Pujangga Keraton Pengabdian R.Ng. Yosodipuro I terhadap Keraton Surakarta

Sang Prabu agar mau menyerahkan Kyai Bahman, Kyai Nur Saleh, Tumenggung Wirowirejo, Tumenggung Sujonopuro serta Tumenggung Wirodigdo karena orang-orang tersebut telah menyebabkan keonaran, kekeruhan dan terputusnya hubungan Surakarta dengan Belanda dan Yogyakarta. Karena permintaannya sudah berkali-kali dilakukan tetapi belum juga menerima balasan yang memuaskan dari pihak keraton Surakarta, maka Belanda dan Kasultanan Yogyakarta memerintahkan pasukannya untuk mengepung Surakarta. Pada saat pengepungan tersebut, Pakubuwono IV memanggil R.Ng. Yosodipuro I untuk dimintai nasehatnya tentang cara menanggapi masalah tersebut agar tidak terjadi kekerasan dan membawa korban. R.Ng. Yosodipuro I kemudian menyarankan agar orang-orang yang dimintai oleh Belanda diserahkan saja. Akhirnya Kanjeng Susuhunaan Paku Buwono IV mengambil keputusan untuk menangkap lima orang tersebut termasuk gurunya dan diserahkan kepada Belanda. Setelah tertangkapnya lima orang tersebut maka masyarakat Surakarta berangsur-angsur pulih dan tentram kembali selain itu hubungan antara Surakarta, Belanda dan Yogyakarta mulai membaik.

5. Pujangga Keraton

Jasa R.Ng. Yosodipuro I yang kelima yaitu berkaitan dengan kasusastraan dan perannya sebagai pujangga keraton. Tugas-tugas R.Ng. Yosodipuro I sebagai seorang pujangga adalah menjaga, memelihara dan melestarikan karya-karya sastra lama, oleh karena itu beliau melibatkan diri dalam membangun perpustakaan dan mengisinya dengan berbagai macam bacaan. Dilihat dari kebanyakan orang Jawa yang tidak lagi menguasai bahasa Jawa Kuno, maka pada waktu itu pekerjaan R.Ng. Yosodipuro I merupakan suatu kelebihan sendiri, karena banyak buku-buku Jawa Kuno yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Baru yang pada akhirnya membuat banyak orang biasa bisa membacanya dan mengetahui secara jelas cerita- cerita kuno. Dengan munculnya karya-karya R.Ng. Yosodipuro I dapat dikatakan bahwa beliau juga membantu dasar-dasar perkembangan bahasa dan sastra Jawa khususnya di Surakarta Hadiningrat. Hasil pemikiran itu melahirkan banyak karya sastra yang diterjemahkannya seperti: Bharatayuda, Ramayana, Serat Dewi Ruci dan cerita-cerita lainnya. Dari rujukan kepustakaan Islam R.Ng. Yosodipuro I membuahkan Serat Menak yang digubah dari cerita Amir Hamzah, puisi yang bersifat pendidikan moral Islam juga dihasilkan seperti: Tajusalatin. R.Ng. Yosodipuro I dianggap mempunyai paham mistik Islam Kejawen, beberapa karyanya yang mencerminkan paham tersebut, salah satunya adalah Serat Cebolek. Dilihat dari isi yang dikandungnya, sebagian hasil sastranya mencerminkan adanya sinkretasi penggabungan Jawa-Hindhu, Budha-Islam nampak seimbang tapi sebenarnya sulit untuk mengetahui mana Hindhu, mana Jawa, mana Budha dan mana Islam. Namun unsur religius tidak pernah lepas dari hasil karya-karyanya yang disajikan dalam karya sastranya, baik yang berupa dongeng, babad, kenegaraan, serat, pelajaran dan lain-lain. Kelebihan R.Ng. Yosodipuro I sebagai pujangga adalah kata-katanya sangat lugu, suka pada jalan yang benar dan membenci pada hal- hal buruk. Meskipun demikian di dalam mencela perbuatan yang tidak baik dari seseorang, beliau tidak menggunakan kata-kata yang kasar melainkan kata-kata yang halus dan bahkan tidak kentara tetapi yang dicela akan terasa tersindir. Kadang-kadang untuk menyindir tersebut, beliau menggunakan tokoh lain dalam ceritanya tetapi pembaca akan tahu arah yang dituju dari sindiran lewat cerita tersebut. R.Ng. Yosodipuro I meninggal pada tanggal 20 April 1802 dan dimakamkan di desa Bendan Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

BAB IV AKTIVITAS ZIARAH