PENGARUH PRODUKSI BERAS, IMPOR BERAS, TINGKAT KONSUMSI BERAS TERHADAP HARGA BERAS DI INDONESIA TAHUN 2008-2013 (Studi Kasus 32 Provinsi)

(1)

PENGARUH PRODUKSI BERAS, IMPOR BERAS, TINGKAT KONSUMSI BERAS TERHADAP HARGA BERAS DI INDONESIA

TAHUN 2008-2013 (Studi Kasus 32 Provinsi)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh : DIMAS BRIANTO

NIM: 1111084000006

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH PRODUKSI BERAS, IMPOR BERAS, TINGKAT KONSUMSI BERAS TERHADAP HARGA BERAS DI INDONESIA TAHUN 2008-2013

(Studi Kasus 32 Provinsi) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh : DIMAS BRIANTO

NIM: 1111084000006

Di Bawah Bimbingan

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Selasa, 07 April 2015 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: 1. Nama : Dimas Brianto

2. NIM : 1111-084-0000-06

3. Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Tingkat Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 (Studi Kasus 32 Provinsi)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(4)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Selasa, 22 September 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. Nama : Dimas Brianto

2. NIM : 1111-084-0000-06

3. Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Tingkat Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 (Studi Kasus 32 Provinsi)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa diatas dinyatakan LULUS dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dimas Brianto

NIM : 1111084000006

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya

4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini

Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.


(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Dimas Brianto

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Februari 1992

Alamat : Jl. Ubin C7/23 Rt 007/ Rw 06 Komplek Pondok Jaya,

Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren, Bintaro Jaya Tangerang Selatan, Banten, 15225

Nomor Handphone : 087727895410

Email : dimzbgt@gmail.com, dimzbgt@hotmail.com

Latar Belakang Keluarga

Nama Ayah : Alm. Suandi

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Februari 1962

Nama Ibu : Almh. Susanti

Tempat, Tanggal Lahir : Solo, 21 April 1964

Alamat : Jl. Koral C7/24 Rt 007/ Rw 06 Komplek Pondok

Jaya, Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren, Bintaro Jaya Tangerang Selatan, Banten, 15225

Anak Ke dan Dari : 1 dari 2 bersaudara

Pendidikan Formal

1. SDN 04 Bintaro Jakarta Selatan Tahun 1998 – 2004

2. MTs Al-Zaytun Indramayu Tahun 2005 – 2008

3. MA Al-Zaytun Indramayu Tahun 2008 – 2011


(7)

ii

Pendidikan Non Formal

1. International Computer Driving Licence, ECDL Foundation, Al-Zaytun Global Information And Comunication Technology, 2010-2012

Pengalaman Organisasi

1. Bendahara Majelis Permusyawaratan Kelas IX MTs Al-Zaytun, 2007-2008

2. Anggota Komunitas Pencinta Tanaman Hias Al-Zaytun, 2008-2009

3. Anggota Departemen Informasi Majelis Permusyawaratan Kelas X-XI MA Al-Zaytun, 2008-2010

4. Anggota Kelompok Ilmiah Fisika Al-Zaytun, 2005-2008

5. Bendahara Kelompok Ilmiah Fisika Al-Zaytun, 2008-2009

6. Anggota Forum Studi Jurnalis Al-Zaytun, 2009-2010

7. Anggota Workshop Sigma Al-Zaytun, 2009-2010

8. Sekertaris Kelompok Ilmiah Fisika Al-Zaytun, 2009-2011

9. Qismu Alat (Departemen Peralatan) Pengurus Binayah Huffadh Al-Zaytun, 2008-2010

10. Staf Departemen Kesekretariatan Organisasi Pelajar Al-Zaytun Dharma Bakti VII, 2010-2011

11. Produser Film “Pertamadan Terakhir” Festival Film Independen Al-Zaytun, 2011

12. Sekertaris Kelompok KKN “Pendekar” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014 13. Anggota Panitia Perayaan 1 Muharram Masjid Uswatun Hasanah Komplek

Pondok Jaya, 2014

14. Ketua Panitia Perayaan 17 Agustus Rt 007/ Rw 06 Komplek Pondok Jaya, 2015


(8)

iii

1. Rapporteur Forum Pemerintahan dan Swasta dalam Manajemen Gratifikasi Transparency Internasional Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2014

Seminar dan Workshop

1. Seminar “The Most Effective Way To Learn A Foreign Language”, Faculity of Languages Universitas Al-Zaytun Indonesia, 2010

2. Training dan Talkshow “Kokohkan Iman dan Budayamu Ditengah Terjangan

Globalisasi”, UIN Jakarta, 2012

3. Dialog Publik “Pemanfaatan Energi Panas Bumi Untuk Kemajuan Indonesia”, UIN Jakarta, 2012

4. Dialog Publik “Konsep Tata Ruang Kota di Indonesia dalam Perspektif Etika

Lingkungan”. UIN Jakarta, 2012

5. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan jurusan

Sendiri”, UIN Jakarta, 2013

6. Seminar Nasional “Pembangunan Ekonomi Berbasis Inovasi dan Imtaq Menuju Indonesia Yang Maju, Adil-Makmur, Berdaulat, dan Diridhai Allah SWT”, UIN Jakarta, 2013

7. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro Yang Berdaya Saing Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) 2015”, UIN Jakarta, 2014

8. Seminar Nasional “Korupsi Mengkorupsi Indonesia”, UIN Jakarta, 2014 9. Dialog Safari Ramadhan “Kegiatan Edukasi Keuangan Bersama Otoritas Jasa


(9)

iv

Abstract

This study aimed to analyze the influence of Rice Production, Rice Imports and Rice Consumption against Price of Rice 32 provinces in Indonesia. This study uses research methods combination of sequential explanatory design, where there is a quantitative approach using panel data analysis methods Fixed Effect Model (FEM) in the first stage and a qualitative approach uses the interviews in the second phase to strengthen the results of quantitative research result approach to gain deeper understanding on the problem. The results showed that 65% variable Price of Rice 32 provinces in Indonesia can be described by Rice Production, Rice Imports and Rice Consumption. Simultaneously, Rice Production, Rice Import and Rice Consumption significant effect on Price of Rice. However partially, the statistical results showed that: first, Rice Production does not significantly and positively correlated to the Prices of Rice, second, Rice Imports significant and negatively correlated to the Prices of Rice, third, Rice consumption is significant and negatively correlated to the price of Rice. Additionally there is a problem in rice production because productivity figure only reached 50%. While in rice imports are treated free for premium rice quality and special needs, while the medium rice quality is only done by Bulog. As with the consumption of rice, in which the amount of consumption of rice in Indonesia made a great deal of pressure, but no local food that is capable of being a substitute and complementary of rice.

Keywords: Price of Rice, Rice Production, Rice Imports, Rice Consumption, Fixed Effect Model


(10)

v

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras terhadap Harga Beras 32 Provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi sequential explanatory design, dimana terdapat pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analisis data panel metode Fixed Effect Model (FEM) pada tahap pertama dan kualitatif berupa wawancara pada tahap kedua untuk memperkuat hasil penelitian kuantitatif, agar hasil penelitian lebih mendalam dan komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% variabel Harga Beras 32 Provinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras. Secara simultan, Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras berpengaruh signifikan terhadap Harga Beras. Namun secara parsial, hasil statistik menunjukkan bahwa: pertama, Produksi Beras tidak berpengaruh signifikan dan berkolerasi positif terhadap Harga Beras, kedua, Impor Beras berpengaruh signifikan dan berkorelasi negatif terhadap Harga Beras, ketiga, Konsumsi Beras berpengaruh signifikan dan berkorelasi negatif terhadap Harga Beras. Selain itu terjadi permasalahan pada Produksi Beras dikarenakan angka produktifitas hanya mencapai 50%. Sedangkan dalam Impor Beras diperlakukan bebas bagi beras kualitas premium dan kebutuhan khusus, sedangkan beras kualitas medium hanya dilakukan oleh Bulog. Lain halnya dengan Konsumsi Beras, dimana besarnya Konsumsi Beras di Indonesia membuat tekanan yang sangat besar, namun tidak ada pangan lokal yang mampu menjadi substitusi maupun komplementer dari beras.

Kata Kunci: Harga Beras, Produksi Beras, Impor Beras, Konsumsi Beras, Fixed Effect Model


(11)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Tingkat Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia (Studi Kasus 32 Provinsi)”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW beserta para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman kelak, Amin.

Dengan diselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang terkait dalam penyelesaian skripsi ini, kepada :

1. Allah SWT yang telah menciptakan bumi, langit dan seluruh isinya termasuk penulis yang bukan apa-apa jika dibandingkan dengan kuasa Allah. Terima kasih banyak ya Allah atas segala perjalanan hidup yang dihadapi penulis termasuk salah satunya dalam penggarapan skripsi ini sehingga akhirnya dapat terselesaikan dengan baik.

2. Nabi Muhammad SAW yang menjadi inspirasi, tuntunan bagi penulis dan seluruh umat islam. Sari tauladan yang diberikan beliau membuat penulis selalu berusaha menjadi lebih baik sehingga dapat berguna bagi


(12)

vii

keluarga, Negara, Agama dan seluruh umat manusia di dunia.

3. Alm. Bapak Suandi dan Almh. Ibu Susanti selaku orang tua penulis yang selalu menjadi inspirasi, motivasi, sumber kebahagiaan serta kekuatan dalam hidup. Terima kasih untuk seluruh pengorbanan, pengajaran, daya dan upaya yang telah dilakukan serta doa yang tidak pernah putus kepada penulis, semoga mereka mendapatkan perlindungan Allah SWT dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT.

4. Kepada seluruh Keluarga Besar Darmowiyono dari pihak ibu baik itu Mbah Darmo, Pakde Giyoto, Bude Lis, Bude Harto, Pakde Tukijo, Mama Tarti, Pakde Harno, Bude Harno, Om Tino, Bulek Warni, Mbak Yuni dan Suami, Mbak Umi dan Suami, Mas Sukar dan Istri, Mas Suhono dan Istri, Mas Sigit, Mbak Dina, Mbak Ida, Mbak Hesti, Kiki, Dito, Nisa, Mbak Anis dan Suami, Aziz, Mbak Fitri dan suami, Rhino, Mbak Dian dan Suami, Panji, Wisnu, Sasa, Bagus dan seluruh kerabat dari keluarga Darmowiyono yang belum saya sebutkan saya ucapkan terima kasih banyak atas dukungannya, semangatnya dan segalanya terlebih setelah penulis kehilangan kedua orang tua kalianlah sebagian dalam hidup saya.

5. Kepada Keluarga Besar Samid dari pihak ayah seperti Paman, Bibi dan kerabat yang mohon maaf tidak saya sebutkan satu persatu. Selain itu


(13)

viii

Keluarga Besar Ibu Yuli sebagai ibu sambung saya seperti Kakek, Nenek, Bu Yuli, Huda, Isa, Om-Om dan Tante-Tante serta seluruh kerabat yang saya sebutkan saya ucapkan terima kasih atas dukungannya, semangatnya dan segalanya terlebih setelah penulis kehilangan kedua orang tua kalianlah sebagian dalam hidup saya. 6. Kepada seluruh keluarga besar saya yang telah mendahului kami

kepada Allah SWT seperti Mbah Kakung, Kakek dan Nenek dari pihak bapak, Pakde dan Bude Sadinem, Pakde Harto, Mas Siswo, dan kerabat lain yang belum penulis sebutkan.

7. Bapak Dr.M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan.

8. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas bimbingan, arahan, dan pengalamannya yang diberikan pada penulis.

9. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga


(14)

ix

terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak.

10.Bapak Arief Fitrijanto, M.Si, selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang bapak berikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak.

11.Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis secara umum dan doesn Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan secara khusus yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis. Semoga Allah selalu, memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.

12.Narasumber dalam wawancara yang dilakukan penulis kepada bapak Bustanul Arifin, Narasumber dari Badan Ketahanan Pangan dan Ditjen Tanaman Pangan yang telah meluangkan waktunya dalam wawancara. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak dan Ibu sekalian. 13.Kepada ustadz dan ustadzah yang membimbing penulis dan

mengajarkan hal-hal positif selama belajar di Al-Zaytun. Khususnya kepada Umi Waway Nuryani yang telah membantu penulis


(15)

x

memperbaiki diri dari keterpurukan setelah meninggalnya ibu saat itu, memberikan motivasi yang besar dan mengajarkan banyak hal untuk memperbaiki kualitas hidup penulis, dan Abi Juniarto Hendro Buwono yang menjadi pengganti bapak dari Penulis dan teman-teman satu angkatan SWAT selama 6 tahun mengasuh dan mendidik kami. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak dan Ibu sekalian.

14.Sahabat-sahabat dari SMP yang menemani dari masa-masa sekolah di Al-Zaytun hingga saat ini meniti kesuksesan bersama-sama; Achix, Sabriyan, Abghi, Roli, Lukman, Topik, Juang, Shoffan, Bagus Aryo, Bagus Herda, Rusydan, Nanda, Hanif, Wahyu, Septian, Mahmuda, Willian, Dori, Zamroni, Wafiy, Haziq Hassan, Haziq Mohsin, Abni, Waldan, Aji, Khoer, Tansa, Imam Belo, Dani Belo, Arum, Iqlim, Ines, Ima, Sarah, Iwan, Ushe, Vita, Asih, Ama, Kiki Marwah, Ita, Toyib, Nunu, Ukhfiya, Ratih, Andre Jidat, Andre Sengau, Eliya, Gesta, Silmi, Nopiah, Wasiah, Puspita, Camay, Kinah, Thoriq, Jawad, Zaki, Qori, ACR terima kasih atas doa, semangat, canda, tawa, tangis dan segalanya yang diberikan kepada penulis sehingga mewarnai kehidupan penulis dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan berusaha menggapai kesuksesan bersama-sama amin.

15.Teman-teman SWAT (Santriwan Santriwati Angkatan Tujuh) yang mohon maaf tidak disebutkan satu-persatu terma kasih atas segalanya


(16)

xi

sehingga mewarnai kehidupan penulis dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan berusaha menggapai kesuksesan bersama-sama amin.

16.Teman-teman terbaikku Rudi Suwardi, Vallerio Raga, Abdur Rozaq, Septian Puguh, Ariad Ditya, Aprian Subhan, Barep Prajitno, Riri Ruhiana, Novanda Dwi Saputra, Kemal, Kharisma Susetyo, M. Ihsan, M. Arief Budiman, Yusuf Muhammad, Azhar, Bilal, Lukman, Riski, Dwika Julia Mutiara, Annisa Rahmadani, Vina Refriana, Isti Destriani, Ella Dhanila, Indri Filiyana, Nilam Nurlaela, Tami, Amel, Annisa Febriyanti, Nuni, Nunu, Revi, Weli, Wihda, Rani, Aryo, Ina Windi terima kasih untuk semua motivasi, semangat, dan kenangan yang sangat berkesan selama 4 tahun ini yang akan menjadi ambisi penulis untuk meraih kesuksesan.

17.Teman seperjuangan IESP angkatan 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk 4 tahun yang sangat indah serta berkesan dan tidak akan pernah penulis lupakan

18.Senior dan junior Fakultas Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan banyak inspirasi dan pengetahuan kepada penulis dalam menjalani kuliah dan skripsi.


(17)

xii

Kak Sitim, Kak Nufus, Kakak-kakak Panglima (maaf lupa namanya satu-satu), Teh Gina, Kak Mar’ah, Kak Indah, Adlan, Adi, Ziden, Risman, Diba, Dzulfi, Maya, Athirah, Melia, Subhan, Ulum, Yuli, Umi, Ary, Hasna, Luqman, Amut, Rahma, Nur Syahirah, Firman, Ubay, Hasbi, Nabihah, Icha, Aming, Zaytunah, dan semuanya belum tersebut oleh penulis terima kasih banyak atas goresan warna-warni kehidupan yang kalian berikan sehingga indah kehidupan penulis bersama kalian. 20.Pembina, Senior, Pengurus dan Anggota Kelompok Ilmiah Fisika yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam berfikir, berkarya dan berteknologi pada organisasi yang terbaik menurut penulis. 21.Teman-teman main di rumah; Dani, Kenang, Mbak Estu, Mbak Lia,

Wahid, Galuh terima kasih atas doa dan semangatnya kepada penulis. 22.Sahabat-sahabat KKN PENDEKAR Bang Ilham, Bang Akrom,

Lukman, Pandu, Ariad, Nisa, Putri, Amel, Gesty, Atina, Gita, Ino, Aldha terima kasih untuk 30 hari yang begitu berharga dan berkesan. 23.Bapak Hasanuddin Kades Kosambi Timur, para tokoh-tokoh

masyarakat yang ada di Desa Kosambi Timur, Karang Taruna dan Remaja Masjid Desa Kosambi Timur, PKK Desa Kosambi Timur, Seluruh Institusi Pendidikan yang ada di Desa Kosambi Timur, Seluruh Perangkat Desa serta Bagian Kesehatan yang ada di Desa Kosambi Timur dan masyarakat Desa Kosambi Timur terima kasih atas doa dan


(18)

xiii

semangat yang diberikan kepada penulis agar menyelesaikan kuliah dan sukses.

24.Dan untuk semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih yang sebesar-besarnya untuk seluruh doa, dukungan, dan motivasinya. Semoga keberkahan dan kesuksesan menyertai kita semua. Amin.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat menambah wawasan serta informasi kepada para pembaca. Jika ada kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kebaikan skripsi ini penulis akan terima dengan senang hati.

Jakarta, 31 Agustus 2015 Penulis


(19)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ...

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 19


(20)

xv

1. Teori Harga ... 19

2. Teori Produksi ... 23

3. Hubungan Antara Produksi dan Harga ... 26

4. Teori Impor ... 36

5. Hubungan Antara Impor dan Harga ... 57

6. Teori Konsumsi ... 59

7. Hubungan Antara Konsumsi dan Harga ... 63

B. Penelitian Terdahulu ... 64

C. Kerangka Berfikir ... 75

D. Hipotesis ... 78

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 79

B. Populasi dan Sampel ... 80

C. Metode Pengumpulan Data ... 80

D. Teknik Analisis ... 83

1. Analisis Data Kuantitatif ... 84

2. Estimasi Model Data Panel ... 86

3. Pemilihan Model Data Panel ... 88

4. Model Empiris ... 91

5. Uji Asumsi Klasik ... 92


(21)

xvi

E. Operasional Variabel Penelitian ... 100

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 103

B. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 106

1. Analisis Deskriptif ... 106

2. Pemilihan Model Terbaik ... 119

3. Uji Asumsi Klasik ... 125

4. Pengujian Hipotesis ... 130

5. Analisis Hasil Wawancara ... 146

6. Analisis Ekonomi ... 191

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 218

B. Saran ... 222

DAFTAR PUSTAKA ... 224


(22)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Harga Rata-Rata Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Kilogram ... 3 Tabel 1.2 Jumlah Produksi Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013

Per Ton ... 8 Tabel 1.3 Jumlah Impor Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per

Ton ... 11 Tabel 1.4 Jumlah Konsumsi Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013

Per Ton ... 13 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 70 Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 102 Tabel 4.1 Regresi Data Panel: Pooled Least Square (PLS) ... 120 Tabel 4.2 Regresi Data Panel: Fixed Effect Model (FEM) ... 121 Tabel 4.3 F-Restricted ... 122 Tabel 4.4 Regresi Data Panel: Random Effect Model (REM) ... 123 Tabel 4.5 Uji Hausman ... 124 Tabel 4.6 Matriks Korelasi ... 126 Tabel 4.7 Uji Park ... 127 Tabel 4.8 Uji Glejser ... 128 Tabel 4.9 Uji Autokorelasi sebelum Cross section weight ... 129 Tabel 4.10 Uji Autokorelasi sesudah Cross section weight ... 129


(23)

xviii

Tabel 4.11 Hasil Regresi dengan FEM ... 130 Tabel 4.12 Hasil Uji T ... 131 Tabel 4.13 Hasil Uji F ... 134 Tabel 4.14 Cross section effect 32 Provinsi di Indonesia ... 136 Tabel 4.15 Kebijakan dan Penyaluran mengenai Gabah/Beras ... 177 Tabel 4.16 Perbandingan Harga Beras Impor dan Beras Lokal di Indonesia Tahun

2008-2013 ... 182 Tabel 4.17 Perbandingan Harga Beras Impor dan Beras Lokal di Indonesia Tahun

2008-2013 ... 201 Tabel 4.18 Tabel Differensiasi Konsumsi ... 210


(24)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Cobweb ... 22 Gambar 2.2 Kurva Biaya Total, Biaya Tetap dan Biaya Variabel ... 28 Gambar 2.3 Kurva Biaya Rata-Rata ... 30 Gambar 2.4 Kurva Marginal Cost ... 31 Gambar 2.5 Teorema Amplop (Envelope Theorem) ... 34 Gambar 2.6 Skala Produksi Ekonomis dan Tidak Ekonomis ... 35 Gambar 2.7 Kurva Impor ... 38 Gambar 2.8 Analisis Efek-Efek Tarif Bea Masuk ... 43 Gambar 2.9 Infrant Industry Argument ... 47 Gambar 2.10 Analisis Efek-Efek Tarif Beas Masuk ... 53 Gambar 2.11 Analisis Subsidi ... 56 Gambar 2.12 Kurva Fungsi Konsumsi ... 62 Gambar 2.13 Kurva Garis Anggaran (Budget Line Curve) ... 64 Gambar 2.14 Kerangka Penelitian ... 77 Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian dalam Sequential Explanatory Design ... 84 Gambar 4.1 Harga Rata-Rata Beras Pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013

... 108 Gambar 4.2 Jumlah Produksi Beras Pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013


(25)

xx

Gambar 4.3 Jumlah Impor Beras Pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 ... 115 Gambar 4.4 Total Konsumsi Beras Agregat Pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 ... 118 Gambar 4.5 Histogram-Uji Normalitas ... 125 Gambar 4.6 Alur Distribusi Beras di Indonesia ... 149


(26)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Normal dan Data Penyesuaian dengan Model ... 230 Lampiran 2 : Pooled Least Square dan Fixed Effect Model ... 241 Lampiran 3 : Uji Chow ... 242 Lampiran 4 : Random Effect Model ... 242 Lampiran 5 : Uji Hausman ... 243 Lampiran 6 : Histogram-Uji Normalitas ... 243 Lampiran 7: Matriks Korelasi ... 243 Lampiran 8 : Uji Park ... 244 Lampiran 9 : Uji Glejser ... 244 Lampiran 10 : Uji Autokorelasi-Sesudah Cross Section Weight ... 245 Lampiran 11 : Cross Section Effect ... 246 Lampiran 12: Tabel Differensiasi Konsumsi ... 247 Lampiran 13 : Pedoman Wawancara Bapak Bustanul ... 249 Lampiran 14 : Pedoman Wawancara Badan Ketahanan Pangan dan Ditjen Tanaman

Pangan ... 251 Lampiran 15 : Hasil Wawancara dengan Bapak Bustanul Arifin ... 252 Lampiran 16 : Hasil Wawancara dengan Narasumber Badan Ketahanan Pangan

... 266 Lampiran 17 : Hasil Wawancara dengan Narasumber Ditjen Tanaman Pangan


(27)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada pepatah mengatakan bahwa hampir semua orang Indonesia bila sedang lapar pasti akan makan dengan nasi, tidak akan kenyang bila makan dengan selain nasi. Adapun nasi sendiri merupakan salah satu olahan pangan yang terbuat dari beras. Sehingga saat ini masyarakat Indonesia sebagian besar sangat tergantung dengan adanya beras. Bahkan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Sutarto Alimoeso dalam wawancara kepada Antara TV dalam acara Mata Indonesia mengatakan bahwa 95% orang Indonesia bergantung dengan beras sebagai bahan konsumsi.

Dahulu orang Indonesia memiliki makanan pokok sesuai keadaan wilayahnya seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak yang menggunakan jagung sebagai bahan makanan pokok, atau Maluku, Papua dan daerah Indonesia timur terkenal dengan sagu sebagai bahan makanan pokoknya. Namun seiring berkembangnya jaman banyak masyarakat yang mulai meninggalkan kebiasaan lama mereka menggunakan bahan makanan pokok lokal, mereka mengikuti daerah-daerah yang telah maju terlebih dulu dengan menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok. Pergeseran kebiasaaan ini membuat tingkat konsumsi beras meningkat, sehingga beras menjadi populer


(28)

2

bagi masyarakat di Indonesia. Sayangnya peningkatan tingkat konsumsi beras ini tidak seiring dengan kapasitas produksi yang dimiliki Indonesia, hal ini terjadi karena banyak faktor, yaitu percepatan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia, pertumbuhan produksi beras di dalam negeri tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk, dan juga tingkat produktivitas padi di Indonesia belum maksimal berada dikisaran angka 50%.

Pemenuhan kebutuhan masyarakat atas harga beras yang murah dan stoknya terjamin merupakan salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan ketahanan pangan yang sesuai dengan amanah undang undang Pangan No. 18

Tahun 2012, dimana pada pasal 4 tertulis bahwa “Ketahanan Pangan adalah

kondisi terpenuhinya Pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan

produktif secara berkelanjutan.”

Harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang diperjualbelikan, ditentukan oleh permintaan dan penawaran barang tersebut. Dan juga keadaan di suatu pasar dikatakan dalam keseimbangan atau ekuilibrium apabila jumlah yang ditawarkan pada penjual pada suatu harga tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat ditentukan dengan


(29)

3 melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar (Sadono Sukirno, 2009: 90).

Menurut Winardi (1987: 13) bahwa harga menerangkan komposisi atau alokasi produksi total. Menurut Pindyck (2009: 13) harga merupakan salah satu penentu dari situasi-tukar dalam setiap pilihan manusia. Seperti seorang konsumen yang melakukan situasi-tukar antara daging sapi dan ayam tidak hanya pada preferensinya, tetapi juga berdasarkan harganya. Begitu juga, para pekerja melakukan situasi-tukar antara kerja dan istirahat sebagian berdasarkan

pada “harga” yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka – yaitu upah. Dan perusahaan memutuskan apakah akan memperkerjakan karyawan lebih banyak atau membeli mesin lebih banyak sebagian juga didasarkan pada tingkat upah dan harga mesin.

Tabel 1.1

Harga Rata-Rata Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Kilogram

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh 6.258,32 6.532,56 6.993,89 8.247,31 8.643,8 9.264,79 Sumatera Utara 5.894,92 6.390,29 6.954,47 7.725,61 7.881,98 8.286,99 Sumatera Barat 6.653,31 7.117,49 8.007,47 9.878,17 9.721,15 9.921,76 Riau 6.562,43 7.081,2 7.888,78 9.600,82 9.775,81 9.976,67 Jambi 5.973,92 6.142,24 7.335,81 8.031,48 8.733,38 8.562,53 Sumatera Selatan 5.552,26 5.840,13 6.824,81 7.631,13 8.376,95 8.889,22 Bengkulu 5.480,81 5.776,42 6.742,39 7.643,67 8.459,45 9.349,06 Lampung 5.621,7 5.948,41 6.515,6 7.667,32 8.430,09 12.978,43 Bangka Belitung 5.841,16 5.804,45 6.712,67 7.556,16 8.673,44 8.655,33 Kep. Riau 7.571,66 7.781,6 9.350,89 10.574,74 11.487,14 9.135,93 DKI Jakarta 5.838,09 6.143,26 7.982,68 9.929,83 11.811,22 12.654,83


(30)

4

Jawa Barat 5.599 5.779,26 6.888,16 7.639,1 8.913,89 9.083,01 Jawa Tengah 5.469,96 5.644,64 6.668,52 7.761,37 8.653,99 8.117,34 DI. Yogyakarta 5.241,32 5.563,05 6.357,81 7.183,22 7.830,38 8.982,15 Jawa Timur 5.240,08 5.578,45 6.673,45 7.798,9 8.537,42 7.521,66 Banten 5.020,62 5.087,39 5.868,78 6.493,79 7.262,23 8.899,08 Bali 5.419,46 5.794,45 7.173,71 8.332,57 9.188,72 9.549,81 NTB 4.843,46 5.133,18 6.185,78 6.609,87 7.418,37 7.587 NTT 5.957,7 6.271,66 7.404,06 8.058,16 9.025,44 9.518,21 Kalimantan Barat 6.387,73 6.579,09 8.162,34 9.116,78 10.293,72 11.016,41 Kalimantan Tengah 6.010,74 6.373,52 9.133,91 10.882,96 10.749,92 10.458,16 Kalimantan Selatan 5.024,82 5.335,93 7.774,83 9.343,89 9.117,71 9.387,5 Kalimantan Timur 5.699,39 6.261,48 7.199,49 8.056,5 8.850,76 9.299,97 Sulawesi Utara 5.684,16 6.431,62 7.288,34 7.677,71 8.726,8 8.865,08 Sulawesi Tengah 4.970,38 5.676,91 6.515 7.014,97 7.834,2 7.502,49 Sulawesi Selatan 4.798,78 5.132,31 5.922,01 6.503,52 7.410,08 7.981,99 Sulawesi Tenggara 4.679,82 5.823,58 6.429,68 6.706,13 8.008,11 8.296,84 Gorontalo 5.645,97 6.406,41 7.174,76 7.613,73 8.186,81 7.888,93 Maluku 6.170,24 6.433,64 7.504,53 8.394,32 9.159,99 9.539,41 Maluku Utara 6.766,44 6.771,75 7.980,56 8.785,25 9.565,95 9.807,03 Papua 7.586,64 7.576,48 7.536,79 9.284,97 9.993,12 8.083,06 Papua Barat 6.533,12 6.674,23 6.977,41 7.551,39 7.920,77 10.155,63

Sumber: Tabel Rata-rata Harga Eceran Beras di Pasar Tradisional di 33 Kota, 2000-2013 (Diolah dari Hasil Survei Harga Konsumen) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (diolah kembali)

Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa perkembangan harga rata-rata beras pada 32 provinsi di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang signifikan dengan besaran perubahan harga beras di Indonesia pada angka 10% dalam periode 2008-2013. Hal ini menandakan bahwa tren harga beras di Indonesia itu selalu naik setiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh banyak hal seperti harga kebutuhan pokok produksi yang selalu meningkat, harga pokok transportasi dan logistik yang selalu naik. Perubahan harga beras yang paling tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 17,1% mengingat pada tahun 2010 terjadi krisis


(31)

5 keuangan global sehingga banyak harga-harga barang komoditas utama mengalami kenaikan yang cukup besar, termasuk beras. Sedangkan perubahan harga beras yang paling terrendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 4,2%, hal ini disebabkan keadaan perekonomian yang sedang stabil menyebabkan perubahan harga beras pada hampir seluruh provinsi berada di kisaran angka 1-7%.

Seharusnya penentuan harga beras dapat menyesuaikan keadaan ekonomi masyarakat yang kebanyakan golongan menengah kebawah, ditambah lagi dengan kondisi produksi yang melimpah, impor yang tersedia, dan kemampuan Indonesia untuk mengekspor beras jenis-jenis tertentu. Pemerintah sebagai pengendali pasar dan pihak yang mengatur perdagangan beras di Indonesia, hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui Undang Undang Pangan No. 12 Tahun 2012, pada pasal 55-57. Adapun yang sesuai dengan penentuan harga beras, bahkan komoditas pangan pada umumnya berada pada pasal 56 ayat a

dan b yaitu “penetapan harga pada tingkat produsen sebagai pedoman pembelian pemerintah” dan “penetapan harga pada tingkat konsumen sebagai pedoman bagi penjualan pemerintah”.

Untuk harga yang dijual kepada masyarakat salah satu pembentuk harganya melalui HPP yang diatur dalam Impres Nomor 3 Tahun 2012 untuk saat ini. Harga pembelian gabah dengan kualitas air maksimum 25% dan kadar hampa kotoran maksimum 10% adalah Rp. 3.300/kg di petani sementara di tingkat penggilingan dihargai Rp. 3.350/kg untuk jenis gabah kering panen (GKP). Sementara itu untuk gabah kualitas gabah kering giling (GKG) dengan kadar


(32)

6 air maksimum 14% dan kadar hampa kotoran maksimum 3% adalah Rp. 4.150/kg di gudang perum Bulog. Untuk harga beras dengan kualitas kadar air maksimum 14%, bulir patah maksimum 2% dan derajat sosoh minimum 95% adalah Rp. 6.600/kg di gudang perum bulog. (Pada Bisnis Indonesia judul Harga Beras: HPP dan Gabah Petani Naik Maret 2015, 15 Maret 2015)

Adapun beberapa faktor utama yang menyebabkan harga beras selalu naik adalah: (1) kondisi Iklim yang tidak menentu, dimana di saat-saat tertentu misal turunnya hujan pada tahun 2014 yang seharusnya turun pada bulan oktober justru turun pada bulan November. (2) Banjir yang terjadi dibanyak daerah, dimana bila sudah datang musim hujan, curah hujan sangat tinggi menyebabkan banyak daerah terendam banjir, seperti yang terjadi di Serang, Banten akibat 2.300 hektar lahan pertanian terendam banjir potensi produksi gabah kering giling hilang sebanyak 12.000 ton. (3) dugaan adanya penimbunan beras yang terjadi di beberapa area pergudangan. Misalnya, penimbunan beras operasi pasar khusus yang ditemukan di area pergudangan di Pulogadung dan Klender, Jakarta Timur. Temuan di dapati ketika dilakukan inspeksi mendadak oleh sejumlah lembaga pemerintahan. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, terdapat 10.400 gudang penyimpanan yang dikelola swasta di seluruh Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan kegiatan penimbunan juga terjadi oleh mereka. (4) adanya mafia beras yang juga dilakukan oleh oknum internal Perum Bulog. Hal ini diperkuat oleh keterangan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel setelah melakukan inspeksi mendadak di salah satu gudang beras di Cakung, Jakarta Timur. Ditemukan kegiatan pengoplosan antara beras Perum Bulog dan beras lain, dikemas ulang dan dijual dengan harga yang lebih mahal. Di tempat terpisah, juga terdapat temuan beras illegal atas nama Perum Bulog yang masuk ke Pasar Induk Besar Cipinang, Jakarta Timur. (Pada Kompas judul Harga Beras Naik, Salah Siapa, 15 Maret 2015).


(33)

7 Berdasarkan cuplikan kedua berita diatas dapat menggambarkan keadaan harga beras di Indonesia memiliki pembentuk harga dasar dari harga penentuan gabah kering dan harga penentuan gabah giling sehingga harga pokok produksi beras berada di kisaran harga penentuan gabah kering dan gabah giling. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga beras di pasar adalah harga-harga penentu produksi misal perubahan harga pupuk, harga transportasi, harga bahan bakar minyak, kondisi iklim dan cuaca ekstrim, bahkan hingga terjadinya penimbunan beras dan adanya mafia beras yang sangat merugikan pasar.

Sedangkan penentuan harga itu sebenarnya salah satu pengaruhnya berdasarkan kemampuan produksi beras, mengapa? Karena dengan semakin besarnya produksi beras (jika seluruh faktor-faktor pengaruh lainnya dianggap tetap, ceteris paribus), maka dapat diasumsikan harga beras yang dijual kepada konsumen di pasar akan semakin murah, dikarenakan ketersediaan beras di pasar melimpah. Sedangkan jika semakin kecil produksi beras (ceteris paribus), maka dapat diasumsikan harga beras yang dijual kepada konsumen di pasar akan semakin mahal dikarenakan ketersediaan pasar di pasar terbatas.

Menurut I Gusti Ngurah Agung (2008: 9) produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktifitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input), oleh karena itu kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output. Menurut Ari


(34)

8 Sudarman (2001: 119) produksi meliputi semua aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat dilihat. Menulis buku, memberi nasehat, pertunjukkan bioskop dan jasa bank adalah termasuk dalam pengertian produksi. Tetapi akan sedikit mengalami kesulitan untuk menunjukkan secara pasti faktor-faktor produksi seperti yang dicontohkan tadi, namun jelas bahwa dalam proses produksi seperti ini diperlukan beberapa keterampilan baik bersifat teknis maupun intelektual.

Sadono Sukirno (2009: 193) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor- faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Adapun menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2006: 109) menyatakan bahwa ekonom membagi faktor produksi barang menjadi barang modal (capital) dan tenaga kerja (labour).

Tabel 1.2

Jumlah Produksi Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Ton

Produksi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 2013 ACEH 1.556.858 1.402.287 1.582.393 1.772.962 1.788.738 1.956.940 SUMATERA UTARA 3.527.899 3.340.794 3.582.302 3.607.403 3.715.514 3.727.249 SUMATERA BARAT 2.105.790 1.965.634 2.211.248 2.279.602 2.368.390 2.430.384 RIAU 531.429 494.260 574.864 535.788 512.152 434.144 JAMBI 644.947 581.704 628.828 646.641 625.164 664.535 SUMATERA SELATAN 3.125.236 2.971.286 3.272.451 3.384.670 3.295.247 3.676.723 BENGKULU 510.160 484.900 516.869 502.552 581.910 622.832 LAMPUNG 2.673.844 2.341.075 2.807.676 2.940.795 3.101.455 3.207.002 KEP. BANGKA

BELITUNG 19.864 15.079 22.259 15.211 22.395 28.480


(35)

9

DKI JAKARTA 11.013 8.352 11.164 9.516 11.044 10.268

JAWA BARAT 11.322.68 1 10.111.06 9 11.737.07 0 11.633.89 1 11.271.86 1 12.083.16 2

JAWA TENGAH 9.600.415 9.136.405 10.110.83

0 9.391.959

10.232.93 4

10.344.81 6 DI YOGYAKARTA 837.930 798.232 823.887 842.934 946.224 921.824

JAWA TIMUR 11.259.08 5 10.474.77 3 11.643.77 3 10.576.54 3 12.198.70 7 12.049.34 2 BANTEN 1.849.007 1.818.166 2.048.047 1.949.714 1.865.893 2.083.608 BALI 878.764 840.465 869.161 858.316 865.553 882.092 NUSA TENGGARA

BARAT 1.870.775 1.750.677 1.774.499 2.067.137 2.114.231 2.193.698 NUSA TENGGARA

TIMUR 607.359 577.895 555.493 591.371 698.566 729.666 KALIMANTAN BARAT 1.300.798 1.321.443 1.343.888 1.372.988 1.300.100 1.441.876 KALIMANTAN

TENGAH 578.761 522.732 650.416 610.236 755.507 812.652 KALIMANTAN

SELATAN 1.956.993 1.954.284 1.842.089 2.038.309 2.086.221 2.031.029 KALIMANTAN TIMUR 555.560 586.031 588.879 552.616 561.959 439.439 SULAWESI UTARA 549.087 520.193 584.030 596.223 615.062 638.373 SULAWESI TENGAH 953.396 985.418 957.108 1.041.789 1.024.316 1.031.364 SULAWESI SELATAN 4.324.178 4.083.356 4.382.443 4.511.705 5.003.011 5.035.830 SULAWESI TENGGARA 407.367 405.256 454.644 491.567 516.291 561.361 GORONTALO 256.934 237.873 253.563 273.921 245.786 295.913 MALUKU 89.875 75.826 83.109 87.468 84.271 101.835 MALUKU UTARA 46.253 51.599 55.401 61.430 65.686 72.445 PAPUA BARAT 36.985 39.537 34.254 29.304 30.245 29.912 PAPUA 98.511 85.699 102.610 115.437 138.032 169.791

Sumber: Tabel Produksi Produk Pangan Beras Tahun 2008-2013 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (diolah kembali)

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa perubahan produksi beras pada 32 provinsi di Indonesia cenderung fluktuatif. Seperti yang terjadi pada kurun waktu 2008-2009 perubahan produksi beras berada pada angka -0,05%, lain hal pada kurun waktu 2009-2010 terjadi peningkatan kapasitas produksi


(36)

10 beras berada pada angka 16,17%. Namun, pada kurun waktu 2010-2011 perubahan produksi beras berada pada angka 0,4%, hal ini disebabkan banyaknya daerah-daerah yang mengalami penurunan kapasitas produksi seperti provinsi Bangka Belitung pada angka -31,66%, DKI Jakarta pada angka -14,76% dan Papua Barat pada angka -14,45%. Sedangkan pada kurun waktu 2011-2012 perubahan produksi beras berada pada angka 6,13%, hal ini disebabkan meningkatnya kapasitas produksi pada banyak provinsi di Indonesia seperti pada provinsi Bengkulu pada angka 15,79%, Bangka Belitung pada angka 47,22%, DKI Jakarta pada angka 16,05%, DI Yogyakarta pada angka 12,25%, Jawa Timur pada angka 15,33%, NTT pada angka 18,12%, Kalimantan Tengah pada angka 23,8%, dan Papua Barat pada angka 19,57%. Lain lagi pada kurun waktu 2012-2013 perubahan produksi beras mengalami penurunan, yaitu pada angka 4,89%. Penurunan perubahan ini disebabkan oleh menurunnya kapasitas produksi beras pada banyak provinsi di Indonesia seperti pada provinsi Riau pada angka 15,23% dan Kalimantan Timur pada angka -21,8%.

Adapun bila produksi nasional tidak mencukupi kebutuhan nasional maka pemerintah umumnya melakukan impor. Adapun kebijakan ini diambil selain menutupi defisit antara produksi dan konsumsi nasional, impor juga digunakan pemerintah sebagai salah satu cara dalam menekan tingginya harga beras yang ditawarkan kepada pasar. Menurut Suherman Rosyidi dalam bukunya Pengantar


(37)

11 Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi (2001: 223-224) Kemampuan suatu bangsa untuk mengimpor sangat tergantung pada pendapatan nasionalnya. Artinya, semakin besar pendapatan nasional, semakin besar pula kemampuan bangsa tersebut mengimpor barang dan jasa. Jadi: M = f(Y). Tetapi harus diingat, bahwa hubungan antara impor, M, dengan pendapatan nasional, Y, itu tidaklah berupa hubungan proporsional. Artinya, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa jika pendapatan nasional bertambah menjadi dua kali lipat, misalnya, maka impor akan menjadi dua kali lipat.

Tabel 1.3

Jumlah Impor Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2013 Per Ton

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Aceh 15.900 0 14.750 31.400 4.600 0

Sumatera Utara 45.100,4 26.395,6

92.672,6

5 358.693,89 103.175,3 47.566 Sumatera Barat 23.000 0 10.500 44.250 25.050 0

Riau 21.500 0

10.951,1

4 86.853,12 18.501 0

Jambi 0 0 0 0 0 0

Sumatera Selatan 0 0 0 43.550 22.900 0

Bengkulu 0 0 0 0 0 0

Lampung 6.200

25.499,9 9

77.408,2

0 205.495,99 88.007,79 49.616,15

Bangka Belitung 0 0 0 0 0 0

Kep Riau 0 0 0 0 0 0

DKI Jakarta 66.975,9

105.289, 8

262.484, 8

1.001.298,8

6 749.936,7

221.537,0 6

Jawa Barat 0 0 0 0 0 0

Jawa Tengah

30.716,9

1 418,02 2.481,90 3.955 612 2.640


(38)

12 Jawa Timur 80.296,1 9 92.869,6 9 116.368,

4 605.533,84 588.174,8 151.305,4

Banten 0 0 9.650 135.780

109.464,3

5 0

Bali 0 0 8.450 12.894,36 9.600 0

NTB 0 0 0 22.200 0 0

NTT 0 0

27.264,4

0 23.900 34.731,8 0

Kalimantan Barat 0 0 0 0 0 0

Kalimantan

Tengah 0 0 0 0 0 0

Kalimantan

Selatan 0 0 0 0 0 0

Kalimantan Timur 0 0 3.900 18.750 8.600 0

Sulawesi Utara 0 0 12.000 82.600 26.767,9 0

Sulawesi Tengah 0 0 10.500 18.950 0 0

Sulawesi Selatan 0 0 0 0 0 0

Sulawesi Tenggara 0 0 0 3.600 0 0

Gorontalo 0 0 0 0 0 0

Maluku 0 0 12.000 24.671,09 13.650 0

Maluku Utara 0 0 0 0 0 0

Papua 0 0 12.200 15.400 0 0

Papua Barat 0 0 0 10.700 6.600 0

Sumber: Buku Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Jilid III 2008-2013 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (diolah kembali)

Berdasarkan data impor diatas dapat diketahui bahwa perubahan impor pada 32 provinsi di Indonesia secara umum terjadi penurunan, namun tren kenaikan sangat signifikan terjadi pada kurun waktu 2010-2011 yaitu pada angka 302,36%. Tingginya kenaikan jumlah impor beras di Indonesia pada kurun waktu 2010-2011 disebabkan terjadinya penurunan kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu yang sama, sehingga pemerintah mengantisipasi adanya kelangkaan beras dan tingginya harga beras dengan


(39)

13 meningkatkan jumlah impor beras. Pada kurun waktu 2008-2009 terjadi penurunan jumlah impor beras pada angka -13,53% dikarenakan meningkatnya kapasitas produksi beras di waktu yang sama. Sedangkan pada kurun waktu 2009-2010 terjadi peningkatan jumlah impor sebesar 172,91%. Adapun pada kurun waktu 2011-2012 terjadi penurunan jumlah impor beras sangat besar, yaitu pada angka -34,17%. Penurunan jumlah impor beras ini disebabkan meningkatnya kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu yang sama. Seperti pada kurun waktu sebelumnya, pada kurun waktu 2012-2013 terjadi kembali penurunan jumlah impor beras namun dengan jumlah perubahan yang jauh lebih besar yaitu pada angka -73,89%. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu yang sama.

Selain produksi dan impor, harga dapat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dikarenakan apabila tingkat konsumsi tinggi namun kapasitas produksinya tidak dapat memenuhi konsumsi maka dapat diasumsikan harga beras akan meningkat tajam karena ketidaktersediaannya beras dipasar. Pernyataan ini

diperkuat menurut Ratih Kumala Sari (2014) yaitu “meskipun jumlah produksi

beras terus meningkat belum tentu dapat memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Sebab jumlah penduduk Indonesia tiap tahun terus meningkat per tahunnya, sedangkan produksi yang dihasilkan kurang mencukupi tingkat


(40)

14 Tabel 1.4

Jumlah Konsumsi Beras pada 32 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2013 Per Ton

Propinsi Agregat Konsumsi Beras Per Provinsi 2010-2013 (per Ton) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 ACEH 693.683,2 716.679 730.095,2 739.396,8 754.322,6 754.504,2 SUMATERA

UTARA 2.050.044

2.091.021, 2 2.103.024, 7 2.116.365, 2 2.145.046, 5 2.131.308, 4 SUMATERA

BARAT 761.834,9 778.953,4 785.331,3 789.677,1 799.933,0 794.557,4 RIAU 833.758,9 872.299,3 899.871,2 916.634,3 940.539,6 946.176,5 JAMBI 474.645,5 491.387,6 501.612,6 507.060,7 516.272,1 515.345,0 SUMATERA SELATAN 1.159.429, 5 1.191.642, 5 1.207.640, 8 1.216.346, 9 1.234.135, 2 1.227.741, 4 BENGKULU 267.854,6 274.792,8 277.972,4 280.615,4 285.356,7 284.544,6

LAMPUNG 1.197.798, 1 1.223.473, 4 1.232.240, 4 1.238.341, 6 1.253.492, 8 1.243.957, 2 KEP. BANGKA

BELITUNG 185.667,2 193.366,2 198.572,5 201.409,2 205.830,5 206.241,5 KEP. RIAU 246.024,9 261.107,8 273.242,9 279.943,1 288.780,3 291.915,4

DKI JAKARTA 1.507.406, 1

1.542.371,

9 1.556.103

1.561.089, 3 1.577.740, 7 1.563.536, 6

JAWA BARAT 6.692.117 6.881.551, 7

6.977.492,

7 7.033.602

7.142.075, 9

7.110.603, 1

JAWA TENGAH 5.180.631, 3 5.245.470, 3 5.236.924, 8 5.238.591, 8 5.279.138, 5 5.216.697, 4 DI YOGYAKARTA 546.267,1 556.849,2 559.705,7 561.871,1 568.329,6 563.772,7

JAWA TIMUR 5.951.624, 4

6.049.794, 4

6.063.675,

2 6.057.435

6.096.301,

3 6.016.336

BANTEN 1.625.179, 1 1.684.464, 4 1.725.298, 0 1.751.853, 3 1.791.554, 2 1.796.046, 4 BALI 601.837,3 620.454,3 630.712,1 633.521,7 641.072,6 636.132,1 NUSA

TENGGARA BARAT

709.594,6 724.291,5 728.965,3 733.441,9 743.396 738.774,5

NUSA TENGGARA TIMUR

726.057,9 747.906,3 759.650,2 766.545,9 779.295,5 776.914,6

KALIMANTAN


(41)

15

KALIMANTAN

TENGAH 344.580,6 353.937,7 358.469,9 364.191,7 372.721,9 373.982,3 KALIMANTAN

SELATAN 562.888 579.352,4 587.969,5 594.574,9 605.525,0 604.484,7 KALIMANTAN

TIMUR 532.278 558.213,9 577.235,4 588.107,8 603.477,3 607.041,0 SULAWESI

UTARA 357.088,1 364.891,5 367.654,4 369.122,1 373.313,8 370.171,4 SULAWESI

TENGAH 409.217,3 421.015,5 427.103,5 431.056,0 438.233,7 436.838,0 SULAWESI SELATAN 1.266.495. 2 1.292.725, 8 1.301.067, 7 1.305.606, 0 1.319.836, 6 1.308.240, 1 SULAWESI

TENGGARA 346.065,4 356.514,6 362.150,2 367.281,2 375.233,5 375.864,2 GORONTALO 160.563,8 165.717,2 168.646,2 170.098,1 172.826,6 172.194,6 MALUKU 234.345,9 243.211,7 248.885,4 251.433,3 255.888,3 255.375 MALUKU UTARA 159.645,2 165.123,3 168.404 170.834,4 174.554,4 174.845 PAPUA BARAT 114.147 119.584,7 123.530,7 125.820,7 129.104 129.898,7 PAPUA 411.390,6 438.640,6 461.162 466.673,2 475.749,1 475.574

Sumber: Tabel Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2000-2010 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Tabel Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi di Indonesia Tahun 1971-2010 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Tabel Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2010-2013 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Tabel Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga per Kapita di Indonesia Kelompok Padi-padian Komoditi Beras Departemen Pertanian Republik Indonesia Tahun 1993-2013 (diolah kembali).

Berdasarkan data diatas dapat kita cermati bahwa perubahan tingkat konsumsi beras pada 32 provinsi di Indonesia tahun 2008-2013 fluktuatif di tiap tahunnya. Yaitu pada kurun waktu 2008-2009 perubahan tingkat konsumsi beras berada pada angka 3,1%, sedangkan pada kurun waktu 2009-2010 perubahan tingkat konsumsi beras berada pada angka -99,89%, penurunan tingkat konsumsi beras yang sangat signifikan ini disebabkan oleh terjadinya


(42)

16 kenaikan harga BBM pada saat itu menganggu pola konsumsi masyarakat Indonesia khususnya pada bidang pangan. Lain halnya pada kurun waktu 2010-2011 perubahan tingkat konsumsi beras berada pada angka 0,9%, hal ini disebabkan pada tahun 2010 terjadi krisis keuangan global yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian di Indonesia khususnya harga minyak dunia, sehingga memicunya kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) di Indonesia. Dengan kenaikan harga BBM tersebut akhirnya berdampak terhadap kenaikan harga barang dan jasa sehingga mengurangi daya belanja masyarakat. Sedangkan pada kurun waktu 2011-2012 terjadi kenaikan tingkat konsumsi beras berada pada angka 1,7%, hal ini disebabkan memulihnya keadaan perekonomian di Indonesia serta bertahannya perekonomian Indonesia dalam menghadapi krisis keuangan global pada tahun 2010. Sedangkan pada kurun waktu 2012-2013 terjadi penurunan tingkat konsumsi beras yang signifikan sehingga berada pada angka -0,2%. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kapasitas produksi beras di Indonesia pada kurun waktu 2012-2013.

Berdasarkan pemaparan masalah-masalah diatas, pada 32 provinsi di Indonesia terjadi fenomena bahwa harga beras itu cenderung selalu naik walaupun keadaan produksi beras yang cenderung fluktuatif, impor beras yang cenderung menurun dan konsumsi beras yang cenderung fluktuatif. Padahal dengan keadaan diatas dapat di asumsikan harga beras itu cenderung stabil bahkan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih


(43)

17

lanjut mengenai masalah ini dengan judul penelitian “Pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras Terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 (Studi Kasus 32 Provinsi)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas mengenai Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013. Sesuai dengan yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Seberapa besar pengaruh Produksi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 secara parsial?

2. Seberapa besar pengaruh Impor Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 secara parsial?

3. Seberapa besar pengaruh Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 secara parsial?

4. Seberapa besar pengaruh Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013 secara simultan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besarnya pengaruh Produksi Beras terhadap Harga Beras secara parsial di Indonesia Tahun 2008-2013.


(44)

18 2. Untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besarnya pengaruh Impor

Beras terhadap Harga Beras secara parsial di Indonesia Tahun 2008-2013. 3. Untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besarnya pengaruh Konsumsi Beras terhadap Harga Beras secara parsial di Indonesia Tahun 2008-2013.

4. Untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besarnya pengaruh secara simultan Produksi Beras, Impor Beras dan Konsumsi Beras terhadap Harga Beras di Indonesia Tahun 2008-2013.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Kegunaan praktis dalam menggambarkan keadaan perberasan di Indonesia sehingga dapat menjadi informasi dan masukan tambahan bagi pemerintah khususnya yang menangani bidang pertanian dalam mengatasi masalah perberasan.

2. Kegunaan ilmiah untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan teori-teori aplikasi ekonomi makro.


(45)

19

BAB II

KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Teori Harga

Harga adalah satuan nilai yang diberikan pada suatu komoditi sebagai informasi kontraprestasi dari produsen/pemilik komoditi. Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa harga barang dan jasa yang pasarnya kompetitif, maka tinggi rendahnya harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Dalam kenyataannya, penentuan harga pada komoditi beras di Indonesia ditentukan batasan-batasan tertentu oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui Undang Undang Pangan No. 12 Tahun 2012, pada pasal 55-57. Adapun yang sesuai dengan penentuan harga beras, bahkan komoditas pangan pada umumnya berada

pada pasal 56 ayat a dan b yaitu “penetapan harga pada tingkat produsen sebagai pedoman pembelian pemerintah” dan “penetapan harga pada tingkat konsumen sebagai pedoman bagi penjualan pemerintah”.

Walaupun pemerintah melakukan penentuan harga, mekanisme permintaan dan penawaran sangat menentukan harga beras di Indonesia walau berada pada koridor penentuan harga yang ditentukan, atau biasa kita dengar dengan istilah penentuan harga dasar dan harga atas. Sehingga


(46)

20 dengan adanya penentuan harga dasar dan harga atas, diharapkan produsen (khususnya petani) tetap menjual hasil produksi dengan harga yang layak namun tidak mencekik konsumen untuk membeli beras.

Selalu dalam asumsi konsumen berusaha mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah, sedangkan dalam asumsi penjual berusaha menawarkan barang dengan harga yang lebih mahal dengan harapan keuntungan yang besar. Kedua asumsi ini bertemu dalam kegiatan jual beli, sehingga terjadi proses tawar-menawar yang nantinya terjadi kesepakatan bersama atas harga barang. Kesepakatan harga yang telah disetujui pihak konsumen dan penjual disebut dengan harga pasar. Pada harga tersebut jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Dengan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa harga pasar disebut juga dengan harga keseimbangan (equilibrium).

Harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang diperjualbelikan, ditentukan oleh permintaan dan penawaran barang tersebut. Dan juga keadaan di suatu pasar dikatakan dalam keseimbangan atau ekuilibrium apabila jumlah yang ditawarkan pada penjual pada suatu harga tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar (Sadono Sukirno, 2009: 90).


(47)

21 Menurut Winardi (1987: 13) bahwa harga menerangkan komposisi atau alokasi produksi total. Menurut Pindyck (2009: 5) harga merupakan salah satu penentu dari situasi-tukar dalam setiap pilihan manusia. Seperti seorang konsumen yang melakukan situasi-tukar antara daging sapi dan ayam tidak hanya pada preferensinya, tetapi juga berdasarkan harganya. Begitu juga, para pekerja melakukan situasi-tukar antara kerja dan istirahat

sebagian berdasarkan pada “harga” yang mereka peroleh dari pekerjaan

mereka – yaitu upah. Dan perusahaan memutuskan apakah akan memperkerjakan karyawan lebih banyak atau membeli mesin lebih banyak sebagian juga didasarkan pada tingkat upah dan harga mesin.

Suherman dalam bukunya Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi (2001: 238) mengatakan mengapa suatu barang memiliki harga? Haruskah setiap barang memiliki harga? Jawabannya bahwa tidak semua barang memiliki harga, karena yang memiliki harga hanya barang ekonomis (economic goods), tetapi barang-barang bebas (free goods) tidak ada harga. Sedangkan mengapa barang-barang memiliki harga karena dalam satu sisi barang tersebut berguna atau memiliki manfaat, selain itu dipihak lain jumlahnya jarang (scare/langka). Oleh karena itu harga sendiri dibentuk oleh bersatunya dua jenis kekuatan: kegunaan dan kelangkaan.


(48)

22 menunjukkan fluktuasi tertentu dari musim ke musim. Penyebab fluktuasi tersebut adalah reaksi yang terlambat (time lag) dari produsen (petani) terhadap harga.

Gambar 2.1 Kurva Cobweb

Misalkan, pada musim pertama (musim 1) jumlah produk pertanian yang dihasilkan sebanyak Q1. Kita telah mengetahui bahwa barang-barang hasil pertanian merupakan barang non durable (tidak tahan lama). Itulah sebabnya jumlah Q1 tadi harus terjual habis pada musim itu juga dengan harga P1 (berdasarkan kurva permintaan D). Untuk selanjutnya, para petani mungkin sekali mendasarkan keputusannya untuk berproduksi pada harga yang berlaku di pasar (P1), sehingga jumlah yang ditawarkan pada musim berikutnya (musim 2) adalah sebanyak Q2 (sesuai dengan hukum penawaran), dengan anggapan bahwa harga tetap pada P1. Namun, dengan


(49)

23 jumlah sebanyak Q2 di pasar, maka harga yang terjadi pada musim 2 adalah P2. Kemudian, petani merencanakan berproduksi selanjutnya sebanyak Q3 pada musim 3, berdasarkan harga yang berlaku (P2). Hasil panen sebanyak Q3 ini akan menyebabkan harga naik menjadi P3. Dengan harga P3 ini pulalah petani membuat rencana produksi Q4 pada musim 4, dan begitu seterusnya. Apabila proses ini terus berlangsung, fluktuasinya akan semakn mengecil dan akhirnya terjadi keseimbangan (equilibrium), di mana harga keseimbangannya Pe dan jumlah yang diproduksi (dan dikonsumsi) sebanyak Qe. Pada tingkat ini terjadi kestabilan. Dalam proses tersebut tingkat harga menunjukkan fluktuasi (naik turun) dari satu musim ke musim berikutnya. Proses ini dinamakan Cobweb atau sarang laba-laba, karena gambarnya memang menyerupai sarang laba-laba. (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, 2006: 70-71).

2. Teori Produksi

Produksi adalah suatu proses dimana sumber daya (masukan) diolah sedemikian rupa agar menghasilkan produk (keluaran) dengan nilai tambah yang lebih besar daripada bentuk sebelumnya.

Menurut I Gusti Ngurah Agung (2008: 9) produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktifitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input), oleh karena itu kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan


(50)

24 output. Menurut Ari Sudarman (2001: 119) produksi meliputi semua aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat dilihat. Menulis buku, memberi nasehat, pertunjukkan bioskop dan jasa bank adalah termasuk dalam pengertian produksi. Tetapi akan sedikit mengalami kesulitan untuk menunjukkan secara pasti faktor-faktor produksi seperti yang dicontohkan tadi, namun jelas bahwa dalam proses produksi seperti ini diperlukan beberapa keterampilan baik bersifat teknis maupun intelektual.

Menurut Denny Afrianto pada skripsinya (2010: 31-32), Pada dasarnya faktor-faktor produksi meliputi :

a. Faktor Produksi Alam

Sumber-sumber alam merupakan dasar untuk kegiatan disektor pertanian, kehewanan, perikanan dan di sektor pertambangan. Sektor-sektor itu lazim disebut produksi primer (industri pabrik dipandang sebagai produksi sekunder). Faktor produksi ini terdiri dari :

1) Tanah dan keadaan iklim 2) Kekayaan hutan

3) Kekayaan di bawah tanah (bahan pertambangan)

4) Kekayaan air; sebagai sumber tenaga penggerak, untuk pengangkutan, sebagai sumber bahan makanan (perikanan), sebagai sumber pengairan dll.


(51)

25 b. Tenaga Kerja

Yang termasuk tenaga kerja yaitu semua yang bersedia dan sanggup bekerja. Golongan ini meliputi yang bekerja untuk kepentingan sendiri baik anggota-anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa uang maupun mereka yang bekerja untuk gaji dan upah. Juga yang menganggur, tetapi yang sebenarnya bersedia dan mampu untuk bekerja.

c. Modal

Modal, yaitu barang-barang yang dihasilkan untuk dipergunakan selanjutnya dalam produksi barang-barang lain. Barang-barang modal terutama terdiri atas peralatan yang sangat berguna dalam proses produksi. Peralatan modal tersebut meliputi: mesin-mesin, alat-alat besar, gedung-gedung dsb.

Sadono Sukirno (2009: 193) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor- faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Adapun menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2006: 107) menyatakan bahwa ekonom membagi faktor produksi barang menjadi barang modal (capital) dan tenaga kerja (labour). Hubungan matematis penggunaan hal-hal berhubungan dengan produksi yang menghasilkan output maksimum disebut fungsi produksi sebagai berikut.


(52)

26 Q = f(K,L)

Dimana

Q = tingkat output. K = barang modal. L = tenaga kerja/buruh.

Dalam Skripsi Denny Afrianto (2010: 33) bahwa pada produksi bidang pertanian, faktor produksinya sangat menentukan besar kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi (output) yang optimal maka penggunaan faktor produksi tersebut dapat digabungkan. Dalam berbagai literatur menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 1991), seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain.

Dalam praktek, faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ini dibedakan atas dua kelompok (Soekartawi, 1991):

a. Faktor biologis, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan lain sebagainya.


(53)

27 b. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga tenaga kerja,

tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya.

3. Hubungan antara produksi dan harga

Hubungan antara produksi dengan harga dapat dijelaskan dengan teori biaya produksi. Biaya produksi merupakan nilai yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang. Semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi maka akan semakin besar harga yang ditetapkan untuk barang tersebut. Oleh karena itu, biaya produksi dapat disebut sebagai salah satu variabel pembentuk harga barang.

Berhubungan dengan konsep biaya produksi, Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2006: 134) berpendapat bahwa biaya produksi berhubungan dengan dua konsep biaya. Yaitu, biaya eksplisit (explicit cost) dan biaya implisit (implicit cost). Biaya eksplisit adalah biaya-biaya yang secara eksplisit terlihat, terutama melalui laporan keuangan seperti biaya listrik, telepon, air, pembayaran upah buruh dan gaji karyawan. Sedangkan biaya implisit adalah biaya kesempatan (opportunity cost).

Perilaku biaya juga berhubungan dengan dengan periode produksi. Dalam jangka pendek ada faktor produksi tetap yang menimbulkan biaya tetap, yaitu biaya produksi yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi. Dalam jangka panjang, karena semua faktor produksi adalah


(54)

28 variabel, biaya juga variabel. Artinya besarnya biaya produksi dapat disesuaikan dengan tingkat produksi (Prathama Rahadja dan Mandala Manurung, 2006: 135). Oleh karena itu, biaya produksi terbagi menjadi dua periode yaitu biaya produksi jangka pendek dan biaya produksi jangka panjang.

a. Biaya Produksi Jangka Pendek

Pada biaya produksi jangka pendek, hal yang berhubungan adalah seperti biaya total, biaya tetap, biaya variabel, biaya rata-rata, biaya marginal. Biaya total jangka pendek (total cost) sama dengan biaya tetap ditambah biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi, contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga pinjaman, sewa gedung kantor. Bahkan pada saat perusahaan tidak berproduksi (Q=0), biaya tetap harus dikeluarkan dengan jumlah sama. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang besarnya tergantung pada tingkat produksi, contohnya upah buruh, biaya bahan baku.

TC = FC + VC

Dimana: TC = biaya total jangka pendek FC = biaya tetap jangka pendek VC = biaya variabel jangka pendek


(55)

29 Gambar 2.2

Kurva Biaya Total, Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Kurva FC mendatar menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah produksi. Kurva VC membentuk huruf S terbalik, menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat produktifitas dengan besarnya biaya. Kurva TC sejajar dengan VC menunjukkan bahwa dalam jangka pendek perubahan biaya total semata-mata ditentukan oleh perubahan biaya variabel (Prathama Rahadja dan Mandala Manurung, 2006: 135-136).

Biaya rata-rata adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output. Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total dibagi dengan jumlah output. Karena dalam jangka pendek TC = FC + VC, maka biaya rata-rata (average cost) sama dengan biaya tetap


(56)

30 rata-rata (average fixed cost) ditambah biaya variabel rata-rata (average variable cost).

AC = AFC +AVC Atau

= + �

Dimana: AC = biaya rata-rata jangka pendek AFC = biaya tetap rata-rata jangka pendek AVC = biaya variabel rata-rata jangka pendek.

Gambar 2.3 Kurva Biaya Rata-rata

Kurva AFC terus menurun, menunjukkan bahwa AFC makin menurun bila produksi ditambah. Tetapi kurva AFC tidak pernah menyentuh sumbu horizontal (asimptot). Artinya nilai AFC tidak pernah negatif.


(57)

31 Kurva AC mula-mula menurun lalu naik, sepola dengan pergerakan AVC. Pola ini berkaitan dengan hukum LDR (law diminishing return). Kurva AVC juga mula-mula menurun selanjutnya menaik dan terus mendekati kurva AC, namun tidak pernah bersentuhan (asimptot). Makin kecil jarak AVC dengan AC karena makin mengecilnya AFC. Pergerakan kurva AVC berkaitan dengan pergerakan kurva AP (average product). Bila harga per unit tenaga kerja adalah P, maka AVC = P/AP. Dari persamaan ini terlihat pada saat nilai AP meningkat, nilai AVC menurun. Begitu pula sebaliknya (Prahatma Rahadja dan Mandala Manurung, 2006: 136-137).

Biaya marginal (Marginal Cost) adalah tambahan biaya karena menambah produksi sebanyak satu unit output. Jika biaya marjinal jangka pendek dinotasikan MC dan perubahan outputadalah ∂Q, maka

= ��

Dalam jangka pendek, perubahan biaya total disebabkan perubahan biaya variabel.

= ��

Jika harga per unit tenaga kerja adalah P dan perubahan tenaga kerja

adalah ∂V, maka ∂VC = P.∂V


(58)

32

= ��

Gambar 2.4 Kurva Marginal Cost

Kurva diatas menunjukkan bahwa garis singgung a, b, c dan seterusnya menunjukkan besarnya MC. Bila garis singgung makin mendatar, nilai MC makin mengecil, begitu juga sebaliknya (Prahatma Rahadja dan Mandala Manurung, 2006: 136-137).

b. Biaya Produksi Jangka Panjang

Menurut Prahatma Rahadja dan Mandala Manurung (2006: 139-140) dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel. Karena itu biaya yang relevan dalam jangka panjang adalah biaya total, biaya variabel, biaya rata-rata dan biaya marjinal. Perubahan biaya total adalah sama dengan perubahan biaya variabel dan sama dengan biaya marjinal. Adapun pada biaya produksi jangka panjang, S pada STC, SVC, SAC dan SMC menunjukkan dimensi waktu jangka pendek (short run),


(59)

33 sedangkan L pada LTC, LVC, LAC, dan LMC menunjukkan jangka panjang (long run).

Biaya total (jangka panjang) adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi seluruh output dan semuanya bersifat variabel.

LTC = LVC

Dimana : LTC = biaya total jangka panjang LVC = biaya variabel jangka panjang

Biaya marjinal adalah tambahan biaya karena menambah produksi sebanyak satu unit. Perubahan biaya total adalah sama dengan perubahan biaya variabel.

= � �

Dimana : LMC = biaya marjinal jangka panjang

∂LTC = perubahan biaya total jangka panjang

∂Q = perubahan output

Biaya rata-rata adalah biaya total dibagi dengan jumlah output.

= �

Dimana : LAC = biaya rata-rata jangka panjang Q = jumlah output

Dalam Biaya produksi jangka panjang ada banyak macam didalamnya salah satunya adalah Teorema Amplop (Envelope Theorem) menurut Prathama Rahadja dan Mandala Manurung (2006: 140-144) merupakan


(60)

34 salah satu bentuk perilaku biaya jangka panjang. Pada teorema amplop dianggap dalam menentukan tingkat produksi perusahaan hanya memiliki tiga pilihan:

1) Memproduksi dengan pabrik ukuran kecil (small size plant), yang dalam jangka pendek mempunyai kurva biaya rata-rata SAC1. 2) Memproduksi dengan pabrik ukuran sedang (medium size plant),

yang dalam jangka pendek memiliki kurva biaya rata-rata SAC2. 3) Memproduksi dengan pabrik ukuran sedang (large size plant), yang

dalam jangka pendek mempunyai kurva biaya rata-rata SAC3. Gambar 2.5

Teorema Amplop (Envelope Theorem)

Jika produsen berpandangan bahwa tingkat output yang memberikan laba maksimum adalah X1, maka dalam jangka pendek dia memilih


(61)

35 berproduksi dengan pabrik ukuran kecil. Tetapi jika menurutnya tingkat produksi yang memberi laba adalah X3, maka dalam jangka pendek pabrik yang dia pilih adalah yang berskala menengah. Sebenarnya dia bisa saja memproduksi X3 dengan menggunakan pabrik kecil, tetapi biaya produksi rata-ratanya menjadi lebih besar (0C1 > )C2). Dalam jangka pendek perusahaan hanya dapat memilih satu pabrik saja untuk berproduksi. Tetapi dalam jangka panjang pengusaha dapat menambah atau mengurangi jumlah pabrik sesuai dengan tingkat produksi yang direncanakan. Kemampuan tersebut memungkinkan perusahaan beroperasi dengan biaya rata-rata yang minimum pada berbagai tingkat produksi.

Selain Teorema Amplop dikenal juga dengan Skala Produksi Ekonomis dan Tidak Ekonomis. Skala produksi ekonomis (economies of scale) adalah interval tingkat produksi dimana penambahan output akan menurunkan biaya produksi jangka panjang per unit. Sebaliknya, skala produksi tidak ekonomis (diseconomies of scale) adalah interval tingkat produksi dimana penambahan tingkat produksi justru menaikkan biaya produksi jangka panjang per unit. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam jangka panjang berlaku hukum LDR (Law Dimirishing of Return).


(62)

36 Gambar 2.6

Skala Produksi Ekonomis dan Tidak Ekonomis

Jika dilihat diatas kurva LAC mencapai minimum di titik A, kemudian naik lagi. Gerak menurun sampai titik A disebabkan efisiensi skala produksi. Sebaliknya setelah titik A efisiensi skala produksi tidak terjadi lagi. Penampahan jumlah output menaikkan biaya produksi per unit. Sebelum di titik A, kurva LMC berada di bawah kurva LAC, karena pada saat itu nilai MP (marginal product) lebih besar dari AP (average product). Besarnya nilai MP menyebabkan nilai LAC bergerak menurun. Hal yang sebaliknya terjadi setelah di titik A.

4. Teori Impor

Impor merupakan pembelian barang dari luar negeri ke dalam negeri. Hal ini biasa terjadi karena produksi barang yang ada di dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Selain itu sebab-sebab


(63)

37 impor dapat pula terjadi karena tidak mampunya dalam negeri memproduksi barang dikarenakan belum adanya teknologi dan modal yang mencukupi, permintaan masyarakat akan barang-barang dari luar negeri walaupun produksi dalam negeri mencukupi kualitas yang dimiliki.

Menurut Suherman Rosyidi dalam bukunya Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi (2001: 223-224) Kemampuan suatu bangsa untuk mengimpor sangat tergantung pada pendapatan nasionalnya. Artinya, semakin besar pendapatan nasional, semakin besar pula kemampuan bangsa tersebut mengimpor barang dan jasa. Jadi: M = f(Y). Tetapi harus diingat, bahwa hubungan antara impor, M, dengan pendapatan nasional, Y, itu tidaklah berupa hubungan proporsional. Artinya, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa jika pendapatan nasional bertambah menjadi dua kali lipat, misalnya, maka impor akan menjadi dua kali lipat.

Hubungan antara impor, M, dan pendapatan nasional, Y, itu ditentukan oleh hasrat mengimpor marjinal (marginal propensity to import atau MPM) yang besarnya adalah:

=

Yakni, MPM menunjukkan bagian dari tambahan pendapatan nasional yang dipakai untuk menambah impor barang dan jasa. Jika kemudian, MPM itu diberi notasi m, maka bentuk hubungan antara pendapatan nasional dengan impor itu adalah: M = Mo + mY. Di mana Mo menunjukkan


(64)

38 besarnya impor otonom, yakni nilai impor yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. (Ingat a dalam fungsi konsumsi, yang menunjukkan besarnya konsumsi otonom).

Secara grafis, kurva impor dapat digambarkan sebagai yang

diperlihatkan dalam gambar … berikut. Dalam gambar tersebut, impor

diletakkan pada sumbu tegak sedangkan di sumbu datar diukurkan pendapatan nasional. Kurva impor adalah garis M = Mo + mY. Jarak OA menunjukkan besarnya impor otonom, sedangkan koefisien kemiringan kurva tersebut adalah sebesar m.

Gambar 2.7 Kurva Impor

Dari gambar diatas, dapat dipahami bahwa jika impor otonom, Mo, berubah, maka seluruh kurva itu akan bergeser pula, dengan pergeseran sejajar. Kurva itu akan bergeser ke kiri atas, jika impor otonom bertambah besar, vice versa. Selanjutnya, jika m berubah, maka kemiringan kurva itu pun berubah. Jika m atau hasrat mengimpor marginal (MPM) itu bertambah besar, maka kurva itu akan semakin curam, vice versa.


(65)

39 Impor otonom akan berubah, misalnya saja disebabkan oleh berubahnya kebijakan pemerintah mengenai kuota impor, kebijakan mengenai pelarangan atau pengizinan impor beberapa jenis komoditi tertentu, perubahan harga barang impor di luar negeri, dan lain sebagainya. Sedangkan perubahan MPM dapat disebabkan oleh hal-hal sepertu perubahan cita rasa konsumen dalam negeri terhadap barang impor, perubahan nilai mata uang dan sebagainya (Suherman Rosyidi, 2001: 224). Menurut Hamdy Hady (2001: 65) kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa.

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut.

a. Kebijakan Tariff Barrier

Kebijakan tariff barrier atau TB dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut.


(66)

40 Dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, alat-alat militer/pertahanan/keamanan, dan lain-lain.

 Tarif sedang antara >5%-20%:

Dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.

 Tarif tinggi di atas 20%:

Dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

1.) Kebijakan Tarif dan Efek-Efek Tarif

Tarif menurut Hamdy Hady (2001: 65-67) adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, sistem/cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan sebagai berikut.

a) Bea Harga (Ad Valorem Tariff)

Besarnya pungutan bea masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat prosentase tarif dikalikan dengan harga CIF dari barang tersebut (BM= % tarif × Harga CIF).


(67)

41 Keuntungan:

- Dapat mengikuti perkembangan tingkat harga/inflasi. - Terdapat diferensiasi harga produk sesuai dengan

kualitasnya. Kerugian:

- Memberikan beban yang cukup berat bagi administrasi pemerintahan, khususnya bea cukai karena memerlukan data dan perincian harga barang yang lengkap

- Sering menimbulkan perselisihan dalam penetapan harga untuk perhitungan bea masuk antara importir dan bea cukai, sehingga dapat menimbulkan stagnasi/kemacetan arus barang di pelabuhan.

b) Bea Spesifik (Specific Tariff)

Pungutan bea masuk ini didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Di Indonesia sistem tarif ini digunakan sebelum tahun 1991.

Sifat: Regresif Keuntungan

- Mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan perincian harga barang sesuai kualitasnya.


(1)

296 2) Border price = (Harga C & F X Kurs)/1000 + BM

Harga Paritas = (Border Price + PPh) X 1,15

Beras Lokal= Beras IR II Tingkat Grosir PIBC (Sumber: PIBC diolah BKP)

4. Penulis: Apakah ada perbedaan antara harga beras lokal dengan beras impor? Bagaimana hal ini dapat terjadi?

Jawaban:

Ada, hal ini mengingat pemasaran untuk beras global seringkali dikaitkan dengan politik dumping seperti kebijakan yang ada di Jepang dan Vietnam. Disatu sisi kualitas beras domestik kalah bersaing di pasaran internasional dari sisi kualitas dan harga.

5. Penulis: Adanya kejadian terbaru tentang beras plastic yang beredar di masyarakat, apakah ada hubungannya dengan lemahnya pengawasan pemerintah dari tingginya harga beras saat ini?

Jawaban:

Isu beras plastik yang sempat mengemuka semata-mata bukan hanya karena lemahnya sistem pengawasan dari pemerintah tetapu ada faktor lain sebagai pemicu untuk dibukanya keran impor oleh pemerintah karena beras domestik pada saat itu cenderung naik. Disisi lain, faktor politis sebagai pengalihan isu yang sedang berkembang disinyalir dihunakan oleh pihak-pihak tertentu dengan memanfaatkan kondisi yang sedang terjadi.


(2)

297 1. Penulis: Harapan apa yang dapat tercapai dimasa depan mengenai produk

beras di Indonesia? Jawaban:

Harapannya kedepan, produk beras di Indonesia dapat dikonsumsi secara massal sebagai beras organic yang ramah lingkungan dan baik untuk kesehatan tetapi dapat dijangkau oleh semua kalangan baik dari sisi kualitas maupun dari harga itu sendiri.

2. Penulis: Harapan apa yang dapat tercapai di masa depan mengenai Impor beras di Indonesia?

Jawaban:

Dengan berbagai potensi dan daya dukung yang dimiliki oleh Indonesia, kedepan Indonesia akan lepas dari impor beras bahkan menjadi lumbung pangan dunia. Hal ini dapat diyakini seperti halnya wilayah merauke yang dapat dijadikan lumbung beras nasional. Data menunjukkan bahwa terdapat 2,5 juta hektar lahan potensial untuk pangan dan 1,9 juta hektar untuk lahan basah di merauke (Papua).

3. Penulis: Harapan apa yang dapat tercapai dimasa depan mengenai konsumsi beras di Indonesia?

Jawaban:

Kedepan, konsumsi beras diharapkan akan terus mengalami penurunan sebagaimana target Kementerian Pertanian itu sendiri sehingga sejalan


(3)

298 dengan program diversifikasi pangan mengingat tingkat konsumsi beras di Indonesia sebesar 139kg/kapita merupakan tertinggi di asia bahkan dunia. Sehingga masyarakat Indonesia tidak mengandalkan beras sebagai sumber pangan utama tetapi juga dapat mengkonsumsi pangan lainnya yang melimpah tersedia di bumi Indonesia seperti jagung, singkong, sagu, sukun, ubi dan lain-lainnya.

4. Penulis: Harapan apa yang dapat tercapai dimasa depan mengenai harga beras di Indonesia?

Jawaban:

Dengan sinergitas antara kelembagaan yang menangani pangan dan Tim Pengendali Inflasi maka, bukan hal yang mustahil kedepan harga beras di Indonesia akan terjangkau oleh semua kalangan dengan kualitas yang baik dimana petani selaku produsen akan memperoleh keuntungan harga yang layak begitu pula konsumen dapat memperoleh beras dengan harga yang murah dan terjangkau.

Lampiran 17

Hasil Wawancara dengan Narasumber Ditjen Tanaman Pangan Nama Narasumber : Off record

Jabatan : Off record

Tempat Wawancara : Dengan percakapan email (dikarenakan kesibukan narasumber)


(4)

299 Tanggal Wawancara : 14 Agustus 2015

A. Produksi Beras

1. Penulis: Secara umum apa yang dilakukan pemerintah untuk mendukung produksi beras di Indonesia?

Jawaban:

Secara umum yang dilakukan pemerintah adalah Penguatan SDM (dengan menggandeng TNI), Kelembagaan dan Pembiayaan bagi produsen beras. 3. Penulis: Permasalahan apa saja yang dihadapi petani dan produsen dalam

memproduksi beras di Indonesia pada tahun 2008-2013? Jawaban:

a) Peningkatan Produktivitas

 Tingkat adopsi teknologi masih lemah - pertanian budaya, pendidikan rendah, modal lemah, penyuluh kurang

 Ketersediaan benih yang cocok/pas (spesifik lokasi) terbatas  Daya beli petani yang rendah

 Akses petani ke permodalan lemah b) Peningkatan Luas Panen

 Konversi lahan sawah  Kompetisi antar komoditas


(5)

300  Belum sinerginya pusat dan daerah (perbedaan prioritas dan

kepentingan)

4. Penulis: Terobosan apa saja yang harus dilakukan agar produksi beras di Indonesia terus meningkat?

Jawaban:

Untuk meningkatkan produksi beras perlu adanya 2 hal yang perlu ditingkatkan yaitu dari segi Luas Panen dan Produktivitas. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:

a) Luas Panen

 Peningkatan IP (Rehabilitasi Jaringan Irigasi,TAM/JITUT/JIDES, Pompanisasi, mekanisasi).

 Pemanaman di lahan sawah cetak sawah baru.  Inter cropping di lahan perkebunan, kehutanan dll.  Penanaman dalam pot/polibag

 Pengembangan food estate

 Pemanfaatan lahan rawa/lebak (utamanya saat musim kemarau) b) Produktivitas

 Penerapan paket teknologi spesifik lokasi (PTT)  Pengamanan produksi dari serangan OPT dan DPI.  Pengurangan susut hasil (looses) panen dan pasca panen


(6)

301 F. Harapan

1. Penulis: Harapan apa yang dapat tercapai dimasa depan mengenai produksi beras di Indonesia?

Jawaban:

Adapun harapan dimasa depan mengenai produksi beras adalah dengan dilaksanakanya penerapan teknologi, mekanisasi sistem pertanian, revitalisasi penggilingan, menciptakan sawah baru di luar jawa atau food estate, peningkatan indeks pertanaman (varietas padi umur pendek/genjah, percepatan panen, olah tanah, tanam melalui mekanisasi), pemanfaatan lahan sub optimal (lahan kering dan rawa) melalui dukungan paket teknologi, pengamanan puso dari OPT dan DPI. Sehingga dapat diharapkan terjadinya peningkatan produksi beras di Indonesia.