Perencanaan RTH untuk Ameliorasi Iklim

Menurut Niewolt dalam Retno 2008, salah satu skala pengukur kenyamanan termal adalah Temperature Humidity Index THI. Metode ini berguna untuk menentukan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia melalui kombinasi antara suhu dan kelembaban udara. Kenyamanan termal sesuai skala THI terbagi menjadi 3 yaitu nyaman THI 21-24, sedang THI 25-28 dan tidak nyaman THI 28. THI dihitung dengan rumus THI = ; dimana T adalah suhu udara °C dan RH adalah kelembaban udara .

2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pada pasal 1 dijelaskan pengertian ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areakawasan maupun dalam bentuk area memanjangjalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Dalam pasal 1 dijelaskan pula pengertian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut Grey dan Deneke 1978, salah satu manfaat utama pengadaan hutan kota RTH adalah untuk ameliorasi iklim guna kenyamanan termal. Dalam perencanaannya, vegetasi alami dipertahankan karena memiliki daya penyesuaian paling kuat. Menurut Frick dan Suskiyanto 2007, kriteria penataan RTH merupakan keterkaitan antara bentang alam, jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi, dimana: 1 rencana dikembangkan sesuai dengan pemanfaatan ruang kota; 2 direncanakan pada lahan menurut kelerengan, kegiatan di atasnya serta kedudukan terhadap jalur sungai dan jalan; 3 pada lahan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak dimanfaatkan dan atau ditelantarkan.

2.5 Perencanaan RTH untuk Ameliorasi Iklim

Menurut Simonds 1983, perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif, kontinu, tanpa akhir dan bertambah. Perencanaan melalui tahapan persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan pelaksanaan yang saling terhubung dimana perubahan pada suatu bagian akan mempengaruhi yang lain. Perencanaan tata hijau berupa konfigurasi RTH menurut Dahlan 1995 dibutuhkan sebagai penyeimbang ruang terbangun di perkotaan. Menurut Grey dan Deneke 1978, pohon, semak dan rumput mampu mengameliorasi suhu udara lingkungan perkotaan dengan mengontrol radiasi matahari. Efektifitas vegetasi dalam ameliorasi bergantung pada kerapatan, bentuk daun serta pola percabangan. Menurut Grey dan Deneke 1978, pohon paling efektif mengameliorasi iklim dimana mampu menurunkan suhu pada waktu siang hari dan menahan radiasi balik reradiasi dari bumi saat malam hari. Tajuk pepohonan yang rapat efektif menurunkan efek peningkatan radiasi matahari pada siang hari dan menahan turunnya suhu pada malam hari. Pohon sebagai pendingin udara alami mampu mentranspirasikan 400 liter airhari setiap pohonnya melalui evapotranspirasi setara lima pendingin ruangan yang setiapnya berkapasitas 2500 kcaljam dan beroperasi 20 jamhari. Brown dan Gillespie 1995 menambahkan, dedaunan mampu menyerap, memantulkan dan mentransmisikan radiasi yang diterima dari matahari. Pada tutupan kanopi pohon, secara vertikal terdapat perbedaan suhu dan kelembaban udara. Hal ini turut dipengaruhi adanya angin, seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Sumber: Grey dan Deneke 1978 Gambar 7. Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Kanopi RTH: A Tanpa Pergerakan Udara dan B Ada Pergerakan Udara Menurut Grey dan Deneke 1978, konfigurasi vegetasi bermanfaat untuk ameliorasi iklim dengan memodifikasi pergerakan udara. Penanaman searah angin mampu membantu pemerataan kenyamanan termal karena angin efektif A B menggabungkan perbedaan suhu dan kelembaban. Komposisi vegetasi berupa pemecah angin shelterbelt dapat mengurangi kecepatan angin. Angin yang berhembus pada shelterbelt akan dibelokkan ke atas, menyebabkan kecepatan angin berkurang di daerah tersebut namun akan meningkat seiring bertambahnya jarak. Terdapat perbedaan perubahan kecepatan angin karena perbedaan kerapatan shelterbelt, seperti dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber: Grey dan Deneke 1978 Gambar 8. Pengaruh Angin dalam Pemerataan Pendinginan Udara

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian di lapang dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober 2010 dan kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data hingga penyusunan perencanaan. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok 2010 Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok