Produktivitas, daya dukung dan ketersediaan pakan

Gambar 3 Pola penyebaran individu suatu populasi secara mendatar dalam komunitas. akarnya harus berada di tanah karena tumbuhan ini juga memerlukan unsur hara dari tanah. Habitus ini berbeda dengan epifit yang tidak membutuhkan unsur hara dari tanah. Terna adalah tumbuhan yang memiliki batang lunak dikarenakan tidak berkayu. Sedangkan terna yang memiliki khasiat sebagai tumbuhan obat dikategorikan sebagai herba. Pola sebaran erat hubungannya dengan lingkungan. Organisme di suatu tempat bersifat saling bergantung, tidak terikat oleh kesempatan semata, dan jika terjadi gangguan pada suatu organisme atau sebagaian faktor lingkungan berpengaruh terhadap keseluruhan komunitas Sabarno 2002. Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas akan mempunyai pola penyebaran yang tersendiri. Pola ini dapat memiliki persamaan dengan jenis lainnya tetapi tidak mungkin seluruhnya sama. Ludwig dan Reynold 1988 membagi tipe penyebaran jenis tumbuhan menjadi 3, yakni acak, mengelompok dan seragam Gambar 3. Sumber: Ludwig dan Reynold 1988 Ludwig dan Reynold 1988 menjelaskan bahwa pola tumbuhan pakan yang acak menggambarkan heterogenitas lingkungan serta pola perilaku yang tidak selektif. Sebaliknya pola sebaran yang mengelompok dan seragam menggambarkan adanya hambatan-hambatan oleh suatu jenis tumbuhan untuk dapat hidup di suatu habitat. Sedangkan pola ke tiga, yakni seragam mengindikasikan bahwa tumbuhan tersebut mampu hidup di berbagai habitat mikro dan jumlah populasinya yang hampir sama di tiap petaknya.

2.3.2 Produktivitas, daya dukung dan ketersediaan pakan

Potensi hijauan pakan ruminansia adalah ketersediaan bahan makanan pada suatu areal dalam periode tertentu. Potensi ini dapat diketahui atau diduga dengan melakukan pengukuran produktivitas serta analisis vegetasi di areal tersebut. Heddy et al. 1986 menjelaskan bahwa produktivitas adalah laju penambatan atau penyimpanan energi oleh suatu komunitas dalam ekosistem. Sedangkan Alikodra 2002 menjelaskan konsep produktivitas sebagai hasil yang dipungut per satuan bobot, luas dan waktu. Produktivitas hijauan pakan dalam setahun merupakan jumlah antara produktivitas pada musim penghujan dengan produktivitas pada musim kemarau. Produktivitas hijauan pada musim kemarau menurut Syarief 1974 adalah setengah dari produktivitas pada musim penghujan. McIlory 1977 menyatakan bahwa produktivitas padang rumput bergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1 Persistensi daya tahan, yaitu kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang secara vegetatif, 2 agresivitas daya saing, yakni kemampuan memenangkan persaingan dengan jenis lain yang tumbuh bersama, 3 kemampuan untuk tumbuh kembali setelah injakan oleh satwa yang berat, 4 sifat tanah yang kering dan tahan kering, 5 penyebaran produksi musiman, 6 kemampuan menghasilkan cukup banyak biji yang dapat tumbuh baik atau dapat berkembang baik secara vegetatif, 7 kesuburan tanah dan 8 iklim, terutama besaran curah hujan dan distribusi hujan. Sedangkan kualitas padang rumput menurut Sabarno 2002 dipengaruhi oleh: 1 Suksesi, yaitu suatu proses perubahan dari unsur biotik dan abiotik sesuai dengan ekosistemnya, 2 persaingan jenis rumput, terutama padang rumput alam dan kemungkinan jenis rumput tidak disukai oleh satwa akan muncul menggantikan jenis-jenis yang disukai oleh satwa, 3 pengaruh musim, yaitu dalam musim kemarau mengalami kekeringan sehingga ketersediaan hijauan pakan akan menurun, 4 over grazing, yakni suatu kondisi yang menunjukkan bahwa populasi satwa yang merumput telah melebihi daya dukung padang rumput. Hijauan yang ada di suatu padang rumput tidak tersedia seluruhnya bagi satwa tetapi harus ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya dan pemeliharaan tempat tumbuh. Luasan dari sebagian kawasan yang yang ditumbuhi oleh pakan satwa disebut proper use. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah topografi. Besaran nilai proper use di lapangan berdasarkan Susetyo 1980 adalah 0.60 −0.70 untuk topografi datar berombak dengan kemiringan 0 −5°, 0.40−0.45 pada topografi bergelombang dan berbukit dengan kemiringan 5 −23 °, dan pada kemiringan 23° yang berarti kondisi topografinya berbukit hingga curam sehingga nilai proper use adalah 25 −30 dari total kawasan. Daya dukung adalah banyaknya satwa yang dapat ditampung di suatu areal pada situasi dan kondisi tertentu Alikodra 2002. Sedangkan Brown 1954 yang diacu dalam Aziz 1996 mendefinisikan daya dukung sebagai jumlah satwa maksimum yang dapat ditampung di suatu areal pada beberapa periode tanpa merusak tanah, bahan makanan, pertumbuhan vegetasi, tata air dan kebutuhan satwa lainnya. Menurut Priyono 2006 habitat hanya mampu menampung jumlah satwa pada batas tertentu sehingga yang menentukan daya dukung adalah faktor habitat yakni pakan, air dan cover. Sedangkan menurut Syarief 1974 daya dukung bergantung pada kondisi tanah dan hijauan yang tumbuh. Selanjutnya Susetyo 1980 menerangkan bahwa kemampuan padang rumput dalam menampung satwa berbeda-beda karena adanya perbedaan dalam hal produktivitas, tanah, curah hujan, penyebaran satwa, dan topografi. Menurut Soerianegara dan Indrawan 1979 biomassa adalah hasil yang dapat dipungut atau dipanen pada suatu saat per satuan bobot dan luas. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida CO 2 dari udara dan mengubah zat ini menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Pada ekosistem hutan alam yang kondisi vegetasinya sempurna, jumlah biomassa satuan luas lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Hal itu disebabkan karena keanekaragaman yang tinggi dari spesies tumbuhan penyusunnya dan stratifikasi yang kompleks menempatkan daun-daun pada setiap strata tajuk, sehingga jumlah energi radiasi matahari yang dapat diubah menjadi energi kimia pada ekosistem hutan menjadi lebih banyak Indriyanto 2006. Perkiraan biomassa di savana bagi herbivora pada beberapa taman nasional telah dilakukan secara intensif. Perkiraan biomassa di tiap taman nasional yaitu TN Kivu, Zaire 17,448 kgm 2 , TN Rwenzori, Uganda 19,928 kgm 2 , TN Manyarra, Tanzania 19,189 kgm 2 , TN Kruger bagian utara Afrika Selatan 984 kgm 2 serta bagian tenggara Kenya 405 kgm 2 Coe et al. 1976 diacu dalam Semiadi 2006. 2.4 Perilaku 2.4.1 Perilaku makan