sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun
sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk 205.218 Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak
46.578. Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu 24-28
O
C dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas suhu 20-24
O
C Khusaini 2007. Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan
aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan
bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Menurut Okarda 2005 dalam hasil penelitian menyatakan terjadi perubahan penutupan lahan di Kabupaten Cianjur antara selang waktu 1997
hingga 2001. Pemukiman menjadi penutupan lahan yang mengalami peningkatan luasan terbesar, pada tahun 1997 seluas 3,933 ha atau 1,07
menjadi 9,401 ha atau 5,22 dari luas wilayah Kabupaten Cianjur. Sedangkan hutan alam dan lahan pertanian mengalami penurunan luasan penutupan lahan.
Hutan alam pada tahun 1997 seluas 50,685 ha berkurang menjadi 43, 868 ha dan lahan pertanian pada tahun 1997 seluas 119,678 ha berkurang menjadi 84,440 ha
Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun Klimatologi Bogor maka dapat diperoleh gambaran perubahan suhu rata-rata Kota Bogor selama kurun
waktu 27 tahun, yaitu dari tahun 1978 sampai dengan tahun 2005. Suhu rata-rata terendah mencapai 24
o
C sebaliknya suhu rata-rata tertinggi mencapai 27
o
C. Secara keseluruhan selama 27 tahun telah terjadi peningkatan suhu rata-rata
Kota Bogor dari 25,281
o
C menjadi 25,762
o
C atau kenaikan sebesar 0,481
o
C Soma 2005.
2.3 Kondisi RTH dan Hutan Kota
Menurut Dahlan 2007 berdasarkan hasil penelitian bahwa luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini adalah 144,75 ha 1,22, terdiri dari Kebun Raya
Bogor 87 ha dan hutan penelitian Darmaga 57,75 ha. Luasan RTH Kota Bogor berdasarkan hasil penelitian Khusaini 2008 dengan menggunakan
analisis citra Landsat ETM tahun 2006 menggambarkan luasan penutupan lahan RTH seluas 6111.9 ha 51,79, terdiri dari vegetasi pohon 2.717,28 ha,
sawah 797,31 ha, semak dan rumput 341,46 ha dan ladang 2.255,85 ha. Menurut Hesty 2005 bahwa kondisi RTH Kota Metro Propinsi Lampung
berdasarkan data tahun 2001 adalah 4.167,17 ha 60,62. Luas RTH di Kota Pekanbaru adalah 31.750,34 ha 49,70. Sebaran luas untuk masing-masing
kecamatan adalah Kecamatan Pekanbaru Kota 0,35 ha; Senapelan 3,17 ha; Limapuluh 50,25 ha, Sukajadi 1,85 ha; Sail 28,65 ha; Rumbai 9.596,98 ha;
Bukit Raya 18.929,07 ha dan Tampan 3.140,02 ha. Berdasarkan peraturan yang berlaku kawasan RTH di Kota Pekanbaru sesuai dengan luas kawasan hijau
yang ditetapkan yaitu 30 dari luas wilayah, akan tetapi untuk tingkat kecamatan ada 6 kecamatan yang tidak memenuhi ketentuan Tinambunan
2006. Menurut Septriana 2005 berdasarkan hasil penelitian diperoleh data dari
Dinas Pertamanan 1998 bahwa luas RTH Kota Padang yaitu 41.242,25 ha 59,34 dan luas hutan kota yaitu 36.915,9 ha 53,12. Dari luasan RTH
sebagian besar merupakan hutan yaitu seluas 38.475 ha 55,36 dan selebihnya merupakan sawah, kebun campuran, alang-alang dan ladang.
2.4 Kebutuhan RTH dan Hutan Kota
Menurut Dahlan 2007 menyatakan bahwa berdasarkan kajian jumlah emisi gas CO
2
yang terus bertambah sementara luasan RTH terus menurun, maka luasan hutan kota sebagai rosot gas CO
2
antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor perlu ditambah. Kebutuhan penambahan luasan
hutan kota di Kota Bogor sangat mendesak dan bervariasi menurut jenis daya rosot pohon, penggunaan bahan bakar, pengkayaan pada areal bervegetasi jarang
dan waktu. Melalui simulasi didapatkan hasil yang menyatakan bahwa kebutuhan luasan hutan kota dengan jenis berdaya rosot tinggi bervariasi 5.500 –
6.500 ha. Luasan hutan kota dengan jenis berdaya rosot sangat tinggi yang dibutuhkan pada tahun 2100 seluas 3.309,70 ha 27,93.
Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan konsumsi oksigen manusia, kendaraan bermotor, hewan ternak dan industri di Kota Padang cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu antara tahun 2003 sampai
tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan meningkat dari 8.623,65 ha menjadi 14.894,61 ha atau dari 12,41 menjadi 21,43 dari total wilayah Kota Padang,
yang berarti meningkat sekitar 368,88 ha per tahun atau 0,53 per tahun Septriana 2005. Berdasarkan jumlah CO
2
Kecamatan Pekanbaru Kota tidak memenuhi syarat luasan kawasan terbuka hijau. Kekurangan RTH untuk
menyerap CO
2
yaitu seluas 3.032,65 ha sedangkan kecamatan lain di Kota Pekanbaru masih memenuhi syarat. Kebutuhan RTH yang sangat besar di
Kecamatan Kota Pekanbaru dikarenakan jumlah CO
2
yang tinggi serta keberadaan RTH yang sangat sedikit Tinambunan 2006.
2.5 Keterkaitan Suhu dengan RTH dan Hutan Kota untuk Kenyamanan