36
Gambar 2.6 Skala Produksi Ekonomis dan Tidak Ekonomis
Jika dilihat diatas kurva LAC mencapai minimum di titik A, kemudian naik lagi. Gerak menurun sampai titik A disebabkan efisiensi skala
produksi. Sebaliknya setelah titik A efisiensi skala produksi tidak terjadi lagi. Penampahan jumlah output menaikkan biaya produksi per unit.
Sebelum di titik A, kurva LMC berada di bawah kurva LAC, karena pada saat itu nilai MP marginal product lebih besar dari AP average
product. Besarnya nilai MP menyebabkan nilai LAC bergerak menurun. Hal yang sebaliknya terjadi setelah di titik A.
4. Teori Impor
Impor merupakan pembelian barang dari luar negeri ke dalam negeri. Hal ini biasa terjadi karena produksi barang yang ada di dalam negeri tidak
dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Selain itu sebab-sebab
37
impor dapat pula terjadi karena tidak mampunya dalam negeri memproduksi barang dikarenakan belum adanya teknologi dan modal yang
mencukupi, permintaan masyarakat akan barang-barang dari luar negeri walaupun produksi dalam negeri mencukupi kualitas yang dimiliki.
Menurut Suherman Rosyidi dalam bukunya Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi 2001: 223-224 Kemampuan suatu
bangsa untuk mengimpor sangat tergantung pada pendapatan nasionalnya. Artinya, semakin besar pendapatan nasional, semakin besar pula
kemampuan bangsa tersebut mengimpor barang dan jasa. Jadi: M = fY. Tetapi harus diingat, bahwa hubungan antara impor, M, dengan pendapatan
nasional, Y, itu tidaklah berupa hubungan proporsional. Artinya, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa jika pendapatan nasional bertambah menjadi dua
kali lipat, misalnya, maka impor akan menjadi dua kali lipat. Hubungan antara impor, M, dan pendapatan nasional, Y, itu ditentukan
oleh hasrat mengimpor marjinal marginal propensity to import atau MPM yang besarnya adalah:
= Yakni, MPM menunjukkan bagian dari tambahan pendapatan nasional
yang dipakai untuk menambah impor barang dan jasa. Jika kemudian, MPM itu diberi notasi m, maka bentuk hubungan antara pendapatan nasional
dengan impor itu adalah: M = Mo + mY. Di mana Mo menunjukkan
38
besarnya impor otonom, yakni nilai impor yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Ingat a dalam fungsi konsumsi, yang menunjukkan
besarnya konsumsi otonom. Secara grafis, kurva impor dapat digambarkan sebagai yang
diperlihatkan dalam gambar … berikut. Dalam gambar tersebut, impor diletakkan pada sumbu tegak sedangkan di sumbu datar diukurkan
pendapatan nasional. Kurva impor adalah garis M = Mo + mY. Jarak OA menunjukkan besarnya impor otonom, sedangkan koefisien kemiringan
kurva tersebut adalah sebesar m. Gambar 2.7
Kurva Impor
Dari gambar diatas, dapat dipahami bahwa jika impor otonom, Mo, berubah, maka seluruh kurva itu akan bergeser pula, dengan pergeseran
sejajar. Kurva itu akan bergeser ke kiri atas, jika impor otonom bertambah besar, vice versa. Selanjutnya, jika m berubah, maka kemiringan kurva itu
pun berubah. Jika m atau hasrat mengimpor marginal MPM itu bertambah besar, maka kurva itu akan semakin curam, vice versa.
39
Impor otonom akan berubah, misalnya saja disebabkan oleh berubahnya kebijakan pemerintah mengenai kuota impor, kebijakan mengenai
pelarangan atau pengizinan impor beberapa jenis komoditi tertentu, perubahan harga barang impor di luar negeri, dan lain sebagainya.
Sedangkan perubahan MPM dapat disebabkan oleh hal-hal sepertu perubahan cita rasa konsumen dalam negeri terhadap barang impor,
perubahan nilai mata uang dan sebagainya Suherman Rosyidi, 2001: 224. Menurut Hamdy Hady 2001: 65 kebijakan perdagangan internasional
di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan
penghematan devisa. Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat
dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut. a. Kebijakan Tariff Barrier
Kebijakan tariff barrier atau TB dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut.
Pembebasan bea masuktarif rendah adalah antara 0-5:
40
Dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, alat-alat militerpertahanankeamanan,
dan lain-lain. Tarif sedang antara 5-20:
Dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.
Tarif tinggi di atas 20: Dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain
yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.
1. Kebijakan Tarif dan Efek-Efek Tarif Tarif menurut Hamdy Hady 2001: 65-67 adalah pungutan bea
masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakaidikonsumsi
habis di
dalam negeri.
Dalam pelaksanaannya, sistemcara pemungutan tarif bea masuk ini
dapat dibedakan sebagai berikut. a Bea Harga Ad Valorem Tariff
Besarnya pungutan bea masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat prosentase tarif dikalikan dengan harga CIF dari
barang tersebut BM= tarif × Harga CIF. Sifat: Proporsional
41
Keuntungan: - Dapat mengikuti perkembangan tingkat hargainflasi.
- Terdapat diferensiasi harga produk sesuai dengan kualitasnya.
Kerugian: - Memberikan beban yang cukup berat bagi administrasi
pemerintahan, khususnya
bea cukai
karena memerlukan data dan perincian harga barang yang
lengkap - Sering menimbulkan perselisihan dalam penetapan
harga untuk perhitungan bea masuk antara importir dan bea
cukai, sehingga
dapat menimbulkan
stagnasikemacetan arus barang di pelabuhan. b Bea Spesifik Specific Tariff
Pungutan bea masuk ini didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Di Indonesia sistem tarif ini
digunakan sebelum tahun 1991. Sifat: Regresif
Keuntungan - Mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan
perincian harga barang sesuai kualitasnya.
42
- Dapat digunakan sebagai alat kontrol proteksi industri dalam negeri.
Kerugian - Pengenaan tarif dirasakan kurangtidak adil karena
tidak membedakan hargakualitas barang. - Hanya dapat digunakan sebagai alat kontrol proteksi
yang bersifat statis. c Bea Campuran Compound Tariff
Pungutan bea masuk ini merupakan kombinasi antara sistem a dan sistem b.
Tujuan dan Fungsi Tarif Bea Masuk 1. Menurut tujuannya, kebijakan tarif bea masuk dapat
diklasifikasikan sebagai berikut. a. Tarif Proteksi, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang
tinggi untuk mencegahmembatasi impor barang tertentu.
b. Tarif Revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan Negara.
2. Berdasarkan tujuan tersebut maka fungsi bea masuk adalah sebagai berikut.
43
a. Fungsi mengatur regulerend, yaitu mengatur perlindungan kepentingan ekonomiindustri dalam
negeri. b. Fungsi budgeter, yaitu sebagai salah satu sumber
penerimaan Negara. c. Fungsi demokrasi, yaitu penetapan besarnya tarif bea
masuk melalui persetujuan DPR. d. Fungsi pemerataan, yaitu untuk pemerataan distribusi
pendapatan nasional, misalnya dengan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk barang mewah Hamdy
Hady, 2001: 67 Efek-efek Tarif Analisis Parsial untuk Negara Kecil
Gambar 2.8 Analisis Efek-Efek Tarif Bea Masuk
44
Keterangan: 1 Pada harga P
dan titik keseimbangan E , perekonomian berada
dalam keadaan autarki dengan kondisi sebagai berikut. - Tidak adanya ekspor dan impor.
- Produksi Dalam Negeri = Konsumsi Dalam Negeri = OQ
0.
2 Pada harga P1 dan titik keseimbangan E2, perekonomian berada dalam keadaan free trade dengan kondisi sebagai
berikut. - Produksi Dalam Negeri = OQ1.
- Konsumsi Dalam Negeri = OQ2. - Impor = Q1Q2.
Karena produksi dalam negeri menurun dari OQ , menjadi
OQ
1
, maka industri dalam negeri akan rugi sehingga dapat menimbulkan
pengangguran. Untuk
itu, pemerintah
memberikan produksi dalam bentuk tarif bea masuk sebesar P
1
P
2
. 3 Dengan pengenaan tarif bea masuk sebesar P
1
P
2
maka akan menimbulkan efek-efek tarif sebagai berikut.
- Harga akan naik dari P1 ke P2. - Konsumsi Dalam Negeri akan turun dari Q2 ke Q4.
- Produksi Dalam Negeri akan naik dari Q1 ke Q3.
45
- Pemerintah akan mendapat penerimaan Negara dalam bentuk bea masuk sebesar ruang abde.
- Redistribusi income atau subsidi dari konsumen kepada produsen sebesar ruang P1afP1
- Cost of Production sebesar ruang aef dan bcd. - Impor turun dari Q1Q2 menjadi Q3Q4 Hamdy Hady, hal.
67-68, 2001. 2. Tarif Nominal dan Tarif Proteksi Efektif
a Tarif normal Tarif nominal adalah besarnya prosentase tarif suatu barang
tertentu yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia BTBMI. Tarif Bea Masuk Indonesia yang
digunakan saat ini adalah buku tarif berdasarkan ketentuan harmonized
system atau
HS yang
menggunakan penggolongan barang dengan 9 digit.Penggolongan barang
dengan sistem digit ini akan mempermudah dan memperlancar perdagangan internasional karena adanya
kesatuan kode barang untuk seluruh Negara, terutama yang telah menjadi anggota World Customs Organization WCO
yang bermarkas di Brussel. b Tarif Proteksi Efektif
46
Tarif proteksi efektif ini disebut juga sebagai Effective Rate of Protection ERP, yaitu kenaikan Value Added
Manufacturing VAM yang terjadi karena perbedaan antara prosentase tarif nominal untuk barang jadi atau CBU
Completely Built-up dengan tarif nominal untuk bahan bakukomponen impor impornya atau CKD Completely
Knock Down. �
= − � .
− � = ∆�
Keterangan: tj = Tarif bea masuk untuk barang jadi
CBU atau Completely Built-Up. ti = Tarif bea masuk untuk bahan baku
atau komponen input impor CKD atau Completely Knock Down.
aij = Bagian atau prosentase komponen input impor.
∆VAM = Value Added Manufacturing nilai tambah fabrikasi.
Kenaikan VAM dalam suatu proses industrialisasi sangat penting karena VAM diartikan sebagai balas jasa dari faktor
47
produksi yang digunakan dalam proses industrialisasi tersebut, yaitu:
Tenaga kerja mendapat upahgaji Tanahbangunan mendapat sewa.
Modal mendapat bunga. Teknologi mendapat royaltyfee.
Pengusahamanajemen mendapat laba Hamdy Hady, 2001: 69-70.
3. Infrant Industry Argument Menurut
Hamdy Hady
2001: 70-71
Pelaksanaan pembangunan ekonomi di Negara-negara yang sedang
berkembang seperti halnya Indonesia banyak landaskan pada infrant industry argument. Infrant industry argument adalah
suatu kebijaksanaan untuk melindungi industri-industri dalam negeri yang baru lahirtumbuh dengan “proteksi edukatif”,
sehingga dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Secara grafis “infrant industry argument” tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut.
48
Gambar 2.9 Infrant Industry Argument
Keterangan: Pada awal Pelita I 196970, Indonesia memulai
pembangunan industrinya dengan pembangunan sektor industri tekstil.
Akan tetapi karena industri tersebut baru lahir, infrant industry maka harga produk atau domestik price-nya Dp
relatif lebih tinggi dibandingkan harga produk di luar negeri atau world price Wp sehingga perlu di proteksi,
terutama dengan tarif bea masuk yang relatif tinggi. Infrant industry yang diproteksi ini dicerminkan oleh
bidang A. karena harga produk tekstil dalam negeri masih lebih tinggi dari pada harga luar negeri DpWp, maka:
Perlu diberikan proteksi tarif yang edukatif minimal sebesar jarak Wp-Dp.
49
Terdapat “subsidi” dari konsumen kepada produsen
karena konsumen membayar harga tekstil dalam negeri lebih mahal daripada luar negeri.
Dengan teori experience curve atau learning curve, harga tekstil dalam negeri akan semakin menurun sehingga
akhirnya pada tahun 19791980 harga tekstil dalam negeri akan sama dengan luar negeri.
Akhirnya dengan proteksi edukatif yang semakin menurun dan sejalan dengan perkembangan serta pertumbuhan
infrant industry yang semakin dewasa dan kuat seperti dicerminkan oleh bidang B, selain harga produk tekstil
dalam negeri sudah lebih murah daripada tekstil luar negeri DpWp maka:
Industri tekstil mampu mengekspor produknya ke luar negeri.
Konsumen dalam negeri akan mendapatkan “kompensasi” dari produsen tekstil karena dapat
membeli dengan harga yang relatif lebih murah. 4. Proteksi Edukatif
Agar tujuan infrant industry argument tersebut dapat dicapai, maka menurut Hamdy Hady 2001: 72 perlu dijalankan suatu
50
kebijakan “proteksi edukatif”, yaitu kebijakan untuk melindungi infrant industry secara mendidik dengan ciri-ciri atau
karakteristik sebagai berikut. a Transparan
Proteksi harus bersifat “transparan”, yaitu dengan sistem tariff barrier atau bea masuk.
b Selektif Proteksi harus bersifat selektif, maksudnya hanya diberikan
kepada industri yang betul-betul dapat memberikan nilai tambah atau value added manufacturing yang relatif tinggi.
c Limitatif Proteksi
hanya diberikan
untuk jangka
waktu tertentuterbatas.
d Kuantitatif Tingkat
atau besarnya
proteksi harus
dapat ditentukandihitung berdasarkan Effective Rate of Protection
ERP atau kenaikan Value Added Manufacturing VAM yang diperoleh. Dengan kata lain proteksi tidak boleh
ditetapkan berdasarkan pesan sponsor atau kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
e Declining
51
Proteksi yang diberikan harus semakin menurun sesuai dengan peningkatan daya saing industri yang bersangkutan.
b. Kebijakan Nontariff Barrier 1. Instrumen Kebijakan Nontarif
Hamdy Hady 2001: 72-73 menulis bahwa Kebijakan Nontariff Barrier NTB adalah sebagai kebijakan perdagangan selain bea
masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Secara garis besar NTB
data dikelompokkan sebagai berikut A.M. Rugman R.M. Hodgetts, 1995.
a Pembatasan Spesifik Specific limitation:
i. Larangan impor secara mutlak.
ii. Pembatasan impor atau quota system.
iii. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk
tertentu.
iv. Peraturan kesehatankarantina.
v. Peraturan pertahanan dan keamanan Negara.
vi. Peraturan kebudayaan.
vii. Perizinan imporimport licences.
viii. Embargo.
ix. Hambatan pemasaranmarketing seperti:
52
- VER Voluntary Export Restraint, yaitu pembatasan
ekspor secara sukarela oleh Negara eksportir.
- OMA Orderly Marketing Agreement, yaitu pembatasan
pemasaran produk
tertentu atas
permintaan Negara importir. b Peraturan Bea Cukai customs administration rules
i. Tatalaksana impor tertentu procedure.
ii. Penetapan harga pabean customs value.
iii. Penetapan forex rate kurs valas dan pengawasan
devisa forex control. iv.
Consulat formalities. v.
Packaginglabeling regulation. vi.
Documentation needed. vii.
Quality and testing standard. viii.
Pungutan administrasi fees. ix.
Tariff classification.
c Government Participation
i. Kebijakan pengadaan pemerintah.
ii. Subsidi dan intensif ekspor.
iii. Countervailing duties.
iv. Domestic assistance programs.
53
v. Trade-diverting.
d Import charges
i. Import deposits.
ii. Supplementary duties.
iii. Variable levies.
2. Sistem Kuota dan Efek-Efek Kuota Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan
atas pemasukan barang kuota impor dan pengeluaran barang kuota ekspor darike suatu Negara untuk melindungi kepentingan
industri dan konsumen. Menurut ketentuan GATTWTO, sistem kuota ini hanya dapat
digunakan dalam hal berikut.
a. Untuk melindungi hasil pertanian. b. Untuk menjaga keseimbangan balance of payment.
c. Untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional. Macam-macam Kuota impor
a. Absoluteunilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak tanpa negosiasi.
b. Negotiatedbilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan atau menurut perjanjian.
54
c. Tarif kuota, yaitu pembatasan kuota yang dilakukan dengan mengkombinasikan sistem tarif dan sistem kuota.
d. Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertentu untuk melindungi industri dalam negeri.
Gambar 2.10 Analisis Efek-Efek Tarif Bea Masuk
Keterangan: 1 Pada harga P
dan titik keseimbangan E , perekonomian berada
dalam keadaan autarki dengan kondisi sebagai berikut. - Tidak adanya ekspor dan impor.
- Produksi Dalam Negeri = Konsumsi Dalam Negeri = OQ
0.
2 Pada harga P
1
dan titik keseimbangan E
2
, perekonomian berada dalam keadaan free trade dengan kondisi sebagai berikut.
- Produksi Dalam Negeri = OQ
1.
55
- Konsumsi Dalam Negeri = OQ
2.
- Impor = Q
1
Q
2
. Karena produksi dalam negeri menurun dari OQ
, menjadi OQ
1
, maka industri dalam negeri akan rugi sehingga dapat menimbulkan
pengangguran. Untuk
itu, pemerintah
memberikan produksi dalam bentuk tarif bea masuk sebesar P
1
P
2
. 3 Dengan pengenaan tarif bea masuk sebesar P
1
P
2
maka akan menimbulkan efek-efek tarif sebagai berikut.
i. Harga akan naik dari P
1
ke P
2
. ii.
Konsumsi Dalam Negeri akan turun dari Q
2
ke Q
4
. iii.
Produksi Dalam Negeri akan naik dari Q
1
ke Q
3
. iv.
Pemerintah akan mendapat penerimaan Negara dalam bentuk bea masuk sebesar ruang abde.
v. Redistribusi income atau subsidi dari konsumen kepada
produsen sebesar ruang P
1
afP
1
vi. Cost of Production sebesar ruang aef dan bcd.
vii. Impor turun dari Q
1
Q
2
menjadi Q
3
Q
4
. Kelemahan sistem kuota impor jika digunakan sebagai instrumen
proteksi adalah sebagai berikut. i.
Sifatnya yang tidak transparan.
56
ii. Jika kuota dibeikan kepada perseorangan atau perusahaan
swasta, maka yang mendapatkan keuntunganmanfaat hanyalah orang pribadi atau perusahaan yang mendapat
kuota tersebut. iii.
Dapat menimbulkan distorsi pasar berupa monopoli yang akan merugikan masyarakat konusmen Hamdy Hady,
2001: 73-75. 3. Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam
bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain-lain yang bertujuan sebagai berikut.
1 Menambah produksi dalam negeri. 2 Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri.
3 Menjual harga yang murah daripada produk impor.
57
Gambar 2.11
Analisis Subsidi
1 Pada saat keadaan persainganperdagangan bebas tanpa subsidi: Untuk harga P
1
: Produksi dalam negeri = OQ
1
. Konsumsi dalam negeri = OQ
2.
Impor =Q
1
Q
2
. 2 Jika pemerintah ingin menaikkan produksi dalam negeri dari Q
1
ke Q
3
maka: i.
Secara teoritis produsen akan bersedia menaikkanmenambah produksinya jika harga naik dari P
1
ke P
2
. ii.
Supaya produksi dalam negeri naik, tetapi harga tidak naik maka pemerintah memberikan subsidi harga sebesar P
1
P
2
atau BC.
iii. Dengan pemberian subsidi sebesar P
1
P
2
atau BC, maka: o
Produksi dalam negeri naik dari OQ
1
ke OQ
3
.
58
o Impor turun dari Q
1
Q
2
menjadi Q
2
Q
3
. o
Konsumen tetap membayar dengan harga P
1
. o
Produsen menerima pembayaran harga P
2
. Kebijakan proteksi terhadap industri dalam negeri dengan pemberian
subsidi ini dalam hal tertentu mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan cara proteksi lainnya karena:
a Subsidi biasanya diberikan untuk barang-barang kebutuhan pokok masyarakat banyak.
b Subsidi biasanya bersifat transparan dan dapat dikontrol oleh masyarakat Hamdy Hady, 2001: 75-76.
5. Hubungan antara Impor dan Harga