Uji Stasioneritas Data HASIL DAN PEMBAHASAN

kali lipat. Sementara Ekspor minyak kelapa sawit Singapura meningkat 100 persen dari US 126 juta pada tahun 1999 menjadi US 261 juta pada tahun 2008. Ekspor karet Rubber Nat Dry terbesar dimiliki Indonesia dan Thailand Tabel 19. Tabel 19. Nilai Ekspor Beberapa Komoditi Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999 dan 2008 Ribu US Negara Minyak Kelapa Sawit Palm Oil Karet Rubber Nat Dry Karet Alam Natural Rubber 1999 2008 1999 2008 1999 2008 Indonesia 1.114.240 12.375.600 839.204 6.041.880 9.899 14.691 Malaysia 3.738.330 12.768.600 521.201 2.306.080 95.468 130.310 Filipina n.a. n.a. 11.756 65.818 n.a. n.a. Singapura 125.967 261.145 n.a. n.a. n.a. n.a. Thailand n.a. 350.898 986.268 5.334.490 174.783 1.387.690 Sumber: FAO, 2011 Keterangan: n.a. = data not available Sementara itu, menurut International Trade Centre UNCTADWTO, beberapa negara ASEAN+3 merupakan negara pengekspor emas antara lain Jepang US 1.303 juta, Singapura US 602 juta, Thailand US 431 juta, Indonesia US 280 juta, Malaysia US 258 juta, Filipina US 127 juta, dan China US 994 ribu. Perkembangan intensitas energi yang merupakan rasio antara konsumsi energi dengan PDB di China sekarang jauh lebih rendah dibanding beberapa dekade sebelumnya. Dari tahun 1980 sampai 2008, intensitas energi China turun cukup tajam sebesar 65,4 persen dari 33.084,41 btu per dolar PDB menjadi 11.450,42 btu per dolar PDB. Perubahan intensitas energi ini disebabkan oleh konservasi energi sebagai dampak dari kenaikan harga energi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Namun demikian, intensitas energi China masih lebih besar dari negara-negara ASEAN+3 lainnya. Hal ini disebabkan China merupakan negara industri yang masih memerlukan banyak energi. Selama periode 1999-2008, hampir semua negara-negara ASEAN+3 mengalami penurunan intensitas energi kecuali Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sementara itu, intensitas minyak yang merupakan rasio konsumsi minyak per dolar PDB btu per PDB konstan 2005 internasional PPP mengalami penurunan hampir di seluruh negara-negara ASEAN+3 selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan adanya kesadaran masyarakat dari konsumsi minyak bumi per unit output. Intensitas minyak tertinggi dimiliki oleh Singapura jauh di atas negara-negara ASEAN+3 lainnya Gambar 28. Sumber: EIA, 2011 Gambar 28. Perkembangan Intensitas Minyak Mentah Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-2008 Menurunnya intensitas minyak ini terkait dengan usaha penghematan konsumsi minyak dan perubahan teknologi yang berperan dalam perekonomian sehingga tidak lagi terlalu terganggu oleh kenaikan harga minyak. Perekonomian saat ini lebih berbasis jasa dan bukan berbasis manufaktur maupun pertanian. Sektor jasa biasanya menggunakan energi lebih sedikit untuk memproduksi daripada sektor industri. Jadi meskipun harga minyak naik, namun dampaknya terhadap makroekonomi saat ini akan lebih kecil Gambar 29. Sumber: WDI, 2011 Gambar 29. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-2008 constant 2000 US 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 1999200020012002200320042005200620072008 B tu p e r u n it P D B China Indonesia Jepang Korea Selatan Malaysia Filipina Singapura Thailand Pertanian Industri Jasa 1000 2000 3000 4000 5000 6000 M il ia r U S Penggunaan bahan bakar minyak yang makin luas di negara-negara berkembang disebabkan karena menguatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya penggunaan transportasi, dan berkembangnya kegiatan industri. Peningkatan kegiatan industri pada akhirnya menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kontribusi sektor industri negara-negara ASEAN+3 terhadap PDB selama tahun 1999 sampai 2008 mengalami rata-rata pertumbuhan tahunan positif. Jepang mengalami rata-rata pertumbuhan tahunan 0,9 persen per tahun disusul Filipina dan Indonesia sebesar 4 persen. Malaysia, Singapura, Thailand, dan Korea Selatan mempunyai rata-rata pertumbuhan tahunan masing- masing sebesar 5,1 persen, 5,2 persen, 6,1 persen, dan 6,8 persen. China merupakan negara ASEAN+3 dengan rata-rata pertumbuhan tahunan tertinggi yaitu 11 persen. Peningkatan permintaan agregat juga berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan harga minyak yang berdampak pada inflasi tidak diiringi penurunan pertumbuhan ekonomi seperti pada tahun 1970-an. Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 yang didominasi oleh konsumsi meningkatkan permintaan agregat yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hampir seluruh negara-negara ASEAN+3 mempunyai struktur perekonomian yang didominasi oleh konsumsi. Kenaikan harga minyak dunia juga akan menyebabkan peningkatan pada harga barang-barang domestik karena sebagian besar perusahaan di dalam negeri masih menggunakan minyak sebagai bahan baku untuk produksi. Peningkatan harga barang domestik ini akan menyebabkan nilai tukar riil domestik terhadap dolar Amerika mengalami depresiasi melemah. Nilai tukar domestik yang terdepresiasi menyebabkan barang domestik lebih berdaya saing dibanding dengan barang luar negeri sehingga meningkatkan ekspor neto. Kenaikan ekspor neto ini selanjutnya dapat meningkatkan output domestik. Pada rezim kurs mengambang bebas, kurs dibiarkan mengambang sesuai mekanisme pasar. Kurs nominal di suatu negara akan sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran kurs domestik di pasar valuta asing foreign exchange market. Kekuatan kurs di pasar valas ini pada akhirnya juga ditentukan oleh