Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji)

(1)

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK

AMELIORASI IKLIM MIKRO KOTA DEPOK

(Studi Kasus: Kecamatan Beji)

MARIA AGUSTINA KAKA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji) adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Depok, Januari 2013 Maria Agustina Kaka A44061782


(3)

RINGKASAN

MARIA AGUSTINA KAKA. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji). Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW dan SITI NURISJAH.

Kecamatan Beji berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan merupakan pusat Kota Depok dengan populasi padat. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan penduduk, pemerintah dan swasta membangun tempat perbelanjaan, sarana pelayanan publik, universitas dan lain-lain. Perubahan penggunaan lahan terjadi dimana dari pengolahan data diketahui 64,6% wilayah berupa pemukiman dan sisanya adalah perguruan tinggi (12,7%), lahan campuran (9,6%), perdagangan dan jasa (5,2%), sempadan sungai (2,7%), hutan kota (2,2%), jalan raya (1,5%), situ (1,3%), taman kota (0,2%) dan pemakaman umum (0,2%).

Perubahan penggunaan lahan ditandai peningkatan penutupan lahan terbangun. Dari hasil pengolahan data diketahui penutupan lahan meliputi area terbangun (65%), ruang terbuka hijau/RTH (33,6%) dan badan air (1,4%). Tingginya penutupan material perkerasan menyebabkan penyerapan dan pelepasan radiasi matahari yang lebih besar ke sekitar dan suhu udara menjadi lebih tinggi. Berkurangnya RTH turut mempengaruhi penurunan kelembaban udara dan penurunan jumlah radiasi yang diserap tanaman. Kondisi termal Kecamatan Beji menjadi tidak nyaman dimana THI harian rata-rata 28,6.

Meskipun luasan RTH Kecamatan Beji mencukupi peraturan pemerintah (>30%), persebarannya yang tidak merata mengakibatkan kondisi termal keseluruhan tidak nyaman. Dari hasil pengukuran pada empatbelas titik di lapang diperoleh persamaan linear antara persentase luas RTH dan nilai THI harian yaitu y = -0,0691x+31,001. Dari persamaan tersebut didapat RTH pendugaan yang dibutuhkan pada batas nyaman (THI 28) yaitu seluas 43,4% atau penambahan 9,9% (148,9 ha). Kebutuhan penambahan untuk pemerataan kenyamanan termal tersebut diupayakan tercapai melalui perencanaan RTH.

Konsep perencanaan berupa jejaring RTH yang sinergis baik horizontal maupun vertikal. RTH ditentukan berdasarkan hirarki administratif, penggunaan lahan, RTRW dan perundangan. Secara horisontal, jejaring RTH berupa jalur dan kawasan. RTH jalur meliputi jalur hijau dan jalur lindung sempadan sungai. RTH kawasan terdiri dari RTH kawasan komersil, RTH penghubung, RTH kawasan pendidikan, RTH kawasan khusus serta RTH kawasan tingkat kecamatan dan kelurahan. Secara vertikal dilakukan pemilihan tanaman dengan karakteristik fisik efektif mengontrol radiasi matahari dengan pohon sebagai tanaman utama. Pemanfaatan perdu, semak dan ground cover membentuk strata guna efektif mengontrol radiasi, menciptakan kelembaban serta mengarahkan angin.

Secara keseluruhan, perencaaan jejaring RTH di Kecamatan Beji dapat menambah RTH hingga 42,79 ha (9,5%). Jumlah tersebut meliputi RTH jalur seluas 59,28 ha (41,5%) dan RTH kawasan seluas 83,5 ha (58,5%). Upaya pengoptimalan perencanaan tersebut disertai usulan modifikasi bentuk RTH pada lahan terbatas/ tidak tersedia. Dalam realisasinya, perencanaan ini tidak dapat dipisahkan dari peran serta seluruh komponen warga Kecamatan Beji.


(4)

© Hak Cipta Milik Maria Agustina Kaka, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan

kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(5)

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK

AMELIORASI IKLIM MIKRO KOTA DEPOK

(Studi Kasus: Kecamatan Beji)

MARIA AGUSTINA KAKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji)

Nama : Maria Agustina Kaka

NIM : A44061782

Departemen : Arsitektur Lanskap Fakultas : Pertanian

Disetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Afra D N Makalew, MSc. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19650119 198903 2 001 NIP. 19480912 197412 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Agustus 1987 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Marinus Meha Kaka dan Maria Muryati. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Permata Bunda Depok (tahun 1992-1994), SD Pemata Bunda Depok (tahun 1994-2000), SLTP Santo Vincentius Jakarta Timur (tahun 2000-2003), SMA Kolese Gonzaga Jakarta Selatan (tahun 2003-2006). Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama di IPB penulis bergabung sebagai anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa Panahan IPB (tahun 2006-2009), berpartisipasi di Himpunan Profesi (Himpro) Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai anggota (tahun 2007-2010), serta pernah menjadi asisten Mata Kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap dan Mata Kuliah Perencanaan Lanskap (tahun 2010). Penulis selama masa studi pernah mengikuti beberapa kompetisi seperti Program Kreativitas Mahasiswa di bidang penelitian, Sayembara Taman Topi Bogor, dan Sayembara Taman Kebun Pisang Penjaringan. Penulis juga berpartisipasi dalam beberapa ajang IPB Art Contest, Seri-A dan Faperta Cup dimana penulis pernah menjadi juara dalam lomba poster dan lukis. Selain itu, hingga saat ini penulis menjadi penggiat seni di Komunitas Wahana Telisik Seni dan Sastra di Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas penyertaan dan kasihNya, penyusunan skripsi berjudul “Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji)” ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Afra DN Makalew, MSc dan Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku Komisi Pembimbing atas segala kebaikan, ilmu, saran dan masukan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr selaku dosen penguji skripsi yang telah dengan teliti mengkoreksi dan memberi masukan dalam sidang. 3. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, terutama kepada Bapak

Arief atas bantuan data sekunder.

4. Keluarga tercinta di rumah: Papa, Mama, Ina, Meri, Kitin, Nenek dan Barney yang telah memberikan segala bentuk kasih yang tidak terkira dalam hidup penulis.

5. Keluarga Arsitektur Lanskap: Dosen-dosen, Staff-staff, Kakak dan Adik angkatan (ARL‟41, ARL‟42, ARL‟44, dan ARL‟45) serta Teng-Tong Family 43 yang telah tumbuh dan berkembang bersama, berbagi ilmu dan pengalaman berharga yang tidak terlupakan.

6. Semua handai taulan yang selalu peduli dan mendukung terselesaikannya skripsi ini. Secara khusus terima kasih kepada Nina, Ika, Bang Ucok, Pram, Perthy, Tya, Titis dan Ami untuk beragam kebaikan dalam proses skripsi ini.

7. Kawan-kawan Komunitas Wahana Telisik Seni dan Sastra yang telah memberi perspektif dan warna tersendiri dalam hidup penulis.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi dalam upaya menciptakan kenyamanan termal melalui keberadaan ruang terbuka hijau (RTH). Apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam skripsi ini, Penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Penulis berterimakasih atas apresiasi Pembaca dan terbuka menerima segala kritik dan masukan.

Depok, Januari 2013 Maria Agustina Kaka A44061782


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Kerangka Pikir ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Iklim Kota Daerah Tropis ... 4

2.2 Iklim Mikro ... 5

2.2.1 Radiasi Matahari ... 6

2.2.2 Suhu udara ... 8

2.2.3 Kelembaban Udara ... 8

2.2.4 Angin ... 9

2.3 Temperature Humidity Index (THI) ... 11

2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan ... 12

2.5 Perencanaan RTH untuk Ameliorasi Iklim ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Peralatan ... 16

3.3 Batasan Studi ... 16

3.4 Metode ... 16

3.5 Tahapan Penelitian ... 16

3.5.1 Persiapan Studi ... 17

3.5.2 Inventarisasi ... 17

3.5.3 Analisis ... 21

3.5.4 Sintesis ... 24

3.5.5 Perencanaan ... 24

IV. KONDISI UMUM ... 25

4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji ... 25

4.2 Sejarah Kecamatan Beji, Depok ... 26

4.3 Aspek Biofisik ... 27

4.3.1 Topografi ... 27

4.3.2 Geologi dan Tanah ... 28

4.2.2 Klimatologi ... 28

4.3 Aspek Sosial ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1 Data dan Analisis ... 31


(10)

5.1.1.1 Iklim Mikro ... 31

(1) Suhu Udara ... 33

(2) Kelembaban Udara... 34

(3) Temperature Humidity Index (THI) ... 35

(4) Angin ... 38

5.1.1.2 Kenyamanan Termal Ideal ... 40

5.1.2 Jumlah dan Alokasi RTH ... 41

5.1.2.1 Lahan Kecamatan Beji ... 41

(1) Penggunaan Lahan ... 41

(2) Penutupan Lahan ... 43

(3) Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 47

5.1.2.2 RTH untuk Kenyamanan Termal ... 49

(1) Hubungan Antara RTH dengan THI ... 49

(2) Kebutuhan Penambahan RTH ... 51

5.1.2.3 Alokasi RTH di Kecamatan Beji ... 53

(1) RTH Berdasarkan Wilayah Administratif ... 53

(2) RTH Berdasarkan Aspek Legal ... 54

(3) RTH Berdasarkan Penggunaan Lahan dan RTRW ... 56

5.2 Sintesis ... 58

5.3 Perencanaan ... 60

5.3.1 Konsep Dasar Perencanaan ... 60

5.3.2 Pengembangan Konsep ... 60

5.3.2.1 Konsep Horizontal ... 60

5.3.2.2 Konsep Vertikal ... 61

5.3.3 Perencanaan RTH ... 62

5.3.3.1 Unit RTH ... 62

(1) Unit RTH Jalur ... 63

(2) Unit RTH Kawasan ... 65

5.3.3.2 Pemilihan Tanaman ... 71

5.3.3.3 Modifikasi Bentuk RTH Lahan Terbatas ... 73

5.3.4 Hasil Perencanaan ... 74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2. Kondisi Mikroklimat Pada Beragam Lokasi di Kota ... 5

3. Penentu Sudut Matahari: (A) Grafik Deklinasi; (B) Sudut Zenith ... 6

4. Profil Kecepatan Angin Daerah Urban Hingga Pedesaan ... 10

5. Tiga Bentuk Aliran Udara Melalui dan Sekitar Bangunan. ... 10

6. Grafik Bioklimat Zona Kenyamanan ... 11

7. Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Kanopi RTH: (A) Tanpa Pergerakan Udara dan (B) Ada Pergerakan Udara ... 13

8. Pengaruh Angin dalam Pemerataan Pendinginan Udara ... 14

9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok ... 15

10.Bagan Alur Tahapan Penelitian ... 17

11.Foto dan Sebaran Empatbelas Titik Lokasi Pengukuran ... 21

12.Peta Administratif Kecamatan Beji, Kota Depok ... . 25

13.Peta Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok ... 33

14.Peta Isohume Kecamatan Beji, Kota Depok ... 35

15. Peta THI Siang Kecamatan Beji, Kota Depok ... 36

16.Peta THI Harian Kecamatan Beji, Kota Depok ... 37

17. Peta Angin Berdasarkan Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok ... 39

18.Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji, Kota Depok ... 42

19.Perumahan Swadaya di Kecamatan Beji: (a) Kelurahan Tanah Baru, (b) Kelurahan Kemiri Muka, (c) Kelurahan Pondok Cina ... 43

20.Citra Quickbird Kecamatan Beji, Kota Depok ... 44

21.Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji, Kota Depok ... 45

22.Persentase Penutupan Lahan Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji ... 46

23.Area Terbangun Perdagangan di Tepi Jalan Raya Kecamatan Beji ... 47

24.RTH Kampus Universitas Indonesia di Kecamatan Beji ... 47

25.Hutan Kota Universitas Indonesia di Kecamatan Beji ... 48

26.Beragam Kondisi RTH Sempadan Sungai di Kecamatan Beji ... 48

27.Poligon Titik Pengukuran Beserta Penutupan Lahannya ... 50

28.Grafik Hubungan antara THI harian dan Persentase RTH . ... 51


(12)

30.Peta RTRW Kecamatan Beji, Kota Depok ... 55

31.Peta RTH Berdasarkan Kesesuaian RTRW dan Penggunaan Lahan ... 57

32.Peta Rencana Blok Sintesis ... 59

33.Diagram Konsep Perencanaan RTH ... 61

34.Pohon Sebagai Pengontrol Radiasi ... 62

35.Strata Tanaman Sebagai Pengontrol Radiasi ... 63

36.Jalur Hijau Tepi Jalan ... 64

37.Unit RTH Kawasan ... 65

38.RTH Penghubung atau Pocket Park ... 67

39.RTH Pemukiman: (A)Tepi Jalan dan (B) Pemukiman Padat ... 68

40.Model Percabangan Pohon Peneduh ... 71

41.Pola dan Pemilihan Tanaman Pada RTH Jalur Tepi Jalan ... 72

42.Beragam RTH Taman Atap ... 73

43.Site Plan RTH Kecamatan Beji, Kota Depok ... 75

44.Rencana Lanskap Detail RTH Kelurahan Pondok Cina . ... 76


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Nilai Albedo dan Emisivitas Beragam Elemen Lanskap . ... 7

2. Jenis, Interpretasi, Tipe, dan Sumber Data . ... 17

3. Lokasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara di Kecamatan Beji ... 20

4. Luas Wilayah, Jumlah RT dan RW Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji ... 26

5. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Beji. ... 29

6. Data Iklim Rata-Rata Bulanan Kota Depok. . ... 29

7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji ... 30

8. Suhu (T), Kelembaban (RH) dan THI Tiap Lokasi Pengukuran ... 32

9. Kecepatan Angin Tiap Bulan di Kota Depok tahun 2010 ... . 38

10.Luas Tiap Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji ... 41

11.Identifikasi Penutupan Lahan Berdasarkan Kenampakan Citra ... 44

12.Luasan Penutupan Lahan di Kecamatan Beji ... 46

13.Nilai x dan y Tiap Poligon Pengukuran di Kecamatan Beji ... 50

14.Kebutuhan Penambahan RTH dari Tiap Poligon ... 52

15.Kebutuhan Penambahan RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji ... 53

16.Rencana BlokSintesis RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji ... 58

17.Standar Luas RTH Tiap Unit Lingkungan ... 65

18.Rencana Penambahan Beragam bentuk RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji, Depok ... 70


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Nilai Kelembaban Udara Relatif ... 83

2. Skala Angin Beaufort dan Deskripsinya ... 84

3. Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Beji ... 85


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kota Depok merupakan kawasan strategis yang berbatasan langsung dengan ibukota Republik Indonesia yaitu DKI Jakarta. Hal tersebut menjadi faktor utama penyebab meningkatnya migrasi penduduk, para pekerja dan pencari kerja di ibukota ke daerah ini untuk bermukim. Pada tahun 1999, tercatat jumlah penduduk kurang dari 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 meningkat hingga 1.374.522 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk mencapai 1.736.565 jiwa meliputi 51% laki-laki dan 49% perempuan, dengan kepadatan 10.101 jiwa/km2.

Tingkat kepadatan penduduk Kota Depok tergolong tinggi dan tidak tersebar merata. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk dari tiap kecamatan di Kota Depok (Beji, Bojongsari, Cilodong, Cimanggis, Cipayung, Cinere, Limo, Pancoran Mas, Sawangan, Sukmajaya dan Tapos) berkisar antara 4 - 12 jiwa/km2. Konsentrasi penduduk tinggi berada di tiga kecamatan (Sukmajaya, Pancoran Mas dan Beji) yang dilalui atau berbatasan dengan Jalan Margonda Raya. Kecamatan Beji sebagai salah satunya merupakan pusat Kota Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan memiliki kepadatan penduduk tinggi yaitu 11.516 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2010).

Pertambahan penduduk berdampak pada kebutuhan peningkatan lahan terbangun seperti pemukiman, pendidikan, area perdagangan dan jasa. Hal ini mengakibatkan peningkatan lahan terbangun di Kota Depok. Berdasarkan proyeksi pemerintah, pada tahun 2010 luas kawasan terbangun sebesar 10.720,59 ha (53,28%) dan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 9.399,41 ha (46,72%). Jumlah RTH tersebut diatas 30% seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, namun persebarannya tidak merata. Pada wilayah padat seperti Kecamatan Beji, RTH telah banyak beralih fungsi menjadi kawasan terbangun yang didominasi oleh perumahan (www.depok.go.id, 2010).

Tingginya peningkatan lahan terbangun dan penurunan RTH diperkirakan berpengaruh terhadap iklim mikro Kota Depok khususnya pada wilayah padat seperti di Kecamatan Beji. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya penutupan lahan


(16)

terbangun yang menyebabkan peningkatan penyerapan radiasi dan suhu udara menjadi lebih tinggi dan iklim tidak nyaman. Selain panas, faktor iklim iklim mikro lainnya seperti kelembaban udara dan angin juga turut berpengaruh.

Kondisi termal yang tidak nyaman memerlukan langkah amelioratif agar tercipta kenyamanan. Adapun pengertian ameliorasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) adalah peningkatan nilai makna dari makna yang biasa atau buruk menjadi makna yang baik. Indikator-indikator yang mempengaruhi ketidaknyamanan termal tersebut dapat dirubah dan disiasati melalui perencanaan RTH dengan mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi iklim wilayah.

1.2Tujuan

Tujuan umum adalah mengameliorasi iklim mikro Kota Depok (Kecamatan Beji sebagai wilayah studi kasus) dengan merencanakan RTH untuk menciptakan kenyamanan termal. Secara khusus, penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis dan mengidentifikasi kenyamanan termal di Kecamatan Beji. 2. Menentukan jumlah dan alokasi RTH pada tiap kawasan yang

membutuhkan RTH agar tercipta kenyamanan termal di Kecamatan Beji. 3. Merencanakan RTH dengan pemilihan vegetasi yang efektif dalam

menciptakan kenyamanan termal di Kecamtan Beji.

1.3Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Terwujudnya kondisi termal yang nyaman melalui keberadaan RTH yang terencana.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Depok dalam melakukan perencanaan di Kecamatan Beji berkaitan tata ruang, khususnya ruang terbangun dan kebutuhan RTH.

1.4Kerangka Pikir

Letak Kota Depok yang strategis (diantara DKI Jakarta dan Kota Bogor) mengakibatkan pembangunan tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan


(17)

3

kota lainnya. Pembangunan berlangsung tidak merata dimana kawasan terbangun tinggi salah satunya adalah pusat Kota Depok yaitu Kecamatan Beji. Peningkatan lahan terbangun diiringi dengan berkurangnya RTH di Kecamatan Beji berdampak pada penurunan kenyamanan termal bagi penduduk. Karenanya dilakukan penelitian untuk mengameliorasi iklim melalui perencanaan RTH. Alur kerangka pikir penelitian ini seperti pada Gambar 1.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ikim Kota Daerah Tropis

Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan berdasarkan nilai rata-rata tahunan, variasi harian dan tahunan serta nilai ekstrim dari beragam elemen pembentuknya. Smith (2001) menjelaskan iklim adalah akumulasi suhu udara, dinamika (angin, gerak vertikal, arus lautan), termodinamika, hidrologi (kelembaban udara, awan, total kolom kelembaban, daratan dan permukaan air), sistem gobal (tekanan dan densitas atmosfer, salinitas lautan) dan dipengaruhi presipitasi, evapotranspirasi, turbulen, dll.

Berdasarkan luas wilayah, iklim terbagi menjadi iklim makro, meso dan mikro. Iklim makro meliputi wilayah yang sangat luas (zona iklim, kontinen hingga global). Iklim meso berkaitan variasi dan dinamika iklim dalam satu zona iklim atau area tertentu seperti kota. Iklim mikro berupa variasi iklim pada lingkup kecil seperti di sekitar bangunan konstruksi perkotaan (Brooks, 1988).

Secara makro, sesuai klasifikasi iklim Köppen, Indonesia masuk dalam zona iklim tropis basah. Menurut Petterssen (1941) zona ini memiliki karakteristik: (1) suhu udara tinggi, suhu bulanan terendah >18°C dengan variasi tahunan < 6°C; (2) curah hujan tinggi, hujan setiap musim dengan dua puncak atau satu periode panjang musim hujan dan satu musim kering; (3) vegetasi megaterm yang membutuhkan suhu udara tinggi dan konstan, serta presipitasi dan kelembaban relatif tinggi. Beragam problematik terkait iklim ini yaitu curah hujan tinggi, radiasi matahari menyengat, suhu udara di atas toleransi kenyamanan, kelembaban tinggi dan aliran udara yang relatif lambat bagi pencapaian kenyamanan termal.

Iklim skala meso yaitu pada lingkup kota. Kawasan perkotaan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 pasal 1 ayat (3) adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Menurut Allaby (2007), pada kawasan ini terjadi kondisi serupa „pulau panas‟ (heat island). Gagasan ini pertamakali diutarakan Luke Howard dalam The Climate of London pada tahun 1818. „Heat island‟mengidentifikasi kota sebagai area dengan


(19)

5

kondisi termal lebih panas dibandingkan sekitarnya, seperti pulau yang hangat di tengah lautan yang sejuk. Efek ini beragam bergantung pada aktivitas penggunaan lahan. Bangunan perkotaan menurunkan kecepatan angin dan menurunkan kapasitas pertukaran udara. Udara kota semakin panas, berakumulasi dengan pemanasan oleh bangunan dan industri, membentuk kubah panas yang terpolusi. Dominasi material aspal dan beton menyerap panas lebih besar, memantulkannya dan menjadikan suhu udara kota lebih tinggi dibanding sekitar. Selain itu, berkurangnya banyak vegetasi mengurangi jumlah transpirasi. Padahal, vegetasi berperan penting menghasilkan kelembaban dan menyerap panas.

Menurut Brooks (1988), beragam permasalahan iklim perkotaan dapat diatasi melalui perencanaan modifikasi iklim mikro. Iklim mikro merupakan iklim spesifik tapak dimana beragam kondisinya membentuk iklim kota keseluruhan seperti dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Marsh (2005)

Gambar 2. Kondisi Mikroklimat Pada Beragam Lokasi di Kota

2.2Iklim Mikro

Menurut Brown dan Gillespie (1995), iklim mikro merupakan kondisi yang terbentuk dari radiasi matahari dan terestrial, angin, suhu dan kelembaban udara, serta presipitasi dalam lingkup ruang luar yang kecil. Iklim mikro terbentuk


(20)

ketika iklim suatu wilayah atau zona berinteraksi dengan elemen lanskap lokal sehingga bersifat unik dan beragam. Frick dan Suskiyanto (2007) menambahkan bahwa faktor lokal yang mempengaruhi iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi diantaranya adalah karakteristik vegetasi, badan air yang kecil dan aktivitas manusia yang dapat merubah kemurnian iklim mikro.

Iklim mikro secara langsung mempengaruhi aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Menurut Grey dan Deneke (1978), empat elemen utama iklim mikro yang dominan mempengaruhi manusia yaitu radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan pergerakan udara, dimana interaksi keempatnya membentuk zona kenyaman bagi manusia. Berikut penjelasan keempat elemen utama iklim mikro dan kenyamanan termal:

2.2.1 Radiasi Matahari

Menurut Brooks (1988), matahari berperan penting membentuk iklim dengan memancarkan energi ke bumi melalui sinar ultraviolet, sinar nampak dan infra merah. Frekuensi sinar nampak (cahaya) berupa gelombang pendek dan frekuensi inframerah (panas) berupa gelombang panjang. Marsh (2005) menambahkan, radiasi mencapai bumi secara langsung (difusi dan refleksi) dan jumlahnya bergantung sudut datang matahari. Sudut datang matahari dihitung dengan terlebih dulu mengetahui deklinasi matahari sesuai tanggal (Gambar 3A), menentukan sudut zenith (Gambar 3B) hingga didapatkan sudut datang matahari.

Sumber: Marsh (2005)


(21)

7

Brown dan Gillespie (1995) menambahkan, radiasi yang sampai pada suatu obyek akan direfleksikan, diserap dan ditransmisikan. Kemampuan suatu benda meradiasikan energi yang diserapnya disebut emisivitas sedangkan perbandingan radiasi yang dipantulkan dengan radiasi yang datang pada suatu benda dinamakan albedo. Emisivitas dan albedo tiap obyek berbeda jumlahnya, dipengaruhi jenis, karakter dan warna permukaan (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Albedo dan Emisivitas Beragam Elemen Lanskap

Albedo (%) Emisivitas (%) Vegetasi

Rumput 20-30 90-95

Lapangan rumput 3-15

Padang rumput 10-30

Vegetasi berkayu 5-20

Hutan deciduous 10-20

Hutan konifer 5-16 97-98

Hutan Rawa 12 97-99

Air

Badan air (sudut matahari tinggi) 5 92-97

Perkerasan kota

Aspal 5-15 95

Beton 10-50 71-90

Bata 20-50 90-92

Batu 20-35 85-95

Atap beraspal dan kerikil 8-18 92

Atap genteng 10-35 90

Besi berombak 10-16 13-28

Cat putih 50-90 85-95

Cat merah, cokelat, hijau 20-35 85-95

Cat hitam 2-15 90-98

Sumber: Brown dan Gillespie (1995)

Perkerasan dan vegetasi paling signifikan mempengaruhi iklim dalam lanskap. Perkerasan menyerap panas lebih besar dan merefleksikannya ke sekitar sehingga mengakibatkan suhu udara lebih tinggi dan iklim tidak nyaman. Sedangkan tanaman memiliki karakteristik yang beragam dari bentuk tajuk, daun, percabangan dan lain-lain sehingga mampu mempengaruhi jumlah radiasi yang diserap dan direfleksikan guna modifikasi iklim khususnya di perkotaan.

Bentuk radiasi lainnya yaitu radiasi terestrial yang dipancarkan langsung oleh setiap obyek. Radiasi ini memiliki karakteristik sama dengan radiasi matahari


(22)

namun berbeda dalam jumlah energi yang dipancarkan. Semakin tinggi suhu obyek maka semakin besar radiasi yang dipancarkan. Pemukaan aspal panas yang tersinari matahari langsung akan memancarkan radiasi lebih besar dibandingkan aspal yang lebih dingin (dalam naungan). Radiasi terestrial ini turut mempengaruhi perningkatan suhu udara perkotaan (Brown dan Gillespie, 1995).

2.2.2 Suhu Udara

Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan termometer bola kering. Suhu udara dipengaruhi musim, sudut matahari dan jumlah radiasi yang diterima, pengaruh daratan-lautan, topografi, angin, panas laten, penutup tanah dan tipe tanah. Suhu udara berubah sesuai waktu dan tempat, serta memiliki variasi harian yang serupa (Tjasyono, 1996).

Menurut Brooks (1988), suhu udara harian terendah terjadi sesaat sebelum subuh, meningkat mulai matahari terbit hingga mencapai puncak saat tengah hari dan kemudian menurun secara bertahap hingga malam. Perbedaan suhu udara di lanskap merupakan pemicu terjadinya pertukaran panas baik secara konduksi, konveksi dan radiasi antara lingkungan dengan tubuh maupun bangunan. Ketika terjadi perbedaan suhu udara, energi panas akan ditrasferkan dari area bersuhu udara tinggi ke area dengan suhu udara yang lebih rendah.

Menurut Frick dan Suskiyanto (2007), kehangatan suhu udara di kota saat siang hari meningkat di pusat kota, membumbung di situ dan memadatkan partikel debu, dan sebagainya. Kubah debu terbentuk secara berkala di atas kota sebagai akibat dari aktivitas dalam kota. Udara tercemar tersebut membentuk kanopi kabut yang mengurangi sinar matahari langsung. Pada malam hari, kanopi kabut mengurangi pemantulan radiasi ke angkasa, mengakibatkan peningkatan suhu sampai 6°C dan menghalangi angin sejuk ke dalam kota.

2.2.3 Kelembaban Udara

Menurut Allaby (2007), kelembaban adalah banyaknya kadar uap air di udara. Istilah ini hanya mewakili air yang hadir dalam bentuk gas. Kelembaban dapat dihitung dalam beragam cara yaitu mixing ratio, specific humidity dan


(23)

9

atau umum digunakan adalah relative humidity (kelembaban relatif) dimana biasa disingkat RH. Kelembaban relatif adalah rasio antara massa uap air yang ada dalam satuan massa udara kering (mixing ratio) dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan saturasi (saturation mixing ratio) dalam udara tersebut. Angka kelembaban bernilai 0-100 % dimana 0% artinya udara kering dan 100 % berarti udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air (saturasi).

Menurut Brooks (1988), kelembaban udara bersiklus dan berhubungan erat dengan suhu udara. Secara umum, kelembaban udara maksimum terjadi pagi hari sebelum matahari terbit saat suhu udara minimum. Hal ini memicu pengembunan bila udara bersentuhan dengan permukaan bersuhu lebih rendah dari suhu titik embun. Kelembaban udara minimum terjadi saat tengah hari bersamaan dengan suhu udara maksimum.

Kelembababan tertinggi terjadi di khatulistiwa sedangkan terendah terjadi di lintang 40°. Besarnya kelembaban dapat menstimuli curah hujan. Di Indonesia kelembaban tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Kelembaban tinggi merupakan kondisi lingkungan yang tidak nyaman bagi manusia. Kondisi lingkungan nyaman bila kelembaban antara 40-75%. Walaupun peningkatan kelembaban di daerah tropis menyebabkan berkurangnya kenyamanan, namun gerakan air dapat menimbulkan kesejukan.

2.2.4 Angin

Angin merupakan pergerakan udara akibat perbedaan tekanan udara di atmosfer. Angin bergerak dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Menurut Brooks (1988), distribusi dan karakteristik angin di suatu wilayah dipengaruhi faktor global dan lokal seperti distribusi tekanan udara global musiman, rotasi bumi, variasi harian pemanasan dan pendinginan daratan-lautan, topografi dan kondisi wilayah sekitarnya.

Pada perkotaan, menurut Grey dan Deneke (1978), penataan lahan terbangun mempengaruhi kecepatan angin menjadi menurun pada level dekat permukaan. Peningkatan topografi bangunan di perkotaan memindahkan profil kecepatan angin ke atas dan meninggalkan angin yang lebih lambat di dekat permukaan. Hal ini berbeda dengan pergerakan angin di tepi kota dan pedesaan.


(24)

Sumber: Marsh (2005)

Gambar 4. Profil Kecepatan Angin Daerah Urban Hingga Pedesaan

Marsh (2005) memberi tiga contoh angin akibat perbedaan ukuran, jarak dan tata ruang terbangun perkotaan. Pertama (A), seperti pada Gambar 5 di halaman selanjutnya, udara bergerak mengikuti dan melewati struktur bangunan sesuai prinsip kontinuitas. Kecepatan angin tertinggi mencapai puncak gedung dan berlalu melewati atap. Angin pada dinding dibelokkan menurun dan menurun kecepatannya, menyebar dan sebagian mengarah ke permukaan.

Sumber: Marsh (2005)

Gambar 5. Tiga Bentuk Aliran Udara Melalui dan Sekitar Bangunan

Kedua (B) yaitu gedung dengan ketinggian yang sama dan jarak rapat, angin tetap di atas dan tidak mengalir turun ke permukaan. Hal ini mengakibatkan area tersebut memiliki kecepatan angin mikro lebih rendah dari atmosfer sekitar.


(25)

11

Ketiga (C) berkaitan dengan posisi sejajar bangunan tinggi dan jalan, dimana akan tercipta topografi seperti ngarai. Jika posisi searah angin maka akan seolah menarik aliran udara dan kecepatan angin tinggi pada permukaan jalan.

Menurut Brown dan Gillespie (1995), angin secara signifikan dapat dimodifikasi dengan menggunakan elemen lanskap guna kenyamanan termal. Beberapa karakteristik obyek lanskap yang mempengaruhi angin adalah ukuran, lokasi, orientasi, porositas, dan kerapatan. Berkaitan kenyamanan, angin berperan dalam perpindahan panas secara konvektif dimana menciptakan pendinginan melalui evaporasi. Angin membawa panas dari tubuh dan bangunan dan secara efisien menggabungkan perbedaan dalam suhu dan kelembaban udara di lanskap.

2.3Temperature Humidity Index (THI)

Pengaruh keadaaan lingkungan fisik atmosfer atau iklim terhadap manusia dinyatakan dengan istilah kenyamanan. Menurut Grey dan Deneke (1978), terdapat empat elemen utama iklim yang dominan mempengaruhi kenyamanan adalah radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara serta pergerakan udara, dimana bervariasi bergantung pada jenis kelamin, umur maupun zona iklim tertentu yang ditoleransi seseorang. Interaksi seluruhnya membentuk zona nyaman bagi manusia yang tergambarkan dalam grafik bioklimat berikut.

Sumber: Olgyay dalam Brooks (1988)


(26)

Menurut Niewolt dalam Retno (2008), salah satu skala pengukur kenyamanan termal adalah Temperature Humidity Index (THI). Metode ini berguna untuk menentukan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia melalui kombinasi antara suhu dan kelembaban udara. Kenyamanan termal sesuai skala THI terbagi menjadi 3 yaitu nyaman (THI 21-24), sedang (THI 25-28) dan tidak nyaman (THI >28). THI dihitung dengan rumus THI =

; dimana T adalah suhu udara (°C) dan RH adalah kelembaban udara(%).

2.4Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pada pasal 1 dijelaskan pengertian ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Dalam pasal 1 dijelaskan pula pengertian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut Grey dan Deneke (1978), salah satu manfaat utama pengadaan hutan kota (RTH) adalah untuk ameliorasi iklim guna kenyamanan termal. Dalam perencanaannya, vegetasi alami dipertahankan karena memiliki daya penyesuaian paling kuat. Menurut Frick dan Suskiyanto (2007), kriteria penataan RTH merupakan keterkaitan antara bentang alam, jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi, dimana: (1) rencana dikembangkan sesuai dengan pemanfaatan ruang kota; (2) direncanakan pada lahan menurut kelerengan, kegiatan di atasnya serta kedudukan terhadap jalur sungai dan jalan; (3) pada lahan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak dimanfaatkan dan atau ditelantarkan.

2.5Perencanaan RTH untuk Ameliorasi Iklim

Menurut Simonds (1983), perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif, kontinu, tanpa akhir dan bertambah. Perencanaan melalui tahapan persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan pelaksanaan yang saling terhubung dimana perubahan pada suatu bagian akan mempengaruhi yang lain.


(27)

13

Perencanaan tata hijau berupa konfigurasi RTH menurut Dahlan (1995) dibutuhkan sebagai penyeimbang ruang terbangun di perkotaan. Menurut Grey dan Deneke (1978), pohon, semak dan rumput mampu mengameliorasi suhu udara lingkungan perkotaan dengan mengontrol radiasi matahari. Efektifitas vegetasi dalam ameliorasi bergantung pada kerapatan, bentuk daun serta pola percabangan.

Menurut Grey dan Deneke (1978), pohon paling efektif mengameliorasi iklim dimana mampu menurunkan suhu pada waktu siang hari dan menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi saat malam hari. Tajuk pepohonan yang rapat efektif menurunkan efek peningkatan radiasi matahari pada siang hari dan menahan turunnya suhu pada malam hari. Pohon sebagai pendingin udara alami mampu mentranspirasikan 400 liter air/hari setiap pohonnya melalui evapotranspirasi (setara lima pendingin ruangan yang setiapnya berkapasitas 2500 kcal/jam dan beroperasi 20 jam/hari). Brown dan Gillespie (1995) menambahkan, dedaunan mampu menyerap, memantulkan dan mentransmisikan radiasi yang diterima dari matahari. Pada tutupan kanopi pohon, secara vertikal terdapat perbedaan suhu dan kelembaban udara. Hal ini turut dipengaruhi adanya angin, seperti dapat dilihat pada Gambar 7.

Sumber: Grey dan Deneke (1978)

Gambar 7. Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Kanopi RTH: (A) Tanpa Pergerakan Udara dan (B) Ada Pergerakan Udara

Menurut Grey dan Deneke (1978), konfigurasi vegetasi bermanfaat untuk ameliorasi iklim dengan memodifikasi pergerakan udara. Penanaman searah angin mampu membantu pemerataan kenyamanan termal karena angin efektif


(28)

menggabungkan perbedaan suhu dan kelembaban. Komposisi vegetasi berupa pemecah angin (shelterbelt) dapat mengurangi kecepatan angin. Angin yang berhembus pada shelterbelt akan dibelokkan ke atas, menyebabkan kecepatan angin berkurang di daerah tersebut namun akan meningkat seiring bertambahnya jarak. Terdapat perbedaan perubahan kecepatan angin karena perbedaan kerapatan

shelterbelt, seperti dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: Grey dan Deneke (1978)


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian di lapang dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober 2010 dan kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data hingga penyusunan perencanaan.

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010)


(30)

3.2Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu Global Positioning System

(GPS) untuk cross check antara data sekunder dengan kondisi di lapang, kamera digital, termometer bola basah dan bola kering untuk mengukur suhu dan kelembaban udara, serta komputer dengan program Adobe Photoshop CS3, ArcView 3.3, AutoCAD 2009, Surfer 8, Ms. Office Excel dan Ms. Word 2007 untuk pengolahan data dan penulisan.

3.3Batasan Studi

Batasan studi dan penelitian ini sampai pada tahap perencanaan ruang terbuka hijau (RTH). Perencanaan RTH bertujuan mengameliorasi iklim Kecamatan Beji sehingga diperoleh kenyamanan termal secara fisik. Perencanaan dilakukan setelah meneliti hubungan antara penggunaan dan penutupan lahan dengan faktor-faktor iklim mikro (suhu udara, kelembaban udara dan angin) sebagai penentu kenyamanan termal. Perencanaan meliputi penentuan lokasi, jenis dan fungsi RTH, hingga pemilihan tanaman. Batas lokasi penelitian sesuai batas wilayah administratif Kecamatan Beji dimana batas unit pengamatan berupa poligon dan batas perencanaan berdasarkan hirarki administratif Kecamatan Beji.

3.4Metode

Metode awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pengumpulan data primer dan sekunder di lapang. Selanjutnya dengan metode rasional dilakukan analisis terhadap faktor-faktor iklim mikro dan lahan Kecamatan Beji, mencari keterhubungan antara RTH dan tingkat kenyamanan termal, dan menentukan jumlah RTH yang dibutuhkan untuk kenyamanan termal. Secara rasional pula dilakukan pengalokasian dan perencanaan RTH dengan penyesuaian terhadap aspek legal yang perlu dipertimbangkan.

3.5Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan sesuai tahapan perencanaan menurut Simonds (1983) yaitu melalui tahapan persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Bagan alur tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.


(31)

17

Gambar 10. Bagan Alur Tahapan Penelitian Penjelasan dari tiap tahapan penelitian adalah sebagai berikut:

3.5.1 Persiapan Studi

Tahap persiapan studi terdiri dari persiapan administrasi dan persiapan teknis. Persiapan administrasidilakukan dengan pembuatan surat pengantar dari Departemen Arsitektur Lanskap yang ditujukan kepada Dinas Kesatuan Bangsa Kota Depok untuk memperoleh izin penelitian serta mendapat surat pengantar ke kantor dinas terkait sumber data sekunder. Persiapan teknis berupa penyediaan peta Kecamatan Beji, persiapan alat dan bahan serta penjadwalan waktu pengambilan data.

3.5.2 Inventarisasi

Inventarisasi atau pengumpulan data mencakup aspek umum, aspek fisik, aspek sosial, dan aspek legal dari Kecamatan Beji. Data terdiri atas data primer (hasil observasi di lapang) dan data sekunder (hasil studi pustaka dan dari kantor dinas terkait). Deskripsi data tiap aspek seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis, Interpretasi, Tipe dan Sumber Data

Jenis Data Interpretasi Data Tipe Data Sumber Aspek Umum

Letak, batas, luas wilayah

- Batas administratif - Luas wilayah studi

Sekunder Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Tata Guna Lahan - Perumahan - Perdagangan/Jasa - Pendidikan - Pertanian - Jalan - RTH Primer dan Sekunder

Dinas Tata Ruang dan Pemukiman

Dan Lapang

Penutupan Lahan

- Terbangun - Badan air -RTH

Primer dan Sekunder

Citra Satelit Quickbird dan Lapang


(32)

Lanjutan Tabel 2

Jenis Data Interpretasi Data Tipe Data Sumber Aspek Biofisik

Tanah Jenis dan tekstur Sekunder Dinas Tata Ruang dan Pemukiman

Topografi Kemiringan Sekunder Dinas Tata Ruang dan

Pemukiman

Iklim - Curah hujan

- Suhu

- Kelembaban - Angin

Primer dan Sekunder

Data Iklim (BMG) dan Lapang

Vegetasi Jenis vegetasi Primer dan

Sekunder

Dinas Pertamanan, dan Lapang

Aspek Sosial Demografi Sekunder Badan Pusat Statistik

Aspek Legal Peraturan Terkait Sekunder Undang-Undang

Pengumpulan data sekunder spasial dan teks menjadi langkah awal dalam memperoleh informasi pendahuluan sebagai dasar penelitian. Pada tahap inventarisasi dilakukan pengolahan data sekunder penggunaan dan penutupan lahan untuk menghasilkan peta-peta yang berguna dalam penentuan lokasi pengambilan data primer suhu dan kelembaban udara. Agar hasilnya sesuai dengan kondisi saat ini maka terlebih dahulu dilakukan cross check dengan kondisi lapang saat ini. Berikut ini penjelasan dari peta-peta yang dikerjakan pada tahap inventarisasi serta teknis pengumpulan data primer iklim mikro:

a. Peta Penutupan Lahan

Penutupan lahan terkait dengan vegetasi, struktur atau fitur-fitur lain yang menutupi lahan. Penutupan lahan diketahui melalui interpretasi visual citra Quickbird dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok dengan penyesuaian Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Beji 2009 dan pengecekan di lapang. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) identifikasi citra dilakukan berdasarkan tujuh karakteristik dasar yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, warna, tekstur, dan situs. Proses identifikasi dibantu dengan menetapkan kunci selektif berupa foto citra dengan keterangannya. Dalam identifikasi citra dilakukan digitasi. Digitasi adalah kegiatan pemasukan data menggunakan software ArcView dengan mendeliniasi langsung pada layar untuk fitur poligon atau garis sehingga dihasilkan beberapa penutupan untuk setiap informasi tematik yang berbeda.


(33)

19

b. Peta Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah aspek pemanfaatan ruang, mencakup jenis kegiatan pemanfaatan ruang dan penyebarannya dalam ruang. Klasifikasi penggunaan lahan ditetapkan melalui penggabungan dan penyesuaian data dari Badan Pusat Statistik Kota Depok, Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Beji (Lampiran 3) serta hasil cross cek di lapang. Pembuatan peta juga dilakukan dengan proses digitasi dengan software ArcView.

c. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara

Perbedaan penutupan lahan (berkaitan penggunaan lahan) mempengaruhi penerimaan radiasi dan reradiasi ke sekitar dan menciptakan perbedaan iklim mikro. Karenanya, lokasi pengukuran dapat ditentukan berdasarkan jenis penutupan dan penggunaan lahan. Hal tersebut dinilai lebih efektif karena jumlah lokasi pengukuran dapat lebih sedikit (dibandingkan metode

grid) dan tetap mewakili kondisi termal wilayah. Hal ini memudahkan pengukur, mengingat keterbatasan alat (hanya satu) dan wilayah Kecamatan Beji yang luas (1.509,7 ha).

Dari Peta Penggunaan Lahan dan Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji diketahui penutupan lahan meliputi lahan terbangun, RTH dan badan air. Lahan terbangun terdiri atas penggunaan lahan pemukiman, perdagangan dan jasa, perguruan tinggi, dan jalan raya. Badan air meliputi sungai, kolam budidaya dan situ. RTH mayoritas berupa lahan campuran, hutan kota, taman kota dan pemakaman umum. Berdasarkan penutupan dan penggunaan lahan tersebut dilakukan pemilihan lokasi secara acak. Lokasi tersebar di seluruh wilayah studi agar dapat dibuat spasial sebaran kondisi termal. Pengukuran juga dilakukan di luar wilayah karena kondisi termal kawasan dipengaruhi kondisi termal sekitar. Wilayah luar Kecamatan Beji umumnya memiliki penutupan dan penggunaan lahan sama dengan area tepi perbatasan sehingga diasumsikan iklim mikro tidak berbeda. Pengukuran luar wilayah hanya dilakukan di ujung tepi Hutan Kota Universitas Indonesia di Jakarta Selatan. Luas hutan yang besar sangat berpengaruh menciptakan perbedaan iklim mikro yang akan nampak secara spasial. Dari proses pemilihan didapat 14 lokasi dengan deskripsi seperti pada Tabel 3.


(34)

Tabel 3. Lokasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara di Kecamatan Beji

No. Lokasi Penutupan Penggunaan Deskripsi

1 Taman Kota

Lingkar Universitas Indonesia (UI)

RTH Taman Kota Lokasi di tepi Jalan Margonda Raya, berbatasan dengan DKI Jakarta

2 Hutan Kota UI RTH Hutan Kota Pengukuran di tepi pada dua lokasi: (1) wilayah Beji dan (2) luar/DKI 3 Juragan Sinda Terbangun Perumahan

swadaya

Dominan rumah kos KDB sedang

4 H. Mustafa Terbangun Perumahan swadaya

Dominan permukiman KDB tinggi

5 TPU RTH Pemakaman Dikelilingi pemukiman

6 Kampung Pocin Terbangun Perumahan swadaya

Rumah kos/permukiman KDB tinggi dan rapat 7 Margo City Terbangun Perdagangan

dan jasa

Pusat perbelanjaan

8 Danau UI Badan air Setu Dikelilingi RTH UI

9 Kampung Curug Terbangun Perumahan swadaya

Pemukiman diselingi ladang

10 Ladang Pertanian RTH Lahan campuran

Pohon buah dan umbi 11 Perum Depok

Mulya I

Terbangun Perumahan formal

Perumahan KDB sedang, sekitarnya permukiman padat 12 Perum Depok

Mulya III

Terbangun Perumahan formal

Perumahan KDB sedang, sekitarnya perumahan swadaya dengan ladang

13 Setu Pladen Badan air Setu Dikelilingi pemukiman 14 Mall Depok Terbangun Perdagangan

dan jasa

Pusat perbelanjaan

Pengukuran suhu udara (°C) dan kelembaban relatif (%) dilakukan dengan menggunakan termometer bola basah dan bola kering. Suhu udara didapat dari nilai termometer bola kering. Kelembaban relatif ditentukan dari selisih nilai termometer bola basah dengan nilai termometer bola kering (Lampiran 2). Pengukuran dilakukan tiga waktu (jam 07.00, 13.00 dan 16.00) saat cuaca cerah dengan dua kali pengulangan. Pengukuran dilakukan pada hari berbeda secara bergantian. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat dan wilayah yang luas. Spasial persebaran lokasi seperti pada Gambar 11.


(35)

21

Gambar 11. Foto dan Sebaran Empatbelas Titik Lokasi Pengukuran

3.5.3 Analisis

Pada tahap analisis ditampilkan data-data dan dilakukan analisis terhadap faktor-faktor iklim mikro dan kenyamanan termal terkait RTH untuk ameliorasi iklim. Analisis meliputi analisis kenyamanan termal, analisis jumlah dan alokasi RTH dan analisis RTH untuk kenyamanan termal.

a. Analisis Kenyamanan Termal

Analisis kenyamanan termal terdiri atas analisis iklim mikro (radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara, angin), Temperature Humidity Index serta kenyamanan termal ideal. Berikut penjelasan masing-masing:


(36)

 Penerimaan Radiasi Matahari

Penerimaan radiasi matahari terkait topografi kawasan mempengaruhi iklim mikro. Kemiringan lahan diklasifikasikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian 1981 mengenai penentuan kawasan lindung, dimana terbagi dalam lima rentang yaitu (1) Kelerengan 0 – 8%; (2) Kelerengan 8 – 15%; (3) Kelerengan 15 – 25%; (4) Kelerengan 25 – 40% dan (5) Kelerengan > 40%. Analisis membahas pengaruh dan keterkaitan kelerengan wilayah terhadap ikim mikro Kecamatan Beji yang berguna kemudian dalam solusi perencanaan.

 Suhu dan Kelembaban Udara

Langkah awal yaitu pengolahan data suhu udara (T) dan kelembaban udara (dalam hal ini kelembaban relatif atau RH) hasil pengukuran di lapang. Kedua data tersebut ditabulasi, dilakukan perhitungan, serta dibuat grafiknya untuk mengetahui fluktuasinya berdasarkan waktu pengukuran dan tipe penutupan dan penggunaan lahaan. Rumus rata-rata suhu udara harian (Tr) = .

Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap hasil tabulasi suhu dan kelembaban serta spasial peta isoplet suhu udara dan kelembaban udara yang dibuat dengan program Surfer 8.

 Angin

Angin sebagai salah satu komponen penting iklim mikro secara efisien menggabungkan perbedaan suhu dan kelembaban udara di lanskap. Spasial, arah dan besar kecepatan angin dianalisis pengaruhnya terhadap kenyamanan termal di Kecamatan Beji.

Temperature Humidity Index (THI)

Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara dipergunakan untuk menghitung nilai THI dengan rumus THI = 0.8T +

. T adalah nilai suhu udara (°C) dan RH adalah kelembaban udara (%). Hasil perhitungan THI kemudian digolongkan menjadi area tidak nyaman (THI < 21 dan THI > 28) dan area nyaman (THI 21 – 28).


(37)

23

Sebaran dan spasial nilai THI tiap lokasi pengukuran dibuat bantuan

software ArcView. Tiap lokasi pengukuran dapat diperoleh perwakilan areanya dengan poligon thiessen sehingga didapat luasan area nyaman dan tidak nyaman. Data spasial dan tabular dianalisis untuk mengetahui keterkaitan faktor pembentuk iklim mikro terhadap kenyamanan termal pada beragam lokasi.

 Kenyamanan Termal Ideal

Setelah diketahui nilai kenyamanan termal kemudian ditentukan nilai kenyamanan termal ideal untuk Kecamatan Beji dari kondisi termal harapan. Penentuan ini berguna dalam tahapan sintesis selanjutnya untuk penentuan luasan RTH sesuai nilai THI harapan.

b. Analisis Jumlah dan Alokasi RTH

Analisis diawali dengan mengkaji lahan Kecamatan Beji dan dilanjutkan analisis RTH untuk kenyamanan termal dan analisis alokasi RTH.

 Lahan Kecamatan Beji (analisis berkaitan penggunaan lahan, penutupan lahan serta keberadaan RTH)

Penggunaan lahan melalui Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Beji yang telah dibuat pada tahapan persiapan dapat dihitung luasannya dan dianalisis berkaitan keberadaan RTH di tiap tipe penggunaan lahan. Hal ini diperlukan untuk mendukung tahapan sintesis dan perencanaan dalam menentukan distribusi RTH.

Penutupan Lahan melalui Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji yang telah dibuat sebelumnya akan dihitung luas dan persentasenya. Sebaran juga dianalisis sehingga diketahui area tinggi terbangun yang memerlukan RTH atau area berpotensi sebagai RTH.

RTH dianalisis berkaitan jenis dan persebaran sesuai hirarki administratif. Vegetasi dianalisis berkaitan kenyamanan termal.

 RTH untuk Kenyamanan Termal

Luasan RTH dan nilai THI sebagai parameter kenyamanan termal dicari hubungannya melalui persamaan regresi linier. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh luas RTH pendugaan beserta kebutuhan penambahannya.


(38)

 Alokasi RTH

Keberadaan penggunaan lahan berkaitan keberadaan RTH di Kecamatan Beji dikaji berkaitan hirarki administratif dan kesesuaiannya dengan aspek legal, penggunaan lahan serta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kecamatan Beji, Kota Depok.

3.5.4 Sintesis

Pada tahap ini dilakukan overlay peta-peta hasil analisis sehingga dihasilkan kawasan yang membutuhkan penambahan dimana dapat diketahui intensitas perencanaan RTH sesuai satuan unit analisis.

3.5.5 Perencanaan

Perencanaan diawali dengan penentuan konsep yang ditujukan untuk mengarahkan perencanaan yang dibuat, yaitu perencanaan RTH yang mampu mengameliorasi iklim sehingga tercipta kenyamanan termal. Dari konsep utama kemudian dilakukan pengembangan konsep. Pengembangan konsep RTH meliputi konsep ruang dan vegetasi. Perencanaan RTH mengikuti hasil dari pengembangan konsep, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Rencana ruang RTH

Rencana ini meliputi perencanaan bentuk, pola dan persebaran RTH. Perencanaan pola dan pesebaran lokasi RTH dilakukan sesuai hasil sintesis lokasi yang membutuhkan RTH serta penggunaan lahan yang ada. Perencanaan bentuk berkaitan dengan kesesuaian lokasi dan tingkat kebutuhan kenyamanan. Bentuk RTH dapat berupa hutan kota, taman, jalur hijau, area konservasi, lahan pertanian dan sebagainya. Perencanaan ruang juga termasuk fungsi dan aktivitas di dalamnya.

b. Rencana vegetasi

Perencanaan vegetasil berkaitan pemilihan tanaman yang mampu lebih efektif mempengaruhi atau memodifikasi iklim mikro. Tanaman dipilih berdasarkan ciri fisik (arsitektural) maupun fisiologis serta terkait strata maupun kombinasi tanaman penutup tanah, semak, perdu dan pohon dalam mempengaruhi iklim mikro.


(39)

IV. KONDISI UMUM

4.1Lokasi Administratif Kecamatan Beji

Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6°21‟13” -

6°24‟00Lintang Selatan dan 106°47‟40” - 106°50‟30” Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki luas 1.509,7 ha, dengan batas-batas wilayah :

Sebelah utara : Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan

Sebelah timur : Sungai Ciliwung, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

Sebelah Selatan : Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok Sebelah Barat : Kecamatan Limo, Kota Depok

Wilayah administratif Kecamatan Beji dapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010)

Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

Kecamatan Beji sebagai pusat dari Kota Depok terdiri dari enam kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan


(40)

Pondok Cina, Kelurahan Kukusan dan Kelurahan Tanah Baru. Kecamatan Beji terdiri dari 72 rukun warga (RW) dan 371 rukun tetangga (RT). Luas dan persebaran tingkatan administratif pada Kecamatan Beji seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah RT dan RW Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok (2010)

4.2Sejarah Kecamatan Beji, Kota Depok

Pada awalnya wilayah Depok merupakan sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara dan semak belukar. Pada tanggal 18 Mei 1696 pejabat tinggi VOC Cornelis Chastelein membeli tanah wilayah Depok sebagai perkebunan. Depok sendiri merupakan singkatan dari De Eerste Protestante Organisatie Christenen, sebuah lembaga penyebar agama Kristen milik Chastelein. Pada tahun 1871 Pemerintah Belanda mengizinkan daerah Depok membentuk Pemerintahan dan Presiden sendiri setingkat Gemeente (desa otonom). Gementee Depok berakhir pada tahun 1952 setelah terjadi perjanjian pelepasan hak antara Pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok.

Tidak adanya catatan sejarah tersendiri mengenai Beji pada masa itu, namun terdapat sejarah daerah Pondok Cina yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Beji. Pada masa pemerintahan baru Gementee Depok, para pedagang Cina dari Batavia tertarik datang untuk berdagang. Mereka tidak diperbolehkan untuk bermukim di wilayah Gementee Depok sehingga membangun pondok-pondok sederhana didekatnya yaitu di Kampung Bojong yang didominasi hutan belantara. Lambat laun daerah tersebut berkembang menjadi pemukiman kecil komunitas Cina dan para pendatang. Nama Kampung Bojong pun berganti dengan Pondok Cina yang kini menjadi Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji.

Sejak dimulai Pemerintahan Republik Indonesia, wilayah Depok termasuk dalam pemerintahan Kecamatan Depok dibawah Kawedanaan (Pembantu Bupati)

Kelurahan Luas (ha) Jumlah RT Jumlah RW

Beji 216,8 102 16

Beji Timur 100,7 29 6

Kemiri Muka 279,5 84 20

Pondok Cina 235,7 35 9

Kukusan 357,0 47 8


(41)

27

wilayah Parung dengan wilayah meliputi 21 desa yang salah satunya adalah Desa Beji. Terjadi peningkatan pendatang ke wilayah Depok untuk bermukim dipengaruhi pembangunan proyek perumahan nasional di Depok pada tahun 1976, disusul pembangunan perumahan-perumahan swasta. Pada tahun 1980an, pembangunan Jalan Margonda Raya dan Kampus Universitas Indonesia yang berlokasi di Pondok Cina turut menyebabkan peningkatan pembangunan rumah kos, perumahan dan tempat perbelanjaan di Pondok Cina dan Beji.

Pada tahun 1981 dibentuklah Kecamatan Beji bersamaan dengan disahkannya Kota Administratif Depok berdasarkan PP nomor 43 tahun 1981. Kota Administratif Depok terdiri dari tiga kecamatan (Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji) dan 17 desa. Kecamatan Beji terdiri dari lima desa yaitu Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru dan Desa Kukusan. Karena perkembangan pesat maka pada tahun 1998 terjadi perubahan Desa menjadi Kelurahan dan pemekaran kelurahan. Pada Kecamatan Beji bertambah satu kelurahan yaitu Kelurahan Beji Timur.

Pada tahun 1999, Kota Administratif Depok berubah menjadi Kota Madya Depok berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok yang terdiri dari sebelas kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Tapos. Kecamatan Beji menjadi pusat Kota Depok dan terdiri dari enam kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kukusan dan Kelurahan Tanah Baru.

4.3Aspek Biofisik 4.3.1 Topografi

Berdasarkan peta rupabumi tahun 2001, diketahui bahwa Kecamatan Beji terletak di dataran rendah dengan elevasi antara 62 sampai dengan 80 meter di atas permukaan laut. Sebagaian besar wilayah Kecamatan Beji termasuk dalam kemiringan landai dengan kemiringan lereng kurang dari 15%. Bentuk kemiringan wilayah tersebut sangat menentukan jenis penggunaan lahan, intensitas


(42)

penggunaan lahan dan kepadatan bangunan. Wilayah Beji yang cenderung datar ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti pemukiman, perdagangan dan jasa.

4.3.2 Geologi dan Tanah

Berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992, Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, skala 1 : 10.000, stratigrafi wilayah Depok sekitarnya dari tua ke muda disusun oleh batuan perselingan, batu pasir dan batu lempung sebagai berikut:

 Formasi bojongmanik (Tmb): perselingan konglomerat, batu pasir, batu lanau, dan batu lempung;

 Formasi serpong (Tpss): breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung;

 Satuan batuan gunung api muda (Qv): tuf halus berlapis, tuf pasiran berselingan dengan konglomeratan;

 Satuan batuan kipas alluvium: endapan lempung, pasir, kerikil, kerakal; dan

 Satuan endapan alluvial (Qa).

Menurut Laporan Penelitian Sumberdaya Air Permukaan di Kota Depok, kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam sistem geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Singkapan batuan tersier yang membatasi cekungan Bogor – Tangerang – Bekasi terdapat pada bagian barat – barat daya dimana dijumpai pada Formasi Serpong, Genteng dan Bojongmanik. Jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Beji yaitu tanah latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis – basaltis. Jenis tanah ini tingkat kesuburannya rendah – cukup, mudah meresapkan air, tahan terhadap erosi dan memiliki tekstur halus (www.depok.go.id, 2010).

4.3.3 Klimatologi

Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok termasuk daerah iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, dimana musim kemarau berlangsung pada bulan April – September dan musim penghujan antara bulan Oktober – Maret. Kondisi iklim di Depok relatif sama, ditandai perbedaan curah hujan yang cukup kecil. Berdasarkan data hasil pemeriksaan hujan tahun 2009 di Stasiun Pancoran Mas


(43)

29

(Tabel 5) diketahui curah hujan bulanan berkisar antara 1 – 330 mm dan banyaknya hari hujan antara 12 – 27 hari. Puncak hari hujan terjadi pada bulan Desember sedangkan hari hujan terendah pada bulan April. Curah hujan rata-rata bulanan Kecamatan Beji adalah 270,8 mm.

Tabel 5. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Beji

Bulan Hari Hujan Curah Hujan (mm)

Januari 24 260

Februari 18 250

Maret 15 240

April 12 220

Mei 19 260

Juni 17 250

Juli 15 240

Agustus 19 270

September 20 300

Oktober 22 300

Nopember 25 330

Desember 27 330

Sumber: BPS (2009)

Dari hasil pengukuran stastiun BMG Jakarta Observatory tahun 2009, diperoleh suhu udara (T) rata-rata bagi DKI dan sekitarnya yaitu 28,6°C, dengan rata-rata T minimum 25,3°C pada bulan April dan T maksimum 32,4°C pada bulan September. Kelembaban udara (RH) rata-rata Kecamatan Beji pada tahun 2009 adalah 87,1%. Dengan RH maksimum pada bulan Data iklim bulanan di Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2009 seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Iklim Rata-Rata Bulanan Kota Depok

Bulan Tmean (°C) Tmax (°C) Tmin (°C) RH (%)

Januari 27,0 30,2 24,5 90,6

Februari 27,1 30,3 24,4 91,0

Maret 28,4 32,6 25,0 88,2

April 28,9 32,0 23,9 88,7

Mei 28,9 32,6 25,6 88,6

Juni 29,1 33,0 25,5 87,5

Juli 29,3 32,8 25,6 81,5

Agustus 29,5 33,1 25,6 83,5

September 29,5 33,8 25,7 83,3

Oktober 28,5 33,7 25,7 84,7

November 28,6 32,7 25,2 88,2

Desember 28,7 31,9 25,5 89,4


(44)

4.4Aspek Sosial

Jumlah penduduk Kecamatan Beji meningkat 10.348 jiwa dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Pada tahun 2010 tercatat terdapat 39.302 rumah tangga dengan jumlah penduduk 117.972 jiwa dan kepadatan penduduk 83 jiwa/ha. Jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Beji yang didominasi pemukiman, dimana terdapat 14.910 rumah tangga dengan kepadatan penduduk 180 jiwa/ha. Kepadatan penduduk terendah berada di Kelurahan Pondok Cina yaitu sebesar 35 jiwa/ha dengan jumlah rumah tangga sebesar 3.414. Hal tersebut dikarenakan Kelurahan Pondok Cina diominasi penggunaan lahan kawasan perguruan tinggi. Sebaran penduduk pada tiap kelurahan di Kecamatan Beji seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji

Kelurahan Rumah Tangga

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Luas (ha)

Kepadatan (Jiwa/ha)

Beji 14.910 34.090 190 180

Beji Timur 1.925 7.992 75 107

Kemiri Muka 8.553 29.682 183 163

Pondok Cina 3.414 10.815 308 35

Kukusan 4.695 14.463 347 42

Tanah Baru 5.805 20.930 327 64


(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Data dan Analisis

Kondisi kenyamanan termal serta jumlah dan alokasi RTH menjadi pokok utama dalam proses perencanaan RTH untuk ameliorasi iklim mikro Kecamatan Beji. Analisis kenyamanan termal berkaitan dengan suhu udara, kelembaban udara, Temperature Humidity Index (THI) dan angin bertujuan mengidentifikasi dan menentukan tingkat kenyamanan termal yang diharapkan. Jumlah dan alokasi RTH berhubungan dengan penggunaan dan penutupan lahan, aspek legal serta alokasi RTH untuk mencapai kondisi kenyamanan termal ideal tersebut. Berikut pembahasan dari masing-masing pokok analisis:

5.1.1 Kenyamanan Termal 5.1.1.1Iklim Mikro

Kenyamanan termal pada suatu kawasan berkaitan dengan penerimaan radiasi matahari serta ditentukan oleh faktor pembentuk iklim mikro. Penerimaan radiasi matahari berkaitan sudut datang matahari, topografi dan kemiringan lahan serta penutupan lahan tersebut. Pada wilayah Indonesia yang berada dekat garis Khatulistiwa, sudut datang matahari yang cenderung seragam setiap bulannya tidak begitu berpengaruh seperti pada negara empat musim. Kelerengan wilayah Kecamatan Beji yang landai kurang dari 15% juga tidak signifikan berpengaruh terhadap perbedaan penerimaan radiasi.

Karena itu, identifikasi kenyamanan termal Kecamatan Beji berfokus pada faktor pembentuk iklim mikro yaitu suhu udara, kelembaban dan angin. Menurut Smith (2001) dalam meteorologi, untuk memudahkan prediksi cuaca dan analisis maka penggambaran peta cuaca ditampilkan berupa peta isoplet. Isoplet (dari bahasa Yunani iso- sama; pleth- nilai) merupakan garis yang menghubungkan titik-titik dengan nilai yang sama. Dalam penelitian ini, analisis iklim mikro Kecamatan Beji dilengkapi dengan peta isoplet yang dibuat dengan bantuan

software Surfer 8. Data yang digunakan adalah hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada 14 titik lokasi di lapang (Tabel 8).


(46)

Tabel 8. Suhu (T), Kelembaban (RH) dan THI Tiap Lokasi Pengukuran

Penutupan/ Ke- THI THI THI THI

Penggunaan T(°C) RH(%)T(°C) RH(%) T(°C) RH(%) pagi siang sore harian

1 Taman Kota RTH/ 1 28 85 30 78 29 78 28,7 80,3 27,2 28,7 27,5 27,6

Lingkar UI Taman Kota 2 28 85 30 78 28,5 78

2 Tepi Hutan RTH/ 1 28 85 30,5 78 28 77 28,4 79,8 26,9 28,9 26,7 27,3

Kota UI Hutan Kota 2 27,5 84 30 78 28 77

3 Juragan Sinda terbangun/ 1 29 78 31,5 79 30 78 30,0 79,5 27,9 30,7 28,7 28,8

Perumahan swadaya 2 29 85 32,5 79 30 78

4 H. Mustafa terbangun/ 1 28 77 31 79 30 78 29,7 79,3 27,4 30,4 28,7 28,5

Perumahan swadaya 2 29 85 32,5 79 30 78

5 Kuburan RTH/ 1 28 77 31 79 29 78 29,5 79,3 27,4 30,2 28,2 28,3

Pemakaman 2 29 85 32 79 30 78

6 Kampung terbangun/ 1 29 78 32,5 79 30 79 30,1 81,0 27,9 31,4 28,4 28,9

Pocin Perumahan swadaya 2 29 85 33 80 29 85

7 Margo City terbangun/ 1 29,5 78 35,5 81 32 79 31,3 79,2 28,0 33,6 30,4 30,0

Perdagangan jasa 2 29 78 34,5 80 31,5 79

8 Danau UI badan air/ 1 28 85 32 86 29 85 29,3 84,2 27,6 30,4 27,6 28,3

Perguruan tinggi 2 29 85 31 79 28 85

9 Kampung terbangun/ 1 29 78 32 79 30,5 78 30,2 78,5 27,5 31,2 29,4 28,9

Curug Perumahan swadaya 2 28,5 77 33 80 31 79

10 Ladang RTH/ 1 28,5 77 31,5 79 29 78 29,8 79,3 27,7 30,7 28,4 28,6

Pertanian Lahan campuran 2 29 85 32,5 79 30,5 78

11 Perum Depok terbangun/ 1 29 78 33 80 30 78 29,75 80,8 27,45 31,17 28,41 28,6

Mulya II Perumahan formal 2 28 85 32 79 29 85

12 Perum Depok terbangun/ 1 29 78 32 79 30 78 30,00 78,3 27,72 30,66 28,68 28,70

Mulya III Perumahan formal 2 29 78 32 79 29,5 78

13 Setu Pladen Badan air/ 1 28 92 32 86 29 85 28,88 85,3 26,92 30,62 27,65 28,03

Setu 2 27,5 92 31 86 27 92

14 Mall Depok terbangun/ 1 29 78 34,5 80 31 79 30,88 79,0 27,72 32,40 30,42 29,58

Perdagangan jasa 2 29 78 33 80 31,5 79

29,75 80,3 27,52 30,78 28,52 28,57 Rata-rata

Siang (13.00) Sore (16.00) T(°C) RH (%)

LokasiKeterangan Pagi (07.00)

Keterangan: T = temperature (suhu); RH = relative humidity (kelembaban); THI= temperature humidity index


(47)

33

(1) Suhu Udara

Dari hasil pengukuran di lapang (Tabel 8) diketahui suhu udara (T) rata-rata harian Kecamatan Beji adalah 29,7°C. T harian teringgi adalah 31,3°C dan T

terendah 28,4°C. Sebaran T rata-rata Kecamatan Beji tergambar dalam peta isoplet suhu udara (peta isoterm) seperti dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Peta Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok

Gambar 13 memperlihatkan isoplet T yang semakin rapat dan meningkat nilainya ke arah tepi tenggara (sepanjang Jalan Margonda Raya). Pergeseran peningkatan suhu udara ini semakin tajam mengarah ke area tinggi terbangun. T


(48)

didominasi pertokoan bertingkat yang rapat dan terpola. Pada tengah kawasan Kecamatan Beji, T seragam yaitu berkisar 30°C. Hal ini dikarenakan penutupan yang seragam yaitu dominasi pemukiman dengan koefisien dasar bangunan sedang hingga tinggi dengan pola tidak teratur. Kemudian T berangsur menurun ke arah timur laut mengarah ke kawasan Hutan Kota UI.

Pada wilayah perkotaan, tingginya emisivitas dan albedo perkerasan berpengaruh terhadap peningkatan suhu udara setempat. Kepadatan dan orientasi bangunan yang tidak teratur mengakibatkan pergerakan angin tidak mengalir dan suhu udara tetap tinggi. Kondisi termal tersebut perlu diameliorasi dengan pengadaan RTH. Vegetasi sebagai komponen RTH mampu menyerap dan menghalangi radiasi matahari yang sampai di permukaan serta memberi kesejukan dari oksigen yang dihasilkan. Pengadaan RTH diperlukan pada kawasan timur hingga tenggara dan tengah Kecamatan Beji dimana dapat berupa koridor yang mengalikan udara atau taman atap pada lahan terbatas.

(2) Kelembaban Udara

Dari hasil pengukuran di lapang (Tabel 8), diketahui kelembaban udara (RH) harian rata-rata di Kecamatan Beji adalah 80,3%. RH harian minimum adalah 78,3%, berlokasi pada penutupan lahan terbangun perumahan formal. RH

minimum terjadi saat tengah hari bersamaan dengan suhu udara maksimum. RH

maksimum 85,3% berada di penutupan badan air setu.

Tingginya RH di kawasan situ maupun hutan kota disebabkan proses evapotranspirasi oleh air dan tanaman yang sangat besar sehingga massa udara di daerah tersebut lebih banyak mengandung uap air dibanding pada lahan terbangun. Keberadaan badan air dengan luasan tertentu mampu secara efektif meningkatkan kelembaban udara. Namun, pada kawasan sekitar Kali Tanah Baru di sebelah barat Kecamatan Beji yang dikelilingi pemukiman rapat, keberadaan badan air tidak cukup berpengaruh dan kelembaban udara cenderung rendah. Pelestarian badan air dan sempadan diperlukan untuk menunjang upaya ameliorasi iklim Kecamatan Beji. Sebaran RH rata-rata harian Kecamatan Beji nampak dalam peta isoplet kelembaban udara (peta isohume) pada Gambar 14.


(49)

35

Gambar 14. Peta Isohume Kecamatan Beji, Kota Depok

(3) Temperature Humidity Index

Temperature Humidity Index (THI) adalah indeks tingkat kenyamanan suatu area secara kuantitatif berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara relatif. THI nyaman yaitu THI 21 – 28 dan THI tidak nyaman jika THI < 21 dan THI > 28. Dari hasil pengukuran di lapang diperoleh THI harian rata-rata Kecamatan Beji adalah 28,6 dimana pagi hari tergolong nyaman (THI 27,5), siang hari tidak nyaman (THI 30,8) dan sore hari tidak nyaman (THI 28,5).

Kondisi kenyamanan termal Kecamatan Beji tidak nyaman saat siang hari dimana THI berkisar antara 28 hingga 34. Dari Peta THI siang Kecamatan Beji


(50)

(Gambar 16), dapat dilihat pola isoplet THI menyerupai isoplet suhu udara. Nilai THI semakin tinggi (THI > 30,5) mengarah ke arah tepi tenggara dan selatan Kecamatan Beji. Tingginya THI pada kawasan tersebut dipengaruhi tingginya suhu udara akibat besarnya radiasi matahari yang diserap, dipantulkan dan ditransmisikan oleh dominasi perkerasan. Pada area tengah Kecamatan Beji yang didominasi perumahan formal, THI seragam mendekati nilai 30,5. Kenyamanan termal meningkat (THI < 30) ke arah timur laut yang didominasi RTH.

Gambar 15. Peta THI Siang Kecamatan Beji, Kota Depok

Rata-rata THI harian Kecamatan Beji adalah 28,6 dan termasuk tidak nyaman. THI harian tertinggi (THI 30) berada di sebelah tenggara yaitu pusat


(51)

37

perbelanjaan Margo City. THI terendah (THI 27,3) berada di sebelah timur laut yaitu Hutan Kota UI. Berdasarkan pembagian dengan poligon thiessen, dapat diperkirakan luasan area yang terwakili oleh setiap titik pengukuran. THI nyaman meliputi 9,2% wilayah Kecamatan Beji (138,84 ha) dan sisanya (1.370,86 ha) adalah area tidak nyaman. Area nyaman meliputi poligon titik pengukuran 1 dan 2 dimana terdapat RTH hutan dan taman kota. Sebaran THI harian menyerupai pola isoplet THI siang seperti dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Peta THI Harian Kecamatan Beji, Kota Depok

Nilai THI sangat dipengaruhi oleh nilai suhu udara. Hal ini terlihat dengan serupanya pola isoplet THI (Gambar 15 dan Gambar 16) dengan pola isoterm


(52)

(Gambar 13). Nilai kelembaban udara yang dipengaruhi oleh luasan RTH dan badan air di Kecamatan Beji tidak cukup signifikan berpengaruh terhadap nilai THI. Secara umum, pergeseran kontur THI semakin nyaman mengarah ke lokasi pengukuran dominan RTH ataupun badan air. THI tidak nyaman mengarah ke penutupan terbangun, dimana lebih tinggi pada kawasan perdagangan. Kawasan dengan kondisi tidak tercapainya kenyamanan termal tersebut (THI > 28) memerlukan langkah ameliorasi melalui perencanaan RTH.

(4) Angin

Angin sebagai salah satu komponen iklim mikro secara efisien menggabungkan perbedaan dalam suhu dan kelembaban udara di lanskap. Hal ini bergantung pada kecepatan dan arah angin di kawasan tersebut. Berdasarkan data iklim BMG tahun 2010, kecepatan angin di Kecamatan Beji seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Kecepatan Angin Tiap Bulan di Kota Depok Tahun 2010

Bulan Kecepatan angin maksimum (km/jam)

Kecepatan angin rata2 (km/jam)

Januari 13,58 5,31

Februari 12,29 5,17

Maret 10,46 5,18

April 9,79 5,04

Mei 10,24 4,90

Juni 10,27 4,83

Juli 10,27 4,85

Agustus 10,96 4,93

September 10,65 5,04

Oktober 12,12 5,05

Nopember 11,93 4,93

Desember 10,08 5,06

Sumber: BMG (2010)

Dari data Tabel 9 diketahui rata-rata kecepatan angin maksimum adalah 11,05 km/jam dan rata-rata kecepatan angin bulanan adalah 5,02 km/jam. Berdasarkan skala Beaufort (Lampiran 2), kecepatan tersebut tergolong angin sepoi-sepoi dimana angin dapat dilihat pada arah asap. Kecepatan ini tergolong rendah dan kurang signifikan mempengaruhi iklim kota.

Sesuai dengan sifat gas, pemanasan udara oleh radiasi matahari mengakibatkan udara memuai dan tekanan udara menurun. Adapun dalam iklim


(53)

39

mikro, peningkatan panas ditandai dengan peningkatan suhu udara. Perbedaan tekanan udara karena perbedaan suhu udara ini menimbulkan angin. Angin bergerak dari tekanan tinggi (bersuhu rendah) ke tekanan rendah (bersuhu tinggi). Spasialisasi pergerakan udara dari perbedaan ini seperti pada Gambar 17.

Gambar 17. Peta Angin Berdasarkan Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok Pada Gambar 17 dapat dilihat angin mengarah dari area bersuhu rendah ke area bersuhu tinggi yang mayoritas adalah kawasan terbangun. Terdapat beberapa area (dilingkari merah) dimana arah angin saling bertemu dan terdapat pula area tidak terlalui arah angin. Pertemuan arah angin menandakan lokasi tersebut merupakan area terpanas (dibandingkan sekitarnya) sehingga aliran udara

isoplet T

arah angin


(54)

berkumpul disana. Pada lokasi-lokasi tinggi terbangun tersebut pergerakan udara terhenti dan suhu udara tetap tinggi. Hal ini dipengaruhi struktur fisik kawasan terbangun berkerapatan tinggi dengan orientasi tidak teratur.

Pada kawasan perdagangan dengan bangunan bertingkat berpola rapat di sebelah tenggara Kecamatan Beji, angin terhalang bangunan dan menurun kecepatannya pada level dekat permukaan sehingga suhu udara tetap tinggi. Hal serupa terjadi pada pemukiman padat di sebelah barat, utara dan tengah Kecamatan Beji. Kondisi berbeda terjadi pada kawasan terbuka, dimana angin sepoi-sepoi dekat permukaan mengalirkan udara dan membawa kesejukan.

Dalam upaya ameliorasi iklim, pergerakan udara dari suhu udara tinggi ke lokasi bersuhu udara rendah dapat disiasati dengan pengadaan koridor hijau. Koridor RTH yang mengarahkan angin diperlukan dalam pemerataan suhu dan kelembaban udara untuk kenyamanan termal. Selain itu, pengadaan greenbelt di tepi Kecamatan Beji juga dapat membantu penurunan suhu udara di dalam wilayah serta mengurangi pengaruh panas dari lingkungan sekitar yang padat terbangun. Pada kawasan bangunan-bangunan tinggi dan rapat, pergerakan angin di atas bangunan yang lebih cepat dapat dimanfaatkan untuk membantu pemerataan suhu dan kelembaban udara dengan pengadaan RTH atap.

5.1.1.2Kenyamanan Termal Ideal Kecamatan Beji

Berdasarkan identifikasi kenyamanan termal sebelumnya, diketahui kenyamanan termal Kecamatan Beji beragam pada penutupan lahan berbeda dan tergolong tidak nyaman (THI harian rata-rata 28,6). THI tidak nyaman berada pada wilayah terbangun sedangkan THI nyaman pada kawasan yang didominasi penutupan kanopi pohon. Vegetasi, terutama pohon sebagai komponen RTH lebih efektif menciptakan kenyamanan termal pada suatu kawasan.

Dalam upaya ameliorasi iklim perlu ditentukan nilai THI yang ingin dicapai (THI ideal) melalui perencanaan RTH. Secara umum, semakin luas area dan sebaran RTH maka nilai THI semakin rendah, berada dalam skala THI nyaman (21 < THI < 28). Pada wilayah perkotaan, pengadaan RTH menghadapi faktor pembatas yaitu luas lahan terbuka yang minim serta keberadaan kawasan terbangun yang mayoritas memenuhi perijinan (legal). Karenanya, dalam upaya


(55)

41

menurunkan THI melalui keberadaan RTH dipilih nilai THI pada batas atas THI nyaman. Dari rentang THI harian hasil pengukuran di lapang (27 < THI < 30), nilai THI = 27 dinilai cukup sebagai parameter nilai kenyamanan termal yang diharapkan tercapai dalam perencananaan RTH di Kecamatan Beji.

5.1.2 Jumlah dan Alokasi RTH 5.1.2.1Lahan Kecamatan Beji

Pembahasan mengenai lahan di Kecamatan Beji berkaitan dengan kepemilikan serta pemanfaatan atau penggunaan lahan yang mempengaruhi penutupan lahan dimana RTH termasuk di dalamnya. Berikut deskripsi penggunaan lahan, penutupan lahan dan RTH di Kecamatan Beji.

(1) Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah aspek pemanfaatan ruang yang mencakup jenis kegiatan pemanfaatan ruang dan persebarannya dalam ruang. Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Beji 2009 (Lampiran 3) serta data penutupan lahan BPS Kota Depok tahun 2010 dengan penyesuaian pengecekan di lapang, terdapat 10 jenis penggunaan lahan yaitu pemukiman, perdagangan dan jasa, perguruan tinggi, jalan raya, pemakaman umum, jalur hijau, lahan campuran, hutan kota, sempadan sungai,dan danau atau situ. Dari hasil pengolahan dengan

software ArcView didapat luas masing-masing sebagai pada Tabel 10.

Tabel 10. Luas Tiap Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji

Penggunaan lahan Luas

(ha) (%)

Pemukiman 975,46 64,6

Perguruan tinggi 191,76 12,7

Lahan campuran 145,08 9,6

Perdagangan jasa 78,46 5,2

Sempadan sungai 40,80 2,7

Hutan kota 33,43 2,2

Jalan raya 22,16 1,5

Situ 18,99 1,3

Taman kota 3,55 0,2

Pemakaman 2,34 0,2

Dari data Tabel 10 terlihat penggunaan lahan dominan Kecamatan Beji adalah pemukiman. Spasialisasi persebarannya seperti pada Gambar 18.


(56)

Gambar 18. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji, Kota Depok

Tingginya penggunaan lahan pemukiman (64,6%) dilatarbelakangi oleh lokasi Kecamatan Beji yang strategis, berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Hal ini menjadikannya sebagai tempat bermukim para pekerja di ibukota. Pemukiman meliputi perumahan formal yang tersebar di setiap kelurahan dengan mayoritas berada di Kelurahan Beji dan perumahan swadaya yang mayoritas berada di kawasan tepi Sungai Ciliwung. Banyak pula terdapat rumah kos di Kelurahan Pondok Cina dan Kukusan karena terdapat Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gunadarma. Areal UI yang luas menjadikan penggunaan lahan perguruan tinggi berada pada urutan kedua terluas di Kecamatan Beji (12,7%).


(1)

(2)

83 Lampiran 1. Nilai Kelembaban Udara Relatif


(3)

(4)

85


(5)

(6)

RINGKASAN

MARIA AGUSTINA KAKA. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk

Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji). Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW dan SITI NURISJAH.

Kecamatan Beji berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan merupakan pusat Kota Depok dengan populasi padat. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan penduduk, pemerintah dan swasta membangun tempat perbelanjaan, sarana pelayanan publik, universitas dan lain-lain. Perubahan penggunaan lahan terjadi dimana dari pengolahan data diketahui 64,6% wilayah berupa pemukiman dan sisanya adalah perguruan tinggi (12,7%), lahan campuran (9,6%), perdagangan dan jasa (5,2%), sempadan sungai (2,7%), hutan kota (2,2%), jalan raya (1,5%), situ (1,3%), taman kota (0,2%) dan pemakaman umum (0,2%).

Perubahan penggunaan lahan ditandai peningkatan penutupan lahan terbangun. Dari hasil pengolahan data diketahui penutupan lahan meliputi area terbangun (65%), ruang terbuka hijau/RTH (33,6%) dan badan air (1,4%). Tingginya penutupan material perkerasan menyebabkan penyerapan dan pelepasan radiasi matahari yang lebih besar ke sekitar dan suhu udara menjadi lebih tinggi. Berkurangnya RTH turut mempengaruhi penurunan kelembaban udara dan penurunan jumlah radiasi yang diserap tanaman. Kondisi termal Kecamatan Beji menjadi tidak nyaman dimana THI harian rata-rata 28,6.

Meskipun luasan RTH Kecamatan Beji mencukupi peraturan pemerintah (>30%), persebarannya yang tidak merata mengakibatkan kondisi termal keseluruhan tidak nyaman. Dari hasil pengukuran pada empatbelas titik di lapang diperoleh persamaan linear antara persentase luas RTH dan nilai THI harian yaitu y = -0,0691x+31,001. Dari persamaan tersebut didapat RTH pendugaan yang dibutuhkan pada batas nyaman (THI 28) yaitu seluas 43,4% atau penambahan 9,9% (148,9 ha). Kebutuhan penambahan untuk pemerataan kenyamanan termal tersebut diupayakan tercapai melalui perencanaan RTH.

Konsep perencanaan berupa jejaring RTH yang sinergis baik horizontal maupun vertikal. RTH ditentukan berdasarkan hirarki administratif, penggunaan lahan, RTRW dan perundangan. Secara horisontal, jejaring RTH berupa jalur dan kawasan. RTH jalur meliputi jalur hijau dan jalur lindung sempadan sungai. RTH kawasan terdiri dari RTH kawasan komersil, RTH penghubung, RTH kawasan pendidikan, RTH kawasan khusus serta RTH kawasan tingkat kecamatan dan kelurahan. Secara vertikal dilakukan pemilihan tanaman dengan karakteristik fisik efektif mengontrol radiasi matahari dengan pohon sebagai tanaman utama. Pemanfaatan perdu, semak dan ground cover membentuk strata guna efektif mengontrol radiasi, menciptakan kelembaban serta mengarahkan angin.

Secara keseluruhan, perencaaan jejaring RTH di Kecamatan Beji dapat menambah RTH hingga 42,79 ha (9,5%). Jumlah tersebut meliputi RTH jalur seluas 59,28 ha (41,5%) dan RTH kawasan seluas 83,5 ha (58,5%). Upaya pengoptimalan perencanaan tersebut disertai usulan modifikasi bentuk RTH pada lahan terbatas/ tidak tersedia. Dalam realisasinya, perencanaan ini tidak dapat dipisahkan dari peran serta seluruh komponen warga Kecamatan Beji.