Keterangan: a
Hutan Dataran Rendah b Hutan Rawa Air Tawar
c Padang Rumput d Semak Belukar
Gambar 6 Beberapa tipe habitat di kawasan Resort Teluk Pulai, Taman Nasional Tanjung Puting.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Habitat
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa Resort Teluk Pulai memiliki setidaknya 4 tipe habitat yang sebagian besar digunakan oleh rusa
sambar yakni meliputi vegetasi hutan dataran rendah, hutan rawa air tawar, padang rumput dan semak belukar Gambar 6. Selain sebagai penyedia pakan,
hutan dataran rendah dan hutan rawa air tawar di Resort Teluk Pulai memiliki tutupan yang cukup rapat sehingga dimanfaatkan rusa sambar sebagai tempat
berteduh cover dan menghindar dari gangguan predator atau manusia.
a b
c d
Tanjung Paring sebagai perwakilan vegetasi hutan dataran rendah di Resort Teluk Pulai terletak di 50 KM dari pantai dan dapat diakses melalui Sungai Buluh
Kecil SBK atau dari Camp Leakey. Kawasan hutan ini cukup datar dengan kelerengan rendah yakni 5°. Pohon-pohon di Tanjung Paring memiliki
ketinggian yang cukup bervariasi yakni 22 ± 10 m dengan tutupan tajuk yang hampir rapat hinggga rapat. Permukaan lantai hutan tertutupi oleh tanah yang
terdiri dari serabut-serabut akar dan serasah. Kondisi ini disebabkan tipe hutan dataran rendah di lokasi penelitian termasuk dalam hutan dataran rendah
sekunder. Hal lain yang menguatkan bahwa kawasan hutan Tanjung Paring pernah terganggu dan sedang mengalami suksesi adalah ditemukannya lewari
Schima wallichii dan mahang Macaranga hypoleuca yang merupakan tumbuhan pioner dan menjadi tumbuhan dominan di kawasan ini pada tingkat
pertumbuhan pohon dan tiang Tabel 2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyawan 2000 bahwa lewari Schima wallichii merupakan tumbuhan kanopi
pertama dan dapat tumbuh cepat pada bekas hutan yang ditebangi. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 5 jenis
Dipterocarpaceae yang dapat ditemukan di Tanjung Paring, yakni Bekapas Vatica oblongifolia, Keruwing Dipterocarpus elongatus, Lanan Shorea
ovalis, Meranti Shorea leprosula dan Rasak Vatica rassak. Padahal menurut MacKinnon et al. 2000 hutan dataran rendah Kalimantan memiliki kekayaan
jenis Dipterocarpaceae yang terbesar. Hal ini dikarenakan adanya praktek illegal logging terhadap kayu yang bernilai ekonomis tinggi di kawasan Sungai Buluh
Kecil SBK pada tahun 1997-2000 sesuai laporan EIA-Telapak Indonesia 2003. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa hutan dataran rendah di
Tanjung Paring merupakan kawasan yang terisolasi karena berada di tengah- tengah danau. Oleh karena itu, setiap musim penghujan, luasan hutan dataran
rendah di Tanjung Paring akan menyusut akibat luapan air danau. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Soedjito 2004 bahwa natai tanah tinggi di kawasan
bagian tengah TNTP umumnya terisolasi oleh rawa atau danau yang besar sehingga pada saat musim banjir terkadang danau tidak dapat menampung
seluruh debit air sehingga air akan meluap ke daerah sekitarnya.
Tingkat dominasi tumbuhan dapat diidentifikasi melalui nilai INP-nya. Semakin tinggi nilai INP dari suatu jenis tumbuhan, maka semakin tinggi tingkat
dominasi jenis tersebut di areal yang dikaji. Habitat hutan dataran rendah Tanjung Paring didominasi oleh jenis lewari Schima wallichii pada tingkat pohon dan
tiang dengan INP masing-masing sebesar 54,32 pada tingkat pohon dan 39,94 pada tingkat tiang. Jenis dominan pada tingkat pancang adalah tembaras
Memecylon edule dengan INP sebesar 23,97 dan pada tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh jenis ribu-ribu Lygodium microphyllum dengan INP
sebesar 34,45 Tabel 2. Tabel 2 Beberapa jenis tumbuhan dominan pada berbagai habitat di Resort Teluk
Pulai
Tipe Habitat Tingkat
Pertumbuhan Nama Lokal
Nama Ilmiah INP
Hutan Dataran Rendah
Semai Ribu-Ribu
Lygodium microphyllum 34,45
Ubar Merah Syzygium leucoxylum
21,43
Pancang Tembaras
Memecylon edule 23,97
Ubar Merah Syzygium leucoxylum
18,89
Tiang Lewari
Schima wallichii 39,94
Bulin Payak ???
27,73
Pohon Lewari
Schima wallichii 54,32
Idat Cratoxylon glaucum
17,71
Tumbuhan Bawah
Langkur Tinomiscium petiolare
152,59 Ubi Hantu
Dioscorea esculenta 23,70
Hutan Rawa Air Tawar
Semai Poga
Santiria laevigata 20,78
Medang Actinodaphne sp.
15,32
Pancang
Ketiau Ganua motleyana
15,50 Bedaru
Cantleya corniculata 14,63
Tiang
Bedaru Cantleya corniculata
24,68 Bekapas
Vatica oblongifolia 20,69
Pohon
Ketiau Ganua motleyana
41,68 Lanan
Shorea ovalis 27,14
Tumbuhan Bawah
Sirih Hantu Piper majusculum
62,67 Pekat Laki
Leptaspis urceolata 49,70
Padang Rumput
- Tilam Buaya
Isachne globosa 61,68
Tratat Eleusine indica
27,73
Semak Belukar -
Sempiring Themeda gigantea
68,80 Kelakai
Stenochlaena palustris 34,72
Sebagian besar kawasan Resort Teluk Pulai adalah hutan rawa. Secara umum, Taman Nasional Tanjung Puting memiliki dua tipe hutan rawa, yaitu hutan
rawa gambut dan hutan rawa air tawar. Hutan rawa di Sungai Buluh Besar SBB merupakan perwakilan hutan rawa air tawar yang tinggi rendahnya air sangat
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Lokasi ini tidak terlalu jauh dari pantai yakni 15 KM. Kawasan hutan rawa ini cukup datar dengan kelerengan 5°. Jenis-
jenis pohon memiliki tinggi yang bervariasi mulai dari 10 m hingga 30 m. Sungai utama memiliki lebar sungai yang lebih besar jika dibandingkan dengan
lebar sungai di Buluh Kecil. Hal ini berdampak pada lamanya waktu yang dibutuhkan oleh Sungai Buluh Besar untuk mengalami surut kembali. Hal ini
menyebabkan habitat rawa di kawasan ini selalu tergenang dengan ketinggian 20
−120 cm. Pada beberapa tempat terdapat sungai-sungai kecil yang memiliki aliran hingga ke dalam hutan rawa. Dalam hutan rawa sendiri pada bagian yang
hampir kering terkadang terdapat beberapa bekas kubangan yang diidentifikasi merupakan kubangan rusa sambar Gambar 7.
Gambar 7 Kubangan rusa sambar yang teridentifikasi di habitat rawa air tawar. Habitat di hutan rawa air tawar didominasi oleh jenis ketiau Ganua
motleyana pada tingkat pohon INP= 41,68 dan pancang INP= 15,50. Jenis bedaru Cantleya corniculata dengan INP sebesar 24,68 mendominasi tumbuhan
pada tingkat tiang sedangkan pada tingkat semai dengan INP sebesar 20,78 didominasi oleh poga Santiria laevigata. Tumbuhan dominan ini diketahui
merupakan jenis yang juga dapat ditemukan di hutan dataran rendah juga seperti ketiau Ganua motleyana, poga Santiria laevigata dan medang Actinodaphne
sp.. Hal ini merupakan akibat dari sumber benih yang melimpah sehingga tingkat keberhasilan hidupnya akan lebih baik jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan
lain dan pada akhirnya akan menyebabkan tumbuhan ini menjadi tumbuhan dominan.
Padang rumput merupakan salah satu komponen lingkungan hidup herbivora terpenting. Analisis vegetasi untuk padang rumput dilakukan di eks. HPH PT
Hesubazah di sekitar Tatah Ihsan. Lokasi ini tepat berbatasan dengan enclave Desa Teluk Pulai dan berada di pinggir pantai. Habitat di kawasan ini di dominasi
oleh rumput-rumputan jenis tilam buaya Isachne globosa dengan INP 61,68 dan tratat Eleusine indica dengan INP 27,73. Ke dua jenis tumbuhan dominan
tersebut merupakan pakan rusa sambar. Hal ini membuktikan pernyataan Sabarno 2002 bahwa padang rumput merupakan penyedia pakan utama bagi herbivora.
Pada saat musim hujan, kawasan ini akan tergenang air dengan ketinggian 5 −10
cm. Ketinggian rumput di mencapai 2 meter sehingga dapat digunakan oleh rusa sebagai tempat berlindung dan tempat tidur. Di sekitar padang rumput merupakan
bekas tambak masyarakat Teluk Pulai yang sudah tidak digunakan. Oleh karena itu, terdapat sumber air berupa sungai-sungai kecil buatan manusia tatah yang
berair asin. Menurut beberapa keterangan masyarakat sekitar padang rumput ini terjadi akibat kebakaran hutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Garsetiasih
1990 bahwa penyebab utama terbentuknya habitat padang rumput adalah kebakaran hutan.
Habitat semak belukar di kawasan Resort Teluk Pulai dapat dijumpai di pinggiran sungai-sungai besar seperti di kanan-kiri Sungai Buluh Kecil dan
beberapa di Sungai Buluh Besar. Habitat ini merupakan padang rumput yang berasosiasi dengan hutan rawa air tawar karena lokasi semak belukar sendiri
berada di tengah dan dikelilingi oleh hutan rawa yang masih baik kondisinya. Hal ini mengakibatkan habitat semak belukar juga selalu tergenang air bahkan pada
saat musim hujan kawasan ini akan tergenang oleh air dengan kedalaman mencapai satu meter. Ketinggian rumput dan semak belukar mencapai 3 meter.
Kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh rusa sambar untuk membuat tempat istirahat di dekat pakannya. Habitat di semak belukar di dominasi oleh jenis sempiring
Themeda gigantea dan kelakai Stenochlaena palustris dengan INP berturut- turut sebesar 68,80 dan 34,72. Adapun ke dua jenis tumbuhan dominan ini juga
merupakan pakan rusa sambar. Berdasarkan hasil analisis vegetasi ditemukan 98 jenis tumbuhan yang
menyusun tegakan hutan di Tanjung Paring. Pada tingkat semai ditemukan 44
jenis 29 famili, pancang 56 jenis 33 famili, tiang 45 jenis 27 famili dan pohon 59 jenis 34 famili. Sedangkan tegakan hutan di Sungai Buluh Besar
disusun oleh 81 jenis tumbuhan. Pada tingkat semai ditemukan 42 jenis 26 famili, pancang 41 jenis 26 famili, tiang 49 jenis 25 famili dan pohon 43 jenis
25 famili Tabel 3. Selanjutnya analisis data juga menunjukkan bahwa terdapat 45 jenis dari 81 jenis tumbuhan di hutan rawa juga dapat ditemukan di hutan
dataran rendah 55,56. Hal ini mendukung pernyataan Whitmore 1984 bahwa hutan dataran rendah dan hutan rawa air tawar memiliki kesamaan jenis.
Meskipun demikian, umumnya kekayaan hutan rawa air tawar lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan dataran rendah. Kondisi yang demikian tentunya
memiliki implikasi terhadap pengelolaan kawasan. Selain pentingnya perlindungan terhadap ekosistem hutan rawa yang memang sangat khas dan
rentan flagile terhadap gangguan dan susah kembali pada kondisi asalnya Uji 2003, perlindungan terhadap kawasan tinggi natai juga perlu dilakukan agar
sumber benih hutan rawa tidak terputus MacKinnon et al. 2000. Tabel 3 Perbandingan antar tipe habitat berdasarkan kekayaan tumbuhannya
Tipe Habitat Tingkat Pertumbuhan
Jumlah jenis Famili
Hutan Dataran Rendah
Semai 44
29 Pancang
56 33
Tiang 45
27 Pohon
59 34
Tumbuhan Lain 4
4
Hutan Rawa Air Tawar
Semai 42
26 Pancang
41 26
Tiang 49
25 Pohon
43 25
Tumbuhan Lain 10
5
Padang Rumput 15
12
Semak Belukar 16
14
Jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan di padang rumput sebanyak 15 jenis 12 famili sedangkan pada semak belukar dapat dijumpai sebanyak 16 jenis 14
famili. Habitat semak belukar lebih mampu menyediakan ruang yang baik bagi pertumbuhan pohon jika dibandingkan dengan padang rumput. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya jenis pulai Alstonia scholaris, puak Artocarpus anisophyllus dan pendo Evodia meliifolia yang merupakan jenis tumbuhan di
hutan rawa air tawar. Hal ini menunjukkan bahwa hutan semak belukar memiliki
asosiasi dengan hutan rawa sehingga kemampuan untuk mengalami suksesi ke tutupan hutan yang lebih rapat lebih baik jika dibandingkan dengan padang
rumput. Habitat satwa dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang terdiri dari
berbagai faktor fisiografi, vegetasi dan kualitasnya dan merupakan tempat hidup organisme Elton 1949 yang diacu dalam Bailey 1984. Menurut Bailey 1984
untuk dapat bertahan hidup, satwa membutuhkan tempat yang dapat menyediakan pakan, minum, tempat berlindung cover, bermain dan tempat untuk berkembang
biak. Oleh karena itu kawasan Resort Teluk Pulai dapat digunakan sebagai habitat rusa sambar karena sudah memenuhi komponen habitatnya. Habitat yang paling
berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi pembinaan habitat jika dibandingkan dengan habitat yang lain adalah semak belukar di Sungai Buluh
Besar meskipun habitat lain juga memiliki fungsi yang tidak kalah penting bagi kehidupan rusa sambar. Hal ini dikarenakan kawasan ini dikelilingi oleh hutan
rawa air tawar di bagian tepinya, sehingga selain menyediakan pakan yang cukup, kawasan ini juga merupakan perlindungan yang baik bagi rusa sambar terutama
pada waktu makan. Selain itu, kawasan ini juga memiliki ketersediaan air yang terus ada sepanjang tahun di sungai-sungai kecilnya. Siregar et al. 1983
menyatakan bahwa rusa sambar merupakan jenis rusa yang lebih suka hidup di rawa-rawa berair. Kondisi ini sesuai dengan pengamatan Seidensticker 1976 di
Chitawan Valley, Nepal bahwa rusa sambar lebih mudah dijumpai di habitat semak belukar yang berair jika dibandingkan dengan habitat padang rumput,
asosiasi rumput semak maupun hutan dipeterocarpaceae. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan utama rusa sambar di habitatnya adalah pakan dan air.
Hal lain yang turut memperkuat bahwa kawasan semak belukar di Sungai Buluh Besar baik bagi habitat rusa sambar adalah habitat ini dapat menyediakan
pakan rusa sambar lebih bervariasi baik ketika rusa bersifat browser pada siang hari maupun grazer pada malam hari sesuai hasil pengamatan Lekagul dan
McNeely 1988. Hal ini menunjukkan bahwa ke tiga kebutuhan rusa dapat dipenuhi di kawasan habitat semak belukar. Sedangkan untuk hutan dataran
rendah dan hutan rawa air tawar lebih digunakan sebagai tempat berteduh dan menghindar dari gangguan predator atau manusia. Sedangkan padang rumput
sebenarnya merupakan habitat yang sangat penting bagi kelangsungan hidup rusa sambar karena mampu menyediakan pakan bagi rusa sambar. Penelitian
Ngampongsai 1978 menunjukkan bahwa rusa sambar lebih bersifat grazer dari pada browser. Akan tetapi dikarenakan letaknya yang dekat dan berbatasan
langsung dengan pemukiman, maka dikhawatirkan rusa sambar terganggu dan akan berdampak pada perubahan perilakunya. Selain itu luasan area padang
rumput yang sempit 3.17 ha di Resort Teluk Pulai menunjukkan hal yang tidak baik terhadap kehidupan rusa sambar di habitat alaminya. Hal ini dikarenakan
luasan habitat pakan rusa sambar yang sempit akan meningkatkan intensitas renggutan rumput oleh rusa sambar. Syarifuddin 2004 menunjukkan bahwa
intensitas renggutan herbivora yang terus-menerus dapat mempengaruhi kandungan protein dalam tumbuhan pakan yang selanjutnya akan menurunkan
daya cerna satwa. Selanjutnya pada daerah yang sempit rusa sambar akan cenderung gugup Semiadi 1996.
5.2 Potensi Pakan 5.2.1 Jenis pakan rusa sambar