III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian  dilakukan  di  Resort  Teluk  Pulai,  SPTN  III  Tanjung  Harapan, Taman  Nasional  Tanjung  Puting  TNTP.  Penelitian  ini  dilaksanakan  selama  2
bulan pada bulan Juli −September 2010.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama kegiatan penelitian antara lain: 1.
Label spesimen, digunakan untuk memberi tanda nama lokasi dan nama jenis vegetasi herbarium.
2. Peta kerja, digunakan untuk mengetahui lokasi penelitian.
3. Alkohol  70,  sprayer  dan  kertas  koran  untuk  pembuatan  spesimen
herbarium. Alat yang digunakan selama kegiatan penelitian yaitu:
1. GPS,  digunakan  untuk  menentukan  posisi  pada  saat  pengambilan  data
penelitian. 2.
Kompas  Bruton,  digunakan  untuk  mengukur  kelerengan  dan  penunjuk arah.
3. Binokuler,  digunakan  untuk  memperjelas  pandangan  ketika  pengamatan
perilaku  satwa  dan  mengidentifikasi  jenis  tumbuhan  ketika  analisis vegetasi.
4. Termometer, untuk mengukur suhu dan kelembaban udara.
5. Kamera, digunakan untuk alat dokumentasi.
6. Tambang tali plastik, digunakan untuk penanda arah jalur dan plot contoh
pada analisis vegetasi. 7.
Pita meteran, digunakan untuk mengukur diameter tumbuhan. 8.
Haga hypsometer, digunakan untuk mengukur ketinggian tumbuhan. 9.
Alat tulis dan Tally sheet, digunakan untuk mencatat data yang diperoleh. 10.
Timbangan, untuk mengukur bobot atau biomassa tumbuhan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Secara umum seluruh data diperoleh dengan tiga cara, yakni studi literatur, observasi  lapang  dan  wawancara.  Data  yang  dikumpulkan  meliputi  data  analisis
vegetasi,  identifikasi  jenis  pakan,  produktivitas  pakan,  ketersediaan  pakan  dan perilaku makan rusa sambar.
3.3.1 Metode analisis vegetasi
3.3.1.1 Analisis vegetasi untuk hutan dataran rendah dan hutan rawa air tawar Parameter  kuantitatif  vegetasi  diperoleh  dengan  metode  kombinasi  garis
berpetak Soerianegara  Indrawan 1988. Penempatan plot identifikasi vegetasi dilakukan secara sistematis dengan dasar lokasi yang diketahui merupakan tempat
makan rusa sambar. Petak ukur yang digunakan berukuran 20 m x 20 m sebanyak 25  petak. Jarak antar  petak  ukur adalah 10  meter  Gambar  4.  Pada  setiap  petak
ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat pertumbuhan.
Sumber: Soerianegara dan Indrawan 1988 Keterangan:
A = untuk analisis tingkat semai 2 m x 2 m     B = untuk analisis tingkat pancang 5 m x 5 m C = untuk analisis tingkat tiang 10 m x 10 m  D = untuk analisis tingkat pohon 20 m x 20 m.
Gambar  4    Pelaksanaan  metode  garis  berpetak  di  lapangan  untuk  hutan  dataran rendah dan hutan rawa air tawar.
Stadium  pertumbuhan  vegetasi  dibedakan  dengan  menggunakan  kriteria sebagai berikut Soerianegara  Indrawan 1988:
1. Semai seedling, permudaan mulai kecambah sampai tinggi 1,5 m.
2. Pancang  sapling,  permudaan  yang  tingginya  lebih  dari  1,5  m  sampai
pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm. 3.
Tiang pole, pohon-pohon muda yang berdiameter 10 cm hingga 20 cm. 4.
Pohon dewasa tree, pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm. D
C B
A
Arah rintisan 10 m
3.3.1.2  Analisis vegetasi untuk padang rumput dan semak belukar Semiadi  2006 melaporkan  bahwa  rusa sambar  tergolong  jenis  ruminansia
intermediate,  yakni  rusa  sambar  selain  sebagai  browser  juga  bersifat  sebagai grazer.  Oleh  karena  itu,  analisis  vegetasi  di  kawasan  padang  rumput  dan  semak
belukar  perlu  dilakukan.  Metode  yang  digunakan  adalah  jalur  berpetak.  Akan tetapi  sebelumnya  digunakan  metode  kurva  species  area  untuk  menentukan
luasan petak ukur Soerianegara  Indrawan 1988, yaitu dengan mendaftar jenis vegetasi  yang  terdapat  pada  suatu  petak  kecil.  Luasan  minimal  yang  didapatkan
dalam satu plot adalah sama pada habitat padang rumput dan semak belukar yakni 2 m x 2 m data terlampir. Banyaknya petak ukur yang digunakan dalam analisis
vegetasi  ini  adalah  25  petak  dengan  jarak  antar  petak  ukur  10  m.  Sama  halnya dengan  analisis  vegetasi  di  hutan  dataran  rendah  dan  hutan  rawa  air  tawar,
penempatan  plot  identifikasi  vegetasi  dilakukan  secara  sistematis  dengan  dasar lokasi yang diketahui merupakan tempat makan rusa sambar.
3.3.2 Identifikasi jenis tumbuhan dan bagian yang dimakan rusa sambar
Identifikasi  jenis  tumbuhan  pakan  dilakukan  dengan  menggunakan  dua tahapan utama, yaitu:
1. Identifikasi  jenis  tumbuhan  pakan  secara  langsung  atau  dengan  melihat
bekas  makan  rusa  sambar  yang  dikuatkan  dengan  penemuan  jejak  atau kotoran feces rusa sambar di sekitarnya.
2. Identifikasi jenis tumbuhan pakan rusa secara tidak langsung dengan studi
literatur meliputi :pakan rusa secara umum dan pakan rusa sambar dari hasil penelitian orang lain.
Hasil  identifikasi  ini  kemudian  dicek  silang  dengan  jenis  tumbuhan  pakan rusa sambar yang ditemukan di lokasi penelitian.
3.3.3 Produktivitas tumbuhan pakan
Produktivitas  hijauan  tumbuhan  pakan  diketahui  dengan  cara  pemotongan dan  penimbangan  tumbuhan  pada  petak  yang  dipagar  seluas  1  m
2
.  Pemotongan tumbuhan  pakan  jenis  rumput  dan  tumbuhan  bawah  dilakukan  pada  ketinggian
yang telah ditentukan, yakni 5 cm di atas permukaan tanah. Sedangkan untuk jenis pohon  kayu,  tumbuhan  yang  diambil  sebagai  contoh  produktivitas  hanyalah
tumbuhan  dengan  tingkat  pertumbuhan  semai  dan  pancang  dengan  ketinggian
kurang dari 4 meter dan pemotongan hanya pada daun yang masih muda. Interval waktu  pemotongan  selama  20  hari  sebanyak  3  ulangan  waktu.  Penentuan  waktu
20 hari  didasari atas kemampuan hijauan pakan untuk beregenerasi kembali dan menghasilkan  pakan  yang  kaya  protein  dan  rendah  serat  sesuai  kebutuhan  rusa
sambar  McIlory  1977.  Petak  ukur  yang  digunakan  sebanyak  10  petak  yang ditentukan  secara  sistematis  dengan  dasar  lokasi  yang  pernah  dijumpai  rusa
sambar  pada  setiap  tipe  habitat.  Jarak  antar  petak  contoh  adalah  10  meter. Penghitungan produktivitas ini menggunakan  2 asumsi, yaitu: 1  terdapat 4 tipe
habitat  yang  digunakan  dalam  penghitungan  produktivitas  dan  2  hanya  3  tipe habitat  yang  digunakan  dalam  perhitungan  produktivitas.  Asumsi  ini  digunakan
karena  pada  buku  statistika  TN  Tanjung  Puting  Tahun  2009,  berdasarkan  data citra yang digunakan, hutan dataran rendah Tanjung Paring dikategorikan sebagai
hutan  rawa  primer.  Hal  ini  dikarenakan  pada  musim  penghujan  hutan  dataran rendah di Tanjung Paring akan tergenang akibat luapan danau di sekitarnya.
3.3.4 Potensi ketersediaan pakan
Data  potensi  ketersediaan  pakan  diperoleh  dengan  pengukuran  biomassa terhadap tumbuhan yang merupakan pakan rusa sambar. Plot pengambilan contoh
sama  halnya  dengan  pengukuran  produktivitas  tumbuhan  pakan.  Jenis  tersebut ditimbang  berat  basah  dari  setiap  bagian  tumbuhan  daun,  ranting,  dan  batang
dengan masing-masing tiga kali ulangan.
3.3.5 Perilaku makan
Perilaku  makan  yang  diamati  terdiri  dari  waktu  dan  lama  makan  aktual dalam  satu  segmen,  tempat  makan,  cara  makan,  dan  berbagai  aktivitas  dalam
perilaku  makan.  Pengamatan  dilakukan  dengan  metode  kombinasi  focal  animal sampling  dan  time  series  yaitu  pengumpulan  data  dilakukan  dengan  mengikuti
pergerakan rusa sambar hingga rusa tidak terlihat dan mengamati individu tertentu pada  periode  aktifnya.  Dalam  metode  ini  satwa  diamati  secara  individual  sesuai
dengan  struktur  umurnya  umumnya  pada  pagi  dan  sore  hari.  Akan  tetapi  sering kali pengamatan juga dilakukan ketika hujan telah reda pada siang hari dan malam
hari ketika air rawa telah surut. Hal ini merujuk pada pernyataan Yasuma 1994 bahwa rusa sambar aktif untuk mencari makan ketika pagi hari, senja dan malam
hari  serta  pernyataan  Bentley  1978  yang  diacu  dalam  Semiadi  2006  bahwa
pada  dasarnya  aktivitas  mencari  makan  oleh  rusa  sambar  dipengaruhi  oleh fotoperiod.
Waktu  aktif  satwa  tidak  akan  persis  sama,  dapat  bergeser  satu  jam kedepan  atau  satu  jam  mundur  circadian.  Perilaku  yang  dapat  membedakan
panjang  relatif  siang  dan  malam  diatur  oleh  perubahan  dalam  fotoperiod. Pencatatan waktu dalam aktivitas rusa menggunakan metode  non-stop recording.
Hal ini berarti pencatatan dilakukan terus-menerus pada beberapa perilaku dalam satu waktu pengamatan.
3.4 Analisis Data
Data  yang  telah  diperoleh  pada  penelitian  ini  selanjutnya  dianalisis  secara deskriptif dan kuantitatif.
3.4.1 Analisis deskriptif
Analisis  deskriptif  digunakan  untuk  menguraikan  perilaku  harian  rusa sambar  seperti  perilaku  makan,  aktivitas-aktivitas  yang  dilakukan  rusa  sambar
sewaktu makan dan aktivitas lainnya. Selain itu, teknik analisis ini juga digunakan untuk menguraikan jenis pakan dan bagian  yang dimakan oleh rusa sambar serta
kondisi fisik dan keanekaragaman jenis vegetasi di lokasi penelitian. Hasil analisis ini dilengkapi dengan penyajian gambar untuk lebih memperkuat hasil diskripsi.
3.4.2 Analisis kuantitatif
2.4.2.1 Analisis vegetasi Analisis  vegetasi  digunakan  untuk  mencari  Indeks  Nilai  Penting  INP.
Persamaan  yang  digunakan  untuk  mencari  nilai  penting  tersebut  adalah  rumus Soerianegara dan Indrawan 1988:
Kerapatan K = Jumlah individu suatu jenis
Luas unit contoh Kerapatan Relatif KR  = Kerapatan   suatu   jenis   x 100
Kerapatan seluruh jenis Frekuensi F
= Jumlah petak ditemukannya suatu jenis Jumlah seluruh petak
Frekuensi Relatif FR      =  Frekuensi   suatu   jenis   x 100 Frekuensi seluruh jenis
Dominansi D =  Jumlah bidang dasar
Luas petak contoh Dominansi Relatif DR  = Dominansi   suatu   jenis  x 100
Dominansi seluruh jenis INP untuk pancang,  anakan, tumbuhan bawah dan rumput = KR + FR
INP untuk pohon dan tiang       = KR + FR + DR.
3.4.2.2 Pola penyebaran tumbuhan pakan Pola  penyebaran  tumbuhan  pakan  rusa  sambar  dianalisis  dengan  indeks
penyebaran  berdasarkan  Ludwig  dan  Reynold  1988.  Data  yang  digunakan adalah  hasil  analisis  vegetasi  dengan  jumlah  plot  n    30,  sehingga    persamaan
yang digunakan yaitu: dan
Keterangan: ID = Indeks dispersal
S
2
= Keragaman nilai X  = rata-rata jumlah individu tiap jenis individu
χ
2
= Nilai uji n = jumlah petak ukur jenis pakan.
Kriteria yang digunakan adalah, jika: χ
2
≤ χ
2 0.975
; maka jenis tumbuhan tersebut menyebar secara merata.
χ
2 0.975
χ
2
χ
2 0.0.25
; maka jenis tumbuhan tersebut menyebar secara acak.
χ
2
≥ χ
2 0.025
; maka jenis tumbuhan tersebut menyebar secara berkelompok.
3.4.2.3 Produktivitas tumbuhan pakan dan daya dukung kawasan Produktivitas  tumbuhan  dapat  dihitung  dengan  menggunakan  persamaan
Garsetiasih 1990: Keterangan:
P    = Produktivitas hijauan kghahari Bb   = Biomassa tumbuhan setelah dilakukan pemotongan kg
Lpu = Luas petak ukur 10
-3
ha t    = Interval waktu pemotongan hari
Kebutuhan  makan  rusa  sambar  antar  individu  menurut  Staines  et  al. 1982 salah satunya bergantung pada umur dan berat badan. Perkiraan kebutuhan
rusa  pada  tingkat  aman  adalah  menghitung  kebutuhan  anak  rusa  sama  dengan kebutuhan  induknya  Asraf  1980.  Kebutuhan  rata-rata  makan  rusa  sambar  per
hari  sebanyak  13.27  kghari  Ahmed    Sarker  2002.  Sehingga  daya  dukung tumbuhan  pakan  rusa  sambar  di  Resort  Teluk  Pulai  dapat  dihitung  dengan
menggunakan rumus Susetyo 1980: ID = S
2
X χ
2
= ID n-1
P= Bb x 1 ha Lpu x t
DD = P x pu x A C
Keterangan: P    = Produktivitas hijauan kghahari
DD = Daya dukung kawasan individuha p.u = Proper use 0.70
A   = luas permukaan yang ditumbuhi rumput ha C   = kebutuhan makan rusa kgindhari
3.4.2.4 Potensi ketersediaan pakan Untuk  dapat  menduga  biomassa  tumbuhan  pakan  rusa  sambar  dapat
dilakukan  melalui  pendugaan  ukuran  bagian-bagian  tumbuhannya  Soerianegara Indrawan  1988.  Pendugaan  biomassa  dilakukan  untuk  melihat  produktivitas
tumbuhan  sehingga  dapat  digunakan  sebagai  pedoman  dalam  menentukan banyaknya  pakan  yang  tersedia  di  alam.  Adapun  rumus  yang  digunakan  untuk
mengetahui potensi ketersediaan pakan tiap jenis adalah: Biomassa Kg ha= Kerapatan jenis ha x biomassa tumbuhan kg
3.4.2.5 Analisis data perilaku makan Data perilaku makan yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara
kuantitatif untuk mengetahui hubungan antar parameter dilakukan dengan uji Chi- square
χ
2
.  Persamaannya  yang  digunakan  adalah  rumus  Ludwig  dan  Reynold 1988, yaitu:
Keterangan: χ
2
= Nilai uji O
i
= Frekuensi hasil pengamatan E
i
= Frekuensi harapan i   = Kategori ke-i
Uji Chi-square ini dilakukan untuk menguji hipotesis, yaitu: H
=  Kelas  umur  dan  jenis  kelamin  tidak  berpengaruh  terhadap  lamanya  waktu makan.
H
1
= Kelas umur dan jenis kelamin berpengaruh terhadap lamanya waktu makan. Pengambilan  kesimpulan  atas  uji  hipotesisi  tersebut  dilakukan  dengan
kriteria sebagai berikut: Jika
χ
2
hitung  tabel, maka tolak H dan terima H
1
Jika χ
2
hitung  tabel, maka terima H dan tolak H
1
Pengujian  akan  dilakukan  pada  selang  kepercayaan  95  dengan  derajat bebas db = b-1 k-1, dengan b adalah baris dan k adalah kolom.
χ
2
= Σ O
i
- E
i 2
E
i
IV. KONDISI UMUM
4.1 Letak, Luas dan Status Kawasan
Taman  Nasional  Tanjung  Puting    TNTP  merupakan  perpaduan  kawasan pantai,  hutan  rawa  dan  dataran  rendah.  Secara  administrasi  pemerintahan,  TNTP
terletak  di  Kalimantan  Tengah,  tepatnya    di  Kabupaten  Kotawaringin  Barat 240.778 ha yang meliputi Kecamatan Kumai serta Kabupaten Seruyan 174.202
ha. yang meliputi Kecamatan Hanau, Danau Semburan, dan Seruyan Hilir. Batas wilayah
sebelah utara
adalah  anak  Sungai  Kumai, Sungai  Sekonyer,  sebelah
timur Sungai
Seruyan, sebelah  barat  Teluk  Kumai
dan  sebelah  selatan  adalah Laut  Jawa  Gambar  5.
Secara  geografis,  kawasan Taman  Nasional  Tanjung
Puting terletak antara 20 33’ 01” LS - 30 32’ 40”LS dan
1110 4 2’ 12”BT - 1120 14’
11”BT.  Ditjen  PHKA 2007.
Taman  Nasional  Tanjung  Puting  ditetapkan  sebagai  Cagar  Biosfer  oleh UNESCO  pada  tahun  1977  dengan  dasar  perlindungan  terhadap  satwa  langka
yaitu  bekantan  Nasalis  larvatus  dan  Orangutan  Pongo  pygmaeus  Soedjito 2004.  Upaya  untuk  melindungi  kedua  satwa  langka  tersebut  telah  dimulai  sejak
tahun 19361937 oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan ditetapkannya Cagar Alam Sampit dan Suaka Margasatwa Kotawaringin seluas 305.000 hektar.
Setelah kemerdekaan berdasarkan Surat Pernyataan No.736MentanX1982 tanggal  14  Oktober  1982  tentang  Calon  Taman-Taman  Nasional,  disebutkan
bahwa  Suaka  Margasatwa  Tanjung  Puting  dinyatakan  sebagai  Calon  Taman Gambar 5 Peta kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.
Desa Teluk Pulai Sungai Buluh Kecil
Tanjung Paring
Sungai Buluh Besar Pos Kerikil
Sumber: BTNTP 2009
Nasional  dengan  luas  355.000  ha.  Selanjutnya  berdasarkan  Surat  Keputusan No.46KptsVI-Sek84  tanggal  11  Desember  1984,  Direktorat  Jenderal
Perlindungan  Hutan  dan  Pelestarian  Alam  mengubah  status  Suaka  Margasatwa Tanjung  Puting  seluas  300.040  ha  menjadi  taman  nasional.  Kawasan  Taman
Nasional Tanjung Puting kemudian diperluas melalui SK Menteri Kehutanan No. 687kpts-II1996  tanggal  25  Oktober  1996  menjadi  415.040  ha  yang  terdiri  dari
Suaka  Margasatwa  Tanjung  Puting  300.040  ha,  hutan  produksi  eks.  PT Hesubazah  90.000  ha,  dan  kawasan  daerah  perairan  sekitar  25,000  ha  Ditjen
PHKA 2007. Pada tahun 2009 kawasan  Taman Nasional Tanjung  Puting dibagi menjadi 9 zonasi yang belum definitif Tabel 1.
Tabel 1 Rencana luasan zonasi kawasan Taman Nasional Tanjung Puting
No. Zona
Luas Ha Persen
1 Inti
115.260 27,77
2 Rimba
95.693 23,06
3 Pemanfaatan Intensif
1.045 0,25
4 Pemanfaatan Khusus
8.861 2,13
5 Pemanfaatan Terbatas
2.458 0,59
6 Rehabilitasi
98.659 23,77
7 Tradisional
33.910 8,17
8 Khusus
24.842 5,99
9 Bahari
34.312 8,27
Total 415.040
100,00
Sumber: BTNTP 2009
4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Topografi