sintesis Analisis Pengumpulan Data Persiapan Studi Overlay seluruh data dan peta Data Teknik Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dan Kondisi saat ini RTH dan Hutan Kota, citra Landsat Perubahan Penutupan Lahan dan distribusi suhu menggunakan analisis spasial dan hubungan antara suhu dengan RTH menggunakan analisis regresi - Perumusan masalah penelitian - Penetapan tujuan penelitian - Pembuatan usulan penelitian - Perijinan penelitian Data Fisik dan Iklim - Topografi, - Iklim Curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, presentase penyinaran matahari, kecepatan dan arah angin Kondisi saat ini RTH dan Hutan Kota Kebutuhan Hutan Kota Rencana pengembangan RTH dan Hutan Kota Data Sosial Budaya - Demografi - kelembagaan - persepsi masyarakat Kelembagaan dan persepsi masyarakat Distribusi hutan kota dan bentuktipe hutan kota Supply kebutuhan RTH Demand distribusi suhu dan RTH

3. Analisis data

3.1 Analisis perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu serta hubungan luasan RTH dengan suhu. Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan kegiatan pengolahan citra Landsat TM dan ETM menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine. Pengolahan citra Landsat TM dan ETM meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi untuk hasil klasifikasi penutupan lahan dan konversi band 6 menjadi suhu udara permukaan. 3.1.1. Layer stack Layer stack merupakan suatu proses pengkonversian dan penggabungan band. Band yang berbentuk .Tiff dikonversi menjadi bentuk .img, dan penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang digabungkan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya dikonversi dari bentuk .Tiff menjadi .Img. 3.1.2. Koreksi Geometrik Data citra yang telah dilayer stack kemudian di koreksi berdasarkan koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi citra ke peta acuan atau koreksi citra ke citra acuan yang telah terkoreksi. Pada penelitian kali ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator UTM dan sebagai acuan adalah citra Tahun 2005 yang telah terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan GCP pada citra Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah citra Tahun 2005 yang telah terkoreksi proses georeferensi dari citra ke citra. Dari citra yang akan dikoreksi diambil koordinat filenya, dan citra acuan diambil koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama. 3.1.3. Pemotongan Citra Subset Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan daerah penelitian. Pada penelitian ini citra yang telah terkoreksi dipotong dengan peta Batas Administratif Kota Gorontalo yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Gorontalo. 3.1.4. Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi merupakan kegiatan proses pengelompokan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan training sample. Adapun langkah yang dilakukan adalah : 1. Pengambilan Sampel Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan training sample areas dengan menggunakan peta rupa bumi tahun 2006 sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam kelas lahan bervegetasi pohon, ladang, sawah, semak dan rumput, lahan terbangun, lahan terbuka dan badan air. 2. Proses Klasifikasi Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum maximum likehood classification. Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan kedalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas pentupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas. 3. Uji Akurasi Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan lahan. Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan dilapangan. Badan Survey Geologi Amerika Serikat USGS telah mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu tingkat ketelitian klasifikasi interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 Lillesand Kiefer 1990. 4. Konversi Band 6 menjadi Suhu Udara Permukaan Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai pixel pada band 6 citra Landsat yang disebut digital number DN. Konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2 tahapan konversi yaitu: 1. Konversi Digital Number DN menjadi spectral Radiance L λ Radiance L λ = gain x DN+ offset L λ = Radian Spektral dalam watt Gain merupakan konstanta: 0,05518 DN Digital Number berasal dari nilai pixel pada citra Offset merupakan konstanta 1,2378 Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus : L λ = Lmax-LminQCALmax-QCALminx QCAL-QCALmin+Lmin QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number Lmin dan Lmax adalah radian spektral spektral radiance menjadi temperatur. 2. Konversi Radian Spektral Spectral Radiance menjadi temperatur. Citra band thermal band 6 dapat dikonversi menjadi peubah fisik dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut: T = K2lnK1 L λ +1 T = Temperatur K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76 untuk TM K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56 untuk TM L λ = Radian Spektral dalam watt. 5. Pewarnaan Ulang Recode Hasil dari pengklasifikasian diwarnai ulang recode. Pewarnaan ulang ini ditujukan untuk mempermudah dalam mengenali kelas-kelas baik dalam penutupan lahan maupun suhu permukaan. 6. Hasil Hasil dari semua proses pengolahan citra dihasilkan 2 jenis peta yaitu peta penutupan lahan dan peta distribusi suhu permukaan. Pada jenis peta penutupan lahan terdiri dari 4 peta yaitu peta tahun 1991, tahun 2001, tahun 2005 dan tahun 2007. Pada jenis peta distribusi suhu terdiri dari 3 peta yaitu peta tahun 1991, tahun 2001 dan tahun 2007. Semua peta yang dihasilkan akan dihitung luasannya. Hasil dari perhitungan luasan digunakan untuk proses analisis yaitu dengan membandingkan luasan berdasarkan tahun. Tahapan pengolahan citra ini dapat dilihat pada Gambar 3. 7. Analisis data citra Hasil overlay dianalisis untuk mengetahui perkembangan suhu udara permukaan akibat adanya perubahan tutupan lahan di Kota Gorontalo. Overlay dilakukan antara peta penutupan lahan dengan peta administratif kecamatan untuk mengetahui luasan penutupan lahan pada setiap kecamatan di Kota Gorontalo. Hasil dari overlay tersebut kemudian dibandingkan antara Tahun 1991, 2001, 2005 dan 2007. Kemudian dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu dengan peta administratif untuk mengetahui luasan distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan di Kota Gorontalo. Dari hasil overlay tersebut kemudian dilakukan perbandingan pola distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan antara Tahun 1991, 2001dan 2007. Proses overlay dapat dijelaskan pada Gambar 4. Untuk mengetahui hubungan antara suhu dengan RTH, lahan bervegetasi pohon dan lahan terbangun, dilakukan analisis regresi sederhana dengan menggunakan persamaan Y = a + bx, Y adalah suhu dan X 1 = RTH, X 2 = lahan bervegetasi pohon dan X 3 = lahan terbangun. Unit analisis yang digunakan adalah membuat grid-grid sebanyak 70 titik dengan luas masing-masing 100 ha dan diperoleh nilai suhu yang dominan dan luasan RTH, lahan bervegetasi pohon dan lahan terbangun ditiap grid titik. Dilakukan juga estimasi pertumbuhan penduduk dan lahan terbangun serta penurunan lahan bervegetasi pohon dengan menggunakan persamaan linier Y = ax + b. Gambar 3. Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data Citra Citra Landsat TM Tahun 1991 dan Tahun 2001 dan ETM Tahun 2005 dan Tahun 2007 Pemilihan Band Band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7 Band 6 Layer Stack Layer Stack Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik Citra 2005 Terkoreksi Citra Terkoreksi Citra Terkoreksi Pemotongan Citra Pemotongan Citra Klasifikasi Konversi Informasi Penutupan Lahan Uji Akurasi Klasifikasi Diterima Pewarnaan ulang recode Pewarnaan ulang recode Peta Kelas Distribusi Suhu Peta Tutupan Lahan Analisis Luasan Penutupan Lahan dan Luasan Distribusi Suhu Gambar 4. Analisis Overlay. 3.2. Analisis kondisi ruang terbuka hijau dan hutan kota saat ini meliputi lokasi luas dan bentuk. 3.3. Analisis kebutuhan RTH dan hutan kota berdasarkan pada: 1 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 yang menentukan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 dari luas wilayah kota dan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 yang menentukan bahwa luas hutan kota minimal 10 dari luas seluruh kota. 2 Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk. Standar RTH berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds 1983. Kebutuhan RTH dibagi menjadi empat kelas. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds 1983, Kota Gorontalo mempunyai standar kebutuhan RTH dengan luas 20 m 2 jiwa. Standar luas RTH berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Standar Luas RTH berdasarkan Jumlah Penduduk Hirarki Wilayah Jumlah Penduduk Wilayah RTH m21000 jiwa Pengguanaan Ruang Terbuka Ketetanggaan 1.200 1.200 Lapangan bermain, areal rekreasi, taman Komunitas 10.000 20.000 Lapangan bermain, lapangan atau taman, termasuk ruang terbuka ketetanggaan Kota 100.000 40.000 Ruang terbuka umum, taman areal bermain, termasuk ruang terbuka komuniti Wilayah region 1.000.000 80.000 Ruang terbuka umum, taman areal rekreasi, berkemah termasuk ruang terbuka kota Sumber: Simonds 1983 3 Kebutuhan hutan kota berdasarkan issu penting yaitu kenyamanan. Berdasarkan hasil analisis citra Landsat berupa spot-spot yang memiliki suhu diatas batas kenyamanan. Menurut Dahlan 2004 untuk menetapkan kenyamanan suatu kota di daerah tropika dapat digunakan pendekatan perhitungan sebagai berikut: Rerata suhu udara siang hari x 3 = a 22,5 C – 24,5 C : ideal bobot = 3 20,1 C– 22,4 C atau 24,6 – 27,5 C : sedang bobot = 2 ≤ 20 C atau ≥ 27,6 C : kurang bobot = 1 Rerata kelembaban udara relatif siang hari x 2 = b 70,1 - 80,0 : ideal bobot = 3 80,1 - 91,0 atau 60,1 - 70,0 : sedang bobot = 2 ≤ 60 atau ≥91,1 : kurang bobot = 1 Kota yang memiliki bobot a + b = 13 – 15 : sejuk dan nyaman 8 – 12 : agak nyaman 5 – 7 : kurang nyaman Penentuan THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara dan kelembaban RH dengan persamaan Nieuwolt 1975 dalam Effendy 2007: THI = 0,8Ta + RH x Ta 500 Keterangan: THI = Temperature Humidity Indeks Ta = Suhu Udara o C RH = Kelembaban relatif udara 3.4 Rencana luasan pembangunan hutan kota menggunakan hasil analisis regresi antara suhu dan luasan lahan bervegetasi pohon ditambahkan rencana jalur hijau jalan sebagai koridor kemudian dipetakan dengan menggunakan ArcView GIS 3.3. 3.5 Kelembagaan dan kebijakan penyelenggaraan hutan kota dan persepsi a masyarakat. Untuk mendapatkan data kelembagaan dan persepsi masyarakat dilakukan wawancara dengan instansi terkait dan masyarakat secara langsung tanpa kuisioner. Analisis kelembagaan dan persepsi masyarakat dilakukan dengan cara deskriptif. Masalah-masalah kelembagaan yang diteliti adalah masalah pengelolaan, organisasi, koordinasi, peraturan perundangan yuridis formal, hak kepemilikan property right dan kemampuan pembiayaan dari instansi yang berkaitan dengan penyelenggaraan hutan kota.

4. Sintesis

Dari hasil overlay seluruh data dan peta, maka diperoleh rencana pengembangan ruang terkait dengan perencanaan hutan kota.

5. Perencanaan

Sesuai dengan tujuan penelitian maka sebagai hasil akhir penelitian yaitu rekomendasi rencana hutan kota di Kota Gorontalo untuk meningkatkan kenyamanan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum

4.1.1 Letak Geografis

Kota Gorontalo secara geografis terletak antara 00 o 28’ 17” – 00 o 35’ 56” LU dan 122 o 59’ 44” – 123 o 05’ 59” BT, dengan batas wilayah administratif sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. Gambar 5. Peta Batas Adminsitrasi Kota Gorontalo Tabel 4. Jumlah Kelurahan Per Kecamatan Kota Gorontalo No Kecamatan Kota Barat Kecamatan Dungingi Kecamatan Kota Selatan Kecamatan Kota Timur Kecamatan Kota Utara Kecamatan Kota Tengah 1 Dembe Libuo Biawao Bugis Bulotadaa Dulalowo 2 Lekobalo Tuladenggi Biawu Botu Bulotadaa Timur Liluwo 3 Pilolodaa Huangobotu Limba B Heledulaa Dulomo Pulubala 4 Buliide Tomulabutao Timur Limba U. Satu Heledulaa Selatan Dulomo Selatan Paguyaman 5 Tenilo Tomulabutao Selatan Limba U. Dua Ipilo Dembe Dua Wumialo 6 MolosipatW Pohe Leato Molosipat U Dulalowo Timur 7 Buladu Tanjung Kramat Leato Selatan Tapa 8 Siendeng Moodu Wongkaditi 9 Tenda Padebuolo Wongkaditi Barat 10 Talumolo Dembe Jaya 11 Tamalate Sumber:Susenas 2007,BPS

4.1.2 Luas Wilayah dan Topografi

Kota Gorontalo memiliki luas wilayah 64,79 Km 2 atau 0,53 dari luas Provinsi Gorontalo 12.215,44 km 2 . Topografi wilayah Kota Gorontalo berupa dataran landai, berbukit dan bergunung. Tanah datar 61,21 ; tanah berbukit 32,15 dan yang bergunung 6,64 dari luas wilayah keseluruhan. Letak ketinggian daerah Kota Gorontalo berkisar antara 0 – 500 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan tanah berkisar 0-8 sampai lebih dari 40 . Kemiringan lahan pada kelas 0-8 meliputi luas 3.670,28 ha atau 56,65 dari luas wilayah Kota Gorontalo. Lahan yang berlereng lebih dari 40 adalah seluas 2.745,28 Ha atau 42,37 . Wilayah yang berupa dataran dilalui tiga buah sungai yang bermuara di Teluk Tomini pelabuhan Gorontalo. Bagian selatan diapit dua pegunungan berbatu kapurpasir. Ketinggian dari permukaan laut antara 0-500 meter. Pesisir pantai landai berpasir. Sungai yang melintasi Kota Gorontalo adalah Sungai Bone 3,7 km, Sungai Bolango 17,20 km dan Sungai Tamalate 6,70 km.

4.1.3 Iklim

Kota Gorontalo seperti halnya wilayah Indonesia lainnya, dikenal dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di wilayah Kota Gorontalo. Pada bulan Oktober sampai dengan bulan April arus angin berasal dari baratbarat laut yang banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim penghujan. Bulan Juni sampai dengan bulan September arus angin berasal dari Timur yang tidak mengandung uap air. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan Mei dan Oktober. Curah hujan pada suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan perputaranpertemuan arus angin. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Catatan curah hujan per tahun berkisar antara 11 mm sampai dengan 266 mm. Keadaan angin umumnya hampir merata setiap bulannya, yaitu pada kisaran 1-4 mdetik. Suhu udara ditentukan oleh tinggi rendahnya wilayah tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum, suhu udara rata-rata di Kota Gorontalo pada siang hari 32,1 o C, sedangkan pada malam hari 23,5 o C.

4.1.4 Kependudukan

Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan IPTEK adalah jumlah penduduk atau sumber daya manusia. Pembangunan daerah membutuhkan SDM secara kuantitas mencukupi dan secara kualitas dapat diandalkan. Jika dalam suatu wilayah secara kuantitas dan kualitas telah tercukupi maka dengan dukungan modal pembangunan yang lain, segala program pembangunan diberbagai sektor pada wilayah tersebut akan terlaksana dengan baik. Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Gorontalo disajikan secara rinci pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kota Gorontalo Tahun 2007 Kecamatan Penduduk Luas Km 2 Kepadatan Jiwakm 2 Jiwa Kota Barat 17.364 10.69 15,16 1.15 Dungingi 18.776 11.56 4,10 4.58 Kota Selatan 34.277 21.10 14,39 2.38 Kota Timur 39.838 24.53 14,43 2.76 Kota Utara 29.195 17.97 12,58 2.32 Kota Tengah 22.988 14.15 4,31 5.57 Jumlah 162.438 100,00 64,79 2.51 Sumber:Susenas 2007,BPS Tabel 6. Persentase Penduduk Kota Gorontalo Menurut Kelompok Usia Tahun 2007 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah 2 3,95 3,96 3,96 2-4 6,91 6,12 6,50 5-9 11,62 8,99 10,27 10-14 9,63 9,68 9,65 15-49 54,67 56,60 55,66 50-64 9,96 11,02 10,51 65 3,26 3,63 3,45 Total 100 100 100 Sumber:Susenas 2007,BPS Tabel 7. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha Persentase Pertanian 8,09 Pertambangan 0,62 Industri 7,48 Listrik Gas dan Air 0,40 Konstruksi 10,79 Perdagangan 26,67 Transportasi dan Komunikasi 12,85 Keuangan 2,64 Jasa 30,47 Lainnya 0,00 Total 100 Sumber:Susenas 2007,BPS Tabel 8. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki Status Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Tidak Punya Ijazah 18,50 16,57 17,48 SDSederajat 25,46 25,64 25,56 SMPSederajat 17,61 19,18 18,44 SMASederajat 29,04 27,90 28,44 Diploma I-III 2,39 4,59 3,55 Diploma IVS1S2S3 6,99 6,13 6,54 Total 100 100 100 Sumber:Susenas 2007,BPS

4.1.5 Industri

Kota Gorontalo memilki beberapa jenis industri yang hampir menyebar di seluruh kecamatan. Kecamatan yang memiliki industri paling banyak yaitu Kecamatan Kota Utara. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 9. Jenis dan Jumlah Industri Per Kecamatan Kecamatan Gilingan Padi Pabrik Kapur Penggergajian kayu Penyortiran Rotan Meubel KayuRotan Kota Barat - 49 14 1 52 Dungingi - - 18 4 67 Kota Selatan 2 - 4 - 55 Kota Timur 5 - 10 1 90 Kota Utara 5 - 26 2 162 Total 12 49 72 8 428 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Gorontalo Industri digolongkandibedakan atas industri besar, sedang, kecil dan industri rumah tangga. Data mengenai industri besar dan sedang belum tersedia. Industri yang diperoleh data yaitu industri kecil dan industri rumah tangga. Data mengenai industri yang berasal dari Dinas Perindustrian merinci industri menjadi dua kategori yaitu perusahaan industri dan industri kerajinan rumah tangga. Perusahaan industri menurut jenisnya dibedakan menjadi industri gilingan padi, pabrik kapur, penggergajian kayu, penyortiran rotan, industri mebel kayurotan. Di Kota Gorontalo jumlah masing masing industri ini adalah 12 industri gilingan padi, 49 pabrik kapur, 72 penggergajian kayu, 8 penyortiran rotan, dan 426 industri meubel kayu dan rotan.

4.2 Penutupan Lahan

Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 10 Januari 1991 diperoleh luasan dan persentase penutupan lahan di Kota Gorontalo dengan Overall Classification Accuracy 88,04. Citra Landsat TM tanggal penyiaman 16 Juli 2001 dengan Overall Classification Accuracy 84,93. Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 5 Maret 2005 dengan Overall Classification Accuracy 85,41. Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 12 April 2007 dengan Overall Classification Accuracy 85,71. Sebagaimana disajikan pada Tabel 10. Pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 dapat dilihat distribusi penutupan lahan di Kota Gorontalo tahun 1991, 2001, 2005 dan 2007. Tabel 10. Penutupan Lahan Kota Gorontalo Penutupan Lahan 1991 2001 2005 2007 Luas ha Persen Luas ha Persen Luas ha Persen Luas ha Persen Sawah 872,40 13,47 1011,37 15,61 979,65 15,12 1029,60 15,89 Lahan terbangun 926,73 14,30 1267,04 19,56 1680,02 25,93 1690,77 26,10 L.Vegetasi pohon 1150,46 17,76 694,52 10,72 556,73 8,59 518,81 8,01 Ladang 1308,47 20,20 1125,55 17,37 601,97 9,29 213,68 3,30 Air 94,46 1,46 99,29 1,53 53,25 0,82 39,14 0,60 Semak dan rumput 643,62 9,93 1133,73 17,50 1400,05 21,61 1168,91 18,04 Lahan terbuka 819,47 12,65 484,10 7,47 543,94 8,40 1154,70 17,82 Awan 663,39 10,24 663,39 10,24 663,39 10,24 663,39 10,24 Jumlah 6479 100 6479 100 6479 100 6479 100 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009 Total luas wilayah Kota Gorontalo pada Tahun 1991 berdasarkan pengolahan citra adalah 6479 ha. Luasan penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo tahun 1991 adalah pada kelas ladang yaitu seluas 1308,47 ha dengan persentase 20,20 dari total luas wilayah Kota Gorontalo. Kelas penutupan lahan terbesar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kota Utara, Dungingi dan Kota Barat. Tipe penutupan lahan ini mendominasi di sebagian besar wilayah di Kecamatan Kota Utara. Penyebaran tipe penutupan lahan ini tersebar di wilayah pinggiran Kota Gorontalo yang belum tersentuh banyak pembangunan. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada Tahun 1991 adalah lahan bervegetasi pohon dengan luas 1150,46 ha yang menutupi 17,76 dari total wilayah Kota Gorontalo. Kondisi ini dikarenakan Kota Gorontalo diapit dua bukit yang terletak di wilayah Kecamatan Kota Barat, Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur yang didominasi oleh pepohonan. Lahan terbangun merupakan kelas penutupan lahan terluas ketiga yaitu 926,73 ha dengan persentase 14,30 dari total luas wilayah Kota Gorontalo. Lahan terbangun tersebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo namun didominasi di wilayah Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan. Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan merupakan kecamatan yang mempunyai luas wilayah terbesar kedua dan ketiga dengan kepadatan 276 jiwakm 2 dan 238 jiwakm 2 . Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2001 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1267,04 ha yaitu 19,56 dari total luasan Kota Gorontalo. Dari enam kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur memilki lebih dari sebagian luas wilayahnya merupakan bukit. Ketiga kecamatan tersebut yang memiliki wilayah topogafi landai datar hampir seluruhnya sudah merupakan lahan terbangun karena kebutuhan pembangunan. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya Kota Gorontalo yang menjadi ibukota propinsi sejak ditetapkannya Propinsi Gorontalo pada 16 Februari 2001. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada tahun 2001 adalah kelas penutupan lahan semak dan rumput yaitu dengan luasan 1133,73 ha yang menutupi 17,50 wilayah Kota Gorontalo. Penutupan lahan ini didominasi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kota Barat, Kota Selatan dan Kota Timur yang sebagian wilayahnya merupakan perbukitan. Bukit tersebut mencapai ketinggian 500 mdpl yang merupakan bukit dengan tanah berkapur. Ladang di Kota Gorontalo pada Tahun 2001 memiliki luasan 1125,55 ha dengan persentase 17,73 dari total luas Kota Gorontalo. Tipe penutupan lahan ladang bisa ditemui dihampir seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan Kota Barat adalah kecamatan yang memiliki luas ladang paling tinggi. Kecamatan lain yang memiliki luas ladang yang cukup luas juga adalah Kecamatan Kota Timur. 3 4 Gambar 6. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 1991 3 5 Gambar 7. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2001 3 6 Gambar 8. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2005 3 7 Gambar 9. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2007 Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2005 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1680,02 ha yaitu 25,93 dari total luasan Kota Gorontalo. Lahan terbangun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan luas, hal ini seiring dengan berkembangnya Kota Gorontalo setelah empat tahun menjadi propinsi baru. Berbagai kepentingan memaksa terjadinya pembangunan yang tentu saja memerlukan lahan yang pada akhirnya harus merubah RTH menjadi ruang terbangun. Pembangunan berkembang dan menyebar di seluruh kecamatan. Penutupan lahan terluas kedua adalah semak dan rumput dengan luasan 1400,05 ha dengan persentase 21,61 dari total luas kota Gorontalo. Tahun 2005 masih didominasi pada tiga kecamatan yang sebagian wilayahnya merupakan wilayah perbukitan, hal ini karena bukit tersebut tanahnya kurang subur maka untuk memanfaatkannya dibutuhkan pengolahan penanaman pohon dan sebagainya yang cukup rumit dan mahal. Sawah merupakan kelas penutupan lahan terluas ketiga di Kota Gorontalo pada Tahun 2005 dengan luas 979,65 ha yang menutupi 15,12 total luas Kota Gorontalo. Kecamatan Kota Utara adalah kecamatan yang memiliki luas sawah paling tinggi. Kecamatan lain yang memiliki luas sawah yang cukup luas adalah Kecamatan Kota Timur. Kota Gorontalo memiliki curah hujan yang cukup rendah namun masih banyak ditemukan persawahan di wilayah Kota Gorontalo karena topografinya yang datar dan pengairan yang cukup. Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1690,77 ha yaitu 26,10 dari total luasan Kota Gorontalo. Pembangunan terdistribusi di seluruh wilayah Kota Gorontalo, hampir di setiap Kecamatan telah banyak lahan terbangun. Wilayah Kota Timur yang merupakan perbukitan, sebagian telah dibangun kompleks perkantoran salah satunya Kantor Gubernur. Hal ini juga dilakukan karena mempertimbangkan banjir yang sering terjadi, jadi dipilih kawasan perbukitan sebagai salah satu kompleks perkantoran. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan semak dan rumput yaitu dengan luasan 1168,91 ha yaitu 18,04 dari total luasan Kota Gorontalo. Penutupan lahan terluas ketiga di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan terbuka yaitu dengan luasan 1154,70 ha yaitu 17,82 dari total luasan Kota Gorontalo. Sebaran kedua penutupan lahan tersebut masih sama dengan wilayah yang mencakup pada tahun- tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat TM 1991, TM 2001, ETM 2005 dan ETM 2007 diketahui bahwa perubahan penutupan lahan di Kota Gorontalo terjadi pada setiap kelas penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dengan berbagai aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup dan perkembangan pembangunan wilayah Kota Gorontalo. Peningkatan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa sawah dan kelas penutupan lahan terbangun. Berbagai kelas penutupan lahan di Kota Gorontalo, yang mengalami peningkatan jumlah luasan paling besar dan konstan adalah kelas penutupan lahan terbangun. Luasan kelas penutupan lahan terbangun bertambah dari 926,73 ha pada tahun 1991 menjadi 1690,77 ha pada tahun 2007, hal ini berarti dalam kurun waktu dua dekade Kota Gorontalo mengalami peningkatan luasan penutupan lahan terbangun sebesar 900,63 ha atau 97,18 dari luasan penutupan lahan terbangun Tahun 1991. Peningkatan luasan area terbangun di Kota Gorontalo ini berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk sebagaimana disajikan pada Gambar 10. Gambar 10. Pertumbuhan Penduduk Kota Gorontalo Tahun 2003-2007 135,000 140,000 145,000 150,000 155,000 160,000 165,000 2003 2004 2005 2006 2007 1 4 7 ,3 5 4 1 4 8 ,0 8 1 5 6 ,3 9 1 5 8 ,3 6 1 6 2 ,4 3 8 Luasan lahan terbangun terluas yaitu Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan yang merupakan pusat kota, namun perubahan luasan menjadi area terbangun tidak begitu besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan wilayah yang topografinya datar sudah hampir mencapai kapasitas maksimal lahan terbangun. Pada peta tutupan lahan tahun 1991 sampai tahun 2007 terlihat bahwa perkembangan area terbangun terjadi dari pusat kota kearah pinggiran kota. Peningkatan luasan terbangun ini biasanya area yang dibangun untuk pemukiman beserta fasilitasnya berupa jalan dan pengerasan pekarangan. Perubahan penutupan lahan bervegetasi pohon cukup tinggi dan konstan. Tercatat penurunan luasan dari 1150,46 ha pada tahun 1991 menjadi 518,81 ha pada tahun 2007. Luasan penutupan lahan bervegetasi pohon di Kota Gorontalo mengalami penurunan sebesar 631,66 ha atau lebih dari setengah luasan tahun 1991, hal ini harus diperhatikan karena kemungkinan hilangnya lahan bervegetasi pohon bisa terjadi dengan terus meningkat. Konversi lahan dari hutan ke non hutan dan tidak adanya upaya penanaman atau penghijauan kembali dapat meningkatkan suhu. Kelas penutupan lahan yang lain terjadi fluktuasi, ada yang meningkat dan menurun dari tahun ke tahun. Prediksi jumlah penduduk, lahan terbangun dan lahan bervegetasi pohon yang dilakukan perhitungan sampai tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 11 dengan menggunakan persamaan linier jumlah penduduk yaitu Y = 1253x + 3525 dengan R 2 = 0,581. Untuk persamaan linier lahan terbangun yaitu Y = 28,89x + 100,5 dengan R 2 = 0,314. Untuk persamaan linier lahan bervegetasi pohon yaitu Y = -52,43x + 69,08 dengan R 2 = 0,999. Tabel 11. Prediksi Jumlah Penduduk, Lahan Terbangun dan Lahan Bervegetasi Pohon Prediksi 1991 2001 2005 2007 2020 Jumlah Penduduk jiwa 119307 135311 156390 162438 193681 Lahan Terbangun ha 926,73 1267,04 1680,02 1690,77 2166,84 Lahan Bervegetasi Pohon ha 1150,46 694,52 556,73 518,81 -93,7 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009

4.3 Distribusi Suhu