5.2 Hasil Analisis
Hasil estimasi koefisien regresi merupakan hasil dari model data panel dinamis FD-GMM. Validitas dan konsistensi estimasi ditunjukkan oleh hasil
estimasi FD-GMM pada model data panel dinamis. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Arellano-Bond m
1
dan m
2
. Model konsisten jika m
1
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan m
2
tidak signifikan. Validitas dari instrumen yang digunakan untuk estimasi model
ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji sargan. Instrumen dikatakan valid jika tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel dinamis digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul bila menggunakan metode analisis statis
FEM dan REM atau Ordinary Least Square OLS. Perbandingan hasil dari model analisis dinamis FD-GMM dan model analisis statis FEM dan REM
bisa dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pada model data panel statis, koefisien estimasi yang disajikan merupakan hasil dari metode estimasi Fixed Effect Model
FEM dan Random Effect Model REM. Signifikansi model ditunjukkan oleh uji F dan uji Wald yang merupakan hasil uji kebaikan suai goodness of fit.
5.2.1 Dampak Harga Minyak dan Inflasi Tahun Sebelumnya terhadap Inflasi
Hasil analisis pengaruh harga minyak terhadap inflasi ditunjukkan pada Tabel 16. Model dinamis FD-GMM dengan twostep-robust lebih dipilih karena
menggunakan robust standard error yang terkoreksi. Validitas dan konsistensi
estimasi juga ditunjukkan oleh hasil estimasi FD-GMM pada model data panel dinamis. Hasil estimasi metode FD-GMM menunjukkan hasil yang cukup baik
karena telah memenuhi syarat perlu yang harus dipenuhi metode data panel dinamis. Syarat perlu tersebut adalah konsistensi penduga FD-GMM dan validitas
dari instrumen yang digunakan. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Arellano-Bond m
1
dan m
2
yaitu m
1
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan m
2
tidak signifikan. Sedangkan validitas dari instrumen yang digunakan untuk estimasi model ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji sargan
yang tidak signifikan P-value = 1,0000.
Tabel 16. Hasil Estimasi Koefisien Model Inflasi
Variabel
1
Model Dinamis FD-GMM Twostep
Twostep-robust
2
1 2
3 ∆
ln_cpi L1 0,6252
0,6252 0,4203
0,3847 ∆
ln_gdp -1,3241
-1,3241 0,5140
0,5067 ∆
ln_opi 0,0553
0,0553 0,0134
0,0148 ∆
rir -0,0032
-0,0032 0,0019
0,0020 ∆
openness -0,0002
-0,0002 0,0001
0,0004 Uji Wald
31,45 [0,0000] 40,16 [0,0000]
Arelano-Bond m
1
-2,4853 [0,0129] -2,6582 [0,0079]
Arelano-Bond m
2
-1,4107 [0,1583] -1,3815 [0,1671]
Uji Sargan 1,4940 [1,0000]
Catatan:
1
Variabel dependen : ∆ln_cpi
2
Hasil twostep-robust menggunakan robust standard error yang terkoreksi untuk sampel terbatas Windmeijer, 2000
Keterangan: : Signifikan pada taraf nyata 1 persen : Signifikan pada taraf nyata 5 persen
: Signifikan pada taraf nyata 10 persen : Simpangan baku standard error
[ ] : P-value
Berdasarkan hasil estimasi panel dinamis dengan FD-GMM, lag pertama dari variabel dependen inflasi tahun sebelumnya mempunyai koefisien yang
bertanda positif namun secara statistik tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi inflasi yang persisten. Lag dependen yang tidak signifikan juga
berarti bahwa inflasi saat ini tidak dipengaruhi oleh inflasi sebelumnya backward looking namun dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi forward looking. Hal ini
juga menunjukkan keberhasilan otoritas moneter di wilayah ASEAN+3 dalam mengatasi masalah inflasi.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi mempunyai koefisien yang bertanda negatif dan signifikan terhadap inflasi. Setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi
sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan inflasi sebesar 1,32 persen, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan penelitian Fisher et al. 2002 bahwa inflasi yang
tinggi sering ditandai dengan kontraksi tingkat PDB dimana inflasi tinggi terkait dengan kinerja makroekonomi yang buruk.
Perubahan indeks harga minyak mentah dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Setiap peningkatan laju perubahan harga minyak
sebesar 1 persen akan menyebabkan peningkatan inflasi sebesar 0,0553 persen, ceteris paribus. Hal ini karena kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan
biaya produksi dan harga cost push inflation. Kenaikan harga minyak dapat mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang lain. Apabila terjadi kenaikan harga minyak maka bukan saja harga BBM yang naik, harga barang dan jasa yang terkait dengan BBM juga akan ikut naik.
Akibatnya, dapat memperberat tekanan inflasi jika kenaikan harga BBM ini meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya seperti harga
bahan makanan dan papan. Kenaikan harga minyak juga terkait dengan kenaikan harga komoditas
lain. Kenaikan harga minyak bumi seringkali diikuti oleh kenaikan harga komoditas lain seperti beras, karet, kelapa sawit, kopi, serta komoditas primer
seperti emas, perak, batubara, gas alam, dan bahan tambang lainnya Gambar 27. Selama periode 1999 sampai 2000, rata-rata kenaikan harga minyak dunia adalah
22,34 persen per tahun. Rata-rata kenaikan harga per tahun komoditas lain yaitu batubara sebesar 26,08 persen, gas alam sebesar 21,65 persen, karet 18,27 persen,
beras 16,40 persen, emas 14,04 persen, perak 13,99 persen, minyak kelapa sawit 13,51 persen, dan kopi 5,30 persen.
Sumber: IFS, 2009 Gambar 27. Perkembangan Harga Komoditas Dunia Tahun 1999-2008
0.00 200.00
400.00 600.00
800.00 1000.00
1200.00 1400.00
1600.00
0.00 200.00
400.00 600.00
800.00 1000.00
1200.00
U S
c en
ts U
S
Soybean Oil US MT Gold US troy ounce
Palm Oil US MT Rice US MT
Natural Gas US 000 M³ Coal US MT
Petroleum,spot USbarrel Silver US centstroy ounce
Coffee US centspound Rubber US centspound
Tingginya harga minyak dalam beberapa tahun terakhir juga telah mendorong berkembangnya produksi biofuel sebagai energi alternatif. Hal ini
menyebabkan beralihnya penggunaan sejumlah besar komoditas yang semula hanya sebagai bahan pangan menjadi bahan baku industri biofuel seperti minyak
sawit, jagung, gandum, kedelai yang pada akhirnya memicu kenaikan harga. Kondisi ini terjadi seiring dengan dikeluarkannya kebijakan dan target konversi
energi ke biofuel secara agresif oleh berbagai negara. Kenaikan harga minyak juga menyebabkan kenaikan defisit fiskal. Salah
satu asal inflasi adalah hasil dari ketidakseimbangan fiskal dimana defisit fiskal merupakan penjumlahan dari seigniorage dan pinjaman. Jadi hubungan antara
defisit dan inflasi muncul dari hubungan seigniorage dengan inflasi. Menurut Fischer et al. 2004 di negara-negara dengan inflasi tinggi, terdapat hubungan
yang kuat antara keseimbangan fiskal dan seigniorage baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Catão and Terrones 2003 menemukan bahwa terdapat
hubungan positif yang kuat antara defisit fiskal dengan inflasi di antara kelompok negara berkembang dengan inflasi tinggi tapi tidak di negara maju dengan inflasi
rendah. Perubahan suku bunga riil berpengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap inflasi. Setiap peningkatan laju perubahan suku bunga riil sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan inflasi sebesar 0,0032 persen, ceteris
paribus. Suku bunga yang lebih tinggi akan menurunkan investasi sehingga menggeser kurva permintaan agregat ke kiri dan selanjutnya dapat menurunkan
inflasi, dan sebaliknya. Perubahan keterbukaan perdagangan berpengaruh negatif namun tidak
signifikan terhadap inflasi. Setiap peningkatan laju perubahan keterbukaan perdagangan sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan inflasi sebesar
0,0002 persen, ceteris paribus. Negara-negara yang terbuka dengan perdagangan luar negeri lebih mungkin untuk meningkatkan dana melalui bea impor sehingga
kurang tergantung pada pendapatan seigniorage sehingga dapat menurunkan inflasi.
5.2.2 Pengaruh Harga Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Hasil estimasi pengaruh indeks harga minyak dunia terhadap output ditunjukkan pada Tabel 17. Model dinamis FD-GMM dengan twostep lebih
dipilih karena lebih konsisten dan tidak bias. Validitas dan konsistensi estimasi
juga ditunjukkan oleh hasil estimasi FD-GMM pada model data panel dinamis. Hasil estimasi metode FD-GMM menunjukkan hasil yang cukup baik karena telah
memenuhi syarat perlu yang harus dipenuhi metode data panel dinamis. Konsistensi penduga FD-GMM ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji Arellano-
Bond m
1
dan m
2
yaitu m
1
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan m
2
tidak signifikan. Sedangkan validitas dari instrumen yang digunakan untuk estimasi
model ditunjukkan oleh hasil nilai statistik uji sargan yang tidak signifikan P- value = 1,0000.
Tabel 17. Hasil Estimasi Koefisien Model Pertumbuhan Ekonomi
Variabel
1
Model Dinamis FD-GMM
1 2
∆ ln_gdp L1
0.0255 0.1781
∆ ln_cpi
-0.7027 0.1787
∆ ln_opi
0.0686 0.0104
∆ edu
0.0006 0.0009
Uji Wald 65.64 [0.0000]
Arelano-Bond m
1
-1.9741 [0.0484] Arelano-Bond m
2
.40639 [0.6845] Uji Sargan
4.613979 [1,0000] Catatan:
1
Variabel dependen : ∆ln_gdp Keterangan: : Signifikan pada taraf nyata 1 persen
: Signifikan pada taraf nyata 5 persen : Signifikan pada taraf nyata 10 persen
: Simpangan baku standard error [ ] : P-value
Berdasarkan hasil estimasi panel dinamis dengan FD-GMM, lag pertama dari variabel dependen pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya mempunyai
koefisien yang bertanda positif namun tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tidak dipegaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,7027 persen, ceteris paribus. Inflasi yang tinggi, seperti yang telah diakui oleh para ekonom, berdampak negatif bagi pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Inflasi yang tinggi menyebabkan biaya sosial tinggi yang harus ditanggung oleh pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.
Biaya sosial ini terdiri dari shoeleather cost, menu cost, variabilitas harga relatif, besaran pajak yang terdistorsi, dan ketidaknyamanan hidup dengan harga-harga
yang terus berubah Mankiw 2006. Kenaikan tingkat harga akan menurunkan stok uang riil yang pada akhirnya menyebabkan penurunan permintaan dan
output. Secara umum, inflasi meningkatkan biaya produksi dan transportasi serta menurunkan daya beli masyarakat sehingga berpengaruh negatif bagi
perekonomian. Hal ini sejalan dengan penelitian Elder 2004 yang menyimpulkan
bahwa ketidakpastian
inflasi menyebabkan
penurunan pertumbuhan output selama tiga bulan. Inflasi juga dapat berdampak baik bagi
pertumbuhan output. Hal ini terjadi jika inflasi cenderung kecil berkisar dua atau tiga persen per tahun. Hal ini karena inflasi dapat membuat pasar tenaga kerja
berjalan lebih baik. Tanpa inflasi, upah riil akan terpaku di atas tingkat equilibrium yang berdapak pada makin tingginya pengangguran Mankiw 2007.
Laju perubahan indeks harga minyak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap peningkatan laju perubahan harga minyak
sebesar 1 persen akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0686 persen, ceteris paribus. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Limin et al.
2010 dan Apriani 2007 yang menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China dan Indonesia. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan pendapatan yang diperoleh dari ekspor minyak mentah dan produk-produk olahannya, peningkatan pendapatan negara
pengekspor komoditi lain yang harganya mengikuti kenaikan harga minyak, dan penurunan intensitas minyak, peningkatan permintaan agregat, dan pemberian
subsidi bahan bakar di beberapa negara. Pengaruh positif harga minyak terhadap pertumbuhan ekonomi ini disebabkan karena adanya peningkatan pendapatan
yang diperoleh dari ekspor minyak mentah dan produk-produk olahannya Tabel 18.
Tabel 18. Ekspor Minyak Mentah dan Produk-Produk Olahan Minyak Bumi Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999 dan 2007
Negara Ekspor Minyak Mentah
Ekspor Produk-produk Olahan Minyak Bumi 1999
2007 1999
2007 Indonesia
821 309
218 136
Malaysia 398
332 155
204 Filipina
21 32
Singapura 2
951 1.374
Thailand 16
57 127
134 China
144 75
148 389
Jepang 109
268 Korea Selatan
1 798
799 Sumber: EIA, 2011
Kenaikan harga minyak juga berakibat pada peningkatan pendapatan negara pengekspor komoditi lain yang harganya mengikuti kenaikan harga
minyak. Peningkatan ekspor ini selanjutnya berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Kawasan ASEAN sendiri
merupakan produsen utama sejumlah bahan pangan penting dunia antara lain beras dan minyak kelapa sawit. Sekitar 90 persen beras diproduksi di kawasan
Asia dan sebagian besar di negara-negara ASEAN. Ekspor beras giling rice milled di Thailand meningkat dari US 1.701 juta pada tahun 1999 menjadi US
5.359 juta pada tahun 2008 sedangkan di China meningkat dari US 619,58 juta pada tahun 1999 menjadi US 375,768 juta pada tahun 2008.
Berdasarkan ASEAN Trade Database, pada tahun 2009, karet dan barang- barang dari karet merupakan sepuluh besar kelompok komoditas yang
diperdagangkan ASEAN dengan nilai ekspor US 20.844 juta sedangkan nilai impornya hanya US 6.597 juta. Indonesia dan Malaysia merupakan produsen
terbesar kelapa sawit di dunia sehingga kenaikan harga minyak dunia berdampak pada kenaikan nilai ekspor di negara-negara tersebut. Tabel 18 menunjukkan
bahwa ekspor minyak kelapa sawit Malaysia meningkat dari US 3,738 juta pada tahun 1999 menjadi US 12,768 juta pada tahun 2008 atau meningkat hampir 2,5
kali lipat. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia meningkat dari US 1.114 juta pada tahun 1999 menjadi US 12,376 juta pada tahun 2008 atau meningkat 10
kali lipat. Sementara Ekspor minyak kelapa sawit Singapura meningkat 100 persen dari US 126 juta pada tahun 1999 menjadi US 261 juta pada tahun 2008.
Ekspor karet Rubber Nat Dry terbesar dimiliki Indonesia dan Thailand Tabel 19.
Tabel 19. Nilai Ekspor Beberapa Komoditi Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999 dan 2008 Ribu US
Negara Minyak Kelapa Sawit
Palm Oil Karet
Rubber Nat Dry Karet Alam
Natural Rubber 1999
2008 1999
2008 1999
2008 Indonesia
1.114.240 12.375.600
839.204 6.041.880
9.899 14.691
Malaysia 3.738.330
12.768.600 521.201
2.306.080 95.468
130.310 Filipina
n.a. n.a.
11.756 65.818
n.a. n.a.
Singapura 125.967
261.145 n.a.
n.a. n.a.
n.a. Thailand
n.a. 350.898
986.268 5.334.490
174.783 1.387.690
Sumber: FAO, 2011 Keterangan: n.a. = data not available
Sementara itu, menurut International Trade Centre UNCTADWTO, beberapa negara ASEAN+3 merupakan negara pengekspor emas antara lain
Jepang US 1.303 juta, Singapura US 602 juta, Thailand US 431 juta, Indonesia US 280 juta, Malaysia US 258 juta, Filipina US 127 juta, dan
China US 994 ribu. Perkembangan intensitas energi yang merupakan rasio antara konsumsi
energi dengan PDB di China sekarang jauh lebih rendah dibanding beberapa dekade sebelumnya. Dari tahun 1980 sampai 2008, intensitas energi China turun
cukup tajam sebesar 65,4 persen dari 33.084,41 btu per dolar PDB menjadi 11.450,42 btu per dolar PDB. Perubahan intensitas energi ini disebabkan oleh
konservasi energi sebagai dampak dari kenaikan harga energi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Namun demikian, intensitas energi China masih lebih besar dari
negara-negara ASEAN+3 lainnya. Hal ini disebabkan China merupakan negara industri yang masih memerlukan banyak energi. Selama periode 1999-2008,
hampir semua negara-negara ASEAN+3 mengalami penurunan intensitas energi kecuali Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Sementara itu, intensitas minyak yang merupakan rasio konsumsi minyak per dolar PDB btu per PDB konstan 2005 internasional PPP mengalami
penurunan hampir di seluruh negara-negara ASEAN+3 selama sepuluh tahun