Latar Belakang Ketua Panitia Perayaan 17 Agustus Rt 007 Rw 06 Komplek Pondok Jaya, 2015

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada pepatah mengatakan bahwa hampir semua orang Indonesia bila sedang lapar pasti akan makan dengan nasi, tidak akan kenyang bila makan dengan selain nasi. Adapun nasi sendiri merupakan salah satu olahan pangan yang terbuat dari beras. Sehingga saat ini masyarakat Indonesia sebagian besar sangat tergantung dengan adanya beras. Bahkan Kepala Badan Urusan Logistik Bulog Sutarto Alimoeso dalam wawancara kepada Antara TV dalam acara Mata Indonesia mengatakan bahwa 95 orang Indonesia bergantung dengan beras sebagai bahan konsumsi. Dahulu orang Indonesia memiliki makanan pokok sesuai keadaan wilayahnya seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak yang menggunakan jagung sebagai bahan makanan pokok, atau Maluku, Papua dan daerah Indonesia timur terkenal dengan sagu sebagai bahan makanan pokoknya. Namun seiring berkembangnya jaman banyak masyarakat yang mulai meninggalkan kebiasaan lama mereka menggunakan bahan makanan pokok lokal, mereka mengikuti daerah-daerah yang telah maju terlebih dulu dengan menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok. Pergeseran kebiasaaan ini membuat tingkat konsumsi beras meningkat, sehingga beras menjadi populer 2 bagi masyarakat di Indonesia. Sayangnya peningkatan tingkat konsumsi beras ini tidak seiring dengan kapasitas produksi yang dimiliki Indonesia, hal ini terjadi karena banyak faktor, yaitu percepatan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia, pertumbuhan produksi beras di dalam negeri tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk, dan juga tingkat produktivitas padi di Indonesia belum maksimal berada dikisaran angka 50. Pemenuhan kebutuhan masyarakat atas harga beras yang murah dan stoknya terjamin merupakan salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan ketahanan pangan yang sesuai dengan amanah undang undang Pangan No. 18 Tahun 2012, dimana pada pasal 4 tertulis bahwa “Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.” Harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang diperjualbelikan, ditentukan oleh permintaan dan penawaran barang tersebut. Dan juga keadaan di suatu pasar dikatakan dalam keseimbangan atau ekuilibrium apabila jumlah yang ditawarkan pada penjual pada suatu harga tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat ditentukan dengan 3 melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar Sadono Sukirno, 2009: 90. Menurut Winardi 1987: 13 bahwa harga menerangkan komposisi atau alokasi produksi total. Menurut Pindyck 2009: 13 harga merupakan salah satu penentu dari situasi-tukar dalam setiap pilihan manusia. Seperti seorang konsumen yang melakukan situasi-tukar antara daging sapi dan ayam tidak hanya pada preferensinya, tetapi juga berdasarkan harganya. Begitu juga, para pekerja melakukan situasi-tukar antara kerja dan istirahat sebagian berdasarkan pada “harga” yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka – yaitu upah. Dan perusahaan memutuskan apakah akan memperkerjakan karyawan lebih banyak atau membeli mesin lebih banyak sebagian juga didasarkan pada tingkat upah dan harga mesin. Tabel 1.1 Harga Rata-Rata Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Kilogram Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Aceh 6.258,32 6.532,56 6.993,89 8.247,31 8.643,8 9.264,79 Sumatera Utara 5.894,92 6.390,29 6.954,47 7.725,61 7.881,98 8.286,99 Sumatera Barat 6.653,31 7.117,49 8.007,47 9.878,17 9.721,15 9.921,76 Riau 6.562,43 7.081,2 7.888,78 9.600,82 9.775,81 9.976,67 Jambi 5.973,92 6.142,24 7.335,81 8.031,48 8.733,38 8.562,53 Sumatera Selatan 5.552,26 5.840,13 6.824,81 7.631,13 8.376,95 8.889,22 Bengkulu 5.480,81 5.776,42 6.742,39 7.643,67 8.459,45 9.349,06 Lampung 5.621,7 5.948,41 6.515,6 7.667,32 8.430,09 12.978,43 Bangka Belitung 5.841,16 5.804,45 6.712,67 7.556,16 8.673,44 8.655,33 Kep. Riau 7.571,66 7.781,6 9.350,89 10.574,74 11.487,14 9.135,93 DKI Jakarta 5.838,09 6.143,26 7.982,68 9.929,83 11.811,22 12.654,83 4 Jawa Barat 5.599 5.779,26 6.888,16 7.639,1 8.913,89 9.083,01 Jawa Tengah 5.469,96 5.644,64 6.668,52 7.761,37 8.653,99 8.117,34 DI. Yogyakarta 5.241,32 5.563,05 6.357,81 7.183,22 7.830,38 8.982,15 Jawa Timur 5.240,08 5.578,45 6.673,45 7.798,9 8.537,42 7.521,66 Banten 5.020,62 5.087,39 5.868,78 6.493,79 7.262,23 8.899,08 Bali 5.419,46 5.794,45 7.173,71 8.332,57 9.188,72 9.549,81 NTB 4.843,46 5.133,18 6.185,78 6.609,87 7.418,37 7.587 NTT 5.957,7 6.271,66 7.404,06 8.058,16 9.025,44 9.518,21 Kalimantan Barat 6.387,73 6.579,09 8.162,34 9.116,78 10.293,72 11.016,41 Kalimantan Tengah 6.010,74 6.373,52 9.133,91 10.882,96 10.749,92 10.458,16 Kalimantan Selatan 5.024,82 5.335,93 7.774,83 9.343,89 9.117,71 9.387,5 Kalimantan Timur 5.699,39 6.261,48 7.199,49 8.056,5 8.850,76 9.299,97 Sulawesi Utara 5.684,16 6.431,62 7.288,34 7.677,71 8.726,8 8.865,08 Sulawesi Tengah 4.970,38 5.676,91 6.515 7.014,97 7.834,2 7.502,49 Sulawesi Selatan 4.798,78 5.132,31 5.922,01 6.503,52 7.410,08 7.981,99 Sulawesi Tenggara 4.679,82 5.823,58 6.429,68 6.706,13 8.008,11 8.296,84 Gorontalo 5.645,97 6.406,41 7.174,76 7.613,73 8.186,81 7.888,93 Maluku 6.170,24 6.433,64 7.504,53 8.394,32 9.159,99 9.539,41 Maluku Utara 6.766,44 6.771,75 7.980,56 8.785,25 9.565,95 9.807,03 Papua 7.586,64 7.576,48 7.536,79 9.284,97 9.993,12 8.083,06 Papua Barat 6.533,12 6.674,23 6.977,41 7.551,39 7.920,77 10.155,63 Sumber: Tabel Rata-rata Harga Eceran Beras di Pasar Tradisional di 33 Kota, 2000-2013 Diolah dari Hasil Survei Harga Konsumen Badan Pusat Statistik Republik Indonesia diolah kembali Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa perkembangan harga rata-rata beras pada 32 provinsi di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang signifikan dengan besaran perubahan harga beras di Indonesia pada angka 10 dalam periode 2008-2013. Hal ini menandakan bahwa tren harga beras di Indonesia itu selalu naik setiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh banyak hal seperti harga kebutuhan pokok produksi yang selalu meningkat, harga pokok transportasi dan logistik yang selalu naik. Perubahan harga beras yang paling tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 17,1 mengingat pada tahun 2010 terjadi krisis 5 keuangan global sehingga banyak harga-harga barang komoditas utama mengalami kenaikan yang cukup besar, termasuk beras. Sedangkan perubahan harga beras yang paling terrendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 4,2, hal ini disebabkan keadaan perekonomian yang sedang stabil menyebabkan perubahan harga beras pada hampir seluruh provinsi berada di kisaran angka 1-7. Seharusnya penentuan harga beras dapat menyesuaikan keadaan ekonomi masyarakat yang kebanyakan golongan menengah kebawah, ditambah lagi dengan kondisi produksi yang melimpah, impor yang tersedia, dan kemampuan Indonesia untuk mengekspor beras jenis-jenis tertentu. Pemerintah sebagai pengendali pasar dan pihak yang mengatur perdagangan beras di Indonesia, hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui Undang Undang Pangan No. 12 Tahun 2012, pada pasal 55-57. Adapun yang sesuai dengan penentuan harga beras, bahkan komoditas pangan pada umumnya berada pada pasal 56 ayat a dan b yaitu “penetapan harga pada tingkat produsen sebagai pedoman pembelian pemerintah” dan “penetapan harga pada tingkat konsumen sebagai pedoman bagi penjualan pemerintah”. Untuk harga yang dijual kepada masyarakat salah satu pembentuk harganya melalui HPP yang diatur dalam Impres Nomor 3 Tahun 2012 untuk saat ini. Harga pembelian gabah dengan kualitas air maksimum 25 dan kadar hampa kotoran maksimum 10 adalah Rp. 3.300kg di petani sementara di tingkat penggilingan dihargai Rp. 3.350kg untuk jenis gabah kering panen GKP. Sementara itu untuk gabah kualitas gabah kering giling GKG dengan kadar 6 air maksimum 14 dan kadar hampa kotoran maksimum 3 adalah Rp. 4.150kg di gudang perum Bulog. Untuk harga beras dengan kualitas kadar air maksimum 14, bulir patah maksimum 2 dan derajat sosoh minimum 95 adalah Rp. 6.600kg di gudang perum bulog. Pada Bisnis Indonesia judul Harga Beras: HPP dan Gabah Petani Naik Maret 2015, 15 Maret 2015 Adapun beberapa faktor utama yang menyebabkan harga beras selalu naik adalah: 1 kondisi Iklim yang tidak menentu, dimana di saat-saat tertentu misal turunnya hujan pada tahun 2014 yang seharusnya turun pada bulan oktober justru turun pada bulan November. 2 Banjir yang terjadi dibanyak daerah, dimana bila sudah datang musim hujan, curah hujan sangat tinggi menyebabkan banyak daerah terendam banjir, seperti yang terjadi di Serang, Banten akibat 2.300 hektar lahan pertanian terendam banjir potensi produksi gabah kering giling hilang sebanyak 12.000 ton. 3 dugaan adanya penimbunan beras yang terjadi di beberapa area pergudangan. Misalnya, penimbunan beras operasi pasar khusus yang ditemukan di area pergudangan di Pulogadung dan Klender, Jakarta Timur. Temuan di dapati ketika dilakukan inspeksi mendadak oleh sejumlah lembaga pemerintahan. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, terdapat 10.400 gudang penyimpanan yang dikelola swasta di seluruh Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan kegiatan penimbunan juga terjadi oleh mereka. 4 adanya mafia beras yang juga dilakukan oleh oknum internal Perum Bulog. Hal ini diperkuat oleh keterangan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel setelah melakukan inspeksi mendadak di salah satu gudang beras di Cakung, Jakarta Timur. Ditemukan kegiatan pengoplosan antara beras Perum Bulog dan beras lain, dikemas ulang dan dijual dengan harga yang lebih mahal. Di tempat terpisah, juga terdapat temuan beras illegal atas nama Perum Bulog yang masuk ke Pasar Induk Besar Cipinang, Jakarta Timur. Pada Kompas judul Harga Beras Naik, Salah Siapa, 15 Maret 2015. 7 Berdasarkan cuplikan kedua berita diatas dapat menggambarkan keadaan harga beras di Indonesia memiliki pembentuk harga dasar dari harga penentuan gabah kering dan harga penentuan gabah giling sehingga harga pokok produksi beras berada di kisaran harga penentuan gabah kering dan gabah giling. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga beras di pasar adalah harga-harga penentu produksi misal perubahan harga pupuk, harga transportasi, harga bahan bakar minyak, kondisi iklim dan cuaca ekstrim, bahkan hingga terjadinya penimbunan beras dan adanya mafia beras yang sangat merugikan pasar. Sedangkan penentuan harga itu sebenarnya salah satu pengaruhnya berdasarkan kemampuan produksi beras, mengapa? Karena dengan semakin besarnya produksi beras jika seluruh faktor-faktor pengaruh lainnya dianggap tetap, ceteris paribus, maka dapat diasumsikan harga beras yang dijual kepada konsumen di pasar akan semakin murah, dikarenakan ketersediaan beras di pasar melimpah. Sedangkan jika semakin kecil produksi beras ceteris paribus, maka dapat diasumsikan harga beras yang dijual kepada konsumen di pasar akan semakin mahal dikarenakan ketersediaan pasar di pasar terbatas. Menurut I Gusti Ngurah Agung 2008: 9 produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktifitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan input, oleh karena itu kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output. Menurut Ari 8 Sudarman 2001: 119 produksi meliputi semua aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat dilihat. Menulis buku, memberi nasehat, pertunjukkan bioskop dan jasa bank adalah termasuk dalam pengertian produksi. Tetapi akan sedikit mengalami kesulitan untuk menunjukkan secara pasti faktor-faktor produksi seperti yang dicontohkan tadi, namun jelas bahwa dalam proses produksi seperti ini diperlukan beberapa keterampilan baik bersifat teknis maupun intelektual. Sadono Sukirno 2009: 193 menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor- faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Adapun menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung 2006: 109 menyatakan bahwa ekonom membagi faktor produksi barang menjadi barang modal capital dan tenaga kerja labour. Tabel 1.2 Jumlah Produksi Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Ton Produksi Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 ACEH 1.556.858 1.402.287 1.582.393 1.772.962 1.788.738 1.956.940 SUMATERA UTARA 3.527.899 3.340.794 3.582.302 3.607.403 3.715.514 3.727.249 SUMATERA BARAT 2.105.790 1.965.634 2.211.248 2.279.602 2.368.390 2.430.384 RIAU 531.429 494.260 574.864 535.788 512.152 434.144 JAMBI 644.947 581.704 628.828 646.641 625.164 664.535 SUMATERA SELATAN 3.125.236 2.971.286 3.272.451 3.384.670 3.295.247 3.676.723 BENGKULU 510.160 484.900 516.869 502.552 581.910 622.832 LAMPUNG 2.673.844 2.341.075 2.807.676 2.940.795 3.101.455 3.207.002 KEP. BANGKA BELITUNG 19.864 15.079 22.259 15.211 22.395 28.480 KEP. RIAU 430 404 1.246 1.223 1.323 1.370 9 DKI JAKARTA 11.013 8.352 11.164 9.516 11.044 10.268 JAWA BARAT 11.322.68 1 10.111.06 9 11.737.07 11.633.89 1 11.271.86 1 12.083.16 2 JAWA TENGAH 9.600.415 9.136.405 10.110.83 9.391.959 10.232.93 4 10.344.81 6 DI YOGYAKARTA 837.930 798.232 823.887 842.934 946.224 921.824 JAWA TIMUR 11.259.08 5 10.474.77 3 11.643.77 3 10.576.54 3 12.198.70 7 12.049.34 2 BANTEN 1.849.007 1.818.166 2.048.047 1.949.714 1.865.893 2.083.608 BALI 878.764 840.465 869.161 858.316 865.553 882.092 NUSA TENGGARA BARAT 1.870.775 1.750.677 1.774.499 2.067.137 2.114.231 2.193.698 NUSA TENGGARA TIMUR 607.359 577.895 555.493 591.371 698.566 729.666 KALIMANTAN BARAT 1.300.798 1.321.443 1.343.888 1.372.988 1.300.100 1.441.876 KALIMANTAN TENGAH 578.761 522.732 650.416 610.236 755.507 812.652 KALIMANTAN SELATAN 1.956.993 1.954.284 1.842.089 2.038.309 2.086.221 2.031.029 KALIMANTAN TIMUR 555.560 586.031 588.879 552.616 561.959 439.439 SULAWESI UTARA 549.087 520.193 584.030 596.223 615.062 638.373 SULAWESI TENGAH 953.396 985.418 957.108 1.041.789 1.024.316 1.031.364 SULAWESI SELATAN 4.324.178 4.083.356 4.382.443 4.511.705 5.003.011 5.035.830 SULAWESI TENGGARA 407.367 405.256 454.644 491.567 516.291 561.361 GORONTALO 256.934 237.873 253.563 273.921 245.786 295.913 MALUKU 89.875 75.826 83.109 87.468 84.271 101.835 MALUKU UTARA 46.253 51.599 55.401 61.430 65.686 72.445 PAPUA BARAT 36.985 39.537 34.254 29.304 30.245 29.912 PAPUA 98.511 85.699 102.610 115.437 138.032 169.791 Sumber: Tabel Produksi Produk Pangan Beras Tahun 2008-2013 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia diolah kembali Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa perubahan produksi beras pada 32 provinsi di Indonesia cenderung fluktuatif. Seperti yang terjadi pada kurun waktu 2008-2009 perubahan produksi beras berada pada angka -0,05, lain hal pada kurun waktu 2009-2010 terjadi peningkatan kapasitas produksi 10 beras berada pada angka 16,17. Namun, pada kurun waktu 2010-2011 perubahan produksi beras berada pada angka 0,4, hal ini disebabkan banyaknya daerah-daerah yang mengalami penurunan kapasitas produksi seperti provinsi Bangka Belitung pada angka -31,66, DKI Jakarta pada angka -14,76 dan Papua Barat pada angka -14,45. Sedangkan pada kurun waktu 2011-2012 perubahan produksi beras berada pada angka 6,13, hal ini disebabkan meningkatnya kapasitas produksi pada banyak provinsi di Indonesia seperti pada provinsi Bengkulu pada angka 15,79, Bangka Belitung pada angka 47,22, DKI Jakarta pada angka 16,05, DI Yogyakarta pada angka 12,25, Jawa Timur pada angka 15,33, NTT pada angka 18,12, Kalimantan Tengah pada angka 23,8, dan Papua Barat pada angka 19,57. Lain lagi pada kurun waktu 2012-2013 perubahan produksi beras mengalami penurunan, yaitu pada angka 4,89. Penurunan perubahan ini disebabkan oleh menurunnya kapasitas produksi beras pada banyak provinsi di Indonesia seperti pada provinsi Riau pada angka -15,23 dan Kalimantan Timur pada angka - 21,8. Adapun bila produksi nasional tidak mencukupi kebutuhan nasional maka pemerintah umumnya melakukan impor. Adapun kebijakan ini diambil selain menutupi defisit antara produksi dan konsumsi nasional, impor juga digunakan pemerintah sebagai salah satu cara dalam menekan tingginya harga beras yang ditawarkan kepada pasar. Menurut Suherman Rosyidi dalam bukunya Pengantar 11 Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi 2001: 223-224 Kemampuan suatu bangsa untuk mengimpor sangat tergantung pada pendapatan nasionalnya. Artinya, semakin besar pendapatan nasional, semakin besar pula kemampuan bangsa tersebut mengimpor barang dan jasa. Jadi: M = fY. Tetapi harus diingat, bahwa hubungan antara impor, M, dengan pendapatan nasional, Y, itu tidaklah berupa hubungan proporsional. Artinya, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa jika pendapatan nasional bertambah menjadi dua kali lipat, misalnya, maka impor akan menjadi dua kali lipat. Tabel 1.3 Jumlah Impor Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Ton Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Aceh 15.900 14.750 31.400 4.600 Sumatera Utara 45.100,4 26.395,6 92.672,6 5 358.693,89 103.175,3 47.566 Sumatera Barat 23.000 10.500 44.250 25.050 Riau 21.500 10.951,1 4 86.853,12 18.501 Jambi Sumatera Selatan 43.550 22.900 Bengkulu Lampung 6.200 25.499,9 9 77.408,2 205.495,99 88.007,79 49.616,15 Bangka Belitung Kep Riau DKI Jakarta 66.975,9 105.289, 8 262.484, 8 1.001.298,8 6 749.936,7 221.537,0 6 Jawa Barat Jawa Tengah 30.716,9 1 418,02 2.481,90 3.955 612 2.640 DI Yogyakarta 12 Jawa Timur 80.296,1 9 92.869,6 9 116.368, 4 605.533,84 588.174,8 151.305,4 Banten 9.650 135.780 109.464,3 5 Bali 8.450 12.894,36 9.600 NTB 22.200 NTT 27.264,4 23.900 34.731,8 Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur 3.900 18.750 8.600 Sulawesi Utara 12.000 82.600 26.767,9 Sulawesi Tengah 10.500 18.950 Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara 3.600 Gorontalo Maluku 12.000 24.671,09 13.650 Maluku Utara Papua 12.200 15.400 Papua Barat 10.700 6.600 Sumber: Buku Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Jilid III 2008-2013 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia diolah kembali Berdasarkan data impor diatas dapat diketahui bahwa perubahan impor pada 32 provinsi di Indonesia secara umum terjadi penurunan, namun tren kenaikan sangat signifikan terjadi pada kurun waktu 2010-2011 yaitu pada angka 302,36. Tingginya kenaikan jumlah impor beras di Indonesia pada kurun waktu 2010-2011 disebabkan terjadinya penurunan kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu yang sama, sehingga pemerintah mengantisipasi adanya kelangkaan beras dan tingginya harga beras dengan 13 meningkatkan jumlah impor beras. Pada kurun waktu 2008-2009 terjadi penurunan jumlah impor beras pada angka -13,53 dikarenakan meningkatnya kapasitas produksi beras di waktu yang sama. Sedangkan pada kurun waktu 2009-2010 terjadi peningkatan jumlah impor sebesar 172,91. Adapun pada kurun waktu 2011-2012 terjadi penurunan jumlah impor beras sangat besar, yaitu pada angka -34,17. Penurunan jumlah impor beras ini disebabkan meningkatnya kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu yang sama. Seperti pada kurun waktu sebelumnya, pada kurun waktu 2012-2013 terjadi kembali penurunan jumlah impor beras namun dengan jumlah perubahan yang jauh lebih besar yaitu pada angka -73,89. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu yang sama. Selain produksi dan impor, harga dapat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dikarenakan apabila tingkat konsumsi tinggi namun kapasitas produksinya tidak dapat memenuhi konsumsi maka dapat diasumsikan harga beras akan meningkat tajam karena ketidaktersediaannya beras dipasar. Pernyataan ini diperkuat menurut Ratih Kumala Sari 2014 yaitu “meskipun jumlah produksi beras terus meningkat belum tentu dapat memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Sebab jumlah penduduk Indonesia tiap tahun terus meningkat per tahunnya, sedangkan produksi yang dihasilkan kurang mencukupi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia”. 14 Tabel 1.4 Jumlah Konsumsi Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2013 Per Ton Propinsi Agregat Konsumsi Beras Per Provinsi 2010-2013 per Ton 2008 2009 2010 2011 2012 2013 ACEH 693.683,2 716.679 730.095,2 739.396,8 754.322,6 754.504,2 SUMATERA UTARA 2.050.044 2.091.021, 2 2.103.024, 7 2.116.365, 2 2.145.046, 5 2.131.308, 4 SUMATERA BARAT 761.834,9 778.953,4 785.331,3 789.677,1 799.933,0 794.557,4 RIAU 833.758,9 872.299,3 899.871,2 916.634,3 940.539,6 946.176,5 JAMBI 474.645,5 491.387,6 501.612,6 507.060,7 516.272,1 515.345,0 SUMATERA SELATAN 1.159.429, 5 1.191.642, 5 1.207.640, 8 1.216.346, 9 1.234.135, 2 1.227.741, 4 BENGKULU 267.854,6 274.792,8 277.972,4 280.615,4 285.356,7 284.544,6 LAMPUNG 1.197.798, 1 1.223.473, 4 1.232.240, 4 1.238.341, 6 1.253.492, 8 1.243.957, 2 KEP. BANGKA BELITUNG 185.667,2 193.366,2 198.572,5 201.409,2 205.830,5 206.241,5 KEP. RIAU 246.024,9 261.107,8 273.242,9 279.943,1 288.780,3 291.915,4 DKI JAKARTA 1.507.406, 1 1.542.371, 9 1.556.103 1.561.089, 3 1.577.740, 7 1.563.536, 6 JAWA BARAT 6.692.117 6.881.551, 7 6.977.492, 7 7.033.602 7.142.075, 9 7.110.603, 1 JAWA TENGAH 5.180.631, 3 5.245.470, 3 5.236.924, 8 5.238.591, 8 5.279.138, 5 5.216.697, 4 DI YOGYAKARTA 546.267,1 556.849,2 559.705,7 561.871,1 568.329,6 563.772,7 JAWA TIMUR 5.951.624, 4 6.049.794, 4 6.063.675, 2 6.057.435 6.096.301, 3 6.016.336 BANTEN 1.625.179, 1 1.684.464, 4 1.725.298, 1.751.853, 3 1.791.554, 2 1.796.046, 4 BALI 601.837,3 620.454,3 630.712,1 633.521,7 641.072,6 636.132,1 NUSA TENGGARA BARAT 709.594,6 724.291,5 728.965,3 733.441,9 743.396 738.774,5 NUSA TENGGARA TIMUR 726.057,9 747.906,3 759.650,2 766.545,9 779.295,5 776.914,6 KALIMANTAN BARAT 696.796 709.361,8 712.065,1 718.570,7 730.405,6 727.890,8 15 KALIMANTAN TENGAH 344.580,6 353.937,7 358.469,9 364.191,7 372.721,9 373.982,3 KALIMANTAN SELATAN 562.888 579.352,4 587.969,5 594.574,9 605.525,0 604.484,7 KALIMANTAN TIMUR 532.278 558.213,9 577.235,4 588.107,8 603.477,3 607.041,0 SULAWESI UTARA 357.088,1 364.891,5 367.654,4 369.122,1 373.313,8 370.171,4 SULAWESI TENGAH 409.217,3 421.015,5 427.103,5 431.056,0 438.233,7 436.838,0 SULAWESI SELATAN 1.266.495. 2 1.292.725, 8 1.301.067, 7 1.305.606, 1.319.836, 6 1.308.240, 1 SULAWESI TENGGARA 346.065,4 356.514,6 362.150,2 367.281,2 375.233,5 375.864,2 GORONTALO 160.563,8 165.717,2 168.646,2 170.098,1 172.826,6 172.194,6 MALUKU 234.345,9 243.211,7 248.885,4 251.433,3 255.888,3 255.375 MALUKU UTARA 159.645,2 165.123,3 168.404 170.834,4 174.554,4 174.845 PAPUA BARAT 114.147 119.584,7 123.530,7 125.820,7 129.104 129.898,7 PAPUA 411.390,6 438.640,6 461.162 466.673,2 475.749,1 475.574 Sumber: Tabel Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2000-2010 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Tabel Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi di Indonesia Tahun 1971-2010 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Tabel Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2010- 2013 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Tabel Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga per Kapita di Indonesia Kelompok Padi-padian Komoditi Beras Departemen Pertanian Republik Indonesia Tahun 1993-2013 diolah kembali. Berdasarkan data diatas dapat kita cermati bahwa perubahan tingkat konsumsi beras pada 32 provinsi di Indonesia tahun 2008-2013 fluktuatif di tiap tahunnya. Yaitu pada kurun waktu 2008-2009 perubahan tingkat konsumsi beras berada pada angka 3,1, sedangkan pada kurun waktu 2009-2010 perubahan tingkat konsumsi beras berada pada angka -99,89, penurunan tingkat konsumsi beras yang sangat signifikan ini disebabkan oleh terjadinya 16 kenaikan harga BBM pada saat itu menganggu pola konsumsi masyarakat Indonesia khususnya pada bidang pangan. Lain halnya pada kurun waktu 2010- 2011 perubahan tingkat konsumsi beras berada pada angka 0,9, hal ini disebabkan pada tahun 2010 terjadi krisis keuangan global yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian di Indonesia khususnya harga minyak dunia, sehingga memicunya kenaikan harga BBM Bahan Bakar Minyak di Indonesia. Dengan kenaikan harga BBM tersebut akhirnya berdampak terhadap kenaikan harga barang dan jasa sehingga mengurangi daya belanja masyarakat. Sedangkan pada kurun waktu 2011-2012 terjadi kenaikan tingkat konsumsi beras berada pada angka 1,7, hal ini disebabkan memulihnya keadaan perekonomian di Indonesia serta bertahannya perekonomian Indonesia dalam menghadapi krisis keuangan global pada tahun 2010. Sedangkan pada kurun waktu 2012-2013 terjadi penurunan tingkat konsumsi beras yang signifikan sehingga berada pada angka -0,2. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu 2012-2013. Berdasarkan pemaparan masalah-masalah diatas, pada 32 provinsi di Indonesia terjadi fenomena bahwa harga beras itu cenderung selalu naik walaupun keadaan produksi beras yang cenderung fluktuatif, impor beras yang cenderung menurun dan konsumsi beras yang cenderung fluktuatif. Padahal dengan keadaan diatas dapat di asumsikan harga beras itu cenderung stabil bahkan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih 17 lanjut mengenai masalah ini dengan judul penelitian “Pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras Terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008- 2013 Studi Kasus 32 Provinsi”.

B. Perumusan Masalah