Pemilihan dan Penetapan Calon Tempat Keraton Surakarta

direbut, Bagus Banjar kemudian menjadi prajurit keraton. Ia bertugas dibagian keprajuritan “ Nameng Raja” dengan sebutan Kuda Pengawe, tugas utamanya adalah menjaga dan merawat gedung pusaka, khususnya dipercaya menjaga pusaka keraton yang bernama “ Kyai Cokro“ Drs. Soetomo WE, Drs. Cahyo Budi Utomo,1990:105. Berkaitan dengan tugasnya di dalam keraton, Kuda Pengawe banyak belajar tentang adat tata cara keraton dan mendalami pranatan-pranatan atau aturan-aturan yang tidak ditemukan di luar keraton. Oleh karena terbawa bakat, kepandaian, ketekunan, dan kecakapannya maka apa saja yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan baik dan sempurna, termasuk bidang kebudayaan dan sastra. Hal itu mendapat perhatian dari Pakubuwana II sehingga Kuda Pengawe dijadikan carik keraton dan diberi nama “ R.Ng. Yosodipuro “, sebagai carik keraton tugasnya membantu Pangeran Wijil yang pada waktu itu sebagai pujangga keraton. Yosodipuro yang mempunyai dasar-dasar dalam hal sastra, semakin bersemangat dan lebih tekun serta serius sehingga beliau menjadi orang yang mumpuni pandai dalam bidangnya. Hal itu tidak lain karena ia mempunyai syarat sebagai pujangga maka tidak mengherankan kalau karya-karyanya semakin baik dan menarik. Hal ini menyebabkan pula Pakubuwana II memberikan sebutan sebagai Pujangga Anom Drs. Soetomo WE, Drs. Cahyo Budi Utomo,1990: 60. Agar pengabdian R.Ng. Yosodipuro I dapat dipahami dengan jelas, maka pengabdian beliau dapat dipaparkan di bawah ini:

1. Pemilihan dan Penetapan Calon Tempat Keraton Surakarta

Jasa R.Ng. Yosodipuro yang pertama yaitu mengenai pemilihan lokasi untuk pemindahan keraton Kartasura. Pada waktu itu keadaan keraton Kartasura telah rusak dan dianggap tidak bersinar lagi serta wibawanya sudah mulai merosot, maka setelah Sri Paduka Kanjeng Susuhunan Pakubuwono II kembali dari pengungsiannya di Ponorogo, Pakubuwono II berkenan untuk memindahkan keraton ke tempat lain. Dalam memilih dan memutuskan calon tempat baru untuk keraton, Sang prabu mengutus beberapa abdinya untuk mencari lokasi keraton yang baru dan Pujangga Anom Yosodipuro I sangat besar jasanya. Beliau ikut aktif sebagai tim peneliti lokasi bagi calon tempat pendirian keraton baru dan ikut dalam menentukan tempat keraton yang tepat. Dari hasil pencarian ini, diperoleh tempat yang ideal antara lain desa Kadipala, desa Sala dan desa Sana Sewu. Berdasarkan kesimpulan dari tim pencari dan atas berkenannya raja, maka dari ketiga desa tersebut diputuskan desa yang paling tepat untuk menjadi lokasi keraton yang baru adalah desa Sala, karena desa Sala ini kelak akan membawa kebaikan dan keberuntungan sehingga dipilihnya desa Sala sebagai lokasi untuk mendirikan keraton baru. Selanjutnya juga dibicarakan tentang upacara-upacara yang harus segera dilaksanakan. Di samping itu juga menentukan tempat yang tepat dimana titik pusat keraton didirikan. Dalam hal ini Kyai Tohjoyo dan Yosodipuro I atas permintaan Pakubuwono II mengadakan penelitian lebih jauh lagi serta melaporkan hasil pertimbangannya. Menurut Kyai Tohjoyo dan Yosodipuro I bahwa tempat yang paling tepat untuk titik pusat pendirian bangunan keraton adalah daerah sekitar Rawa Kedung Kol. Berdasarkan laporan tersebut maka Pakubuwono II menetapkan daerah sekitar Rawa Kedung Kol sebagai titik pusat pendirian keraton, kemudian Pakubuwono II segera memutuskan untuk memulai membangunnya, akan tetapi dalam pelaksanaan tersebut dijumpai hal-hal yang aneh yaitu air Rawa Kedung Kol tidak bisa dikeringkan sehingga menimbulkan keprihatinan para abdi dalem yang bertugas mendirikan keraton tersebut. Untuk mendapatkan jawaban yang aneh tersebut Pangeran Wijil dan Yosodipuro I mengadakan tapa brata di Kedung Kol selama tujuh hari tujuh malam. Dari tapa brata tersebut kemudian mendapat petunjuk bahwa untuk menghentikan sumber dari air rawa tersebut harus dengan beberapa syarat, yang antara lain adalah membuat gong sekar delima, menimbun rawa dengan daun lumbu dan memberikan korban seorang waranggono ledek. Makna dari petunjuk tersebut adalah: a. Gong Sekar Delima bermakna gong adalah gangsa yang dapat menghasilkan suara yang indah dan merdu, sekar adalah bunga yang menyebarkan aroma harum sedangkan delima dapat diartikan akan menjadi buah bibir banyak orang. b. Daun Lumbu dihubungkan dengan tanah milik Kyai Gede yang ditumbuhi oleh lumbu. c. Korban Waranggono dihubungkan dengan uang ringgit yang pada waktu itu bergambar Waranggono, artinya untuk membangun kraton tersebut memerlukan korban uang yang tidak sedikit. Dengan terungkapnya tabir tersebut, maka pelaksanaan pembangunan keraton segera dimulai dan yang menjadi pelaksana pembangunan keraton adalah Mayor Hogendorp, Adipati Pringgoloyo, Tumenggung Tirtowiguno, sedangkan yang bertugas untuk memperhitungkan kekuatan bangunan adalah Pangeran wijil dan Kyai Kalipah Buyut. R. Ng. Yosodipuro I dan kyai Tohjoyo bertanggung jawab atas keindahan bangunan. Setelah bangunan keraton selesai dibangun maka kepindahan keraton dari Kartasura ke Sala segera dilaksanakan dan sesudah kepindahan keraton dari Kartasura ke Sala, R.Ng. Yosodipuro I diangkat menjadi abdi dalem Kadipaten dibekas Kedung Kol sekarang daerah itu bernama kampung Yosodipuran Drs. Soetomo WE, Drs. Cahyo Budi Utomo,1990: 125.

2. Wafatnya Pakubuwono II