Perubahan persentase dalam kuantitas uang M berada di bawah pengawasan bank sentral. Perubahan persentase dalam perputaran V
mencerminkan pergeseran dalam permintaan uang dan jika perputaran diasumsikan konstan maka perubahan persentase dalam perputaran adalah nol.
Perubahan persentase dalam tingkat harga P adalah tingkat inflasi. Perubahan persentase dalam output Y bergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi
dan kemajuan teknologi given. Pada akhirnya analisis ini menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar menentukan tingkat inflasi. Jadi, teori kuantitas
uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi jumlah uang beredar memiliki kendali tertinggi atas inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah
uang beredar tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat, tingkat harga akan meningkat
dengan cepat Mankiw, 2007. M juga bisa disebut agregat moneter, V adalah kecepatan dari agregat
moneter, P adalah tingkat harga agregat, dan Y adalah PDB riil. Kecepatan agregat moneter biasanya direpresentasikan sebagai fungsi dari suku bunga karena
permintaan uang sensitif terhadap opportunity cost terhadap biaya memegang uang. Harga energi merupakan salah satu komponen dalam perhitungan tingkat
harga agregat sehingga perubahan harga energi dapat memengaruhi tingkat harga agregat secara langsung. Namun demikian, cara langsung ini tidak dapat
menghasilkan perubahan yang permanen pada tingkat harga agregat. Dalam persamaan kuantitas uang, perubahan harga energi tidak bisa berdampak secara
permanen terhadap tingkat harga kecuali PDB, monetery agregat atau kecepatannya diubah.
Perubahan harga energi dapat berdampak permanen terhadap tingkat harga agregat dengan cara mengubah PDB riil. Peningkatan harga energi
mengindikasikan peningkatan kelangkaan input produksi ini dan mengurangi PDB riil. Netralitas uang menyatakan jika salah satu di antara M, V, atau PDB
dianggap konstan, perubahan PDB riil akan memengaruhi tingkat harga agregat. Penurunan PDB riil akan meningkatkan tingkat harga agregat dengan persentase
yang sama.
Dalam kasus kenaikan harga minyak, maka dalam jangka pendek, kenaikan harga minyak akan mendorong kenaikan pada tingkat harga. Selanjutnya
kenaikan tingkat harga akan menurunkan stok uang riil yang menyebabkan
penurunan permintaan dan output. Hubungan antara stok uang riil dan output dapat dijelaskan melalui persamaan permintaan agregat, dengan mengabaikan
faktor-faktor lainnya. Permintaan barang dalam hal ini output proporsional terhadap stok uang riil. Mekanisme dalam model IS-LM yaitu penurunan stok
uang riil menyebabkan peningkatan suku bunga, peningkatan suku bunga menyebabkan penurunan pada permintaan barang dan selanjutnya menurunkan
output. ……………………………………..……………….……… 2.8
2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu
Dampak kenaikan harga minyak terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 2000-an berbeda dengan yang terjadi pada tahun 1970-
an. Pada tahun 1970-an, kenaikan harga minyak menyebabkan inflasi tinggi, resesi, produktivitas rendah, dan tingkat pertumbuhan rendah atau negatif.
Kenaikan harga minyak pada awal tahun 2000-an menyebabkan peningkatan infasi namun relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1970-an dan
pertumbuhan ekonomi dunia tetap kuat. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Unalmis et al. 2009.
Mulai tahun 1970-an, guncangan harga minyak dunia telah memberi kontribusi terhadap resesi global selama tiga puluh tahun terakhir. Hamilton
1983 menyimpulkan bahwa hampir semua resesi di Amerika Serikat sejak akhir perang dunia kedua diawali dengan kenaikan harga minyak dunia yang tinggi.
Secara historis, gangguan di pasar minyak mengakibatkan distorsi ekonomi baik di negara industri maupun negara-negara berkembang. Sejak tahun 1972, akibat
dari harga minyak yang tinggi telah terkait dengan resesi, inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah dan produktivitas rendah. Peningkatan harga
minyak mendorong resesi di Amerika Serikat. Penelitian lain menunjukkan bahwa harga minyak yang tinggi terkait dengan tingkat inflasi yang tinggi di Amerika
Serikat, Jepang dan Eropa Leblanc and Chinn, 2004. Pada tahun 2000-an,
dampak kenaikan harga minyak menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Limin et al. 2010 dan Apriani 2007 menyimpulkan bahwa kenaikan harga
minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China dan Indonesia.
2.2.1 Harga Minyak dan Inflasi
Penelitian yang dilakukan Aisen dan Veiga 2003 dan 2005 menunjukkan bahwa perubahan tahunan harga minyak mempunyai tanda yang positif seperti
yang diharapkan dan secara statistik signifikan memengaruhi inflasi. Selain itu, perdagangan luar negeri yang merupakan persentase PDB mempunyai koefisien
yang positif yang menunjukkan bahwa semakin besar derajat keterbukaan terhadap perdagangan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi. Sehubungan dengan
kinerja ekonomi, hasilnya seperti yang diharapkan: pertumbuhan PDB riil, nilai tukar efektif riil mempunyai tanda yang negatif. Hal ini sesuai dengan intuisi
bahwa inflasi berhubungan dengan pertumbuhan yang rendah dan undervalued nilai mata uang. Overvaluation riil dari mata uang menurunkan inflasi. Efek
marjinal dari pertumbuhan PDB riil per kapita dan tingkat U.S. Treasury Bill lebih tinggi: bila tingkat U.S. Treasury Bill naik satu persen, tingkat inflasi meningkat
sekitar tiga persen, dan ketika tingkat pertumbuhan PDB per kapita riil naik satu titik lebih tinggi, inflasi turun minimal dua persen.
Apriani 2007 melakukan penelitian mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi dan output di Indonesia. Hasil analisis dengan
menggunakan metode VAR selama periode 1990-2006 menunjukkan hasil bahwa dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi, output, nilai tukar riil,
dan jumlah uang beredar adalah positif. Olomola dan Adejumo 2006 melakukan penelitian tentang pengaruh
guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi, output, nilai tukar riil, dan jumlah uang beredar di Nigeria dengan menggunakan metode vector autoregression
VAR. Penelitian ini menggunakan data kuartalan dari tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan harga minyak
dunia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar riil namun tidak memengaruhi output dan inflasi di Nigeria. Selain itu, ditemukan bahwa kenaikan
harga minyak dunia meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan
karena nilai tukar riil di Nigeria mengalami apresiasi yang berdampak pada sektor perdagangan.
Dengan menggunakan periode waktu yang lebih panjang dan Negara yang berbeda, Al-Salman et al. 2008 menganalisis dampak jangka pendek dari
perubahan harga minyak terhadap siklus bisnis dari Negara G-7 dengan hanya menggunakan analisis uji kointegrasi dan uji Granger Causality. Data yang
digunakan adalah data kuartalan meliputi periode 1970:1–2006:4. Dalam studi ini ditemukan beberapa fakta sebagai berikut terdapat netralitas jangka pendek GDP
riil terhadap perubahan harga minyak di Italia, Jepang, dan Inggris. Namun demikian, minyak berdampak nyata terhadap perekonomian Negara G-7 lainnya,
khususnya Jerman dan Perancis. Di lain pihak, perubahan kebijakan pemerintah telah memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh tingginya harga
minyak di Jepang, Italia, dan Perancis. Selain itu, karakteristik perekonomian AS, Inggris, Jerman dan Kanada telah membentuk peran pengaruh minyak pada siklus
bisnis mereka. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa ada pengaruh waktu perubahan harga minyak pada siklus bisnis di beberapa perekonomian G-7.
Sato et al. 2009 melakukan studi “Identifying Shocks in Regionally Integrated East Asian Economies with Structural VAR and Block Exogeneity”.
Dalam studi ini ditemukan bahwa guncangan harga minyak dunia semakin penting dalam memengaruhi stabilitas pertumbuhan output riil di Asia Timur,
terutama dalam perekonomian Cina, Hong Kong, Singapura dan Thailand. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan ketergantungan pada pasokan minyak dunia
yang terkait dengan terjadinya industrialisasi di negara-negara tersebut. Hasil dari dekomposisi varian dari inflasi menunjukkan bahwa guncangan harga minyak
dunia merupakan sumber penting dari fluktuasi harga di sebagian besar perekonomian, diikuti oleh shock Amerika Serikat. Pengaruh Cina pada tingkat
harga dalam negeri adalah persisten, dan sebagian besar dicatat di Hong Kong, yang merupakan cerminan dari tingkat integrasi ekonomi yang tinggi di antara
kedua perekonomian.
2.2.2 Harga Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi
Penelitian Limin et al. 2010 menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China sementara
penelitian Apriani 2007 juga menghasilkan kesimpulan yang sama hanya beda objek penelitian yaitu di Indonesia.
2.2.3 Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Hasil penelitian Fisher et al. 2002menyimpulkan bahwa: i inflasi yang lebih tinggi cenderung lebih tidak stabil, ii di negara-negara dengan inflasi
tinggi, terdapat hubungan yang kuat antara keseimbangan fiskal dan seigniorage baik dalam jangka pendek dan jangka panjang; iii inflasi inersia
menurun seiring dengan meningkatnya rata-rata inflasi; iv inflasi tinggi terkait dengan kinerja makroekonomi yang buruk. Hasil penelitian Edison 2002
menyimpulkan bahwa inflasi yang tinggi berhubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian Arai et al. 2002 menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung pandangan bahwa inflasi pada umumnya berbahaya terhadap
pertumbuhan PDB. Di sisi lain, ada korelasi negatif antara inflasi intra-negara dan pertumbuhan selama periode yang diteliti yang disebabkan oleh guncangan harga
minyak yang positif. Sedangkan Aisen dan Veiga 2010 menganalisis dampak ketidakstabilan politik terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
System-GMM estimator untuk model data panel dinamis. Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi yang tinggi menghasilkan efek pertumbuhan yang negatif dan
secara statistik signifikan.
31
Tabel 3. Rekapitulasi Penelitian-penelitian Terdahulu Lainnya
No. Judul
Peneliti Penerbit
Metode Variabel
Hasil 1.
Crude Oil and Stock Markets: Stability,
Instability, and Bubbles
J. Isaac Millera and
Ronald A. Ratti 2009
Department of Economics,
University of Missouri
a cointegrated vector error
correction model with
additional
regressors
•
Harga minyak mentah dunia
•
Pasar saham internasional
Indeks pasar saham saham merespon negatif terhadap kenaikan harga minyak dalam jangka
panjang
2. The Effect of Oil
Price Shocks on the Czech Economy
Kamil Dybczak,
David Voňka, Nico van der
Windt 2008 CNB Working
Paper Series CGE
Table IO
o
Kenaikan harga minyak CzechK 20 persen menyebabkan:
o
Penurunan tingkat GDP 1,5 persen jangka pendek dan 0,8 persen jangka panjang
o
Penurunan pertumbuhan GDP tahunan jangka pendek sebesar 0,3 pp
o
Inflasi sekitar 0,4 pp per tahun jangka pendek
3. On The Influence Of
Oil Prices On Stock Markets: Evidence
From Panel Analysis In GCC Countries
Mohamed El Hedi Arouri
and Christophe
Rault 2010 Economic
Research Forum ERF
Teknik kointegrasi
panel bootstrap dan
metode seemingly
unrelated regression
SUR
•
Harga minyak
•
Pasar saham Negara- negara TelukGulf
Corporation Countries GCC
o
Terdapat bukti adanya kointegrasi antara harga minyak dan pasar saham
di negara-negara GCC
o
Hasil SUR menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak memiliki dampak positif pada
harga saham, kecuali di Arab Saudi