Hubungan Harga Minyak Dunia, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara ASEAN+3

Filipina.Tingkat pendapatan per kapita tersebut merupakan nilai riil rata-rata yang sudah disesuaikan dengan PPP tahun dasar 2005 internasional sehingga dapat dibandingkan antar negara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 terlihat hampir selalu positif seperti terlihat di Tabel 10. Rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 selama periode 2000-2008 berkisar antara 1,25 persen sampai 10,13 persen. Rata-rata pertumbuhan China merupakan yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN+3 lainnya disusul Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Thailand, Indonesia, dan Jepang. Pertumbuhan ekonomi negatif hanya dialami Singapura pada tahun 2001 dan Jepang pada tahun 2008. Tabel 10. Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-2008 PPP Constant 2005 International Tahun Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1999 0,79 6,14 3,40 7,20 4,45 7,60 -0,14 9,49 2000 4,92 8,86 5,97 10,06 4,75 8,40 2,86 8,49 2001 3,64 0,52 1,76 -2,40 2,17 8,30 0,18 3,97 2002 4,50 5,39 4,45 4,16 5,32 9,10 0,26 7,15 2003 4,78 5,79 4,93 3,48 7,14 10,00 1,41 2,80 2004 5,03 6,78 6,38 9,58 6,34 10,10 2,74 4,62 2005 5,69 5,33 4,95 13,30 4,60 11,30 1,93 3,96 2006 5,50 5,85 5,34 8,64 5,15 12,70 2,04 5,18 2007 6,35 6,48 7,05 8,54 4,93 14,20 2,36 5,11 2008 6,01 4,71 3,73 1,78 2,46 9,60 -1,20 2,30 Rata-rata 4,72 5,58 4,80 6,43 4,73 10,13 1,25 5,31 Sumber: WDI, 2011 Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 menurut sektor menunjukkan bahwa sektor jasa merupakan sektor yang mendominasi perekonomian hampir di seluruh negara-negara ASEAN+3 antara lain Filipina, Singapura, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Singapura mempunyai proporsi sektor jasa terhadap PDB paling besar yaitu sebesar 74 persen. Indonesia, Malaysia, dan China merupakan negara dengan struktur perekonomian yang dominan di sektor industri Gambar 26. Sumber: WDI, 2011 Gambar 26. Struktur Perekonomian Negara-negara ASEAN+3 menurut Sektor Tahun 2008 PDB Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 dengan proporsi pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga lebih dari setengah PDB antara lain Filipina, Indonesia, Jepang, Thailand, dan Malaysia. Sedangkan China merupakan negara dengan proporsi pembentukan modal tetap bruto terhadap PDB yang paling besar dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya. Jepang merupakan negara dengan proporsi pengeluaran konsumsi akhir pemerintah terhadap PDB yang paling besar dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya Sementara itu, persentase ekspor dan impor terhadap PDB dengan proporsi yang cukup besar dimiliki oleh Korea Selatan dan Singapura Tabel 11. Tabel 11. Struktur Perekonomian dari Sisi Penggunaan Negara-negara ASEAN+3 Tahun 2008 PDB Negara Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah Ekspor Bersih Indonesia 62,73 27,68 8,42 1.05 Malaysia 54,72 29,30 15,29 -1.18 Filipina 76,68 14,72 9,42 -1.43 Singapura 42,92 26,81 10,06 17.95 Thailand 56,09 27,42 12,43 2.61 China 34,94 40,79 13,29 7.72 Jepang 57,76 23,31 18,49 0.15 Korea Selatan 45,18 19,52 12,49 23.04 Sumber: WDI, 2011 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Jasa Kaitannya dengan harga minyak maka bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor price inelastic terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik. Selain struktur perekonomian negara, kondisi umum seperti PDB per kapita, jumlah penduduk total, dan jumlah penduduk perkotaan juga berperan pada ketahanan energi suatu negara. Singapura memiliki PDB per kapita tertinggi dan jumlah penduduk yang seluruhnya tergolong penduduk perkotaan dengan konsumsi minyak per hari juga relatif tinggi dibanding negara ASEAN+3 lainnya. Korea Selatan dan Jepang dengan PDB per kapita cukup tinggi dan jumlah penduduk perkotaan yang cukup besar juga mempunyai konsumsi minyak yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa makin tinggi PDB per kapita maka makin tinggi pula konsumsi minyaknya. Selain itu, penduduk perkotaan mengkonsumsi minyak lebih banyak dibanding penduduk perdesaan Tabel 12. Tabel 12. Kondisi Umum Negara-negara ASEAN+3 Tahun 2008 Negara PDB per Kapita PPP Konstan 2005 Internasional Jumlah Penduduk Penduduk Perkotaan total Konsumsi Minyak Ribu Barel per Hari Indonesia 3.689 227.345.082 51,46 11,321,072 Malaysia 13.163 27.014.337 70,36 39,968,406 Filipina 3.240 90.348.437 64,92 6,682,019 Singapura 48.002 4.839.400 100,00 420,868,289 Thailand 7.469 67.386.383 33,32 28,274,110 China 5.712 1.324.655.000 43,10 11,983,973 Jepang 31.295 127.704.000 66,48 76,082,347 Korea Selatan 25.517 48.607.000 81,46 90,529,142 Sumber: WDI dan EIA, 2011 Kondisi neraca pembayaran di negara-negara ASEAN+3 selama tahun 1999-2008 dapat dilihat di Tabel 13. Neraca pembayaran yang merupakan total net ekspor barang, jasa, pendapatan dan transfer bersih mengalami penurunan di beberapa negara. China mengalami peningkatan neraca pembayaran yang cukup signifikan disusul Jepang, Singapura dan Malaysia. Sementara Filipina, Thailand, Indonesia mengalami penurunan neraca pembayaran di tahun 2005 dan 2008. Korea Selatan mengalami penurunan yang cukup drastis hingga mencapai minus pada tahun 2008. Tabel 13. Kondisi Neraca Pembayaran Balance of Payment Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-2008 Miliar US Tahun Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1999 5,78 12,60 -2,87 14,44 12,43 21,12 114,60 24,52 2000 7,99 8,49 -2,23 10,18 9,31 20,52 119,66 12,25 2001 6,90 7,29 -1,74 11,20 5,10 17,40 87,80 8,03 2002 7,82 7,19 -0,28 11,76 4,65 35,42 112,45 5,39 2003 8,11 13,38 0,29 21,88 4,77 45,87 136,22 11,95 2004 1,56 15,08 1,63 19,29 2,76 68,66 172,06 28,17 2005 0,28 19,98 1,98 26,67 -7,65 160,82 165,78 14,98 2006 10,86 26,20 5,35 35,13 2,32 253,27 170,52 5,39 2007 10,49 29,77 7,12 47,08 15,68 371,83 210,49 5,88 2008 0,13 38,91 3,63 36,01 2,21 436,11 156,63 -5,78 Sumber: WDI, 2011 Dalam periode tahun 2000 dan 2008, kondisi fiskal negara-negara ASEAN+3 pada umumnya mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa pendapatan pemerintah mengalami peningkatan dibandingkan pengeluarannya. Namun demikian, hanya negara Korea Selatan dan Singapura yang mengalami surplus fiskal yang berarti pendapatan pemerintah lebih besar dari pengeluarannya. Pendapatan pemerintah di Korea Selatan dan Singapura ini salah satunya terdiri dari pendapatan dari pajak bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Kenaikan harga minyak dunia juga akan berdampak pada kondisi makroekonomi negara pengekspor maupun pengimpor minyak. Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan penerimaan pemerintah di negara pengekspor minyak karena adanya peningkatan penerimaan negara dari ekspor minyak. Namun bagi negara pengimpor minyak, kenaikan ini justru menjadi beban bagi anggaran negara yang melakukan subsidi Bahan Bakar Minyak BBM. Meningkatnya harga minyak ini akan mengubah komposisi anggaran negara dan arah kebijakan moneter. Harga minyak dunia memiliki hubungan yang sangat kuat dengan anggaran negara, sebagaimana estimasi yang dilakukan oleh Bank Dunia untuk kenaikan harga minyak sebesar US 1 per barel akan meningkatkan defisit anggaran sebesar US 100 juta. Peningkatan beban subsidi Bahan Bakar Minyak BBM yang melebihi jumlah yang telah ditetapkan anggaran negara dikhawatirkan akan mengganggu kesinambungan fiskal. Hal ini menyebabkan pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak BBM di dalam negeri Tabel 14. Tabel 14. Keseimbangan Fiskal Negara-negara ASEAN+3 Tahun 2000, 2005, dan 2008 PDB Sumber: ADB, 2010 Negara 2000 2005 2008 Indonesia -1,1 -0,5 -0,1 Malaysia -5,5 -3,6 -4,8 Filipina -4,0 -2,7 -0,9 Singapura 9,9 6,5 7,6 Thailand -2,8 0,1 -0,6 China -2,8 -1,2 -0,4 Jepang -6,4 -6,2 -2,6 Korea Selatan 1,1 0,4 1,2 Halaman ini sengaja dikosongkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Uji Stasioneritas Data

Pengujian stasioneritas data merupakan salah satu tahap yang penting dalam menganalisis data panel. Hal ini karena proses munculnya suatu fenomena misalnya PDB, inflasi, suku bunga setiap bulanan, kuartalan, atau tahunan merupakan proses stokastik random. Oleh karena itu, bila kita akan melihat hubungan antara variabel ekonomi maka perlu dilihat stasioneritas data tersebut. Apabila variabel yang digunakan tidak stasioner maka dapat menyebabkan hasil estimasi yang meragukan atau terjadi hubungan yang spurius semu. Untuk melakukan uji stasioneritas pada data panel dapat digunakan uji akar unit untuk data panel panel unit root test. Pengunaan panel data unit root test dimaksudkan untuk meningkatkan power of the test dengan meningkatkan jumlah data. Peningkatan jumlah data yang besar dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah crosssection data maupun jumlah time-series data. Panel unit root test yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada tingkat level dan first differencing dan didasarkan pada beberapa statistik uji seperti Levin, Lin Chu LLC, Breitung t-stat, Im, Pesaran Shin W-stat IPS, ADF-Fisher Chi-square, dan PP-Fisher Chi-square. Pengujian panel unit root dilakukan pada semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk logaritma natural antara lain: indeks harga minyak opi, indeks harga konsumen cpi, output gdp. Sedangkan variabel-variabel lainnya dinyatakan dalam persentase antara lain: suku bunga riil rir, keterbukaan perdagangan t, dan tingkat pendidikan edu. Hasil pengujian panel unit root dapat dilihat pada Tabel 15. Data pada tingkat level menunjukkan data masih tidak stasioner dengan masih adanya common unit root dan beberapa variabel menunjukkan masih adanya individual unit root. Sedangkan data pada tingkat first differencing, hampir semua variabel sudah tidak mengandung akar unit unit root lagi berdasarkan beberapa statistik uji. Tabel 15. Hasil Uji Panel Unit Root untuk Masing-Masing Variabel Variabel Differencing 1 Metode 2 P-Value Levin, Lin Chu LLC 3 Breitung t-stat 3 Im, Pesaran Shin W- test IPS 4 ADF-Fisher Chi-squar 4 PP-Fisher Chi-square 4 ln_opi D1 1 0.0000 - 0.0001 0.0001 0.0002 D1 2 0.9210 0.4873 0.5673 0.6594 0.0003 ln_cpi D1 1 0.0651 - 0.6135 0.2518 0.0457 D1 2 0.0000 0.9613 0.0372 0.0009 0.0087 ln_gdp D1 1 0.0000 - 0.0093 0.0040 0.0040 D1 2 0.0000 0.2194 0.0948 0.0032 0.0000 rir D1 1 0,0000 - 0,0000 0,0000 0,0000 D1 2 0,0000 0.2098 0.0081 0,0000 0,0000 t D1 1 0,0000 - 0,0075 0,0041 0,0274 D1 2 0,0000 0.7774 0.2483 0.0478 0.5654 edu D1 1 0.0003 - 0.0152 0.0095 0.0026 D1 2 0.0011 0.9694 0.4479 0.2077 0.0655 Keterangan: 1 Differencing: D1 = Data pembeda pertama first differencing 2 Metode 1 = Dengan intersep, tanpa tren 2 = Dengan intersep, dengan tren 3 Common unit root 4 Individual unit root Hasil uji panel unit root menyatakan semua variabel yang diteliti harus distasionerkan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya spurious regression dan untuk menjaga robustness hasil penelitian. Data yang akan diestimasi pada penelitian ini menggunakan data dalam bentuk pembeda pertama first differencing. Dalam penelitian ini, variabel yang dilakukan first differencing tersebut akan ditambahkan awalan ‘D’ atau dinyatakan dengan delta ∆. Salah satu masalah dalam mengestimasi model dinamis menggunakan OLS adalah bahwa variabel lag dependen Y i,t-1 adalah endogen dengan efek tetap ν i yang menimbulkan bias panel dinamis. Oleh karena itu estimasi OLS pada model dasar ini akan menjadi tidak konsisten, bahkan pada penggunaan fixed atau random efek, karena Y i,t-1 akan berkorelasi dengan error ε it , bahkan hal itu terjadi bila tidak terjadi korelasi serial. Jika jumlah perioe T besar, bias menjadi lebih kecil dan masalah hilang. Tetapi jika sampel kita hanya sedikit maka bias masih menjadi maslah penting. Persamaan first differencing menghilangkan efek idividu ν i dan kemudian mengurangi sumber potensial dari bias.

5.2 Hasil Analisis

Hasil estimasi koefisien regresi merupakan hasil dari model data panel dinamis FD-GMM. Validitas dan konsistensi estimasi ditunjukkan oleh hasil estimasi FD-GMM pada model data panel dinamis. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Arellano-Bond m 1 dan m 2 . Model konsisten jika m 1 signifikan pada taraf nyata 5 persen dan m 2 tidak signifikan. Validitas dari instrumen yang digunakan untuk estimasi model ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji sargan. Instrumen dikatakan valid jika tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel dinamis digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul bila menggunakan metode analisis statis FEM dan REM atau Ordinary Least Square OLS. Perbandingan hasil dari model analisis dinamis FD-GMM dan model analisis statis FEM dan REM bisa dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pada model data panel statis, koefisien estimasi yang disajikan merupakan hasil dari metode estimasi Fixed Effect Model FEM dan Random Effect Model REM. Signifikansi model ditunjukkan oleh uji F dan uji Wald yang merupakan hasil uji kebaikan suai goodness of fit.

5.2.1 Dampak Harga Minyak dan Inflasi Tahun Sebelumnya terhadap Inflasi

Hasil analisis pengaruh harga minyak terhadap inflasi ditunjukkan pada Tabel 16. Model dinamis FD-GMM dengan twostep-robust lebih dipilih karena menggunakan robust standard error yang terkoreksi. Validitas dan konsistensi estimasi juga ditunjukkan oleh hasil estimasi FD-GMM pada model data panel dinamis. Hasil estimasi metode FD-GMM menunjukkan hasil yang cukup baik karena telah memenuhi syarat perlu yang harus dipenuhi metode data panel dinamis. Syarat perlu tersebut adalah konsistensi penduga FD-GMM dan validitas dari instrumen yang digunakan. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Arellano-Bond m 1 dan m 2 yaitu m 1 signifikan pada taraf nyata 5 persen dan m 2 tidak signifikan. Sedangkan validitas dari instrumen yang digunakan untuk estimasi model ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji sargan yang tidak signifikan P-value = 1,0000.