14
D. Pengamatan
D.1 Susut Bobot
Penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung
susut bobot adalah sebagai berikut:
Dimana: W = bobot bahan awal penyimpanan gram
Wa = bobot bahan akhir penyimpanan gram
D.2 Kekerasan
Kekerasan melon diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer pada kedalaman 10 mm dengan beban maksimum 10 kg dan diameter jarum 5
mm. Uji kekerasan yang diukur setiap tiga hari dilakukan pada tiga titik yang berbeda, yaitu: bagian tengah, bagian bawah, dan bagian atas sehingga nilai kekerasan melon merupakan
rata-rata ketiga titik pengukuran tersebut.
D.3 Total Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer ATAGO. Melon dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula dengan
meletakkan cairan daging buah yang telah dihancurkan pada prisma refractometer. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refractometer dibersihkan dengan alkohol. Angka yang
tertera pada refractometer menunjukkan kadar total padatan terlarut
o
Brix yang mewakili rasa manis. Pengukuran total padatan terlarut setiap tiga hari dengan pengukuran pada bagian
atas, tengah, dan bawah melon terhadap masing-masing sampel.
D.4 Kerusakan Mekanis
Pengamatan terhadap tingkat kerusakan mekanis melon dilakukan setelah kegiatan simulasi transportasi dan selama masa penyimpanan. Pengamatan dilakukan dengan cara
melihat kerusakan seperti luka gores, memar, dan pecah dari masing-masing kemasan. Kegiatan pengujian dilakukan secara visual. Persamaaan yang digunakan untuk menghitung
kerusakan mekanis yang terjadi adalah:
Dimana: R
= Tingkat kerusakan Sr
= Jumlah melon yang rusak St
= Jumlah total melon dalam kemasan 1
2
15 Klasifikasi kerusakan pada melon sebagai berikut:
1. Luka memar, terjadi akibat benturan antara produk dengan sisi dalam kemasan atau
tekanan antarproduk. 2.
Luka gores, terjadi akibat gesekan antara produk dengan kemasan atau gesekan antarproduk.
3. Luka pecah, terjadi akibat tekanan dari arah vertikal maupun arah horizontal produk, juga
diakibatkan guncangan selama proses pengangkutan.
E. Kesetaraan Simulasi Transportasi
Menurut Tirtosoekotjo 1992 kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:
Input: f
m
= frekuensi meja getar Hz A
m
= amplitudo meja getar cm f
t
= frekuensi truk Hz Amplitudo rata-rata getaran bak truk A
t ∑
∑
Dimana: Ni = jumlah kejadian amplitudo ke-i Ai = amplitudo getaran vertikal truk di jalan luar kota pada saat i cm
Luas satu siklus getaran bak truk jalan luar kota L
t
L
t
= ∫
Dimana: T
t
= periode truk detikgetaran W
t
= kecepatan sudut truk getarandetik Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam L
t0.5
L
t0.5
Dimana: t = lama penggetaran 0.5 jam Luas satu siklus getaran vibrator L
m
L
m
= ∫
Dimana: T
m
= periode meja getar detikgetaran W
m
= kecepatan sudut meja getar getarandetik 3
4
5
6
16 Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam G
m
Dimana: t = lama penggetaran 1 jam Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam L
m1
Kesetaraan panjang jalan selama 30 menit dengan 30 km
F. Rancangan Percobaan
Berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya 2006 penelitian ini dianjurkan menggunakan rancangan acak lengkap dan faktorial dengan dua kali ulangan perlakuan. Faktor perlakuan yang
digunakan adalah K jenis kemasan, yaitu K1 karton gelombang dan K2 peti kayu. Sedangkan faktor perlakuan bahan pengisi B, yaitu B1 cacahan kertas koran, B2 tanpa bahan pengisi, dan
B3 kertas koran. Kombinasi perlakuan dua faktor tersebut adalah K1B1, K1B2, K1B3, K2B1, K2B2, dan
K2B3. Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah : Y
ijk
= µ + K
i
+ B
j
KB
ij
+ C
ijk
Dimana: Y
ijk
= Pengamatan pada perlakuan K ke-i dan B ke-j pada ulangan ke-k. µ