Model Empiris Uji Asumsi Klasik

96

4. Model Empiris

Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini sebagai berikut: � � � �� = + � �� + � �� + � �� + � �� Untuk menstandarkan data, model diatas kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan berikut: � � � �� = + � �� �− + � �� + � �� + � �� Dimana: HargaBeras it : Harga eceran rata-rata beras provinsi i pada periode t ProduksiBeras it : Total Produksi Beras di provinsi i pada periode t ImporBeras it : Total Impor Beras di provinsi i pada periode t KonsumsiBeras it : Total Konsumsi Beras di provinsi i pada periode t β : InterceptKonstanta β 1 ,β 2 ,β 3 ,β 4 : Koefisien regresi e it : error term 97 Setelah model penelitian di estimasi maka akan diperoleh nilai dan besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan diatas. Nilai parameter positif atau negarif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

5. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas, heterokedastisitas dan autokolerasi, Model regresi berganda dibangun atas beberapa asumsi klasik yang diperlukan untuk mendapatkan estimator OLS yang bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator, yang berati model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi yang dilakukan sudah memenuhi asumsi tersebut. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:

a. Uji Normalitas

Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data berdistribusi normal. Untuk menguji data apakah terdistribusi normal dengan menggunakan histogram dan uji Jarque-Bera. Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. Dengan H0 pada data berdistribusi normal, uji Jarque-Bera didistribusi dengan X2 dengan drajat bebas degree of freedom 98 sebesar 2. Probability menunjukan kemungkinan Jarque-Bera melebihi dalam nilai absolut nilai terobservasi dibawah hipotesis nol. Nilai probabilitas yang kecil cendrung mengarahkan pada penolakan hipotesis nol distribusi normal. Pada angka Jarque-Bera diatas nilai probabilitas 5, maka kita dapat menolak H0 bahwa data terdistribusi normal Winarno, 2006: 5.37.

b. Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan dependensi linier yang kuat diantara variabel independen. Jika terjadi multikolinieritas maka nilai standard error dari koefisien menjadi tidak valid sehingga hasil uji signifikansi koefisien dengan uji t tidak valid. Salah satu ukuran yang paling popular untuk melihat adanya multikolinieritas antar variabel independen adalah dengan menggunakan Variance Inflation Factor VIF atau tolerance 1VIF. Regresi yang bebas multikolinieritas memiliki VIF disekitar satu atau tolerance mendekati satu. Jika untuk suatu variabel independen nilai vif10 dikatakan terjadi koliniearitas yang kuat antar variabel independen Rosadi, 2012: 52-53. Menurut Nachrowi dan Usman 2008: 122, ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh koliniaritas antara lain: 1 Variansi bebas dari taksiran OLS 99 2 Interval kepercayaan lebar variansi besar, standar eror besar, dan interval kepercayaan lebar 3 Uji t tidak signifikan. Suatu vriabel bebas yang signifikan baik secara subtansi, maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa tidak signifikam karena variansi besar akibat kolinearitas 4 R 2 tinggi, tetapi banyak variabel yang tidak signifikan dari uji t. 5 Terkadang taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan subtansi sehingga dapat menyesatkan interpretasi. Menurut Rosadi 2012: 53, untuk menyelesaikan masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan berbagai cari, seperti: 1 Menambah lebih banyak observasi 2 Mengeluarkan salah satu variabel yang memiliki hubuhungan kolerasi yang kuat. 3 Mentransformasikan variabel independen, seperti misalnya mengkombinakasikan variabel-variabel independen kedalam suatu indeks.

c. Uji Heteroskedastisitas

Dalam regresi linier ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE adalah 100 var ui = ơ2 konstan, semua sesatan mempunyai variansi yang sama. Padahal, ada kasus- kasus tertentu dimana variansi ưi tidak konstan, melainkan suatu variabel berubah-ubah Nachrowi, 2008: 128. Heteroskedastisitas merupakan fenomena terjadinya perbedaan varian antar seri data. Heteroskedastisitas muncul apabila nilai varian dari variabel tak bebas Yi meningkat sebagai meningkatnya varian dari variabel bebas Xi, maka varian dari Yi adalah tidak sama. Gejala heteroskedastisitas lebih sering dalam data cross section dari pada time series. Selain itu juga sering muncul dalam analisis yang menggunakan data rata-rata. Menurut Nachrowi dan Usman 2008: 129, ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh heteroskedastisitas terhadap OLS, antara lain: 1. Akibat tidak konstannya variansi, maka salah satu dampak yang ditimbulkan adalah lebih besarnya variansi dari taksiran. 2. Lebih besarnya variansi taksiran, tentu akan berpengaruh pada uji hipotesis yang dilakukan uji t dan F karena kedua uji tersebut menggunakan besaran variansi taksiran. Akibatnya, kedua uji hipotesis tersebut menjadi kurang akurat. 3. Lebih besarnya variansi taksiran akan mengakibatkan standard error taksiran yang lebih besar sehingga interval kepercayaan 101 menjadi sangat besar. 4. Akibat beberapa dampak tersebut, maka kesimpulan yang diambil dari persamaan regresi yang dibuat dapat menyesatkan. Menurut Gujarati 2007:89-94, untuk mendektesi keberadaan heteroskedastisitas digunakan metode grafik scatter plot, uji Park, uji Glejser, uji White, dimana apabila nilai probabilitas p-value observasi R2 lebih besar dibandingkan tingkat resiko kesalahan yang diambil digunakan α = 5, maka residual digolongkan homoskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Autokolerasi adalah adanya kolerasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Pada umumnya autokolerasi lebih sering terjadi pada data time series Nachrowi dan Usman, 2008: 135. Menurut Winarno 2006: 5.26, autokolerasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokolerasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan data panel, maka uji autokolerasi sudah tidak perlu di uji kembali, karena data panel 102 sifatnya lebih kepada cross section maka bisa dikatakan tidak ada autokolerasi.

6. Uji Hipotesis